You are on page 1of 8

ACNE VULGARIS

A. Definisi
Penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan menahun folikel pilosebasea yang ditandai
dengan adanya komedo, papul, pustule, nodus, dan kista pada tempat predileksinya (muka,
bahu, leher, dada, punggung bagian atas dan lengan bagian atas oleh karena kelenjar sebasea
pada daerah yang aktif).
B. Epidemiologi
1.Usia
Pada wanita sering terjadi pada usia 14-17 tahun
Pada pria sering terjadi pada usia 16-19 tahun
Dapat menetap sampai dekade umur 30 tahun (terutama pada wanita)
2.Suku
Ras Kaukasia (Eropa, Amerika) lebih sering daripada ras oriental (Jepang, Cina, Korea)
Lebih sering terjadi nodulo-kistik pada kulit putih daripada negro.
3.Jenis kelamin
Gejala acne vulgaris lebih berat terjadi pada pria daripada wanita
C. Etiologi
1. Perubahan pola keratinisasi dalam folikel
Keratinisasi dalam folikel yang biasanya berlangsung longgar berubah menjadi padat
sehingga sukar lepas dari saluran folikel tersebut.
2. Produksi sebum yang meningkat yang menyebabkan peningkatan unsure komedogenik
dan inflamatogenik penyebab terjadinya lesi akne
3. Terbentuk fraksi asam lemak bebas penyebab terjadinya proses inflammasi folikel dalam
sebum dan kekentalan sebum yang penting pada patogenesis penyakit.

4. Peningkatan jumlah flora folikel (Propionibacterium acnes dan Staphylococcus


epidermidis) yang berperan pada proses kemotaktik inflammasi serta pembentukan enzim
lipolitik pengubah fraksi lipid sebum
5. Terjadinya respons hospes berupa pembentukan circulating antibodies yang memperberat
akne
6. Peningkatan kadar hormon androgen, anabolic, kortikosteroid, gonadotropin, serta ACTH
yang mungkin menjadi faktor penting dalam kegiatan kelenjar sebasea
7. Terjadinya stress psikis yang dapat memicu kegiatan kelenjar sebasea, baik secara
langsung atau melalui rangsangan terhadap kelenjar hypofisis.
Fakktor lain yang mempengaruhi:
1. Genetik: Dalam suatu penelitian menunjukkan 82% penderita acne mempunyai salah satu
atau kedua orang tua dengan riwayat acne.
2. Faktor hormon / endokrin: Dipengaruhi hormonal, antara lain: dehidrotestosteron
(merangsang kelenjar sebasea dan menyeabbkan hiperkornifikasi dari duktus
pilosebaseus.
3. Faktor makanan (diet): Makanan memicu acne. Jenis makanan yang memicu acne antara
lain makanan tinggi lemak (gorengan, kacang, susu, keju), makanan tinggi karbo
(makanan manis, coklat), makanan beryodida tinggi (garam yodida, kerang) dan pedas.
4. Falktor iklim, lingkungan / pekerjaan: Meningkatnya status hidrasi stratum korneum
dapat mencetuskan timbulnya acne dan memperhebat keadaan klinis acne pada
lingkungan panas dan lembab. Pajanan berlebih sinar UV memperburuk keadaan klinis
acne.
5. Faktor psikis: Stres, emosi diduga dapat menyebabkan timbulnya acne dan mungkin
dapat meningkatkan produksi androgen dalam tubuh.
6. Faktor kosmetik: Beberapa kosmetik yang mengandung bahan seperti lanolin,
petrolatum, asam oleat dan butil strearat seringkali bersifat komedogenik.
7. Faktor trauma: Faktor gesekan, tekanan, dan garukan dapat merangsang timbulnya acne.
8. Faktor infeksi: Peran mikroorganisme yaitu P.acnes, S.epidermis dan P. Ovale yang
merupakan flora normal kulit adalah membentuk enzim lipase yang dapat memecah
trigliserida menjadi asam lemak bebas yang bersifat komedogen.

