You are on page 1of 4

jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah program BPJS di bidang kesehatan untuk seluruh

rakyat Indonesia, dimana setiap orang wajib membayar asuransi tiap bulan, dalam kondisi
sakit ataupun tidak sakit. BPJS merupakan lembaga yang dibentuk untuk menyelenggarakan
program jaminan sosial di Indonesia menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang
SJSN dan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang BPJS.
Kepesertaan dan Iuran dalam JKN
Sesuai yang saya peroleh dari penjelasan dari dr. Tonang dwi aryanto bahwa peserta
jaminan kesehatan terdiri dari dua bagian, yaitu peserta penerima bantuan iuran dan Bukan
peserta penerima bantuan iuran. Penjelasan tersebut sesuai dengan perpres No. 12 tahun 2013
tentang jaminan kesehatan. Untuk lebih detail silakan amati bagan dibawah ini.
Penerima bantuan iuran sebagaimana pada pasal 14 dan pasal 21 UU no 40 tahun
2004 yaitu fakir miskin, orang tidak mampu, dan orang cacat total yang tidak mampu
membayar iuran akan ditanggung pemerintah. Iuran golongan PBI yang akan dibayarkan oleh
pemerintah, sesuai dengan amanat UUD 45 pasal 34 bahwa fakir miskin dan anak terlantar
dipelihara oleh Negara, meskipun belum sepenuhnya amanat tersebut terlaksana.
Sementara untuk iuran non PBI yaitu bagi pekerja penerima upah dan pekerja bukan
penerima upah, iuran ini berasal dari pekerja dan pemberi kerja. Dalam agenda annual
scientific meeting dr. fachmi idris memberikan penjelasan sebagai berikut:
Besaran iuran non PBI pada pekerja penerima upah sebesar 5% dari gaji/upah, dimana nilai
kontribusi akan mempengaruhi kelas rawat inap RS
1. Bagi PNS/TNI/POLRI/PENSIUAN besaran iuran sebesar 5 % dari upah (gaji pokok
dan tunjangan) yang dibayar oleh PNS/TNI/Polri/Pensiunan 2 % dan Pemerintah 3%
2. Bagi Pekerja Penerima Upah (Formal Swasta) sebesar 5% tetapi besaran usulan
Pemerintah untuk kontribusi pekerja 1% dan Pemberi kerja 4%
3. Bagi Pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja, ada 3 pilihan:
Rp 25.500,- per jiwa per bulan untuk rawat inap kelas III
Rp 42.500,- per jiwa per bulan untuk rawat inap kelas II
Rp 59.500,- per jiwa per bulan untuk rawat inap kelas I

Permasalahan Kepesertaan
Dapat diambil kesimpulan bahwa ada perbedaan dalam mendapatkan manfaat non medis
yang diterima oleh peserta karena perbedaan besar iuran, tetapi untuk manfaat medis akan
tetap mendapatkan pelayanan sama. Pertanyaan yang patut diajukan adalah apakah
masyarakat kita mampu dan konsisten untuk membayar iuran seperti diatas mengingat biaya
hidup yang kian meninggi seiring waktu ?
Ada permasalahan lain pada peserta PBI, menurut data BPS tahun 2006 masyarakat yang
masuk dalam criteria PBI berjumlah 86,4 juta jiwa, tetapi pada data BPS tahun 2011 berbeda
dengan data tahun 2006, yaitu meningkat menjadi 100,8 juta jiwa. Pada pelaksanaannya JKN
memakai data tahun 2006, sehingga ada sekitar 14 juta jiwa yang seharusnya menjadi PBI
tetapi belum tercover menjadi PBI.
Manfaat
Paket manfaat yang akan diterima saat era JKN meliputi 2 macam paket yaitu manfaat
medis dan manfaat non medis. Manfaat medis yang diterima oleh seluruh peserta bersifat
sama tanpa membedakan iuran kepesertaan, tetapi dalam paket medis ada pelayanan yang
dijamin total, sebagian, dan tidak dijamin. Pada manfaat non-medis lebih ke layanan rawat
inap, penentuannya berdasarkan kepesertaan yang diikuti oleh peserta JKN.
Pelayanan perorangan yang dijamin total mencakup pelayananpromotif, preventif,
kuratif dan rehabilitative. Sedangkan pelayanan terbatas seperti pemberian kaca mata, alat
bantu dengar, alat bantu gerak, dan sebagainya. Dalam JKN ada pula pelayanan yang tidak
dijamin yaitu pelayanan yang tidak sesuai prosedur, pelayan diluar faskskes yang
berkerjasama dengan BPJS, general check up, pasien bunuh diri dsb.
Dapat diamati bahwa general check up tidak dijamin oleh BPJS, dalam era JKN yang
mengutamakan pelayanan promotif danpreventif tetapi dalam pelaksanaannya pelayanan yang
bertujuan pencegahan justru tidak dijamin.

