You are on page 1of 26

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk
pada retina (makula lutea atau bintik kuning). Pada kelainan refraksi terjadi
ketidak seimbangan sistem optik pada mata sehingga menghasilkan bayangan
yang kabur. Pada mata normal kornea dan lensa membelokkan sinar pada titik
fokus yang tepat pada sentral retina. Keadaan ini memerlukan susunan kornea dan
lensa yang sesuai dengan panjangnya bola mata. Pada kelainan refraksi sinar tidak
dibiaskan tepat pada bintik kuning, akan tetapi dapat di depan atau di belakang
bintik kuning dan malahan tidak terletak pada satu titik yang tajam. Kelainan
refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia, astigmat, dan presbiopi.
Miopia disebut sebagai rabun jauh akibat berkurangnya kemampuan untuk
melihat jauh akan tetapi dapat melihat dekat dengan lebih baik. Hipermetropia
juga dikenal dengan istilah hyperopia atau rabun dekat. Pasien dengan
hipermetropia mendapat kesukaran untuk melihat dekat akibat sukarnya
berakomodasi. Keluhan akan bertambah dengan bertambahnya umur yang
diakibatkan melemahnya otot siliar untuk akomodasi dan berkurangnya
kekenyalan

lensa.Astigmat

adalah

terdapatnya

variasi

kurvatura

atau

kelengkungan kornea atau lensa pada meridian yang berbeda yang akan
mengakibatkan sinar

tidak terfokus

pada satu titik.

Presbiopi adalah

perkembangan normal yang berhubungan dengan usia, dimana akomodasi yang


diperlukan untuk melihat dekat perlahan-lahan berkurang.
Referat ini akan membahas tentang miopia atau rabun jauh yang
merupakan gangguan refraksi yang cukup banyak ditemui, terutama di kalangan
mahasiswa.

(Sumber:Oftalmologi Umum, edisi ke-14. Vaughan DG et al (editors). Widya


Medika, 2000)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI MATA

Gambar 2.1. Anatomi Mata


Yang termasuk media refraksi antara lain kornea, pupil, lensa, dan vitreous. Media
refraksi targetnya di retina sentral (macula). Gangguan media refraksi
menyebabkan visus turun (baik mendadak aupun perlahan) (Marieb EN & Hoehn
K, 2007).
Bagian berpigmen pada mata: uvea bagian iris, warna yang tampak tergantung
pada pigmen melanin di lapisan anterior iris (banyak pigmen = coklat, sedikit
pigmen = biru, tidak ada pigmen = merah / pada albino) (Marieb EN & Hoehn K,
2007).
2.2. Media Refraksi
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri
atas kornea, aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous (badan kaca), dan
panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media
penglihatan dan panjang bola mata sedemikian seimbang sehingga bayangan

benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea.
Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan
bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi
atau istirahat melihat jauh (H. Sidarta Ilyas, 2004).
2.2.1. Kornea
Kornea (Latin cornum=seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian
selaput mata yang tembus cahaya. Kornea merupakan lapisan jaringan yang
menutupi bola mata sebelah depan dan terdiri atas 5 lapis, yaitu:
1. Epitel
Tebalnya 50 m, terdiri atas 5 lapis selepitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan
menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal
berikatan erat berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di
depannya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat
pengaliran air, eliktrolit, dan glukosa yang merupakan barrier.
Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila
terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.
Epitel berasal dari ektoderm permukaan
2. Membran Bowman
Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang
tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi
3. Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan
lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sadangkan dibagian
perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan
waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel
stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma.
4

Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan
embrio atau sesudah trauma.
4. Membran Descement
Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea
dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya
Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40
m.
5. Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu,bentuk heksagonal, besar 20-40 m.
Endotel melekat pada membran descement melalui hemi desmosom dan zonula
okluden (H. Sidarta Ilyas, 2004).
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf V. saraf siliar longus berjalan supra koroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Boeman melepaskan
selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi samapai kepada kedua lapis
terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di
daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi
dalam waktu 3 bulan (H. Sidarta Ilyas, 2004).
Trauma atau panyakkit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem
pompa endotel terganggu sehingga dekompresi endotel dan terjadi edema kornea.
Endotel tidak mempunya daya regenerasi (H. Sidarta Ilyas, 2004).
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola
mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40
dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea (H.
Sidarta Ilyas, 2004).