D. Gambaran Klinis
Acne paling banyak terjadi di wajah, tetapi dapat terjadi pada punggung, dada bagian atas
dan bahu. Di badan, acne cenderung terkonsentrasi dekat garis tengah tubuh. Lokasi kulit
lain, misalnya leher, lengan atas, dan glutea kadang-kadang terkena. Erupsi kulit polimorfi,
dengan gejala predominan salah satunya komedo, papul yang tidak beradang dan pustule ,
nodus dan kista yang beradang. Komedo adalah gejala patognomonik bagi acne berupa papul
miliar yang ditengahnya mengandung sumbatan sebum.. Penyakit ini ditandai oleh lesi yang
bervariasi, meskipun satu jenis lesi biasanya lebih mendominasi. Lesi noninflamasi, yaitu
komedo, dapat berupa komedo terbuka (blackhead comedones) yang terjadi akibat oksidasi
melanin, atau komedo tertutup (whitehead comedones) karena letaknya lebih dalam sehingga
tidak mengandung unsure melanin .Lesi inflamasi berupa papul, pustul, hingga nodus dan
kista. Scar atau jaringan parut dapat menjadi komplikasi acne noninflamasi maupun acne
inflamasi. Acne Vulgaris dapat disertai rasa gatal namun umumnya keluhan penderita adalah
keluhan estetika. Derajat acne berdasarkan tipe dan jumlah lesi dapat digolongkan menjadi
ringan, sedang, berat, dan sangat berat (tabel 1).
E. Klasifikasi
Klasifikasi Derajat Acne berdasarkan jumlah dan tipe lesi
Derajat

Komedo

Papul/Pustul

Nodul,Kista,sinus

Inflamasi

Jaringan
Parut

++
+++

Ringan
<10
<10
Sedang
<20
>10-50
+
Berat
>20-50
>50-100
5
++
Sangat
>50
>100
>5
+++
Berat
(-) tidak ada, () bisa ditemukan, (+) ada, (++) cukup banyak , (+++) banyak sekali
F. Patogenesis
Patogenesis acne meliputi empat faktor, yaitu:

1.hiperproliferasi epidermis folikular sehingga terjadi sumbatan folikel, 2. produksi sebum


berlebihan, 3. inflamasi, dan 4. aktivitas Propionibacterium acnes (P. acnes). Androgen
berperan penting pada patogenesis acne tersebut. Acne mulai terjadi saat adrenarke, yaitu saat

kelenjar adrenal aktif menghasilkan dehidroepiandrosteron sulfat, precursor testosteron.


Penderita acne memiliki kadar androgen serum dan kadar sebum lebih tinggi dibandingkan
dengan orang normal, meskipun kadar androgen serum penderita acne masih dalam batas
normal. Androgen akan meningkatkan ukuran kelenjar sebasea dan merangsang produksi
sebum, selain itu juga merangsang proliferasi keratinosit pada duktus seboglandularis dan
akroinfundibulum. Hiperproliferasi epidermis folikular juga diduga akibat penurunan asam
linoleat kulit dan peningkatan aktivitas interleukin 1 alfa. Epitel folikel rambut bagian atas,
yaitu infundibulum, menjadi hiperkeratotik dan kohesi keratinosit bertambah, sehingga
terjadi sumbatan pada muara folikel rambut. Selanjutnya di dalam folikel rambut tersebut
terjadi akumulasi keratin, sebum, dan bakteri, dan menyebabkan dilatasi folikel rambut
bagian atas, membentuk mikrokomedo. Mikrokomedo yang berisi keratin, sebum, dan
bakteri, akan membesar dan ruptur. Selanjutnya, isi mikrokomedo yang keluar akan
menimbulkan respons infl amasi. Akan tetapi, terdapat bukti bahwa infl amasi dermis telah
terjadi mendahului pembentukan komedo.1 Faktor keempat terjadinya acne adalah P. acnes,
bakteri positif gram dan anaerob yang merupakan fl ora normal kelenjar pilosebasea. Remaja
dengan acne memiliki konsentrasi P. acnes lebih tinggi dibandingkan remaja tanpa acne,
tetapi tidak terdapat korelasi antara jumlah P. acnes dengan berat acne. Peranan P. acnes pada
patogenesis acne adalah memecah trigliserida, salah satu komponen sebum, menjadi asam
lemak bebas sehingga terjadi kolonisasi P. acnes yang memicu infl amasi. Selain itu, antibodi
terhadap antigen dinding sel P. acnes meningkatkan respons infl amasi melalui aktivasi
komplemen. Enzim 5-alfa reduktase, enzim yang mengubah testosteron menjadi
dihidrotestosteron (DHT), memiliki aktivitas tinggi pada kulit yang mudah berjerawat,
misalnya pada wajah, dada, dan punggung. Pada hiperandrogenisme, selain jerawat, sering
disertai oleh seborea, alopesia, hirsutisme, gangguan haid dan disfungsi ovulasi dengan
infertilitas dan sindrom metabolik, gangguan psikologis, dan virilisasi. Penyebab utama
hiperandrogenisme adalah sindrom polikistik ovarium (polycystic ovarian syndrome, PCOS).
Sebagian penderita PCOS, yaitu sebanyak 70%, juga menderita acne. Meskipun demikian,
sebagian besar acne pada perempuan dewasa tidak berkaitan dengan gangguan endokrin.
Penyebab utama acne pada kelompok ini adalah perubahan respons reseptor androgen kulit
terhadap perubahan hormon fisiologis siklus haid. Sebagian besar perempuan mengalami
peningkatan jumlah acne pada masa premenstrual atau sebelum haid.

