You are on page 1of 34

REFERAT

Pankreatitis

Pembimbing :
dr. Gunadi Petrus, SpB-KBD

Disusun oleh :
Stanley Timotius
112015164

KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT BEDAH


RUMAH SAKIT BAYUKARTA KARAWANG
Periode 2 Mei 2016 9 Juli 2016
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

Pendahuluan

Pankreas adalah sebuah kelenjar dengan fungsi endokrin dan eksokrin. Pancreas
eksokrin mengandung banyak asinus, yang mengeluarkan getah pancreas ke dalam
duodenum melalui ductus pancreaticus dan sebagian diantaranya dibuat mula-mula dalam
keadaan inaktif. Setelah teraktifkan, enzim-enzim ini membantu mencerna makanan dan
mempersiapkannya untuk diserap di usus. Penyakit yang menggangu aktivitas enzimatik
pancreas normal (insufisiensi pancreas) menyebabkan maldigesti lemak dan steatorea (tinja
berlemak). disfungsi pancreas eksokrin terjadi akibat peradangan (pancreatitis akut,
pancreatitis kronik), neoplasma (karsinoma pancreas), atau obstruksi duktus oleh atu atau
mucus yang terlalu kental (fibrotic kistik).1
Pancreas endokrin terdiri atas banyak pulau langerhans. Pulau-pulau ini tersebar di
seluruh pancreas dan mengandung beberapa sel penghasil hormone. Sel-sel pulau langerhans
memproduksi hormone seperti insulin yang penting dalam penyerapan, penyimpanan, dan
metabolism nutrient. Disfungsi pancreas endokrin menyebabkan diabete mellitus. Disfungsi
pancreas eksokrin dan endokrin dapat terjadi bersamaan pada beberapa pasien.
Anatomi
Pankreas adalah sebuah kelenjar dengan fungsi endokrin dan eksokrin. Pancreas eksokrin
mengandung banyak asinus. Organ ini terfiksasi erat di retroperitoneum di depan aorta
abdominalis dan vertebra lumbal pertama dan kedua. Karena itu, nyeri pada pancreatitis akut

atau kronik terasa jauh di dalam region epigastrium dan sering menyebar ke punggung.

Gambar 1 Anatomi Pankreas


Normalnya pancreas memiliki panjang sekitar 15 cm, meskipun beratnya kurang dari
110 gram. Organ ini ditutupi oleh simpai titpis jaringan ikat yang membentuk sekat-sekat ke
dalamnya, dan memisahkan pancreas menjadi lobulus-lobulus.
Pankreas dapat dibagi menjadi empat bagian : kepala(caput), termasuk prosesus
unsinatus; leher(collum); badan (corpus); dan ekor( cauda). Caput pancreatic terletak di ruang
lengkung antara bagian pertama, kedua dan ketiga duodenum. Processus uncinatus dalah
bagian kepala yang meluas ke kiri dibelakang pembuluh mesenteric superior. Bagian leher
menghubungkan kepala dan badan. Badan pancreas terletak horizontal di ruang peritoneum
dengan bagian ekor yang memanjang kearah hilus limpa.
Produk pankreas eksokrin dialirkan melalui suatu saluran sentral utama yang disebut
ductus wirsungi, yang berjalan di sepanjang kelenjar. Duktus ini normalnya berdiameter 3-4
mm. pada sebagian besar orang, ductus pancreaticus memasuki duodenum di papilla
duodenum di samping ductus biliaris communis. Sftingter oddi mengelilingi kedua duktus
tersebut. Pada sekitar sepertiga orang, ductus wirsungi dan ductus biliaris communis menyatu

untuk membentuk saluran bersama sebelum berakhir di ampula vateri . banyak orang juga
memiliki sebuah saluran pankreas tambahan, yang disebut ductus santorini, yang berjalan
dari kepala dan badan pancreas serta memasuki duodenum 2 cm di sebelah proksimal papilla
duodenum. Kadang-kadang saluran tambahan tersebut menyatu engan saluran pancreas
utama.
Histologi
Pancreas eksokrin terdiri dari kelompok-kelompok asinus, atau lobules dengan duktulus
sebagai drainasenya. Pulau-pulau langerhans pancreas endokrin adalah kelompok kelompok
yang terdiri atas beberapa ratus sel, yang masing-masing terletak diantara lobules. Setiap
asinus pancreas terdiri atas beberapa sel asinus yang mengelilingi sebuah lumen. Sel-sel
asinus membentuk dan mengeluarkan enzim. Pada pemeriksaan histologist , sel asinus adalah
sel kelenjar eksokrin tipikal. Sel-sel ini merupakan sel epitel berbentuk pyramid yang
tersusun berjajar. Apeks sel-sel menyatu untuk menbentuk lumen asinus. Di sel asinus
terdapat pula granula zimogen yang mengandung enzim pencernaan. Granula-granula ini
dikeluarkan melalui eksositosis dari apeks sel ke dalam lumen. Jumlah granula zimogen di
dalam sel bervariasi; lebih banyak sewaktu puasa dan berkurang setelah makan.