Janji pemerintah adalah kesehatan terjamin dari kelahiran hingga kematian, dari mulai sakit
ringan, operasi usus buntu hingga operasi jantung, semuanya gratis dan dijamin pemerintah.
Janji manis tersebut menggiurkan setiap orang dan menyambut program JKN ini. Maka
ungkapan orang miskin dilarang sakit sekarang berubah menjadi orang miskin boleh sakit
tapi nyicil asuransi tiap bulan. Realitanya JKN merupakan program pengalihan tanggung
jawab kesehatan sepenuhnya kewajiban rakyat. Adapun pemerintah hanya bertugas mengatur
perputaran uang hasil memalak rakyat kepada perusahaan asuransi dan instansi kesehatan.

Masyarakat sangat dirugikan dengan adanya program JKN ini, terlihat dari pemalakan
membayar premi setiap bulan dalam kondisi sakit ataupun sehat, kemudian diberi sanksi
kalau telat membayar lebih dari tanggal 10 berupa teguran, denda, dan tidak mendapat
layanan publik (antara lain pemrosesan izin usaha, izin mendirikan bangunan, bukti
kepemilikan hak tanah dan bangunan) dimana BPJS berhak meminta pemerintah daerah
untuk menjatuhkan sanksi. Rakyat begitu berat menanggung semua beban kebijakan zholim
pemerintah,

dan

program

JKN

jelas

kezholimannya.

Nasib orang yang tergolong fakir miskin dan tidak mampu (Penerima Bantuan Iuran/PBI)
yang dibayarkan preminya oleh pemerintah mendapatkan layanan kesehatan kelas III.
Kemenkokesra telah menetapkan hanya 86,4 juta jiwa terkategori PBI, sisanya dianggap
mampu secara ekonomi dan bisa membayar premi setiap bulannya. Padahal jumlah rakyat
yang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya jauh dari data BPJS yang ditetapkan. JKN
akan membuat orang miskin semakin miskin, dan melahirkan orang miskin yang baru.

Program JKN selain merugikan masyarakat biasa, juga merugikan para dokter. Ikatan Dokter
Indonesia (IDI) menolak rencana besaran iuran premi peserta BPJS yang ditetapkan
pemerintah sebesar Rp22,5 ribu per orang/bulan. Penetapan premi sebesar itu membuat rugi
para dokter yang ikut dalam program BPJS. Dokter hanya mendapatkan sekitar Rp 2-3 ribu
rupiah per pasien, hal ini sangatlah murah, lebih murah dari tarif tukang ojeg ataupun abang
becak dalam sekali menarik penumpang. Padahal profesi dokter sangatlah berat, kesehatan
dan penyelamatan nyawa menjadi tanggung jawabnya.
Program JKN memang telah membuat berbagai kalangan masyarakat dirugikan, hal ini wajar
karena jika suatu kebijakan sangat merugikan satu pihak, maka ada pihak lain yang

mengambil

untung

besar,

yaitu

pihak

asing.

Asing di Balik Layar


Suatu kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tentu ada orang-orang yang merumuskannya,
munculnya BPJS dan program JKN tak lepas dari campur tangan asing. Pihak asing akan
selalu mengambil keuntungan dari setiap kebijakan yang dirancangnya dan digulirkan kepada
pemerintah.

Dalam tulisan Dr. Erwin Wahid yang berjudul Doctors are Life and Death menyatakan bahwa
dalam buku putih SJSN yang disusun oleh kementerian keuangan dengan ADB dan Mitchell
Wiener (seorang ahli asuransi sosial World Bank), Program Jaminan Hari Tua (PJHT) akan
menghasilkan keuntungan yang besar. Wiener mengatakan bahwa kalau PJHT 3 persen dari
upah maka nantinya pada tahun 2020 sudah mencapai 17 persen PDB. Kalau PDB Indonesia
tidak pernah naik dari, maka lebih dari Rp 1.000 triliyun. Itu baru PJHT, belum jaminan
kesehatan dan jaminan kecelakaan kerja, akan sangat besar dana asuransi yang terkumpul
dari hasil pemalakan rakyat, dari sini perusahaan keuangan/investasi asing masuk.
Asian Development Bank (ADB) memiliki peran penting pada BPJS, dimana ADB memberi
pinjaman

kepada

pemerintah

Indonesia

senilai

2,3

triliyun

disertai

syarat

diterapkan Financial Governance and Social Security Program (FGSSR) atau Program Tata
Kelola Keuangan dan Reformasi Jaminan Sosial.

You might also like