Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk
pada retina (makula lutea atau bintik kuning). Pada kelainan refraksi terjadi
ketidak seimbangan sistem optik pada mata sehingga menghasilkan bayangan
yang kabur. Pada mata normal kornea dan lensa membelokkan sinar pada titik
fokus yang tepat pada sentral retina. Keadaan ini memerlukan susunan kornea dan
lensa yang sesuai dengan panjangnya bola mata. Pada kelainan refraksi sinar tidak
dibiaskan tepat pada bintik kuning, akan tetapi dapat di depan atau di belakang
bintik kuning dan malahan tidak terletak pada satu titik yang tajam. Kelainan
refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia, astigmat, dan presbiopi.
Miopia disebut sebagai rabun jauh akibat berkurangnya kemampuan untuk
melihat jauh akan tetapi dapat melihat dekat dengan lebih baik. Hipermetropia
juga dikenal dengan istilah hyperopia atau rabun dekat. Pasien dengan
hipermetropia mendapat kesukaran untuk melihat dekat akibat sukarnya
berakomodasi. Keluhan akan bertambah dengan bertambahnya umur yang
diakibatkan melemahnya otot siliar untuk akomodasi dan berkurangnya
kekenyalan
lensa.Astigmat
adalah
terdapatnya
variasi
kurvatura
atau
kelengkungan kornea atau lensa pada meridian yang berbeda yang akan
mengakibatkan sinar
tidak terfokus
Presbiopi adalah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI MATA
benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea.
Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan
bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi
atau istirahat melihat jauh (H. Sidarta Ilyas, 2004).
2.2.1. Kornea
Kornea (Latin cornum=seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian
selaput mata yang tembus cahaya. Kornea merupakan lapisan jaringan yang
menutupi bola mata sebelah depan dan terdiri atas 5 lapis, yaitu:
1. Epitel
Tebalnya 50 m, terdiri atas 5 lapis selepitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan
menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal
berikatan erat berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di
depannya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat
pengaliran air, eliktrolit, dan glukosa yang merupakan barrier.
Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila
terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.
Epitel berasal dari ektoderm permukaan
2. Membran Bowman
Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang
tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi
3. Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan
lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sadangkan dibagian
perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan
waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel
stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma.
4
Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan
embrio atau sesudah trauma.
4. Membran Descement
Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea
dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya
Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40
m.
5. Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu,bentuk heksagonal, besar 20-40 m.
Endotel melekat pada membran descement melalui hemi desmosom dan zonula
okluden (H. Sidarta Ilyas, 2004).
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf V. saraf siliar longus berjalan supra koroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Boeman melepaskan
selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi samapai kepada kedua lapis
terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di
daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi
dalam waktu 3 bulan (H. Sidarta Ilyas, 2004).
Trauma atau panyakkit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem
pompa endotel terganggu sehingga dekompresi endotel dan terjadi edema kornea.
Endotel tidak mempunya daya regenerasi (H. Sidarta Ilyas, 2004).
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola
mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40
dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea (H.
Sidarta Ilyas, 2004).
oleh karena kornea (mendatar atau cembung) atau adanya perubahan panjang
(lebih panjang atau lebih pendek) bola mata, maka sinar normal tidak dapat
terfokus pada mekula. Keadaan ini disebut sebagai ametropia yang dapat berupa
miopia, hipermetropia, atau astigmatisma (H. Sidarta Ilyas, 2004).
2.3 KELAINAN REFRAKSI
Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk
pada retina. Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik mata
sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Pada mata normal kornea dan lensa
mebelokkan sinar pada titik fokus yang tepat pada sentral retina. Keadaan ini
memerlukan susunan kornea dan lensa yang sesuai dengan panjangnya bola mata.
Pada orang normal daya bias media penglihatan dan panjangnya bola mata
seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media refraksi dibiaskan tepat
di daerah makula lutea.
Secara keseluruhan status refraksi dipengaruhi oleh :
1. Kekuatan kornea (rata-rata 43 D)
2. Kekuatan lensa (rata-rata 21 D)
3. Panjang aksial (rata-rata 24 cm)
Dikenal beberapa titik didalam bidang refraksi, seperti Punctum Proksimum
merupakan titik terdekat dimana seseorang masih dapat melihat dengan jelas.
Puctum Remotum adalah titik terjauh dimana seseorang masih dapat melihat
dengan jelas. Titik ini merupakan titik didalam ruang yang berhubungan dengan
retina atau foveola bila mata istirahat.