Fisiologi
Sekitar 1500 ml getah pancreas disekresikan setiap hari. Getah pancreas mengandung
air, ion, dan berbagai protein. Ion utama dalam getah pancreas adalah HCO3-, Cl-, Na+, dan
K+. Dari ion-ion ini, HCO3- yang paling penting. Pada laju aliran maksimal, konsentrasi
HCO3- dalam getah pancreas dapat mencapai 150 mEq, dan pH getah pancreas dapat
mencapai 8,3. Sifat getah pancreas yang basa ini berperan penting dalam menetralkan asam
lambung yang memasuki duodenum bersama makanan (kimus) dari lambung . pH isi
duodenum meningkat menjadi 6.0-7.0 dan pada saat kimus mencapai jejunum, pHnya hampir
netral.
Enzim Pankreas membantu pencernaan dan penyerapan fase intralumen lemak,
karbohidrat dan protein. Protein lain dalam getah pancreas adalah protein plama,
mukoprotein,

dan

inhibitor

tripsin.

Sebagian

enzim

pancreas(lipase,

amylase,

deoksibonuklease, ribonuklease) disekresikan oleh sel asinus dalam bentuk aktifnya. Enzimenzim sisanya disekresikan sebagai proenzim inaktif atau zimogen (tripsinogen,

kimotripsinogen, proelatase, prokarboksipeptidase, dan fosfolipase A2) yang diaktifkan di


lumen usus proksimal. Jika pengaktifkan zimogen terjadi di dalam sel asinus, pancreatitis
akut dan autodigesti pancreas dapat terjadi.
Ketika getah pancreas memasuki duodenum, tripsinogen diubah menjadi diubah
menjadi bentuk aktif tripsin oleh suatu enzim yang terdapat di brush border usus yang
dinamai enteropeptidase ( atau enterokinase). Tripsin kemudian mengubah proenzimproenzim lainnya menjadi enzim aktif (mis. Kimotripsinogen menjadi kimotripsin). Tripsin
juga dapat mengaktifkan prekursornya sendiri, yaitu tripsinogen yang menimbulkan
kemungkinan terjadi reaksi berantai autokatalitik.Karena itu, tidaklah mengejutkan bahwa
getah pancreas secara normal mengandung inhibitor tripsin sehingga reaksi autokatalitik ini
tidak terjadi dalam keadaan normal.2

Pankreatitis
Pankreatitis adalah suatu penyakit inflamasi pankreas yang identik menyebabkan nyeri
perut dan terkait dengan fungsinya sebagai kelenjar eksokrin, (meskipun pada akhirnya
fungsi sebagai kelenjar endokrin juga terganggu akibat kerusakan organ pankreas). 1
The Second International Symposium on The Classification of Pancreatitis, membagi
klasifikasi pankreatitis menjadi dua, yaitu pankreatitis akut dan pankreatitis kronik.
Pankreatitis Akut
Pankreatitis akut adalah pankreatitis yang dikarakterisasi oleh nyeri berat di perut
bagian atas dan meningkatnya level enzim pankreas di dalam darah. Pankreatitis akut bisa
ringan ataupun berat tergantung manifestasi klinis, tes laboratorium, dan diagnosa. Perjalanan
penyakit dari ringan self limited sampai berat yang disertai renjatan gangguan ginjal dan
paru-paru yang bisa berakibat fatal.
Pankreatitis yang berat, enzim-enzim pankreas, bahan-bahan vasoaktif dan bahanbahan toksik lainnya keluar dari saluran- saluran pankreas dan masuk ke dalam ruang
pararenal anterior dan ruang-ruang lain seperti ruang-ruang pararenal posterior, lesser sac dan
rongga peritoneum. Bahan ini mengakibatkan

iritasi kimiawi yang luas. Bahan-bahan

tersebut memasuki sirkulasi umum melalui saluran getah bening retroperitoneal dan jalur

vena dan mengakibatkan berbagai penyulit sistemik seperti gagal pernapasan, gagal ginjal
dan kolaps kardiovaskuler. 3
Etiologi
Pancreatitis akut dapat disebabkan oleh banyak hal , tetapi pada semua kasus terjadi
kebocoran enzim-enzim proteolitik aktif dari duktus yang menyebabkan cedera jaringan,
peradangan, nekrosis, dan pada sebagian kasus infeksi. Dua penyakit tersering yang berkaitan
dengan pancreatitis akut adalah penyalahgunaan alcohol dan penyakit saluran empedu.
Penyalahgunaan alcohol adalah kausa pancreatitis akut yang umum ditemukan di
amerika serikat, yang meyebabkan 65% kasus pada beberapa penelitian. Pankreatitis akut
biasanya terjadi setelah suatu episode ingesti yang berlebihan. Mekanisme pasti alcohol
dalam merusak kelenjar masih belum diketahui dengan jelas. Alcohol atau metabolitnya,
yaitu asetildehida, mungkin memiliki efek toksik langsung pada sel asinus sehingga terjadi
pengaktifan

