You are on page 1of 18

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Skabies adalah penyakit kulit menular yang disebabkan
oleh Sarcoptes scabei varian hominis (Harahap, 2000). Penyakit ini
dikenal juga dengan nama the itch, gudik atau gatal agogo.
Saat ini Badan Dunia menganggap penyakit skabies sebagai
pengganggu dan perusak kesehatan yang tidak dapat dianggap lagi
hanya sekedar penyakitnya orang miskin karena penyakit skabies masa
kini telah merebak menjadi penyakit kosmopolit yang menyerang semua
tingkat sosial (Agoes, 2009).
Menurut Sungkar (2000) mengatakan bahwa penyakit Skabies di
seluruh dunia dengan insiden yang berfluktuasi akibat pengaruh faktor
imun yang belum diketahui sepenuhnya. Penyakit ini banyak dijumpai
pada anak dan dewasa, tetapi dapat mengenai semua umur. Penyakit ini
telah ditemukan hampir pada semua negara di seluruh dunia dengan
angka prevalensi yang bervariasi. Di beberapa negara berkembang
prevalensinya dilaporkan berkisar antara 6-27% dari populasi umum dan
insiden tertinggi terdapat pada anak usia sekolah dan remaja.
Di beberapa negara termasuk Indonesia penyakit skabies yang
hampir teratasi ini cenderung mulai bangkit dan merebak kembali. Selain
itu, kasus-kasus baru berupa Skabies Norwegia telah pula dilaporkan,
walaupun angka prevalensinya yang tepat belum ada, namun laporan dari
dinas kesehatan dan para dokter praktek mengindikasikan bahwa
penyakit skabies telah meningkat di beberapa daerah (Agoes, 2009).
Menurut Departemen Kesehatan RI prevalensi skabies di Indonesia
sebesar 4,60-12,95% dan skabies menduduki urutan ketiga dari 12
penyakit kulit tersering (Notobroto, 2005).
Salah satu faktor pendukung terjadinya penyakit skabies adalah
sanitasi yang buruk dan dapat menyerang manusia yang hidup secara

berkelompok, yang tinggal di asrama, barak-barak tentara, rumah


tahanan, dan pesantren maupun panti asuhan (Badri, 2008).
Usaha penyehatan lingkungan merupakan suatu pencegahan
terhadap berbagai kondisi yang mungkin dapat menimbulkan penyakit dan
sanitasi merupakan faktor yang utama yang harus diperhatikan (Mukono,
2006).
B. Tujuan Penulisan
1.

Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami konsep dasar penyakit dan asuhan

keperawatan pada pasien dengan scabies.


2.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penulisan makalah ini, yaitu :


1. Menjelaskan pengertian Skabies
2. Menjelaskan anatomi fisiologi kulit.
3. Menjelaskan etiologi Skabies.
4. Menjelaskan manifestasi klinis Skabies.
5. Menjelaskan patofisiologi Skabies.
6. Menjelaskan penatalaksanaan medis dan keperawatan Skabies.
7. Menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dengan Skabies.

BAB II
TINJAWAN TEORITIS
1 Pengertian
Penyakit Skabies adalah penyakit kulit menular yang disebabkan
oleh Sarcoptes scabei varian hominis. Penyakit ini dikenal juga dengan
nama the itch, gudik atau gatal agogo. (Harahap, 2000).
Penyakit scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh
Sarcoptes scabiei yang menyebabakan iritasi kulit. Parasit ini menggali
parit-parit di dalam epidermis sehingga menimbulkan gatal-gatal dan
merusak kulit penderita (Soedarto).
Penyakit scabies ini merupakan penyakit menular oleh kutu tuma
gatal Sarcoptes scabiei tersebut, kutu tersebut memasuki kulit stratum
korneum, membentuk kanalikuli atau terowongan lurus atau berkelok
sepanjang 0,6 sampai 1,2 centimeter.
Scabies merupakan penyakit kulit menular yang disebabkan oleh
seekor tungau (kutu/mite) yang bernama Sarcoptes scabei, filum
Arthopoda , kelas Arachnida, ordo Ackarina, superfamili Sarcoptes. Pada
manusia oleh S. scabiei var homonis, pada babi oleh S. scabiei var suis,
pada kambing oleh S. scabiei var caprae, pada biri-biri oleh S. scabiei var
ovis.
Sarcoptes scabiei adalah parasit yang termasuk dalam filum
artropoda

(serangga).