Emetropia adalah mata tanpa adanya kelainan refraksi pembiasan sinar mata
dan berfungsi normal. Ametropia adalah keadaan pembiasan mata dengan panjang
bola mata yang tidak seimbang.
Terdapat beberapa kelainan refraksi antara lain miopia, hipermetropia,
presbiopia, dan astigmat.
2.4 MIOPIA
A. DEFINISI
Miopia merupakan kelainan refraksi dimana berkas sinar sejajar yang
memasuki mata tanpa akomodasi, jatuh pada fokus yang berada di depan retina.
Dalam keadaan ini objek yang jauh tidak dapat dilihat secara teliti karena sinar
yang datang saling bersilangan pada badan kaca, ketika sinar tersebut sampai di
retina sinar-sinar ini menjadi divergen,membentuk lingkaran yang difus dengan
akibat bayangan yang kabur.
Gambar 2. Miopia
Pasien dengan miopia akan memberikan keluhan sakit kepala, sering
disertai dengan juling dan celah kelopak yang sempit. Seseorang miopia
mempunyai kebiasaan mengernyitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau
unutk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil).Pasien miopia mempunyai punctum
remotum yang dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi.
Bila kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan terlihat juling kedalam atau
esotropia.
B. KLASIFIKASI
Dikenal beberapa tipe dari miopia :
1. Miopia Aksial
Bertambah panjangnya diameter anteroposterior bola mata dari normal. Pada
orang dewasa panjang axial bola mata 22,6 mm. Perubahan diameter
anteroposterior bola mata 1 mm akan menimbulkan perubahan refraksi sebesar
3 dioptri.
9
2. Miopia Refraktif
Bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti yang terjadi pada katarak
intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat.
Menurut derajat beratnya, miopia dibagi dalam :
1. Miopia ringan, dimana miopia kecil daripada 1-3 D
2. Miopia sedang, dimana miopia kecil daripada 3-6 D
3. Miopia berat atau tinggi, dimana miopia lebih besar dari 6 D
Menurut perjalanannya, miopia dikenal denan bentuk :
a. Miopia stasioner, miopia yang menetap
b. Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat
bertambah panjangnya bola mata
c. Miopia maligna, miopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan
ablasi retina dan kebutaan. Miopia maligna biasanya bila mopia lebih dari 6
dioptri disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata
sampai terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil
disertai dengan atrofi korioretina.
Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat kelainan pada fundus okuli
sepertimiopik kresen yaitu bercak atrofi koroid yang berbentuk bulan sabit pada
bagian temporal yang berwarna putih keabu-abuan kadang-kadang bercak atrofi
ini mengelilingi
papil
yang
disebutannular
patch.Dijumpai degenerasi
dari retina berupa kelompok pigmen yang tidak merata menyerupai kulit harimau
yang disebut fundus tigroid, degenerasi makula, degenerasi retina bagian perifer
(degenerasi latis).
Degenerasi latis adalah degenerasi vitroretina herediter yang paling sering
dijumpai, berupa penipisan retina berbentuk bundar, oval atau linear, disertai
pigmentasi, garis putih bercabang-cabang dan bintik kuning keputihan.
Degenerasi latis lebih sering dijumpai pada mata miopia dan sering disertai
ablasio retina, yang terjadi hampir 1/3 pasien dengan ablasio retina.2,3
10
C. GEJALA KLINIS
Gejala subjektif miopia antara lain:
a.
b.
c.
Lekas lelah bila membaca ( karena konvergensi yang tidak sesuai dengan
akomodasi ).
11
2. Miopia patologik :
Gambaran pada segmen anterior serupa dengan miopia simpleks Gambaran
yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan-kelainan pada
1.Badan kaca : dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan atau degenerasi
yang terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang mengapung dalam
badan kaca. Kadang-kadang ditemukan ablasi badan kaca yang dianggap
belum jelas hubungannya dengan keadaan miopia
2.Papil saraf optik : terlihat pigmentasi peripapil, kresen miopia, papil terlihat
lebih pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen miopia
dapat ke seluruh lingkaran papil sehingga seluruh papil dikelilingi oleh
daerah koroid yang atrofi dan pigmentasi yang tidak teratur.
12
mendiagnosis
miopia
dapat
dilakukan
dengan
beberapa
1. Refraksi Subjektif
Diagnosis miopia dapat ditegakkan dengan pemeriksaan rekraksi subjektif,
metode yang digunakan adalah dengan metode trial and error. Jarak
pemeriksaan 6 meter dengan menggunakan kartu Snellen.
2. Refraksi Objektif
Yaitu menggunakan retinoskopi, dengan lensa kerja sferis +2.00 D
pemeriksa mengamati refleks fundus yang bergerak berlawanan arah
dengan arah gerakan retinoskop (against movement).