tripsin intrasel oleh enzim-enzim lisosom , atau mungkin menyebabkan

peradangan sfinter oddi sehingga enzim-enzim hidrolitik tertahan di ductus pancreaticus dan
asinus. Pada pecandu alcohol, malnutrisi dapat mempermudah terjadinya cedera pancreas.
Contohnya, defisiensi trace elements, misalnya seng atau selenium dijumpai pada pecandu
alcohol dan berkaitan dengan cedera sel asinus. Metalloenzim seperti superokisida
dismutase , katalase, dan glutation peroksidase merupakan pembersih radikal bebas yang
penting.
Pada pasien yang tidak meminum alcohol , sekitar 50% kasus pancreatitis akut
berkaitan dengan penyakit saluran empedu. Pada kasus-kasus ini, mekanismenya diduga
berupa obstruksi ductus billiaris communis dan ductus pancreaticus major oleh batu empedu
yang tersangkut di ampulla Vateri.
Refluks empedu atau isi duodenum ke dalam ductus pancreaticus menyebabkan
cedera pancreas. Beberapa penulis berpendapat bahwa toksin bakteri atau asam empedu
bebas mengalir melalui pembuluh limfe dari kandung empedu ke pancreas, yang
menyebabkan peradangan. Bagaimanapun, pancreatitis akut yang berkaitan dengan penyakit
saluran empedu lebih sering terjadi pada wanita karena batu empedu lebih sering pada
wanita.
Pankreatitis akut dapat disebabkan oleh berbagai infeksi, termasuk infeksi virus
(mumps, coxsackievirus, virus hepatitis A, HIV atau sitomegalovirus) dan bakteri ( S.typhi

atau S. hemolyticus). Pasien dengan infeksi HIV dapat mengalami pancreatitis akut akibat
infeksi HIV itu sendiri, akibat infeksi opurtunistik terkait, atau akibat terapi antiretrovirus.
Pada pasien yang terinfeksi HIV , pancreatitis pernah dilaporkan berkaitan dengan
penyalahgunaan obat intravena, terapi pentamidin, infeksi P. jiroveci dan M. avium
intracellulare complex, dan batu empedu.
Trauma tumpul atau tembus dan cedera lain dapat menyebabkan pancreatitis akut.
Pancreatitis kadang- kadang terjadi setelah tindakan bedah di dekat pancreas (duodenal stump
syndrome, sindrom ekor pancreas setelah splenektomi). Infark pancreas dapat terjadi akibat
sumbatan pembuluh yang mendarahi kelenjar ini. Syok dan hipotermia dapat menyebabkan
penurunan perfusi sehingga terjadi degenerasi sel atau pelepasan enzim-enzim pancreas.
Tetapi radiasi untuk neoplasma ganas retroperitoneum kadang kadang dapat menyebabkan
pancreatitis akut.
Hiperkalsemia yang tinggi, seperti yang berkaitan dengan hiperparatiroidism,
sarkoidosis, hipervitaminosis D , atau multiple myeloma, menyebabkan pancreatitis akut
pada sekitar 10% kasus. Dua mekanisme diperkiraan berperan. Tingginya konsentrasi
kalsium plasma dapat menyebabkan kalsium mengendap di ductus pancreaticus sehingga
terjadi obstruksi. Selain itu, hiperkalsemia mungkin merangsang pengaktifan tripsinogen di
ductus pancreaticus. Pankreatitis juga berkaitan dengan hiperlipidemia, terutama dari jenis
yang ditandai oleh peningkatan kadar kilomikron plasma ( tipe I, IV, V). pada kasus-kasus
ini , dipostulasikan bahwa asam-asam lemak bebas dihasilkan melalui kerja lipase pancreas
meyebabkan peradangan dan cedera kelenjar. Penyalahgunaan alcohol atau pemakaian
kontrasepi oral meningkatkan resiko pancreatitis akut pada pasien dengan hiperlipidemia.
Berbagai obat pernah dilaporkan menyebabkan pankreatitis termasuk kortikosteroid, duretika
tiazid, immunosupresan dan obat kemoterapeutik kanker. Meskipun jarang , pancreatitis akut
dapat bersifat familial, yang timbul dengan pola pewarisan autosomal dominan. Pankreatitis
herediter biasanya bermanifestasi sebagai pancreatitis akut rekuren pada amsa anak , yang
berkembang menjadi pancreatitis kronik pada usia remaja > 50% kasus. Sekitar 40% pasien
yang terkena mengalami kanker pancreas pada usia 70 tahun. Pancreatitis akut rekuren
herediter dilaporkan berkaitan dengan mutasi gen tripsinogen kationik yang terletak di
kromosom 7q35. Dua mutasi titik, R122H dan N29I, menjadi penyebab sebagian kasus besar
dan dapat dideteksi dengan pemeriksaan genetic. Family-famili lain memperlihatkan mutasi
di SPINK1. Tampaknya mutasi di tripsinogen kationik meningkatkan autoaktivasi