Secara

morfolik,

merupakan

tungau

kecil,

berbentuk oval, punggungnya cembung, dan bagian perutnya rata.


Berwarna putih kotor, ukuran yang betina berkisar 330 450 mikron x 250
350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200 240 mikron x
150 200 mikron.
Siklus hidup scabies

Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan


akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup didalam terowongan yang
digali oleh tungau betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali
terowongan dan dapat tinggal selama hidupnya yaitu kurang lebih 30hari
Tungau betina bertelur sebanyak 2-3 butir/hari dapat bertelur
sepanjang hidupnya 4-5minggu dan telurnya akan menetas setelah 35hari menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki, larva ini dapat tinggal
dalam terowongan, dan dapat juga keluar setelah2-3 hari larva akan
menjadi ninfa. Yang mempunyai 2bentuk jantan dan betina. Waktu yang
diperlukan dari telur hingga bentuk dewasa adalah 10-14 hari. Tungau
jantan menpunyai masa hidup yang lebih pendek disbanding tungau
betina, dan mempunyai peran yang lebih kecil pada pathogenesis
penyakit biasanya hanya hidup dipermukaan kulit dan mati setelah
membuahi tungau betina. Tungau ini merupakan parasit obligat pada
manusia dan hanya dapat hidup diluar hidup manusia selama kurang lebih
selama 2-3 hari.
2 Anfis
Epidermis (Kutilkula) Epidermis merupakan lapisan terluar dari kulit,
yang memiliki struktur tipis dengan ketebalan sekitar 0,07 mm terdiri atas
beberapa lapisan, antara lain seperti berikut :
1. Stratum korneum yang disebut juga lapisan zat tanduk. Letak lapisan
ini berada paling luar dan merupakan kulit mati. Jaringan epidermis
ini disusun oleh 50 lapisan sel-sel mati, dan akan mengalami
pengelupasansecara perlahan-lahan, digantikan dengan sel telur
yang baru.
2. Stratum lusidum, yang berfungsi melakukan pengecatan terhadap
kulit dan rambut. Semakin banyak melanin yang dihasilkan dari selsel ini, maka warna kulit akan menjadi semakin gelap. Jika dikaitkan

dengan hal ini apa yang terjadi pada kulit dari kedua suku tersebut?
Selain memberikan warna pada kulit, melanin ini juga berfungsi
untuk melindungi sel-sel kulit dari sinar ultraviolet matahari yang
dapat membahayakan kulit. Walaupun sebenarnya dalam jumlah
yang tepat sinar ultraviolet ini bermanfaat untuk mengubah
lemaktertentu di kulit menjadi vitamin D, tetapi dalam jumlah yang
berlebihan sangat berbahaya bagi kulit. Kadang-kadang seseorang
menghindari sinar matahari di siang hari yang terik, karena ingin
menghindari sinar ultraviolet ini. Hal ini disebabkan karena ternyata
sinar ultraviolet ini dapat membuat kulit semakin hitam. Berdasarkan
riset, sinar ultraviolet dapat merangsang pembentukan melanosit
menjadi lebih banyak untuk tujuan perlindungan terhadap kulit.
Sedangkan jika kita lihat seseorang mempunyai kulit kuning langsat,
ini disebabkan orang tersebut memiliki pigmen karoten.
3. Stratum granulosum, yang menghasilkan pigmen warna kulit, yang
disebut melamin. Lapisan ini terdiri atas sel-sel hidup dan terletak
pada bagian paling bawah dari jaringan epidermis.
4. Stratum germinativum, sering dikatakan sebagai sel hidup karena
lapisan ini merupakan lapisan yang aktif membelah. Sel-selnya
membelah ke arah luar untuk membentuk sel-sel kulit teluar. Sel-sel
yang baru terbentuk akan mendorong sel-sel yang ada di atasnya
selanjutnya sel ini juga akan didorong dari bawah oleh sel yang lebih
baru lagi. Pada saat yang sama sel-sel lapisan paling luar
mengelupas dan gugur.
Jaringan dermis memiliki struktur yang lebih rumit daripada
epidermis, yang terdiri atas banyak lapisan. Jaringan ini lebih tebal
daripada epidermis yaitu sekitar 2,5 mm. Dermis dibentuk oleh serabutserabut khusus yang membuatnya lentur, yang terdiri atas kolagen, yaitu
suatu jenis protein yang membentuk sekitar 30% dari protein tubuh.