3. Autorefraktometer
Yaitu menentukan miopia atau besarnya kelainan refraksi dengan
menggunakan komputer.
E. PENATALAKSANAAN
a. Lensa Kacamata
Kacamata
masih
merupakan
yang
paling
aman
untuk
13
Lensa kontak pertama merupakan lensa sklera kaca yang berisi cairan.
Lensa ini sulit dipakai untuk jangka panjang serta menyebabkan edema kornea
dan rasa tidak enak pada mata. Lensa kornea keras, yang terbuat dari
polimetilmetakrilat, merupakan lensa kontak pertama yang benar-benar berhasil
dan diterima secara luas sebagai pengganti kacamata. Pengembangan selanjutnya
antara lain adalah lensa kaku yang permeabel udara., yang terbuat dari asetat
butirat selulosa, silikon, atau berbagai polimer plastik dan silikon; dan lensa
kontak lunak, yang terbuat dari beragam plastik hidrogel; semuanya memberikan
kenyamanan yang lebih baik, tetapi risiko terjadinya komplikasi serius lebih besar.
Lensa keras dan lensa yang permeabel-udara mengoreksi kesalahan
refraksi dengan mengubah kelengkungan permukaan anterior mata. Daya refraksi
total merupakan daya yang ditimbulkan oleh kelengkungan belakang lensa
(kelengkungan dasar) bersamsa dengan daya lensa sebenarnya yang disebabkan
oleh perbedaan kelengkungan antara depan dan belakang. Hanya yang kedua yang
bergantung pada indeks refraksi bahan lensa kontak. Lensa keras dan lensa
permeabel-udara
mengatasi
astigmatisme
kornea
dengan
memodifikasi
14
mata melalui suatu insisi kecil; dan lensa kaku, yang paling sering terdiri atas
suatu optik yang terbuat dari polimetilmetakrilat dan lengkungan (haptik) yang
terbuat dari bahan yang sama atau polipropilen. Posisi paling aman bagi lensa
intraokular adalah didalam kantung kapsul yang utuh setelah pembedahan
ekstrakapsular.
e. Ekstraksi Lensa Jernih Untuk Miopia
Ekstaksi lensa non-katarak telah dianjurkan untuk koreksi refraktif miopia
sedang sampai tinggi; hasil tindakan ini tidak kalah memuaskan dengan yang
dicapai oleh bedah keratorefraktif menggunakan laser. Namun, perlu dipikirkan
komplikasi operasi dan pascaoperasi bedah intraokular, khususnya pada miopia
tinggi.
f. Koreksi Miopia Tinggi dengan LASIK
LASIK adalah suatu tindakan koreksi kelainan refraksi mata yang menggunakan
teknologi laser dingin (cold/non thermal laser) dengan cara merubah atau
mengkoreksi kelengkungan kornea. Setelah dilakukan tindakan LASIK, penderita
kelainan refraksi dapat terbebas dari kacamata atau lensa kontak, sehingga secara
permanen menyembuhkan rabun jauh (miopia), rabun dekat (hipermetropia), serta
mata silinder (astigmatisme).
Untuk dapat menjalani prosedur LASIK perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu:
a. Ingin terbebas dari kacamata dan lensa kontak
b. Kelainan refraksi:
Miopia
sampai
Hipermetropia
-1.00
+
1.00
sampai
dengan
sampai
dengan
13.00
dioptri.
4.00
dioptri.
15
g. Tidak ada kelainan mata, yaitu infeksi, kelainan retina saraf mata,
katarak, glaukoma dan ambliopia
h. Telah melepas lensa kontak (Soft contact lens) selama 14 hari atau
2 (dua) minggu dan 30 (tiga puluh) hari untuk lensa kontak (hard
contact lens)
Adapun kontraindikasi dari tindakan LASIK antara lain:
a. Usia < 18 tahun / usia dibawah 18 tahun dikarenakan refraksi belum stabil.
b. Sedang hamil atau menyusui.
c. Kelainan kornea atau kornea terlalu tipis.
d. Riwayat penyakit glaukoma.
e. Penderita diabetes mellitus.
f. Mata kering
g. Penyakit : autoimun, kolagen
h. Pasien Monokular
i. Kelainan retina atau katarak
Sebelum menjalani prosedur LASIK, ada baiknya pasien melakukan
konsultasi atau pemeriksaan dengan dokter spesialis mata untuk dapat mengetahui
dengan pasti mengenai prosedur / tindakan LASIK baik dari manfaat, ataupun
kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi. Setelah melakukan konsultasi /
pemeriksaan oleh dokter spesialis mata, kemudian mata anda akan diperiksa
secara seksama dan teliti dengan menggunakan peralatan yang berteknologi tinggi
(computerized) dan mutakhir sehingga dapat diketahui apakah seseorang layak
untuk menjalankan tindakan LASIK.