tripsinogen, dan mutasi di SPINK1 mengurangi inhibisi tripsinogen aktif. Mutasi - mutasi
lain menghilangkan tempat autolysis tripsin.
Pancreas divisum adalah suatu varian anatomis dengan caput dan corpus pancreatic
menjadi dua kelenjar terpisah dengan dua system ductus pancreaticus yang tidak saling
berhubungan dan yang secara terpisah bermuara melalui dua papilla duodenum. System yang
lebih kecil bermuara melalui papilla major, tetapi system dorsal yang dominan bermuara
melalui papilla minor, yang dapat menyebabkan obstruksi relative terhadapa alirah getah
pancreas. Pancreas divisum ditemukan pada hampir 7% peneiltian otopsi dan dapat menjadi
penyebab 2,7-7,5% kasus pancreatitis rekuren.
Pada sekitar 25 % kasus pankreatitis akut, tidak terdapat factor etiologis yang
teridentifikasi. Pancreatitis rekuren akut idiopatik didiagnosis pada pasien dengan lebih dari
satu serangan pancreatitis akut dengan kausa mendasar yang tidak ditemukan meskipun
pemeriksaan cermat telah dilakukan. Diperkirakan bahwa sekitar 65-75% kasus ini
dsiebabkan oleh mikrolitiasis empedu tersamar. Keadaan ini dicurigai jika usg empedu
menunjukkan eko tingkat rendah yang bergerak kea rah bagian dependen kandung empedu
tanpa bayangan akustik yang khas untuk batu empedu. Mikrolitiasis terbukti ada jika Kristal
kolesterol monohidrat dan granula kalsium bilirubinat ditemukan pada pemeriksaan
mikroskop cahaya terhadap specimen empedu yang diambil dengan endoskopi dan
disentrifugasi. Factor resiko untuk mikrolitiasis antara lain kehamilan, penurunan berat badan
yang cepat, penyakit yang berat, puasa lama, nutrisi parenteral total, pemberian obat tertentu
(seftriakson dan okteotrid), dan transpalantasi susmsum tulang atau organ padat. Mikrolitiasis
dapat menyebabkan pancreatitis melalui impaksi mikrolitiasis di papilla yang menyebabkan
obstruksi transien ductus pancreaticus atau melalui aliran rekuren mikrolitiasis yang
menyebabkan stenosis papilla atau disfungsi sfingter oddi.
Patogenesis
Mekanisme teraktifkannya enzim dan zat bioaktif di dalam pancreas merupakan
pertanyaan besar dalam pancreatitis akut yang belum terjawab. Salah satu teori yang
diusulkan untuk pathogenesis pancreatitis alkoholik menekankan gangguan interaksi agonisreseptor di membrane sel asinus pancreas. Menurut teori ini, alcohol meningkatkan aktivasi
enzim-enzim pencernaan intrapankreas baik dengan membuat sel asinus menjadi peka
terhadap rangsang patologis atau dengan merangsang pengeluaran secretatgogue,
kolesistokinin(CCK), dari sel duodenum. Hiperstimulasi sel-sel asinus pancreas dan reseptor

muskariniknya mirip dengan mekanisme pancreatitis akut yang disebabkan oleh sengatan
kalajengking, keracunan insektisida yang mengandung anti kolinesterase atau pemberian
secretatgogues seperti asetilkolin dan CCK dalam dosis supramaksimal. Pengaktifan reseptor
CCK dapat memicu pola aktivasi zimogen di sel asinus pancreas dan tingkat aktivasi tersebut
diperkuat oleh golongan alcohol rantai pendek. Hal yang saat ini sedang diteliti adalah
apakah etanol atau alcohol lain memerantarai efek-efek ini dengan mempengauhi jalur
pemebentukan sinyal sel asinus atau dengan mempengaruhi fluiditas membrane sel asinus.4
Teori penting lain menyatakan bahwa pengaktifan enzim-enzim pencernaan di dalam
sel asinus merupakan proses terawal dalam terjadinya pancreatitis akut dan bahwa enzimenzim tersebut, setelah aktif, menyebabkan jejas sel asinus. Penelitian klinis dan ekperimental
membuktikan bahwa pengaktifan zimogen merupakan gambaran terawal pancreatitis akut.
Aktivasi peptide-peptida tripsinogen dan karboksipeptidase A1,keduanya merupakan penanda
aktivasi zimogen, dapat dideteksi dalam serum pada jam-jam pertama pancreatitis akut.
Aktivasi tripsin dan kadar peptide aktivasi tripsinogen meningkat pesat setelah induksi
pancreatitis perimental.
Katepsin B mampu mengaktifakan tripsinogen menjadi tripsin, dan semula diduga
bahwa aktivasi tripsinogen oleh katepsin B menjadi pemicu pancreatitis akut. Namun, kini
tampaknya autoaktivasi tripsinlah yang mejadi pemicu utama. Menurut teori yang sekarang
dianut, obstruksi, refluks empedu, dan refluks duodenum mengganggu fungsi sel asinus
pancreas, yang menyebabkan aktivasi tripsin intrasel oleh enzim-enzim lisosom. Factor lain
juga dapat memicu mekanisme ini termasuk efek toksik alcohol dan obat lain, produk
pencernaan lipoprotein tertentu, iskemia dan cedera reperfusi, serta peningkatan konsentrasi
kalsium intrasel. Ion kalsium intrasel merupakan perantara penting yang terlibat dalam
pemrosesan enzim, penggabungan sinyal stimulus dan sekresi , serta sekresi zimogen oelh sel
asinus normal. Berbagai kausa pancreatitis mungkin diperantarai oleh peningkatan abnormal
ion kalsium intrasel. Bagaimanapun, katepsin B dapat berperan dalam penguatan respon
enzim.
Perubahan patologis terjadi akibat kerja tripsin aktif dan enzim pancreas lain pada
pancreas lain pada pancreas dan jaringan sekitar. Tripsin aktif selanjutnya mengaktifkan
proenzim kimotripsin, elastase, dan fosfolipase A2, dan enzim-enzim ini menyebabkan
kerusakan melalui beberapa cara. Contohnya, aktivasi kimotripsin menyebabkan edema dan
kerusakan vascular. Demikian juga, elastase, setelah teraktifkan dari proelatase, mencerna