2.2.2. Aqueous Humor (Cairan Mata)

Aqueous humor mengandung zat-zat gizi untuk kornea dan lensa,


keduanya tidak memiliki pasokan darah. Adanya pembuluh darah di kedua
struktur ini akan mengganggu lewatnya cahaya ke fotoreseptor. Aqueous humor
dibentuk dengan kecepatan 5 ml/hari oleh jaringan kapiler di dalam korpus
siliaris, turunan khusus lapisan koroid di sebelah anterior. Cairan ini mengalir ke
suatu saluran di tepi kornea dan akhirnya masuk ke darah. Jika aqueous humor
tidak dikeluarkan sama cepatnya dengan pembentukannya (sebagai contoh, karena
sumbatan pada saluran keluar), kelebihan cairan akan tertimbun di rongga anterior
dan menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler (di dalam mata). Keadaan
ini dikenal sebagai glaukoma. Kelebihan aqueous humor akan mendorong lensa
ke belakang ke dalam vitreous humor, yang kemudian terdorong menekan lapisan
saraf dalam retina. Penekanan ini menyebabkan kerusakan retina dan saraf optikus
yang dapat menimbulkan kebutaan jika tidak diatasi (Lauralee Sherwood, 1996).
2.2.3. Lensa
Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di
dalam bola mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di
belakang iris dan terdiri dari zat tembus cahaya (transparan) berbentuk seperti
cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi (H.
Sidarta Ilyas, 2004).
Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik
mata belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat
lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa terusmenerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa
sehingga membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa
yang paling dahulu dibentuk atau serat lensa yang tertua di dalam kapsul lensa. Di
dalam lensa dapat dibedakan nukleus embrional, fetal dan dewasa. Di bagian luar
nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut sebagai korteks lensa.
Korteks yang terletak di sebelah depan nukleus lensa disebut sebagai korteks
anterior, sedangkan dibelakangnya korteks posterior. Nukleus lensa mempunyai
konsistensi lebih keras dibanding korteks lensa yang lebih muda. Di bagian perifer

kapsul lensa terdapat zonula Zinn yang menggantungkan lensa di seluruh


ekuatornya pada badan siliar (H. Sidarta Ilyas, 2004).
Secara fisiologis lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu:
Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk
menjadi cembung
Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan,
Terletak ditempatnya, yaitu berada antara posterior chamber dan vitreous body
dan berada di sumbu mata. (H. Sidarta Ilyas, 2004).
Keadaan patologik lensa ini dapat berupa:
Tidak kenyal pada orang dewasa yang mengakibatkan presbiopia,
Keruh atau apa yang disebut katarak,
Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi (H. Sidarta Ilyas, 2004).
Lensa orang dewasa dalam perjalanan hidupnya akan menjadi bertambah
besar dan berat (H. Sidarta Ilyas, 2004).
2.2.4. Badan Vitreous (Badan Kaca)
Badan vitreous menempati daerah mata di balakang lensa. Struktur ini
merupakan gel transparan yang terdiri atas air (lebih kurang 99%), sedikit
kolagen, dan molekul asam hialuronat yang sangat terhidrasi. Badan vitreous
mengandung sangat sedikit sel yang menyintesis kolagen dan asam hialuronat
(Luiz Carlos Junqueira, 2003). Peranannya mengisi ruang untuk meneruskan sinar
dari lensa ke retina. Kebeningan badan vitreous disebabkan tidak terdapatnya
pembuluh darah dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya kekeruhanbadan
vitreous akan memudahkan melihat bagian retina pada pemeriksaan oftalmoskopi
(H. Sidarta Ilyas, 2004).
Vitreous humor penting untuk mempertahankan bentuk bola mata yang
sferis (Lauralee Sherwood, 1996).
2.2.5. Panjang Bola Mata
Panjang bola mata menentukan keseimbangan dalam pembiasan. Panjang
bola mata seseorang dapat berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar

oleh karena kornea (mendatar atau cembung) atau adanya perubahan panjang
(lebih panjang atau lebih pendek) bola mata, maka sinar normal tidak dapat
terfokus pada mekula. Keadaan ini disebut sebagai ametropia yang dapat berupa
miopia, hipermetropia, atau astigmatisma (H. Sidarta Ilyas, 2004).
2.3 KELAINAN REFRAKSI
Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk
pada retina. Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik mata
sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Pada mata normal kornea dan lensa
mebelokkan sinar pada titik fokus yang tepat pada sentral retina. Keadaan ini
memerlukan susunan kornea dan lensa yang sesuai dengan panjangnya bola mata.
Pada orang normal daya bias media penglihatan dan panjangnya bola mata
seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media refraksi dibiaskan tepat
di daerah makula lutea.
Secara keseluruhan status refraksi dipengaruhi oleh :
1. Kekuatan kornea (rata-rata 43 D)
2. Kekuatan lensa (rata-rata 21 D)
3. Panjang aksial (rata-rata 24 cm)
Dikenal beberapa titik didalam bidang refraksi, seperti Punctum Proksimum
merupakan titik terdekat dimana seseorang masih dapat melihat dengan jelas.
Puctum Remotum adalah titik terjauh dimana seseorang masih dapat melihat
dengan jelas. Titik ini merupakan titik didalam ruang yang berhubungan dengan
retina atau foveola bila mata istirahat.
Emetropia adalah mata tanpa adanya kelainan refraksi pembiasan sinar mata
dan berfungsi normal. Ametropia adalah keadaan pembiasan mata dengan panjang
bola mata yang tidak seimbang.
Terdapat beberapa kelainan refraksi antara lain miopia, hipermetropia,
presbiopia, dan astigmat.

2.4 MIOPIA
A. DEFINISI
Miopia merupakan kelainan refraksi dimana berkas sinar sejajar yang
memasuki mata tanpa akomodasi, jatuh pada fokus yang berada di depan retina.
Dalam keadaan ini objek yang jauh tidak dapat dilihat secara teliti karena sinar
yang datang saling bersilangan pada badan kaca, ketika sinar tersebut sampai di
retina sinar-sinar ini menjadi divergen,membentuk lingkaran yang difus dengan
akibat bayangan yang kabur.

Gambar 2. Miopia
Pasien dengan miopia akan memberikan keluhan sakit kepala, sering
disertai dengan juling dan celah kelopak yang sempit. Seseorang miopia
mempunyai kebiasaan mengernyitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau
unutk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil).Pasien miopia mempunyai punctum
remotum yang dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi.
Bila kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan terlihat juling kedalam atau
esotropia.
B. KLASIFIKASI
Dikenal beberapa tipe dari miopia :
1. Miopia Aksial
Bertambah panjangnya diameter anteroposterior bola mata dari normal. Pada
orang dewasa panjang axial bola mata 22,6 mm. Perubahan diameter
anteroposterior bola mata 1 mm akan menimbulkan perubahan refraksi sebesar
3 dioptri.
9

2. Miopia Refraktif
Bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti yang terjadi pada katarak
intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat.
Menurut derajat beratnya, miopia dibagi dalam :
1. Miopia ringan, dimana miopia kecil daripada 1-3 D
2. Miopia sedang, dimana miopia kecil daripada 3-6 D
3. Miopia berat atau tinggi, dimana miopia lebih besar dari 6 D
Menurut perjalanannya, miopia dikenal denan bentuk :
a. Miopia stasioner, miopia yang menetap
b. Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat
bertambah panjangnya bola mata
c. Miopia maligna, miopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan
ablasi retina dan kebutaan. Miopia maligna biasanya bila mopia lebih dari 6
dioptri disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata
sampai terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil
disertai dengan atrofi korioretina.
Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat kelainan pada fundus okuli
sepertimiopik kresen yaitu bercak atrofi koroid yang berbentuk bulan sabit pada
bagian temporal yang berwarna putih keabu-abuan kadang-kadang bercak atrofi
ini mengelilingi

papil

yang

disebutannular

patch.Dijumpai degenerasi

dari retina berupa kelompok pigmen yang tidak merata menyerupai kulit harimau
yang disebut fundus tigroid, degenerasi makula, degenerasi retina bagian perifer
(degenerasi latis).
Degenerasi latis adalah degenerasi vitroretina herediter yang paling sering
dijumpai, berupa penipisan retina berbentuk bundar, oval atau linear, disertai
pigmentasi, garis putih bercabang-cabang dan bintik kuning keputihan.
Degenerasi latis lebih sering dijumpai pada mata miopia dan sering disertai
ablasio retina, yang terjadi hampir 1/3 pasien dengan ablasio retina.2,3

10

Gambar 2. Degenerasi Latis


Berdasarkan gambaran klinisnya, miopia dibagi menjadi :
a. Miopia simpleks
Ini lebih sering daripada tipe lainnya dan dicirikan dengan mata yang
terlalu panjang untuk tenaga optiknya (yang ditentukan dengan kornea dan
lensa) atau optik yang terlalu kuat dibandingkan dengan panjang
aksialnya.
b. Miopia nokturnal
Ini merupakan keadaan dimana mata mempunyai kesulitan untuk melihat
pada area dengan cahaya kurang, namun penglihatan pada siang hari
normal.
c. Pseudomiopia
Terganggunya penglihatan jauh yang diakibatkan oleh spasme otot siliar.
d. Miopia yang didapat
Terjadi karena terkena bahan farmasi, peningkatan level gula darah,
sklerosis nukleus atau kondisi anomali lainnya.