Kolagen akan berangsur-angsur berkurang seiring dengan bertambahnya


usia. Itulah sebabnya seorang yang sudah tua tekstur kulitnya kasar dan
keriput. Lapisan dermis terletak di bawah lapisan epidermis. Lapisan
dermis terdiri atas bagian-bagian berikut.
Akar Rambut
Di sekitar akar rambut terdapat otot polos penegak rambut
(Musculus arektor pili), dan ujung saraf indera perasa nyeri. Udara dingin
akan membuat otot-otot ini berkontraksi dan mengakibatkan rambut akan
berdiri. Adanya saraf-saraf perasa mengakibatkan rasa nyeri apabila
rambut dicabut.
Pembuluh Darah
Pembuluh darah banyak terdapat di sekitar akar rambut. Melalui
pembuluh darah ini akar-akar rambut mendapatkan makanan, sehingga
rambut dapat tumbuh.
Kelenjar Minyak (glandula sebasea)
Kelenjar minyak terdapat di sekitar akar rambut. Adanya kelenjar
minyak ini dapat menjaga agar rambut tidak kering.
Kelenjar Keringat (glandula sudorifera)
Kelenjar keringat dapat menghasilkan keringat. Kelenjar keringat
berbentuk botol dan bermuara di dalam folikel rambut. Bagian tubuh yang
banyak terdapat kelenjar keringat adalah bagian kepala, muka, sekitar
hidung, dan lain-lain. Kelenjar keringat tidak terdapat dalam kulit tapak
tangan dan telapak kaki.
Serabut Saraf

Pada lapisan dermis terdapat puting peraba yang merupakan ujung


akhir saraf sensoris. Ujung-ujung saraf tersebut merupakan indera perasa
panas, dingin, nyeri, dan sebagainya.

3 Etiologi
Scabies dapat disebabkan oleh kutu atau kuman Sercoptes scabei
varian hominis. Sarcoptes scabieiini termasuk filum Arthopoda, kelas
Arachnida, ordo Ackarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut
Sarcoptes scabiei var hominis. Kecuali itu terdapat S. scabiei yang lainnya
pada kambing dan babi. Secara morfologik merupakan tungau kecil,
berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau
ini transient, berwarna putih kotor, dan tidak bermata.
4 Patofisiologi Skabies
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya dari tungau scabies,
akan tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Dan karena
bersalaman atau bergandengan sehingga terjadi kontak kulit yang kuat,
menyebabkan lesi timbul pada pergelangan tangan. Gatal yang terjadi
disebabkan oleh sensitivitas terhadap secret dan ekskret tungau yang
memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu
kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemuannya papul, vesikel,
dan urtika. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta, dan
infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal yang terjadi dapat lebih luas dari
lokasi tungau.
5 Pengklasifikasian Skabies
Terdapat beberapa bentuk skabies atipik yang jarang ditemukan
dan sulit dikenal, sehingga dapat menimbulkan kesalahan diagnosis.
Beberapa bentuk tersebut antara lain (Sungkar, S, 1995):

a Skabies pada orang bersih (scabies of cultivated). Bentuk ini ditandai


dengan lesi berupa papul dan terowongan yang sedikit jumlahnya
sehingga sangat sukar ditemukan.
b Skabies incognito. Bentuk ini timbul pada scabies yang diobati
dengan kortikosteroid sehingga gejala dan tanda klinis membaik,
tetapi tungau tetap ada dan penularan masih bisa terjadi. Skabies
incognito sering juga menunjukkan gejala klinis yang tidak biasa,
distribusi atipik, lesi luas dan mirip penyakit lain.
c Skabies nodular. Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat
kemerahan yang gatal. Nodus biasanya terdapat didaerah tertutup,
terutama pada genitalia laki-laki, inguinal dan aksila. Nodus ini timbul
sebagai reaksi hipersensetivitas terhadap tungau scabies. Pada
nodus yang berumur lebih dari satu bulan tungau jarang ditemukan.
Nodus mungkin dapat menetap selama beberapa bulan sampai satu
tahun