Persiapan calon pasien LASIK:
a. Pemeriksaan refraksi, slit lamp, tekanan bola mata dan finduskopi
b. Pemeriksan topografi kornea / keratometri / pakhimetri Orbscan
c. Analisa aberometer Zy Wave, mengukur aberasi kornea sehingga bisa
dilakukan Custumize LASIK
d. Menilai kelayakan tindakan untuk menghindari komplikasi
Sebagian besar pasien yang telah melakukan prosedur atau tindakan LASIK
menunjukan hasil yang sangat memuaskan, akan tetapi sebagaimana seperti pada
semua prosedur atau tindakan medis lainnya, kemungkinan adanya resiko akibat
16
dari prosedur atau tindakan LASIK dapat terjadi oleh sebagian kecil dari beberapa
pasien antara lain:
a. Kelebihan / Kekurangan Koreksi (Over / under correction). Diketahui
setelah pasca tindakan LASIK akibat dari kurang atau berlebihan tindakan
koreksi, hal ini dapat diperbaiki dengan melakukan LASIK ulang / ReLASIK (enhancement) setelah kondisi mata stabil dalam kurun waktu
lebih kurang 3 bulan setelah tindakan.
b. Akibat dari menekan bola mata yang terlalu kuat sehingga flap kornea bisa
bergeser (Free flap, button hole, decentration flap). Flap ini akan melekat
cukup kuat kira-kira seminggu setelah tindakan.
c. Biasanya akan terjadi gejala mata kering. Hal ini akan terjadi selama
seminggu setelah tindakan dan akan hilang dengan sendirinya. Pada
sebagian kasus mungkin diperlukan semacam lubrikan tetes mata.
d. Silau saat melihat pada malam hari. Hal ini umum bagi pasien dengan
pupil mata yang besar dan pasien dengan miopia yang tinggi. Gangguan
ini akan berkurang seiring dengan berjalannya waktu. Komplikasi sangat
jarang terjadi, dan keluhan sering membaik setelah 1-3 bulan.
Kelebihan Bedah Refraksi LASIK antara lain:
a. Anestesi topikal (tetes mata)
b. Pemulihan yang cepat (Magic Surgery)
c. Tanpa rasa nyeri (Painless)
d. Tanpa jahitan (Sutureless & Bloodless)
e. Tingkat ketepatan yang tinggi (Accuracy)
f. Komplikasi yang rendah
g. Prosedur dapat diulang (Enhancement)
F. KOMPLIKASI
Komplikasi lebih sering terjadi pada miopia tinggi. Komplikasi yang dapat
terjadi berupa :
-
17
Degenerasi miopik pada retina dan koroid. Retina lebih tipis sehingga
terdapat risiko tinggi terjadinya robekan pada retina
Ablasi retina
G. PROGNOSIS
Prognosis miopia sederhana adalah sangat baik. Pasien miopia sederhana
yang telah dikoreksi miopianya dapat melihat objek jauh dengan lebih baik.
Prognosis yang didapat sesuai dengan derajat keparahannya. Penyulit yang dapat
timbul pada pasien dengan miopia adalah terjadinya ablasi retina dan juling.
Juling biasanya esotropia akibat mata berkonvergensi terus-menerus. Bila terdapat
juling keluar mungkin fungsi satu mata telah berkurang atau terdapat ambliopia.1-3
18
PEMBAHASAN
Dari anamnesis didapatkan keluhan :
-
Pandangan kedua mata kabur yang timbul secara perlahan, pertama kali 2
tahun yang lalu
Pandangan kabur saat melihat jauh dan huruf kelihatan membayang tetapi
membaik jika melihat dalam jarak dekat
PD 58/56
keadaan refraksi mata dimana sinar sejajar yang datang dari jarak tak terhingga
dalam keadaan mata istirahat, dibiaskan di depan retina sehingga pada retina
didapatkan lingkaran difus dan bayangan kabur. Cahayayang datang dari jarak
yang lebih dekat mungkin dibiaskan tepat di retina tanpaakomodasi.
Pasien ini diterapi dengan lensa sferis negatif. Ukuran lensa yang digunakan
adalah yang terkecil yang memberikan visus maksimal pada saat dilakukan
koreksi. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa pada
penderita miopia diberikan lensa sferis negatif yang terkecil yang memberikan
visus maksimal.