elastin di dinding pembuluh darah dan menyebabkan cedera vascular dan pendarahan;
kerusakan pembuluh darah di sekitar pancreas dapat menyebabkan pancreatitis hemoragik.
Fosfolipase A2 melepaskan asam lemak dari lesitin, yang membentuk lisolesitin, yang
bersifat sitotoksik bagi eritrosit dan merusak membrane sel. Pembentukan lisolesitin dari
lesitin di empedu dapat ikut berperan mengganggu pancreas dan menyebabkan nekrosis
lemak sekitar. Fosfolipase A2 juga membebaskan asam arakidonat yang kemudian diubah
menjadi prostatglandin, leukotrien, dan mediator lain peradangan yang ikut dalam nekrosis
koagulasi. Lipase pancreas, yang dibebaskan secara langsung akibat kerusakan sela asinus
pancreas, bekerja secara enzimatis pada jaringan adipose sekitar yang menyebabkan nekrosis
lemak. Selain itu, tripsin dan kimotripsin mengaktifkan kinin, kompelemen, factor koagulasi
dan plasmin yang menyebakan edema , peradangan, thrombosis, dan pendarahan di dalam
kelenjar. Contohnya, pengaktifan system kalikrein-kinin oleh tripsin menyebabkan
vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vascular, edema, dan peradangan
Enzim-enzim pancreas yang telah aktif juga memasuki aliran darah dan mungkin
menimbulkan efek di tempat lain di dalam tubuh. Fosofolipase dalam darah mengganggu
fungsi normal surfaktan paru dan ikut berperan dalam terjadinya sindrom distress dewasa
pada sebagian pasien dengan pancreatitis akut. Peningkatan kadar lipase serum kadangkadang menimbulkan nekrosis lemak di luar abdomen. Akhirnya selama fase akut
pancreatitis, family CC dan CXC sitokin diperkirakan berperan dalam pathogenesis respon
peradangan lokal dan sistemik. Sitokin dan mediator peradangan lain seperti factor nekrosis
tumor-(TNF-), interleukin (khususnya IL-1, IL-6, dan IL-8), factor penggiat trombosit
(PAF), dan endotoksin dibebaskan secara cepat dan pasti oleh sel-sel radang. Pelepasan ini
tampaknya merupakan respons terhadap adanya enzim-enzim pencernaan yang aktif.
Pembentukan sitokin selama pancreatitis klinis dimulai segera setelah awitan nyeri dan
memuncak pada 36-48 jam kemudian. Zat-zat ini kini dianggap sebagai mediator utama
dalam transformasi pancreatitis akut dari suatu proses peradangan lokal menjadi suatu
penyakit sistemik. Derajat peradangan yang dipicu oleh TNF- berkorelasi dengan keparahan
pancreatitis. Sitokin-sitokin dari rongga peritoneum melalui ductus thoracicus. Di dalam
sirkulasi sistemik, sitokin memengaruhi banyak system tubuh dan dapat menimbulkan
Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan sindrom disfungsi multiorgan yang
khas untuk pancreatitis akut berat. Penyulit sistemik pancreatitis akut, misalnya gagal nafas,
syok, dan bahkan multiple organ failure disertai peningkatan bermakna sekresi TNF-, IL-1,
IL-6, dan IL-8 oleh monosit serta peningkatan jumlah reseptor untuk berbagai sitokin ini di

