Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
1. 1
pada
pria
maupun
wanita.
Konjungtiva
menipis
dan
berwarna
gangguan jika dalam jarak minimal 30 cm dengan penerangan yang cukup tidak dapat
melihat dengan jelas baik bentuk, ukuran, dan warna. Jika responden memakai
kacamata maka yang ditanyakan adalah kesulitan melihat ketika melihat tanpa
kacamata (sumber: modifikasi Susenas 2000 dan ICF) (tidak termasuk orang yang
menggunakan kacamata plus, minus ataupun silinder).
1.2.2
Totally blind (Buta Total) yaitu seseorang tidak memiliki kemampuan untuk
mengetahui/ membedakan adanya sinar kuat yang ada langsung di depan matanya.
Sedangkan menurut Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, ada beberapa
klasifikasi tunanetra, seperti di bawah ini:
1.2.4
1.2.4.1Tunanetra sebelum dan sejak lahir; yakni mereka yang sama sekali tidak
memiliki pengalaman penglihatan.
1.2.4.2 Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil; mereka telah memiliki kesankesan serta pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah terlupakan.
1.2.4.3Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja; mereka telah memiliki
kesan-kesan visual dan meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap
proses perkembangan pribadi.
1.2.4..4 Tunanetra pada usia dewasa; pada umumnya mereka yang dengan segala
kesadaran mampu melakukan latihan-latihan penyesuaian diri.
1.2.4.5 Tunanetra dalam usia lanjut; sebagian besar sudah sulit mengikuti latihanlatihan penyesuaian diri.
1.2.5Berdasarkan Kemampuan Daya Penglihatan
1.2.5.1Tunanetra ringan (defective vision/low vision); yakni mereka yang memiliki
hambatan dalam penglihatan akan tetapi mereka masih dapat mengikuti
program-program pendidikan dan mampu melakukan pekerjaan/kegiatan yang
menggunakan fungsi penglihatan.
1.2.5.2 Tunanetra setengah berat (partially sighted); yakni mereka yang kehilangan
sebagian daya penglihatan, hanya dengan menggunakan kaca pembesar
mampu mengikuti pendidikan biasa atau mampu membaca tulisan yang
bercetak tebal.
1.2.5.3Tunanetra berat (totally blind); yakni mereka yang sama sekali tidak dapat
melihat.
1.3 PENYEBAB KETUNANETRAAN
Ada
berbagai
faktor
yang
menyebabkan
kelainan
penglihatan
(ketunanetraan) seperti kelainan struktur mata atau penyakit yang menyerang cornea,
lensa, retina, saraf mata dan lain sebagainya. Di samping itu kelainan penglihatan
juga dapat diperoleh karena faktor keturunan misalnya perkawinan antar saudara
dekat dapat meningkatkan kemungkinan diturunkannya kondisi kelainan penglihatan.
Secara garis besar kelainan penglihatan dapat disebabkan karena beberapa hal yaitu:
1.3.1 Kelainan Refraksi
Bagi seseorang yang mengalami kelainan refraksi (pembiasan cahaya) tanpa disertai
gangguan lain, biasanya dapat diperbaiki penglihatannya hingga menjadi normal
dengan menggunakan kaca mata atau lensa kontak. Bagi penyandang kelainan
refraksi yang telah dikoreksi dengan kaca mata biasanya tidak ada masalah dengan
penglihatannya kecuali jika kaca mata atau lensa kontak yang diresepkan baginya
tidak dipakai. Beberapa kelainan refraksi meliputi:
ketajaman penglihatan tetap akan berkurang dan kondisi ini dapat disertai dengan
keadaan juling.
1.3.1.2Presbyopia
Dengan meningkatnya usia, seseorang pada umumnya mengalami penurunan fungsi
akomodasi sehubungan dengan lemahnya elastisitas lensa dan cairan lensa yang
mengeras. Oleh karena gangguan penglihatan ini umumnya berkaitan dengan
meningkatnya usia maka, keadaan ini disebut presbyopia. Presbyopia biasanya terjadi
pada usia 40-an dan penderita mengalami penurunan ketajaman penglihatan dan
mengalami gangguan untuk membaca. Seseorang yang mengalami presbyopia dapat
dibantu dengan sepasang kaca mata yang memiliki dua lensa. Lensa semacam ini
disebut lensa bifocals, satu lensa untuk membantu menyebarkan (diverge) cahaya dan
yang lain untuk memfokuskan (converge) cahaya.