Prognosis quo ad vitam pada kasus ini adalah ad bonam, dan quo ad
fungtionam pada kasus ini dubia ad bonam Prognosis miopia sederhana adalah
sangat baik. Pasien miopia sederhana yang telah dikoreksi miopianya dapat
melihat objek jauh dengan lebih baik. Prognosis yang didapat sesuai dengan
derajat keparahannya.
19
BAB III
LAPORAN KASUS
1.1
1.2
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Nn. F
Umur
: 13 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Alamat
Suku
: Madura
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Pelajar
Tanggal periksa
: 02 Mei 2016
: 122675
ANAMNESIS
Keluhan utama
20
Tractus Digestivus
Kardiovaskuler
Endokrin
Neurologi
Kulit
THT
Lain lain
21
Status Oftalmologikus
PEMERIKSAAN VISUS
DAN REFRAKSI
VISUS
OD
5/60
OS
6/60
Pemeriksaan dilakukan
Pemeriksaan dilakukan
dengan cara:
dengan cara:
kirinya dengan
kanannya dengan
menggunakan telapak
menggunakan telapak
tangan
Pasien diminta untuk
tangan.
Pasien diminta untuk
membaca angka
membaca huruf
snellen.
Pasien tidak mampu
snellen.
Pasien tidak mampu
membaca huruf
sehingga dilakukan
snellen sehingga
hitung jari.
Pasien mampu
KOREKSI
jarak 5 meter.
Visus 5/60 6/7.5
jarak 6 meter.
Visus 2/60 6/7.5
Dilakukan koreksi
Dilakukan koreksi
Dengan langkah:
dengan menggunakan
dengan menggunakan
terang dengan
terang dengan
menggunakan lensa
menggunakan lensa
sferis -5,00.
Pasien hanya mampu
sferis -5,00.
Pasien mampu
occlude
22
mengidentifikasi angka
visus 6/7.5
visus 6/7.5
snellen.
Setelah mata kanan
diperiksa dilanjutkan
pada mata kiri dan mata
kanan ditutup.
PERGERAKAN BOLA
MATA
OD
OS
EKSTERNAL
PALPEBRA SUPERIOR
PALPEBRA INFERIOR
konjungtiva (-)
Jernih
konjungtiva (-)
Jernih
Sedang
Sedang
3 mm
3 mm
DIAMETER
REFLEKS CAHAYA
23
Direct
Konsekuil
+
Warna coklat, kripte (+)
+
Warna coklat, kripte (+)
Keruh (-)
Keruh (-)
OD
OS
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
VISUAL FIELD
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
PEMERIKSAAN PADA
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
IRIS
LENSA
PEMERIKSAAN SLIT
LAMP
TONOMETRI
-
SCHIOTZ
KEADAAN MIDRIASIS
KeadaanUmum
Tekanan darah
Nadi
Suhu
Pernapasan
Berat badan
: Composmentis
: 120/80 mmHg
: 84 x/menit
: Afebris
: 20 x/menit
: 63 Kg
1.4
DIAGNOSIS BANDING
Astigmatisma
Hipermetropia
1.5
DIAGNOSIS KERJA
ODS Miopia okuli dextra et sinistra derajat sedang.
24
1.6
USUL PEMERIKSAAN
1.7
Funduskopi
Autorefraktometri
PENATALAKSANAAN
Umum :
Khusus :
Kacamata lensa sferis konkaf sesuai dengan koreksi :
OD S 5.00 D 6/7.5
OS S 5.00 D 6/7.5
PD 58 / 56
1.8 PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, HS. 2006. Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Cetakan I. Balai Penerbit
FKUI, Jakarta
2. Vaughan A dan Riordan E 2000. Ofthalmologi Umum. Ed 17 .Cetakan 1.
Widya Medika, Jakarta.
3. Nana Wijana S.D. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-6. Jakarta. Abadi
Tegal.1993
4. Ilyas S, Tanzil M, Salamun dkk. Sari Ilmu Penyakit Mata.
Jakarta: Balai PenerbitFKUI, 2003:5
5. Hartono, Yudono RH, Utomo PT, Hernowo AS. Refraksi dalam:
Ilmu
PenyakitMata. Suhardjo, Hartono (eds). Yogyakarta: Bagian Ilm
u Penyakit Mata FK UGM,2007;185-7
6. Ilyas S. Optik dan refraksi. Dalam : Ilmu Penyakit Mata
untuk dokter
umum
dan
mahasiswa
kedokteran.
Jakarta:
Balai
penerbitSagung Seto,2002
26