sel-sel sasaran. Temuan ini mengisyaratkan bahwa TNF-, IL-1, IL-6, IL-8 berperan sentral
dalam patofisiologi berbagai manifestasi ini.
Studi-studi juga mengisyaratkan bahwa substansi P yang bekerja melalui reseptor neurokinin1 (NK-1), PAF, dan kemokin yang berinteraksi dengan reseptor CCR1 berperan penting
dalam proses peradangan yang menentukan keparahan pankreatitis akut. Secara, khusus
substansi P dan Neurokinin-1 ikut memerantarai cedera paru akut.
Substansi P, suatu neuropeptida yang dibebaskan dari ujung-ujung saraf aferen
sensorik, mengikat reseptor NK-1 di permukaan sel efektor dan meningkatkan permiabilitas
endotel vascular. Jumlah substansi P di pancreas meningkat selama serangan pancreatitis
akut, dan ekspresi reseptor NK-1 sel asinus meningkat secara mencolok. Substansi P
tampaknya merupakan mediator proinflamasi kuat pada apankreatitis dan cedera paru. PAF
juga tampaknya berperan penting dalam timbulnya pancreatitis serta cedera paru terkait.
Kemokin yang bekerja melalui reseptor kemokin CCR1 tampaknya berperan dalam
menentukan keparahan cedera paru terkait-pankreatitis tetapi tidak berefek pada keparahan
pancreatitis itu sendiri. Di pihak lain, factor komplemen (C5a) tampaknya bekerja sebagai
agen anti-inflamasi saat pancreatitis timbul.
Klasifikasi
Bradley membagi pankreatitis berdasarkan fisiologik, tes laboratorium, dan parameter
klinis menjadi:
1. Pankreatitis Akut Ringan; Biasanya tidak disertai komplikasi atau disfungsi organ
2. Pankreatitis Akut Berat; disertai gangguan fungsi pankreas, terjadi komplikasi lokal
atau sistemik.5
Pankreatitis akut berat dapat didefinisikan sebagai pankreatitis akut yang disertai
dengan gagal organ dan atau dengan komplikasi lokal (pembentukan abses, nekrosis dan
pseudocyst). Menurut klasifikasi Atlanta, pankreatitis akut dikategorikan sebagai pankreatitis
akut berat apabila memenuhi beberapa kriteria dari 4 kriteria:
1. Gagal organ, apabila dijumpai satu atau lebih, adanya: syok (tekanan sistolik <90
mmHg), insufisiensi pulmonal (PaO2 <60 mmHg), gagal ginjal (kreatinin >2
mg/dl),perdarahan gastrointestinal (>500 ml/24 jam).
2. Komplikasi lokal, seperti: pseudocyst, abses atau pankreatitis nekrotika.

3. Kriteria Ranson, paling tidak dijumpai 3 dari 11 kriteria.


4. APACHE II, paling tidak nilai skor >8. 5
Berdasarkan patologi dibedakan menjadi:
1. Pankreatitis Akut Interstisial. Secara makroskopik pankreas membengkak secara
difus dan pucat. Tidak terdapat nekrosis atau perdarahan, bila ada, minimal sekali. Secara
mikroskopik, daerah interstisial melebar karena adanya edema ekstrasel, disertai sebaran sel
leukosit PMN. Saluran pankreas diisi bahan purulen. Tidak didapatkan destruksi asinus.
2. Pankreatitis Akut Nekrosis Hemoragik. Secara makroskopik, tampak nekrosis
jaringan pankreas (lemak di tepi pankreas, parenkim) disertai perdarahan dan inflamasi yang
dapat mengisi ruang retroperitoneal. Bila penyakit berlanjut, tampak abses dan timbulnya
bakteri di jaringan nekrosis yang berdinding (abses purulen). Secara mikroskopik, adanya
nekrosis lemak dan jaringan pankreas, kantong infiltrat yang meradang dan berdarah.
Pembuluh darah di dalam dan di sekitar daerah nekrotik menunjukkan kerusakan mulai dari
inflamasi perivaskular, vaskulitis, dan trombosis pembuluh darah. Bentuk pankreatitis ini
lebih fatal dibanding pankreatitis akut interstisial
Komplikasi
Komplikasi yang terjadi dapat bersifat lokal maupun sistemik, komplikasi lokal
meliputi kumpulan cairan akut, nekrosis,abses, dan pseudosit (kumpulan getah pankreas dan
pecahan jaringan yang selaputi dengan dinding berserat atau jaringan berbentuk granul) yang
berkembang sekitar 4 6 minggu setelah serangan awal. Abses pankreatik biasanya
merupakan infeksi sekunder dari nekrosis jaringan atau pseudosit dan terkait dengan
keparahan penyakit. .3 Kematian biasanya disebabkan nekrosis infeksi dan sepsis. Asites
pankreatik terjadi ketika sekresi pankreas menyebar ke rongga peritoneal.
Komplikasi sistemik meliputi gangguan kardiovaskular, renal, pulmonary, metabolik,
hemoragik, abnormalitas sistem saraf pusat. Shock adalah penyebab utama kematian.
Hipotensi terjadi akibat hipovolemia, hypoalbuminemia, da rilis kinin serta sepsis.
Komplikasi renal biasanya disebabkan hipovolemia. Komplikasi pulmonary berkembang
ketika terjadi akumulasi cairan diantara rongga pleura dan menekan paru, acute respiratory
distress syndrome (ARDS) ini akan menahan pertukaran gas, yang dapat menyebabkan
hipoksemia. Pendarahan gastrointestinal terjadi akibat ruptur pseudosit. Pankreatitis akut
berat biasanya diserta kebingungan dan koma.