C. GEJALA KLINIS
Gejala subjektif miopia antara lain:
a.

Kabur bila melihat jauh

b.

Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat

c.

Lekas lelah bila membaca ( karena konvergensi yang tidak sesuai dengan
akomodasi ).
11

Gejala objektif miopia antara lain:


1. Miopia simpleks :
a) Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang
b)

relatif lebar. Kadang-kadang ditemukan bola mata yang agak menonjol


Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat
disertai kresen miopia (myopic cresent) yang ringan di sekitar papil saraf
optik.

2. Miopia patologik :
Gambaran pada segmen anterior serupa dengan miopia simpleks Gambaran
yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan-kelainan pada
1.Badan kaca : dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan atau degenerasi
yang terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang mengapung dalam
badan kaca. Kadang-kadang ditemukan ablasi badan kaca yang dianggap
belum jelas hubungannya dengan keadaan miopia
2.Papil saraf optik : terlihat pigmentasi peripapil, kresen miopia, papil terlihat
lebih pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen miopia
dapat ke seluruh lingkaran papil sehingga seluruh papil dikelilingi oleh
daerah koroid yang atrofi dan pigmentasi yang tidak teratur.

Gambar 2. Myopic cresent


3.Makula : berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang ditemukan
perdarahan subretina pada daerah makula.
4.Retina bagian perifer : berupa degenersi kista retina bagian perifer
5. Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan
retina. Akibatpenipisan ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas
dandisebut sebagai fundus tigroid.

12

Gambar 3. Fundus Tigroid


D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk

mendiagnosis

miopia

dapat

dilakukan

dengan

beberapa

pemeriksaan pada mata, pemeriksaan tersebut adalah :

1. Refraksi Subjektif
Diagnosis miopia dapat ditegakkan dengan pemeriksaan rekraksi subjektif,
metode yang digunakan adalah dengan metode trial and error. Jarak
pemeriksaan 6 meter dengan menggunakan kartu Snellen.
2. Refraksi Objektif
Yaitu menggunakan retinoskopi, dengan lensa kerja sferis +2.00 D
pemeriksa mengamati refleks fundus yang bergerak berlawanan arah
dengan arah gerakan retinoskop (against movement).
3. Autorefraktometer
Yaitu menentukan miopia atau besarnya kelainan refraksi dengan
menggunakan komputer.
E. PENATALAKSANAAN
a. Lensa Kacamata
Kacamata

masih

merupakan

yang

paling

aman

untuk

memperbaiki refraksi. Untuk mengurangi aberasi nonkromatik, lensa


dibuat dalam bentuk meniskus (kurva terkoreksi) dan dimiringkan ke
depan (pantascopic tilt).
b. Lensa Kontak

13

Lensa kontak pertama merupakan lensa sklera kaca yang berisi cairan.
Lensa ini sulit dipakai untuk jangka panjang serta menyebabkan edema kornea
dan rasa tidak enak pada mata. Lensa kornea keras, yang terbuat dari
polimetilmetakrilat, merupakan lensa kontak pertama yang benar-benar berhasil
dan diterima secara luas sebagai pengganti kacamata. Pengembangan selanjutnya
antara lain adalah lensa kaku yang permeabel udara., yang terbuat dari asetat
butirat selulosa, silikon, atau berbagai polimer plastik dan silikon; dan lensa
kontak lunak, yang terbuat dari beragam plastik hidrogel; semuanya memberikan
kenyamanan yang lebih baik, tetapi risiko terjadinya komplikasi serius lebih besar.
Lensa keras dan lensa yang permeabel-udara mengoreksi kesalahan
refraksi dengan mengubah kelengkungan permukaan anterior mata. Daya refraksi
total merupakan daya yang ditimbulkan oleh kelengkungan belakang lensa
(kelengkungan dasar) bersamsa dengan daya lensa sebenarnya yang disebabkan
oleh perbedaan kelengkungan antara depan dan belakang. Hanya yang kedua yang
bergantung pada indeks refraksi bahan lensa kontak. Lensa keras dan lensa
permeabel-udara

mengatasi

astigmatisme

kornea

dengan

memodifikasi

permukaan anterior mata menjadi bentuk yang benar-benar sferis.