G. Diagnosis
1.Pemeriksaan klinis dan pemeriksaan ekskohleasi sebum
Pemeriksaa klinis : Erupsi kulit polimorfi : komedo, papul yang tidak beradang dan pustul,
nodus dan kista yang tidak beradang. Dapat disertai rasa gatal, namun umumnya keluhan
pendeita adalah keluhan estetika.
Pemeriksaan ekskohleasi sebum
Pengeluaran sumbatan sebum dengan komedo ekstraktor (sendok Unna). Sebum yang
menyumbat folikel tampak sebagai massa padat seperti lilin atau massa lebih lunak bagai
nasi yang ujungnya kadang dapat berwarna hitam.
2.Pemeriksaan histopatologis
Sebukan sel radang kronik di sekitar folikel pilosebasea dengan massa sebum di dalam
folikel. Pada kista, radang sudah menghilang diganti dengan jaringan ikat pembatas massa
cair sebum yang bercampur dengan darah, jaringan mati, dan keratin yang lepas.
3.Pemeriksaan mikrobiologis
Pemeriksaan dilakukan pada jasad renik yang memiliki peran pada etiologi dan patogeneis
penyakit
4.Pemeriksaan susunan dan kadar lipid permukaan kulit (skin surface lipids)
Pada acne vulgaris, kadar asam lemak bebas (free fatty acid) meningkat
H. Diagnosa Banding
1. Erupsi akneiformis yang disebabkan oleh induksi misalnya kortikosteroid, INH,
barbiturat, bromida, yodida, difenilhidantoin, trimetadion, ACTH. Klinis berupa erupsi
papulo pustul mendadak tanpa adanya komedo di hampir seluruh bagian tubuh. Dapat
disertai dengan demam dan dapat terjadi di semua usia.
2. Akne venenanta dan akne akibat rangsangan fisis. Umumnya lesi monomorfi, tidak
gatal, bisa berupa komedo atau papul, dengan tempat predileksi di tempat kontak zat
kimia atau rangsangan fisisnya.
3. Rosasea (dulu: akne rosasea),merupakan penyakit peradangan kronikdi daerah muka
dengan gejala eritema, pustul, telangiektasis, dan kadang kadang disertai hipertrofi
kelenjar sebasea. Tidak terdapat komedo, kecuali bila kombinasi dengan akne.
4. Dermatitis perioral yang terjadi terutama pada wanita dengan gejala klinis polimorfi
eritema, papul, pustul, di sekitar mulut yang merasa gatal.

5. Obat yang menginduksi jerawat: penggunaan androgen, hormon adrenokortikotropik,


bromida, kortikosteroid, kontrasepsi oral, iodida, isoniazid, lithium, phenytoin
(dilantin)
6. Miliaria , didapatkan ruam dan panas, papula non folikular, pustula, dan vesikel.
7. Hidradenitis suppurtiva, dobel komedo, dimulai sebagai bisul yang menyakitkan.
8. Seborrheic dermatitis, sisik berminyak dan makula kuning dengan penggabungan
kemerahan atau papula.
I. Pengobatan
Pemahaman mengenai patogenesis acne dengan keempat faktor yang berperan akan
mempermudah prinsip penanganan acne, yaitu memperbaiki keratinisasi folikel, menurunkan
aktivitas kelenjar sebasea, menurunkan populasi bakteri P. acnes, dan menekan inflamasi.
Kongres European Academy of Dermatology and Venerology ke-9 di Jenewa tahun 2002
mengeluarkan konsensus tentang pengobatan acne seperti tercantum pada tabel Akan tetapi,
penentuan derajat acne untuk pengobatan tidak hanya berdasarkan jumlah lesi semata, tetapi
juga ditentukan oleh beberapa faktor lain, misalnya distribusi lesi lokalisata atau generalisata,
derajat inflamasi, lama sakit, respons terapi sebelumnya, dan efek psikososial. Sebagian
besar acne ringan sampai sedang membutuhkan terapi topikal. Acne sedang sampai berat
menggunakan kombinasi terapi topikal dan oral. 10 Pemeriksaan klinis yang baik diperlukan
untuk menentukan jenis acne inflamasi, noninflamasi, atau campuran keduanya, sehingga
dapat memberikan terapi yang tepat. Terapi acne dimulai dari pembersihan wajah
menggunakan sabun. Beberapa sabun sudah mengandung antibakteri, misalnya triclosan
yang menghambat kokus positif gram. Selain itu juga banyak sabun mengandung benzoil
peroksida atau asam salisilat.
Bahan topikal untuk pengobatan acne sangat beragam. Sulfur, sodium sulfasetamid,
resorsinol, dan asam salisilat, sering ditemukan sebagai obat bebas. Asam azalea dengan
konsentrasi krim 20 persen atau gel 15 persen, memiliki efek antimikroba dan komedolitik,
selain mengurangi pigmentasi dengan berfungsi sebagai inhibitor kompetitif tirosinase.
Benzoil peroksida merupakan antimikroba kuat, tetapi bukan antibiotik, sehingga tidak
menimbulkan resistensi. Antibiotik topikal yang sering digunakan adalah klindamisin dan
eritromisin. Keduanya dapat digunakan dengan kombinasi bersama benzoil peroksida dan
terbukti mengurangi resistensi. Retinoid merupakan turunan vitamin A yang mencegah