Zhu et al, melaporkan frekuensi terjadinya gagal organ pada pasien dengan pankreatitis
akut berat: gagal organ multipel (27%), gagal respirasi (46%), gagal ginjal (16,2%), gagal
jantung (17,6%), gagal hati (18,9%) dan perdarahan saluran cerna (10,8%), dengan angka
mortalitas akibat gagal organ multipel sebesar 45%.
Tabel 1 Mekanisme terjadinya komplikasi pankreatitis akut berat

Gambar 2 Tahapan patogenik pankreatitis


E. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis bervariasi tergantung keparahan penyakit dan bagian yang


mengalami keruskan, meskipun demikian pada umumnya terdapat gejala klasik yaitu nyeri
midepigastrik, mual dan

muntah. Keluhan yang sangat menyolok adalah rasa nyeri yang

timbul tiba-tiba, intens, terus menerus dan makin lama makin

bertambah; lokasinya

kebanyakan di epigastrium, dapat men- jalar ke punggung, kadang-kadang ke perut bagian


bawah, nyeri berlanngsung beberapa hari. Gejala lain yakni mual, muntah-muntah dan
demam.
Pada pemeriksaan jasmani didapatkan nyeri tekan di perut bagian atas, tanda-tanda
peritonitis lokal, kadang-kadang bahkan peritonitis umum.
A. Nyeri
Pasien dengan pancreatitis akut biasanya datang dengan nyeri epigrastrium
yang parah, konstan, dan dalam, yang sering menyebar ke punggung dan pingang.
Nyeri diperkirakan sebagian berasal dari peregangan kapsul pancreas oleh duktulus
yang melebar dan edema parenkim, eksudat peradangan, protein dan lipid yang
tercerna, dan pendarahan. Selain itu, zat-zat tersebut dapat merembes keluar parenkim
dam memasuki retroperitoneum dan saccus minor, tempat zat-zat tersebut mengiritasi
ujung saraf sensorik peritoneum dan peritoneum serta menimbulkan nyeri punggung
dan pinggang yang intens. Tanda-tanda peritonitis generalisata dapat timbul
kemudian.3
B. Mual, muntah dan ileus
Teregangnya kapsul pancreas juga dapat menyebabkan mual dan muntah.
Peningkatan nyeri abdomen, iritasi peritoneum, dan ketidakseimbangan elektrolit
(hipokalemia) dapat menyebabkan ileus paralitik disertai peregangan abdomen yang
mencolok. Jika motilitas lambung terhambat dan sfingter gastro mungkin terjadi
muntah. Usus halus dan besar sering melebar sewaktu serangan akut. Kadang-kadang
hanya segmen usus tertentu yang melebar. Contohnya, mungkin terjadi dilatasi lokal
suatu segmen jejunum yang terletak di atas pancreas. Pada kasus seperti ini, foto
polos abdomen memperlihatkan penebalan valvulae conniventes dan air-fluid
level(batas udara-cairan: sentinel loop) . pada kasus lain , mungkin terjadi pelebaran
segmental sebagaian colon tranversum. Foto sinar x memperihatkan dilatasi dan
edema colon setempat yang berbatas tegas.
C. Demam
Hampir dua pertiga pasien dengan pancreatitis akut mengalami demam.
Mekanisme pataofisiologis yang menyebabkan demam antara lain cedera jaringan