meskipun

telah

diberi

pengobatan

anti

scabies

dan

kortikosteroid.
d Skabies yang ditularkan melalui hewan. Di Amerika, sumber utama
skabies adalah anjing. Kelainan ini berbeda dengan skabies manusia
yaitu tidak terdapat terowongan, tidak menyerang sela jari dan
genitalia eksterna. Lesi biasanya terdapat pada daerah dimana
orang sering kontak/memeluk binatang kesayangannya yaitu paha,
perut, dada dan lengan. Masa inkubasi lebih pendek dan transmisi
lebih mudah. Kelainan ini bersifat sementara (4 8 minggu) dan
dapat sembuh sendiri karena S. scabiei var. binatang tidak dapat
melanjutkan siklus hidupnya pada manusia.
e Skabies Norwegia. Skabies Norwegia atau skabies krustosa ditandai
oleh lesi yang luas dengan krusta, skuama generalisata dan
hyperkeratosis yang tebal. Tempat predileksi biasanya kulit kepala
yang berambut, telinga bokong, siku, lutut, telapak tangan dan kaki
yang dapat disertai distrofi kuku. Berbeda dengan scabies biasa,

rasa gatal pada penderita skabies Norwegia tidak menonjol tetapi


bentuk ini sangat menular karena jumlah tungau yang menginfestasi
sangat banyak (ribuan). Skabies Norwegia terjadi akibat defisiensi
imunologik sehingga sistem imun tubuh gagal membatasi proliferasi
tungau dapat berkembangbiak dengan mudah.
f Skabies pada bayi dan anak. Lesi skabies pada anak dapat
mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher, telapak
tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder berupa
impetigo, ektima sehingga terowongan jarang ditemukan. Pada bayi,
lesi di muka. (Harahap. M, 2000).
g Skabies terbaring ditempat tidur (bed ridden). Penderita penyakit
kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal ditempat tidur
dapat menderita skabies yang lesinya terbatas. (Harahap. M, 2000).
6 Manifestasi Klinis
Diagnosis dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda cardinal berikut :
a Pruritus noktuma (gatal pada malam hari) karena aktivitas tungau
lebih tinggi pada suhu yang lembab dan panas, dan pada saat
hospes dalam keadaan tenang atau tidak beraktivitas.
b Umumnya ditemukan pada sekelompok manusia, misalnya dalam
sebuah keluarga, biasanya seluruh anggota keluarga dapat terkena
infeksi. Begitu pula dalam sebuah perkampungan yang padat
penduduknya, misalnya asrama atau penjara.
c Adanya lesi yang khas, berupa terowongan (kunikulus) pada tempattempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk
garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1cm, pada ujung
terowongan ditemukan papul atau vesikel. Tempat predileksi
biasanya daerah dengan stratum korneum tipis, yaitu sela-sela jari
tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat
ketiak bagian depan, aerola mammae (wanita) , umbilicus, bokong,
genitalia eksterna, dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat

menyerang bagian telapak tangan dan telapak kaki bahkan seluruh


permukaan ulit. Pada remaja dan orang dewasa dapat timbul pada
kulit kepala dan wajah.
d Ditemukan tungau merupakan penentu utama diagnostik. Dapat
ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini. Pada pasien
yang selalu menjaga hygiene, lesi yang timbul hanya sedikit
sehingga diagnosis kadang kala sulit ditegakkan. Jika penyakit
berlangsung lama, dapat timbul likenifikasi, impetigo, dan furunkulsis.
Diagnosa penyakit scabies dapat dibuat jika ditemukan 2 dari 4 dari
manisfestasi diatas.
7 Pemeriksaan Penunjang
Di bawah ini akan dijelaskan cara menemukan tungau sebagai salah satu
cara untuk menegakkan diagnosa :
a Mula-mula, carilah terowongan, kemudian pada ujung dapat terlihat
papul atau vesiel, congkel dengan ujung jarum dan letakkan diatas
kaca obyek, lalu tutup dengan aca penutup dan lhat dengan
mikroskop cahaya.
b Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung diatas selembar
kertas putih dan dilihat dengan mikroskop cahaya.
c Dengan membuat bipsi irisan, caranya, jepit lesi dengan 2 jari
kemudian buat irisa tipis dengan pisau dan periksa dengan miroskop
cahaya.
d Dengan biopsy eksisional dan diperiska dengan pewarnaan.