Lensa kontak lunak, terutama bentuk-bentuk yang lebih lentur,
mengadopsi bentuk kornea pasien. Dengan demikian, daya refraksinya hanya
terdapat pada perbedaan antara kelengkungan depan dan belakang, dan lensa ini
hanya sedikit mengoreksi astigmatisme kornea, kecuali bila disertai koreksi
silindris untuk membuat suatu lensa torus.
c. Bedah Keratorefraktif
Bedah keratorefraktif mencakup serangkaian metode untuk mengubah
kelengkungan permukaan anterior mata. Efek refraktif yang diinginkan secara
umum diperoleh dari hasil empiris tindakan-tindakan serupa pada pasien lain dan
bukan didasarkan pada perhitungan optis maternatis.
d. Lensa Intraokular
Penanaman lensa intraokular (IOL) telah menjadi metode pilihan untuk
koreksi kelainan refraksi pada afakia. Tersedia sejumlah rancangan, termasuk
lensa lipat, yang terbuat dari plastik hidrogel, yang dapat disisipkan ke dalam

14

mata melalui suatu insisi kecil; dan lensa kaku, yang paling sering terdiri atas
suatu optik yang terbuat dari polimetilmetakrilat dan lengkungan (haptik) yang
terbuat dari bahan yang sama atau polipropilen. Posisi paling aman bagi lensa
intraokular adalah didalam kantung kapsul yang utuh setelah pembedahan
ekstrakapsular.
e. Ekstraksi Lensa Jernih Untuk Miopia
Ekstaksi lensa non-katarak telah dianjurkan untuk koreksi refraktif miopia
sedang sampai tinggi; hasil tindakan ini tidak kalah memuaskan dengan yang
dicapai oleh bedah keratorefraktif menggunakan laser. Namun, perlu dipikirkan
komplikasi operasi dan pascaoperasi bedah intraokular, khususnya pada miopia
tinggi.
f. Koreksi Miopia Tinggi dengan LASIK
LASIK adalah suatu tindakan koreksi kelainan refraksi mata yang menggunakan
teknologi laser dingin (cold/non thermal laser) dengan cara merubah atau
mengkoreksi kelengkungan kornea. Setelah dilakukan tindakan LASIK, penderita
kelainan refraksi dapat terbebas dari kacamata atau lensa kontak, sehingga secara
permanen menyembuhkan rabun jauh (miopia), rabun dekat (hipermetropia), serta
mata silinder (astigmatisme).
Untuk dapat menjalani prosedur LASIK perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu:
a. Ingin terbebas dari kacamata dan lensa kontak
b. Kelainan refraksi:
Miopia

sampai

Hipermetropia

-1.00
+

1.00

sampai

dengan

sampai

dengan

13.00

dioptri.

4.00

dioptri.

Astigmatisme 1.00 sampai dengan 5.00 dioptri


c. Usia minimal 18 tahun
d. Tidak sedang hamil atau menyusui
e. Tidak mempunyai riwayat penyakit autoimun
f. Mempunyai ukuran kacamata/ lensa kontak yang stabil selama
paling tidak 6 (enam) bulan