1.3.1.3Astigmatism
Penyebab utama astigmatism adalah bervariasinya daya refraksi cornea atau lensa
akibat kelainan dalam bentuknya permukaannya. Hal ini mengakibatkan distorsi pada
image yang terbentuk pada macula. Bila kasusnya sederhana, kondisi ini dapat
dikoreksi dengan memakai kaca mata dengan lensa silindris, tetapi permasalahan
menjadi lebih berat bila kondisi ini disertai myopia dan hypermetropia. Bila disertai
dengan jenis gangguan penglihatan lain, koreksinya akan menjadi sulit dan dapat
mengakibatkan berkurangnya ketajaman penglihatan bahkan kebutaan.
1.3.1.4 KATARAK
Katarak adalah kelainan mata yang terjadi pada lensa di mana cairan dalam lensa
menjadi keruh. Karena cairan dalam lensa keruh, lensa mata kelihatan putih dan
cahaya tidak dapat menmbusnya. Orang yang mengidap katarak melihat seperti
melalui kaca jendela yang kotor karena keruhnya lensa menghalangi masuknya
cahaya ke retina. Katarak merupakan salah satu penyebab kebutaan yang utama baik
pada anak-anak maupun orang tua.
Katarak kongenital adalah kekeruhan pada lensa yang timbul pada saat
pembentukan lensa.Kekeruhan sudah terdapat pada waktu bayi lahir. Katarak ini
sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang :
menderita rubella
diabetes mellitus
toksoplasmosis,
hipoparatiroidisme
galaktosemia
Ada pula yang menyertai kelainan bawaan pada mata itu sendiri seperti
mikroftalmus, aniridia, koloboma , ektopia lentis, keratokonus, megalokornea,
heterokornea iris. Kekeruhan dapat dijumpai dalam bentuk arteri hialoidea yang
persisten, katarak polaris anterior-posterior, katarak aksialis, katarak zonularis,
katarak stelata, katarak totalis dan katarak congenital membranasea.
1.4 Tanda Dan Gejala
Biasanya gejala berupa keluhan penurunan tajam pengelihatan secara progresif
(seperti rabun jauh memburuk secara progresif). Pengelihatan seakan-akan melihat
asap dan pupil mata seakan akan bertambah putih. Pada akhirnya apabila katarak
telah matang pupil akan tampak benar-benar putih ,sehingga refleks cahaya pada mata
menja di negatif (-).Bila Katarak dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan
akan dapat menimbulkan komplikasi berupa Glaukoma dan Uveitis.
Gejala umum gangguan katarak meliputi (Julianto, 2009) :
Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
Peka terhadap sinar atau cahaya.
Dapat melihat dobel pada satu mata.
Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.
1.5 Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan,
berbentuk seperti kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa
mengandung tiga komponen anatomis: Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer
ada korteks, dan yan mengelilingi keduanya adalah kapsula anterior dan posterior.
Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat
kekuningan .Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan poterior
nukleus. Opasitaspada kapsul poterior merupakan bentuk aktarak yang paling
bermakna seperti kristal salju. Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan
hilangnya traansparansi.Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang
memaenjang dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa.
Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan:koagulasi,
sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina.
Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke
dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu
transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam
melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya
usia
dan
tidak
ada
pada
kebanyakan
pasien
yang
menderita
katarak.
Katarak bisa terjaadi bilateral, dapat disebabkan oleh kejadian trauma atau sistemis
(diabetes) tetapi paling sering karena adanya proses penuaan yang normal.Faktor
yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar UV, obatobatan, alkohol, merokok, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka
waktu yang lama.
1.6 Pemeriksaan Diagnostik
(1) Kartu mata snellen /mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan kerusakan
kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit sistem saraf,
penglihatan ke retina.
(2) Lapang Penglihatan : penuruan mngkin karena massa tumor, karotis, glukoma.
(3) Pengukuran Tonografi : TIO (12 25 mmHg)
(4) Pengukuran Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup
glukoma.
(5) Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe gllukoma
(6) Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik,
papiledema, perdarahan.
(7) Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.
(8) EKG, kolesterol serum, lipid
(9) Tes toleransi glukosa : kotrol DM.
1.8.1 Intervensi bedah
1.8.1.1 Indikasi operasi katarak
1.8.1.2Pada bayi (<1tahun) jika fundus tidak terlihat
1.7 Komplikasi
1.7.1 Komplikasi preoperasi katarak antara lain glaukoma sekunder, uveitis, dan
dislokasi lensa.
Terletak secara transpersal diatas kedua mata sepanjang puncak orbital superior
tulang tengkorak. Rambut pendek dan tebal ini mencegah keringat masuk kemata.
sesuai proses penuaan alis berubah kelabu.