8 Penatalaksanaan
Pengobatan pada pasien dengan scabies harus dilaksanakan
secara benar, rutin dan tuntas. Hal ini penting agar tungau tidak resisten
terhadap obat.

Syarat obat yang ideal adalah efektif terhadap semua stadium


tungau, tidak menimbulkan iritasi dan toksik, tidak berbau atau kotor, tidak
merusak atau mewarnai pakaian, mudah diperoleh dan harganya murah.

Jenis obat topical :


a Belerang endap (sulfur presipitatum) 4-20% dalam bentuk salep atau
krim. Pada bayi dan orang dewasa sulfur presipitatum 5% dalam
minyak sangat aman dan efektif. Kekurangannya adalah pemakaian
tidak boleh kurang dari 3 hari karena tidak efektif terhadap stadium
telur, berbau, mengotori pakaian dan dapat menimbulkan iritasi.
b Emulsi benzyl-benzoat 20-25% efektif terhadap semua stadium,
diberikan setiap malam selama 3 kali. Obat ini sulit diperoleh, sering
memberi iritasi, dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai.
c Gama benzena heksa klorida (gameksan) 1% daam bentuk krim
atau losio, termasuk obat pilihan arena efektif terhadap semua
stadium, mudah digunakan, dan jarang memberi iritasi. Obat ini tidak
dianurkan pada anak dibawah umur 6 tahun dan wanta hamil karena
toksi terhadap susunan saraf pusat. Pemberiannya cup sekali dalam
8 jam. Jika masihada gejala, diulangi seminggu kemudian.
d Krokamiton 10% dalamkrim atau losio mempunyaidua efek sebagai
antiskabies dan antigatal. Harus dijauhkan dari mata, mulut, dan
uretra. Krim( eurax) hanya efetif pada 50-60% pasien. Digunakan
selama 2 malam berturut-turut dan dbersihkan setelah 24 jam
pemakaian terakhir.
e Krim permetrin 5% merupakan obat yang paling efektif dan aman
arena sangat mematikan untuk parasit S.scabei dan memiliki
toksisitas rendah pada manusia.

f Pemberian antibitika dapat digunakan jika ada infeksi sekunder,


misalnya bernanah di area yang terkena (sela-sela jari, alat kelamin)
akibat garukan.

Konsep Asuhan Keperawatan Dengan Scabies


A. Pengkajian
1). Biodata
Perlu dikaji secara lengkap untuk umur, penyakit ini dapat
menyerang semua kelompok umur, baik anak-anak maupun orang
dewasa, tempat tinggal, paling sering di lingkungan yang padat
penduduknya dan kebersihannya kurang
2). Riwayat kesehatan

Keluhan utama
Pada pasien scabies terdapat lesi dikulit bagian punggung dan
merasakan gatal terutama pada malam hari.

Riwayat kesehatan sekarang


Biasanya pasien mengeluh gatal terutama pada malam hari dan
timbul lesi berbentuk pustule pada sela-sela jari tangan, telapak
tangan, ketiak, areola mammae, bokong atau perut bagian bawah.
Untuk menghilangkan gatal, terkadang pasien menggaruk lesinya
sehingga

dapat

ditemukan

adanya

lesi

tambahan

akibat

menggaruk.

Riayat kesehatan dahulu


Tidak ada penyakit lain yang dapat menimbulkan scabies kecuali
kontak langsung atau tidak langsung dengan pasien.

Riwayat kesehatan keluarga

Dalam keluarga pasien ada yang menderita penyakit seperti yang


klien alami yaitu kurap, kudis.
3). istirahat tidur
Pada pasien scabies terjadi gangguan pola tidur akibat gatal yang
hebat pada malam hari.

4) Status emosi

Masalah utama yang terjadi selama klien sakit, klien selalu merasa
gatal, dan klien menjadi malas untuk bekerja.