15

g. Tidak ada kelainan mata, yaitu infeksi, kelainan retina saraf mata,
katarak, glaukoma dan ambliopia
h. Telah melepas lensa kontak (Soft contact lens) selama 14 hari atau
2 (dua) minggu dan 30 (tiga puluh) hari untuk lensa kontak (hard
contact lens)
Adapun kontraindikasi dari tindakan LASIK antara lain:
a. Usia < 18 tahun / usia dibawah 18 tahun dikarenakan refraksi belum stabil.
b. Sedang hamil atau menyusui.
c. Kelainan kornea atau kornea terlalu tipis.
d. Riwayat penyakit glaukoma.
e. Penderita diabetes mellitus.
f. Mata kering
g. Penyakit : autoimun, kolagen
h. Pasien Monokular
i. Kelainan retina atau katarak
Sebelum menjalani prosedur LASIK, ada baiknya pasien melakukan
konsultasi atau pemeriksaan dengan dokter spesialis mata untuk dapat mengetahui
dengan pasti mengenai prosedur / tindakan LASIK baik dari manfaat, ataupun
kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi. Setelah melakukan konsultasi /
pemeriksaan oleh dokter spesialis mata, kemudian mata anda akan diperiksa
secara seksama dan teliti dengan menggunakan peralatan yang berteknologi tinggi
(computerized) dan mutakhir sehingga dapat diketahui apakah seseorang layak
untuk menjalankan tindakan LASIK.
Persiapan calon pasien LASIK:
a. Pemeriksaan refraksi, slit lamp, tekanan bola mata dan finduskopi
b. Pemeriksan topografi kornea / keratometri / pakhimetri Orbscan
c. Analisa aberometer Zy Wave, mengukur aberasi kornea sehingga bisa
dilakukan Custumize LASIK
d. Menilai kelayakan tindakan untuk menghindari komplikasi
Sebagian besar pasien yang telah melakukan prosedur atau tindakan LASIK
menunjukan hasil yang sangat memuaskan, akan tetapi sebagaimana seperti pada
semua prosedur atau tindakan medis lainnya, kemungkinan adanya resiko akibat

16

dari prosedur atau tindakan LASIK dapat terjadi oleh sebagian kecil dari beberapa
pasien antara lain:
a. Kelebihan / Kekurangan Koreksi (Over / under correction). Diketahui
setelah pasca tindakan LASIK akibat dari kurang atau berlebihan tindakan
koreksi, hal ini dapat diperbaiki dengan melakukan LASIK ulang / ReLASIK (enhancement) setelah kondisi mata stabil dalam kurun waktu
lebih kurang 3 bulan setelah tindakan.
b. Akibat dari menekan bola mata yang terlalu kuat sehingga flap kornea bisa
bergeser (Free flap, button hole, decentration flap). Flap ini akan melekat
cukup kuat kira-kira seminggu setelah tindakan.
c. Biasanya akan terjadi gejala mata kering. Hal ini akan terjadi selama
seminggu setelah tindakan dan akan hilang dengan sendirinya. Pada
sebagian kasus mungkin diperlukan semacam lubrikan tetes mata.
d. Silau saat melihat pada malam hari. Hal ini umum bagi pasien dengan
pupil mata yang besar dan pasien dengan miopia yang tinggi. Gangguan
ini akan berkurang seiring dengan berjalannya waktu. Komplikasi sangat
jarang terjadi, dan keluhan sering membaik setelah 1-3 bulan.
Kelebihan Bedah Refraksi LASIK antara lain:
a. Anestesi topikal (tetes mata)
b. Pemulihan yang cepat (Magic Surgery)
c. Tanpa rasa nyeri (Painless)
d. Tanpa jahitan (Sutureless & Bloodless)
e. Tingkat ketepatan yang tinggi (Accuracy)
f. Komplikasi yang rendah
g. Prosedur dapat diulang (Enhancement)

F. KOMPLIKASI
Komplikasi lebih sering terjadi pada miopia tinggi. Komplikasi yang dapat
terjadi berupa :
-

Dinding mata yang lebih lemah, karena sklera lebih tipis

17

Degenerasi miopik pada retina dan koroid. Retina lebih tipis sehingga
terdapat risiko tinggi terjadinya robekan pada retina

Ablasi retina

Orang dengan miopia mempunyai kemungkinan lebih tinggi terjadi


glaukoma

G. PROGNOSIS
Prognosis miopia sederhana adalah sangat baik. Pasien miopia sederhana
yang telah dikoreksi miopianya dapat melihat objek jauh dengan lebih baik.
Prognosis yang didapat sesuai dengan derajat keparahannya. Penyulit yang dapat
timbul pada pasien dengan miopia adalah terjadinya ablasi retina dan juling.
Juling biasanya esotropia akibat mata berkonvergensi terus-menerus. Bila terdapat
juling keluar mungkin fungsi satu mata telah berkurang atau terdapat ambliopia.1-3

18

PEMBAHASAN
Dari anamnesis didapatkan keluhan :
-

Pandangan kedua mata kabur yang timbul secara perlahan, pertama kali 2
tahun yang lalu

Pandangan kabur saat melihat jauh dan huruf kelihatan membayang tetapi
membaik jika melihat dalam jarak dekat