1.9.1.4 Konjugtiva
Suatu yang tipis, transparan dan mensekresi mucus, terbagi dalah dua bagian :
konjungtiva palpebra yang membatasi permukaan interior dari masing-masing
kelopak mata dan tampak merah muda berkilauan hingga merah dan konjungtiva
bulbaris yang membatasi permukaan anterior bola mata sampai tembus dan tampak
jelas. Sesuai dengan proses penuaan, konjungtivca menipis dan bewarna kakuningan.
1.9.1.5 Apratus Lakrimalis
Terdiri dari kelenjar lakrimalis, duktus dan pungta lakrmalis. Kelnjar lakrimalis
terletak pada bagian superolateral pada orbit dan dipersarafi oleh saraf kranialis VII
( fasialis ). Kelenjar ini yang melembabkan konjungtiva dan kornea
1.9.2 Mata internal
1.9.2.1 Sklera
Sclera atau bagian putih mata tersusun atas jaringan-jaringa elastis dan kolagen yang
memberi bentuk dan melindungi struktur-struktur bagian dalam dari bola mata.
Beberapa lansia dapat terjadi bintik-bintik coklat pada sklera.
1.9.2.2Lensa
Lensa memisahkan bola mata dalam dua rongga ; ruang anterior dan posterior. Ruang
anterior terlatak didepan iris dan dibelakang kornea. Ruang posterior diantara iris dan
lensa. Glokoma suatu penyakit mata yang sering kali berhubungan dengan proses
penuaan.
1.9.2.3 Iris
Iris adalah piringan bulat dan berpigmen dikelilingi oleh serat otot polos. Kontraksi
serat otot ini mengatur diameter pupil, lubang ditengah iris. Sesuai dengan proses
penuaan pulpil menurun dalam ukuran dan kemampuannya untuk kontraksi pada
respon dan cahaya akomodasi.
1.9.2.4Retina
Retina adalah lapisan mata paling dalam dimana bayangan diproyeksikan. Struktur
retina tampak dengan optalmokopis meliputi piringan optic atau saraf utama pada
saraf optic. Saraf optic : pembuluh-pembuluh darah retina yang timbulm dari piringan
optic : macula, dimana penglihatan pusat dan persepsi warna dikonsentrasikan dan
latara belakang retina jingga kemerahan itu sendiri.
1.9.3 otot-otot ekstraokuler
gerakan-gerakan bola mata dikontrol oleh enam otot ektrinsik : otot rektusuporior,
inferior, radial, dan median dan otot-otot obliqsuperior dan inferior. Mata bergerak
dalam arah yang sama karena otot pada satu mata bekerja dengan otot yang
berhubungan dengan mata yang lainnya. Otot mata dipersarafi oleh tiga saraf cranial,
saraf inferior dan otot oblique superior dan inferior. Saraf troklear ( SK IV )
mempersarafi otot oblique superior dan otot abdusen ( SK VI ) mempersarafi otot
rektus lateral.
1.10
JENIS
GANGGUAN
PADA
LANSIA
DENGAN
GANGGUAN
PENGLIHATAN
1.10.1 Perubahan sistem lakrimalis
Pada usia lanjut seringkali dijumpai keluhan nrocos. Kegagalan fungsi
pompa pada system kanalis lakrimalis disebabkan oleh karena kelemahan palpebra,
eversi punctum atau malposisi palpebra sehingga akan menimbulkan keluhan epifora.
Namun sumbatan system kanalis lakrimalis yang sebenarnya atau dacryostenosis
sering dijumpai pada usia lanjut, diman dikatakan bahwa dacryostenosis akuisita
tersebut lebih banyak dijumpai pada wanita dibanding pria. Adapun patogenesia yang
pasti terjadinya sumbatan ductus nasolakrimalis masih belum jelas, namun diduga
oleh karena terjadi proses jaringan mukosa dan berakibat terjadinya sumbatan.
Setelah usia 40 tahun khususnya wanita pasca menopause sekresi basal
kelenjar lakrimal secara progesif berkurang. Sehingga seringkali pasien dengan
sumbatan pada duktus nasolakrimalis tak menunjukkan gejala epifora oleh karena
volume air matanya sedikit. Akan tetapi bilamana sumbatan sistim lakrimalis tak
nyata akan memberi keluhan mata kering yaitu adanya rasa tidak enak seperti
terdapat benda asing atau seperti ada pasir, mata tersa leleh dan kering bahkan kabur.