pembentukan komedo dengan menormalkan deskuamasi epitel folikular. Retinoid topikal


yang utama adalah tretinoin, tazaroten, dan adapalene.Tretinoin paling banyak digunakan,
bersifat komedolitik dan antiinflamasi poten. Secara umum, semua retinoid dapat
menimbulkan dermatitis kontak iritan. Pasien dapat disarankan menggunakan tretinoin dua
malam sekali pada beberapa minggu pertama untuk mengurangi efek iritasi. Tretinoin
bersifat photolabile sehingga disarankan aplikasi pada malam hari.

Mekanisme kerja berbagai obat topikal dapat dilihat pada tabel. Salah satu terapi
sistemik acne adalah antibiotik. Tetrasiklin banyak digunakan untuk acne infl amasi.
Meskipun tidak mengurangi produksi sebum tetapi dapat menurunkan konsentrasi asam
lemak bebas dan menekan pertumbuhan P .acnes. Akan tetapi tetrasiklin tidak banyak
digunakan lagi karena angka resistensi P.acnes yang cukup tinggi. Turunan tetrasiklin
yaitu doksisiklin dan minosiklin menggantikan tetrasiklin sebagai terapi antibiotik oral
lini pertama untuk acne dengan dosis 50- 100 mg dua kali sehari.Eritromisin dibatasi

penggunaannya, yaitu hanya pada ibu hamil, karena mudah terjadi resistensi P.acnes
terhadap eritromisin. Resistensi dapat dicegah dengan menghindari penggunaan
antibiotik monoterapi, membatasi lama penggunaan antibiotik, dan menggunakan
antibiotik bersama benzoil peroksida jika memungkinkan. Isotretinoin oral adalah obat
yang paling efektif untuk acne. Dosis isotretinoin yang dianjurkan adalah 0,5-1
mg/kg/hari dengan dosis kumulatif 120-150 mg/kg berat badan. Obat ini langsung
menekan aktivitas kelenjar sebasea, menormalkan keratinisasi folikel kelenjar sebasea,
menghambat infl amasi, dan mengurangi pertumbuhan P. acnes secara tidak langsung.
Isotretinoin paling efektif untuk acne nodulokistik rekalsitran dan mencegah jaringan
parut. Meskipun demikian, isotretinoin tidak bersifat kuratif untuk acne. Penghentian
obat ini tanpa disertai terapi pemeliharaan yang memadai, akan menimbulkan
kekambuhan acne. Selain itu, penggunaan obat ini harus berhatihati pada perempuan usia
reproduksi karena bersifat teratogenik.Penggunaan isotretinoin dan tetrasiklin bersamaan
sebaiknya dihindari karena meningkatkan risiko pseudotumor serebri. Suntikan
glukokortiokoid intralesi dapat diberikan untuk lesi acne nodular dan cepat mengurangi
infl amasinya.Risiko tindakan ini adalah hipopigmentasi dan atrofi . Modalitas lain yang
dapat digunakan untuk mengataSi acne adalah radiasi ultraviolet yang memiliki efek
antiinflamasi terhadap acne. Radiasi UVB atau kombinasi UVB dan UVA dapat
bermanfaat untuk acne inflamasi, tetapi perlu diwaspadai potensi karsinogeniknya

You might also like