Kehilangan atau perubahan yang terjadi

klien malas untuk

melakukan aktivitas sehari-hari.

a Diagnosa Keperawatan
1 Nyeri berhubungan dengan adanya lesi
2 Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gatal-gatal
3 Gangguan pemenuhan istirahat dan tidur berhubungan dengan rasa
gatal yang hebat khususnya pada malam hari.
4 Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan
5 Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan

BAB III
PENUTUP
A SIMPULAN
Psoriasis adalah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat
kronik dan residif, ditandai dengan adanya bercak bercak eritema
berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis- lapis dan transfaran,
disertai fenomena tetesan lilin, auspitz, dan kobner. Faktor-faktor yang
menyebabkan penyakit ini sangat banyak sehingga susah untuk mencari
factor yang paling dominant.
Gejala pertamanya adalah berupa makula dan papula eritem yang
timbul tiba-tiba. Selanjutnya papula membesar secara sentrifugal,sampai
sebesar lentikuler dan numuler.sehingga dapat membentuk lesi-lesi yg
lebar sehingga sebesar daun gyrata. Apabila skuama ini digores dengan
benda tajam,akan tampak sebuah garis putih kabur dan skuama menjadi
pecah-pecah mirip gambaran setetes lilin yang digores dgn benda tajam.
Fenomena ini disebut fenomena tetesan lilin Auspitz dan Koebner.
Asuhan keperawatan pada klien dengan psoriasis meliputi pengakajian,
diagnosa keperawatan dan rencana tindakan keperawatan. Untuk
diagnosa keperawatan yang sering muncul adalah gangguan konsep diri
dan kerusakan interaksis sosial.
Acne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea yang
ditandai dengan adanya komedo, papula, pustule, dan kista pada daerah-

daerah predileksi, seperti muka, bahu, bagian atas dari ekstremitas


superior, dada, dan punggung. (Harahap, marwali. 2000)
Berbagai faktor. Penyebab akne sangat banyak (multifaktorial), antara lain
: genetik, endokrin (androgen, pituitary sebotropic factor, dsb), faktor
makanan, keaktifan dari kelenjar sebasea sendiri, faktor psikis, musim,
infeksi bakteri (Propionibacterium acnes), kosmetika, dan bahan kimia
lainnya.
Asuhan keperawatan pada klien dengan psoriasis meliputi
pengakajian, diagnosa keperawatan dan rencana tindakan keperawatan.
Untuk diagnosa keperawatan yang sering muncul adalah gangguan
konsep diri.
Skabies adalah penyakit kulit yang mudah menular dan ditimbulkan
oleh investasi kutu-kutu Sarcoptes scabiei var homini yang membuat
terowongan pada stratum korneum kulit, terutama pada tempat predileksi.
Sarcoptes scabiei merupakan parasit yang tungau betinanya menggali
terowongan dan tinggal di dalam stratum korneum. Selanjutnya, ia bertelur
dan telurnya menetas menjadi larva. Larva ini dapat tinggal dalam
terowongan atau keluar.
Faktor yang menunjang timbulnya penyakit ini banyak sekali,
diantaranya faktor sosial ekonomi yang rendah, hygiene yang buruk,
hubungan seksual, perkembangan demografis, serta etiologisnya. Cara
penularan bisa melalui kontak langsung maupun tidak langsung. Kelainan
kulit yang ditemukan meliputi papula, vesikel, urtika, juga lesi yang
ditimbulkan akibat garukan. Gejala yang khas pada penyakit ini adalah
rasa gatal terutama pada malam hari, juga ditemukannya lesi yang khas
berupa terowongan.
Hal yang harus dikaji pada kasus skabies ini adalah keluhan
penderita dan adanya anggota keluarga atau tetangga yang menderita
penyakit yang sama. Hal ini terkait dengan rencana tindakan yang harus
dilakukan. Dalam hal ini, penanganan tidak hanya ditujukan pada klien

saja, keluarga atau tetangga yang menderita penyakit tersebut juga harus
mendapat asuhan keperawatan.
B SARAN
Diharapkan mahasiswa D III keperawatan tingkat II (02) mampu
mengerti dan memahami mengenai tentang asuhan keperawatan pada
klien dengan gangguan sistem integumen diantaranya adalah penyakit
psoriosis, acne vulgari dan scabies. dan dapat memberikan pendidikan
kesehatan

pada

klien

serta

keluarga

klien

agar

masalah

yang

menyebabkan klien dirawat dapat diatasi sehingga tidak terjadi perawatan


yang berulang.

DAFTAR PUSTAKA
Dwi, Loetfia S.Kep. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Integumen. Jakarta: EGC

Brunner and Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol.
3 Edisi 8. Jakarta: EGC
Price Sylvia and Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit Vol. 2 edisi 6. Jakarta: EGC
Harahap marwali. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : hipokrates

You might also like