Mata cepat terasa lelah saat membaca

Dari pemeriksaan fisik didapatkan :


-

VOD 5/60 S -5.00 D 6/7.5

VOS 6/60 S -5.00 D 6/7.5

PD 58/56

ODS : Kornea jernih, COA sedang, lensa jernih


Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa miopia merupakan suatu

keadaan refraksi mata dimana sinar sejajar yang datang dari jarak tak terhingga
dalam keadaan mata istirahat, dibiaskan di depan retina sehingga pada retina
didapatkan lingkaran difus dan bayangan kabur. Cahayayang datang dari jarak
yang lebih dekat mungkin dibiaskan tepat di retina tanpaakomodasi.
Pasien ini diterapi dengan lensa sferis negatif. Ukuran lensa yang digunakan
adalah yang terkecil yang memberikan visus maksimal pada saat dilakukan
koreksi. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa pada
penderita miopia diberikan lensa sferis negatif yang terkecil yang memberikan
visus maksimal.
Prognosis quo ad vitam pada kasus ini adalah ad bonam, dan quo ad
fungtionam pada kasus ini dubia ad bonam Prognosis miopia sederhana adalah
sangat baik. Pasien miopia sederhana yang telah dikoreksi miopianya dapat
melihat objek jauh dengan lebih baik. Prognosis yang didapat sesuai dengan
derajat keparahannya.

19

BAB III
LAPORAN KASUS
1.1

1.2

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Nn. F

Umur

: 13 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Alamat

: Dusun Karang Tengah Modung.

Suku

: Madura

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Pelajar

Tanggal periksa

: 02 Mei 2016

No. Rekam Medis

: 122675

ANAMNESIS
Keluhan utama

: Penglihatan kedua mata kabur

Riwayat Penyakit Sekarang :


Sejak 1 tahun yang lalu penderita merasakan pandangan kabur pada
kedua mata. Pandangan kabur apabila melihat jarak jauh dan huruf keliahatan
membayang tetapi membaik jika jaraknya menjadi dekat. Pandangan kabur terjadi
perlahan dan makin lama makin kabur, pasien juga mengeluh harus memicingkan
mata untuk melihat fokus pada suatu benda. Keluhan mata merah (-), nyeri (-),
silau (-), kotoran mata (-),riwayat didepan computer, televisi dan gadget dalam
jangka waktu lama dalam sehari (+).
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat menggunakan kacamata sebelumnya disangkal. Riwayat kencing
manis disangkal. Riwayat trauma pada daerah mata disangkal. Riwayat minum
obat-obatan dalam jangka waktu lama disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga

20

Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga disangkal.


Riwayat Gizi
Baik
Keadaaan Sosial Ekonomi
Baik
Penyakit Sistemik

Tractus Respiratorius : Tidak ada keluhan

Tractus Digestivus

: Tidak ada keluhan

Kardiovaskuler

: Tidak ada keluhan

Endokrin

: Tidak ada keluhan

Neurologi

: Tidak ada keluhan

Kulit

: Tidak ada keluhan

THT

: Tidak ada keluhan

Gigi dan Mulut

: Tidak ada keluhan

Lain lain

21

1.3 Pemeriksaan Fisik


1.3.1

Status Oftalmologikus

PEMERIKSAAN VISUS
DAN REFRAKSI
VISUS

OD
5/60

OS
6/60

Pemeriksaan dilakukan

Pemeriksaan dilakukan

dengan cara:

dengan cara:

Pasien menutup mata

kirinya dengan

kanannya dengan

menggunakan telapak

menggunakan telapak

tangan
Pasien diminta untuk

tangan.
Pasien diminta untuk

membaca angka

membaca huruf

terbesar pada kartu

terbesar pada kartu

snellen.
Pasien tidak mampu

snellen.
Pasien tidak mampu

membaca huruf terbesar

membaca huruf

pada kartu snellen

terbesar pada kartu

sehingga dilakukan

snellen sehingga

hitung jari.
Pasien mampu

menghitung jari pada

KOREKSI

Pasien menutup mata

dilakukan hitung jari.