Sedangkan gejala obyektif yang didapatkan diantaranya konjungtiva bulbi kusam dan
menebal kadang hiperaemi, pada kornea didapatkan erosi dan filamen. Periksa yang
perlu dilakukan adalah Schirmer, Rose Bengal, Tear film break up time
1.10.2 Perubahan refraksi
Pada orang muda, hipermetrop dapat diatasi dengan kontraksi muskulus
silisris. Dengan bertambahnya usia hipermetrop laten menjadi lebih manifest karena
hilangnya cadangan akomodasi. Namun bila terjadi sclerosis nucleus pada lensa,
hipermetrop menjadi berkurang atau terjadi miopisasi karena proses kekeruhan di
lensa dan lensa cenderung lebih cenbung.
Perubahan astigmat mulai terlihat pada umur 10-20 tahun dengan
astigmat with the rule 75,5% dan astigmat against the rule 6,8%. Pada umur 70-80
tahun didapatkan keadaan astigmat with the rule 37,2% dan against the rule 35%.
Factor-faktor yang mempengaruhi perubahan astigmat antara lain kornea yang
mengkerut oleh karena perubahan hidrasi pada kornea, proses penuaan pada kornea.
Penurunan daya akomodasi dengan manifestasi presbiopia dimana seseorang
akan kesulitan untuk melihat dekat dipengaruhi oleh berkurangnya elastisitas lensa
dan perubahan pada muskulus silisris oleh karena proses penuaan.
1.10.3 Produksi humor aqueous
Pada mata sehat dengan pemeriksaan Fluorofotometer diperkirkan produksi
H.Aqueous 2.4 + 0,06 micro liter/menit. Beberapa factor berpengaruh pada produksi
H.Aqueous. dengan pemeriksaan fluorofotometer menunjukkan bahwa dengan
bertambahnya usia terjadi penurunan produksi H.Aqueous 2% (0,06 mikro
liter/menit) tiap decade. Penurunan ini tidak sebanyak yang diperkirakan, oleh karena
dengan bertambahnya usia sebenarnya produksi H.Aqueous lebih stabil disbanding
perubahan tekanan intra okuler atau volume COA.
perceraian. Persoalan seperti ini terjadi pada banyak keluarga yang mempunyai anak
cacat.
Pada umumnya orang tua akan mengalami masa duka akibat kehilangan
anaknya yang normal itu dalam tiga tahap; tahap penolakan, tahap penyesalan, dan
akhirnya tahap penerimaan, meskipun untuk orang tua tertentu penerimaan itu
mungkin akan tercapai setelah bertahun-tahun. Proses dukacita ini merupakan
proses yang umum terjadi pada orang tua anak penyandang semua jenis kecacatan.
Sikap orang tua tersebut akan berpengaruh terhadap hubungan di antara mereka (ayah
dan ibu) dan hubungan mereka dengan anak itu, dan hubungan tersebut pada
gilirannya akan mempengaruhi perkembangan emosi dan sosial anak.
1.11.3 Dampak terhadap Bahasa
Pada umumnya para ahli yakin bahwa kehilangan penglihatan tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan memahami dan menggunakan
bahasa, dan secara umum mereka berkesimpulan bahwa tidak terdapat defisiensi
dalam bahasa anak tunanetra. Mereka mengacu pada banyak studi yang menunjukkan
bahwa siswa-siswa tunanetra tidak berbeda dari siswa-siswa yang awas dalam hasil
tes intelegensi verbal. Mereka juga mengemukakan bahwa berbagai studi yang
membandingkan anak-anak tunanetra dan awas tidak menemukan perbedaan dalam
aspekaspek utama perkembangan bahasa. Karena persepsi auditif lebih berperan
daripada persepsi visual sebagai media belajar bahasa, maka tidaklah mengherankan
bila berbagai studi telah menemukan bahwa anak tunanetra relatif tidak terhambat
dalam fungsi bahasanya. Banyak anak tunanetra bahkan lebih termotivasi daripada
anak awas untuk menggunakan bahasa karena bahasa merupakan saluran utama
komunikasinya dengan orang lain.
Secara konseptual sama bagi anak tunanetra maupun anak awas, karena
makna kakat-kata dipelajarinya melalui konteksnya dan penggunaannya di dalam
bahasa. Sebagaimana halnya dengan semua anak, anak tunanetra belajar kata-kata
yang didengarnya meskipun kata-kata itu tidak terkait dengan pengalaman nyata dan
tak ada makna baginya. Kalaupun anak tunanetra mengalami hambatan dalam
perkembangan bahasanya, hal itu bukan semata-mata akibat langsung dari
Untuk membentuk mobilitas itu, alat bantu yang umum dipergunakan oleh
orang tuna netra di Indonesia adalah tongkat, sedangkan di banyak negara barat
penggunaan anjing penuntun (guide dog) juga populer. Dan penggunaan alat
elektronik untuk membantu orientasi dan mobilitas individu tunanetra masih terus
dikembangkan. Agar anak tuna netra memiliki rasa percaya diri untuk bergerak secara
leluasa di dalam lingkungannya dala bersosialisasi, mereka harus memperoleh latihan
orientasi dan mobilitas. Program latihan orientasi dan mobilitas tersebut harus
mencakup sejumlah komponen, termasuk kebugaran fisik, koordinasi motor, postur,
keleluasaan gerak, dan latihan untuk mengembangkan fungsi indera indera yang
masih berfungsi.