Pasien mampu
menghitung jari pada

jarak 5 meter.
Visus 5/60 6/7.5

jarak 6 meter.
Visus 2/60 6/7.5

Dilakukan koreksi

Dilakukan koreksi

Dengan langkah:

dengan menggunakan

dengan menggunakan

Pasien diminta untuk

sferis -5,00 / + 5,00


Pasien merasa lebih

memakai trial frame


Mata kanan diperiksa

sferis -5,00 / + 5,00


Pasien merasa lebih

terang dengan

terang dengan

terlebih dahulu dan mata

menggunakan lensa

menggunakan lensa

kiri ditutup dengan

sferis -5,00.
Pasien hanya mampu

sferis -5,00.
Pasien mampu

occlude

22

Pasien diminta untuk

membaca angka pada

membaca angka pada

mengidentifikasi angka

kartu snellen hingga

kartu snellen hingga

terbesar pada kartu

visus 6/7.5

visus 6/7.5

snellen.
Setelah mata kanan
diperiksa dilanjutkan
pada mata kiri dan mata
kanan ditutup.

PERGERAKAN BOLA
MATA

Versi baik, Duksi baik


PEMERIKSAAN

Versi baik, duksi baik

OD

OS

EKSTERNAL
PALPEBRA SUPERIOR

Edema (), hiperemis (-)

Edema (), hiperemis (-)

PALPEBRA INFERIOR

Edema (), hiperemis (-)

Edema (), hiperemis (-)

Ektopion (-), ektropion (-)

Ektopion (-), ektropion (-)

Sekret (-), trikiasis (-)


Tidak ada kelainan

Sekret (-), trikiasis (-)


Tidak ada kelainan

Folikel (-), papil (-)

Folikel (-), papil (-)

Folikel (-), papil (-)

Folikel (-), papil (-)

Injeksi siliaris (-), injeksi

Injeksi siliaris (-), injeksi

konjungtiva (-)
Jernih

konjungtiva (-)
Jernih

Sedang

Sedang

3 mm

3 mm

MARGO PALPEBRA DAN


SILIA
APPARATUS
LAKRIMALIS
KONJUNGTIVA
TARSALIS SUPERIOR
KONJUNGTIVA
TARSALIS INFERIOR
KONJUNGTIVA BULBI
KORNEA
COA
PUPIL
-

DIAMETER
REFLEKS CAHAYA

23

Direct
Konsekuil

+
Warna coklat, kripte (+)

+
Warna coklat, kripte (+)

Keruh (-)

Keruh (-)

OD

OS

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

VISUAL FIELD

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

PEMERIKSAAN PADA

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

IRIS
LENSA
PEMERIKSAAN SLIT
LAMP

TONOMETRI
-

SCHIOTZ

KEADAAN MIDRIASIS

1.3. 2 Pemeriksaan Umum


-

KeadaanUmum
Tekanan darah
Nadi
Suhu
Pernapasan
Berat badan

: Composmentis
: 120/80 mmHg
: 84 x/menit
: Afebris
: 20 x/menit
: 63 Kg

1.4

DIAGNOSIS BANDING
Astigmatisma
Hipermetropia

1.5

DIAGNOSIS KERJA
ODS Miopia okuli dextra et sinistra derajat sedang.

24

1.6

USUL PEMERIKSAAN

1.7

Funduskopi
Autorefraktometri

PENATALAKSANAAN
Umum :

Membaca dengan pencahayaan yang cukup

Menghindari membaca sambil tiduran

Kacamata harus terus dipakai

Beristirahat jika mata mulai terasa lelah

Khusus :
Kacamata lensa sferis konkaf sesuai dengan koreksi :
OD S 5.00 D 6/7.5
OS S 5.00 D 6/7.5
PD 58 / 56
1.8 PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam

25

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, HS. 2006. Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Cetakan I. Balai Penerbit
FKUI, Jakarta
2. Vaughan A dan Riordan E 2000. Ofthalmologi Umum. Ed 17 .Cetakan 1.
Widya Medika, Jakarta.
3. Nana Wijana S.D. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-6. Jakarta. Abadi
Tegal.1993
4. Ilyas S, Tanzil M, Salamun dkk. Sari Ilmu Penyakit Mata.
Jakarta: Balai PenerbitFKUI, 2003:5
5. Hartono, Yudono RH, Utomo PT, Hernowo AS. Refraksi dalam:
Ilmu
PenyakitMata. Suhardjo, Hartono (eds). Yogyakarta: Bagian Ilm
u Penyakit Mata FK UGM,2007;185-7
6. Ilyas S. Optik dan refraksi. Dalam : Ilmu Penyakit Mata
untuk dokter

umum

dan

mahasiswa

kedokteran.

Jakarta:

Balai

penerbitSagung Seto,2002

26

You might also like