1.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.2.1 PENGKAJIAN
1.2.1.1 Aktivitas / Istirahat :
Perubahan aktivitas biasanya / hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan.
1.2.1.2 Makanan / Cairan :
Mual, muntah
1.2.1.3 Neurosensori :
Gangguan penglihatan (kabur/tidak jelas), sinar terang menyebabkan silau
dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja
dengan dekat/merasa di ruang gelap (katarak). Penglihatan berawan/kabur,
tampak lingkaran cahaya/pelangi sekitar sinar, kehilangan penglihatan perifer,
fotofobia(glaukoma akut). Perubahan kacamata/pengobatan tidak memperbaiki
penglihatan.
Tanda :
Pupil menyempit dan merah/mata keras dengan kornea berawan.
Peningkatan penyebab katarak mata.
1.2.1.4 Nyeri / Kenyamanan :
Ketidaknyamanan ringan/mata berair, nyeri tiba-tiba/berat menetap atau
tekanan pada dan sekitar mata, sakit kepala.
gangguan
vasomotor
(contoh:
peningkatan
tekanan
vena),
b.
Pemakaian kacamata
c.
Penglihatan ganda
d.
e.
Mata kemerahan
f.
g.
h.
i.
j.
Visus
RENCANA KEPERAWATAN
NO
DX
DIANGOSA
KEPERAWATAN DAN
TUJUAN (NOC)
INTERVENSI (NIC)
KOLABORASI
Gangguan
persepsi
sensori:
penglihatan
berhubungan
dengan
gangguan
penerimaan
sensori
dari
organ
penerima,
Kriteria hasil:
Memakai kaca mata
atau lensa dengan benar
Memakai huruf
braile
Memakai
penyinaran/ cahaya yang
sesuai
Kurang
Pengetahuan
berhubungan
dengan
Kriteria Hasil :
Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit
--Pasien dan keluarga spesifik
kurangnya
informasi menyatakan pemahaman Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan d
mengenai penyakit
tentang penyakit, kondisi, anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
prognosis dan program Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang
pengobatan
Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
-Pasien dan keluarga Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat
mampu
melaksanakan Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat
prosedur yang dijelaskan Hindari harapan yang kosong
secara benar
Sediakan bagi keluarga atau SO informasi tentang kemajuan pasien dengan cara
Pasien dan keluarga tepat
mampu
menjelaskan Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk men
kembali
apa
yang komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit
dijelaskan
perawat/tim Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
kesehatan lainnya
Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan
yang tepat atau diindikasikan
Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat
Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan cara yang tepat
Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pe
perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat
4
- Menggunakan fasilitas
kesehatan yang ada
- Mampu mengenali
perubahan status
kesehatan
Resiko
Cedera Kriteria Hasil :
berhubungan
dengan Klien terbebas dari
keterbatasan
lapang cedera
pandang yang ditandai
Klien
mampu
dengan
menjelaskan cara/metode
untukmencegah
injury/cedera
Klien
mampu
menjelaskan
factor
resiko
dari
lingkungan/perilaku
personal
Mampumemodifikasi
gaya
hidup
untukmencegah injury
Menggunakan
fasilitas kesehatan yang
ada
Mampu mengenali
perubahan
status
kesehatan
DAFTAR PUSTAKA
Maryam RS, ekasari MF, dkk .2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya.
Jakarta: Salemba
Maryam
RS,ekasari,MF,dkk
.2008.mengenal
perawatannya.Jakarta:salemba medika
usia
lanjut
dan
Pranaka, Kris. 2010. Buku Ajar Boedhi Darmojo Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia
Lanjut). Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Pudjiastuti SS, Budi Utomo. 2003. Fisioterapi pada Lansia. Jakarta: EGC
Stanley M, Patricia GB.2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta:
EGC
Stockslager, Jaime L . 2008. Asuhan Keperawatan Geriatrik. Edisi 2. Jakarta :EGC
Tamher,s,noorkasiani.2009.kesehatan usia lanjut dengan pendekatan asuhan
keperawatan.Jakarta:salemba medika