yang luas, peradangan, dan nekrosis serta pelepasan pirogen endogen, terutama IL-1,
dari leukosit polimorfonuklear ke dalam sirkulasi. Pada kebanyakan kasus pancreatitis
akut, demam tidak menunjukkan infeksi bakteri. Namun, demam menetap yang
melampaui hari keempat, kelima sakit atau suhu yang melonjak hingga 40C atau
lebih mungkin menandakan terjadinya penyulit infeksi, misalnya abses pancreas atau
kolangitis asendens.
D. Syok
Hipovelemia, hipotensi, dan syok dapat terjadi karena beberapa factor yang
saling terkait. Hipovolomia terjadi akibat eksudasi massif plasma dan pendarahan ke
dalam ruang peritoneum dan akibat penimbunan cairan di usus akibat ileus. Hipotensi
dan syok juga dapat terjadi akibat pelepasan kinin ke dalam sirkulasi umum.
Contohnya , aktivasi enzim proteolitik kalikrein selama peradangan akut
menyebabkan vasodilatasi perifer via pelepasan peptide-peptida vasoaktif, bradikinin,
dan kalidin. Vasodilatasi ini menyebabkan peningkatan frekuensi nadi dan penurunan
tekanan darah. Sitokin seperti PAF, suatu vasodilator dan activator leukosit yang
sangat kuat, diperkirakan bereperan dalam terjadinya syok dan manifestasi lain SIRS.
Pengurangan volume-intravaskular dan hipotensi dapat menyebabkan edema
miokardium, dan iskemia serebral, gagal nafas, dan penurunan produksi urin atau
gagal ginjal akibat nekrosis tubular akut.
E. Hiperamilasemia dan hiperlipasemia
Temuan labroratorium utama pada pancreatitis akut adalah peningkatan kadar
amylase serum, sering hingga 10-20 kali nilai normal. Peningkatan terjadi hampir
segera( dalam hitungan jam) , tetapi konsentrasi amylase biasanya kembali normal
dam 48-72 jam meskipun gejala berlanjut. Sensitivitas amylase serum pada
pancreatitis akut diperkirakan mencapai 70-95 % , yang berarti bahwa 5-30% pasien
dengan pancreatitis akut memiliki kadar amylase serum yang normal atau sedikit
meningkat. Spesifitas pemeriksaan ini jelas lebih rendah. Peningkatan amylase serum
dapat terjadi beragam penyakit.
Hiperamilasemia dapat terjadi akibat peningkatan laju pemasukan zat ini ke dalam
darah atau penurunan bersihan metaboliknya dari sirkulasi. Pancreas dan kelenjar liur
memiliki konsntrasi amylase yang jauh lebih tinggi ketimbang di organ lain dan
mungkin menentukan hampir semua aktivitas amylase serum pada orang normal.
Amylase yang berasal dari pancreas kini daapt dibedakan dari amylase yang berasal
dari air liur melalui berbagai tehnik. Hiperamilasemia pancreas terjadi akibat cedera
pada pancreas, yang berkisar dari ringan( kanulasi duct. Pancreaticus) hingga berat

(pancreatitis). Selain itu , cedera pada dinding usus (infark atau perforasi)
menyebabkan hiperamilasemia pancreas akibat meningkatnya penyerapan amylase
dari lumen usus. Hiperamialsemia dari kelenjar liur dijumpai pada penyakit kelenjar
air liur, misalnya parotitis gondongan, tetapi juga apada sejumlah penyakit tak terkait
seperti alkoholisme kronik, keadaan pascaoperasi (terutama setelah tandur bedahpintas koroner) , asidosis laktat, anoreksia nervosa atau bulimia, dan keganasan
tertentu. Hiperamilasemia juga dapat terjadi karena berkurangnya bersihan metabolic
amylase akibat gagal ginjal atau makroamilasemia (suatu penyakit dengan adanya
amylase berberat molekul-tinggi dalam serum). Pasien dengan peningkatan mencolok
amylase serum (lebih dari tiga kali batas atas nilai normal) biasanya mengalami
pancreatitis akut. Pasien dengan peningkatan amylase serum yang lebih rendah sering
mengidap peyakit lain.
Penentuan aktivitas lipase serum sering membantu diagnosis. Pada pancreatitis
akut, kadar lipase serum meningkat, biasanya sekitar 72 jam setelah awitan gejala.
Pengukuran lipase serum mungkin merupakan uji diagnostic yang lebih baik daripada
amylase serum karena mudah dilakukan, mungkin lebih sensitive daripada amylase
serum(85% vs 79%), lebih spesifik untuk pancreatitis akut, dan lebih lambat menurun
ke nilai normal daripada kadar amylase.
F. Koagulopati
Pelepasan dan ekspresi factor jaringan saat protolisis dapat menyebabkan
aktivasi kaskade koagulasi plasma dan dapat menimbulkan koagulasi intravascular
diseminata (KID). Pada kasus yang lain, hiper-koagulabilitas darah diperkirakan
timbul akibat peningkatan konsentrasi beberapa factor koagulasi , termasuk factor
VIII, fibrinogen , dan mungkin factor V. Pasien mungkin memperlihatkan gejala klinis
berupa pendarahan, diskoloriasi (purpura) di jaringan subkutis di sekitar umbilicus
(tanad Cullen) atau di pinggang (tanda grey-turner). Vena lienalis dan v. portae
terletak dekat dengan pancreas sehingga dapat terkena proses peradangan.
Thrombosis vena lienalis terjadi pada sekitar 11% dan trombosisvena portae pada
sekitar 2 % pasien. Sebagian besar thrombus asimtomatik, tetapi pendarahan varises
akut dapat terjadi kemudian pada sebagian kecil pasien.
G. Penyulit peluropulmonal
Penyulit peluropulmonal pada pancreatitis akut mencakup efusi pleura, edema
paru, dan gagal nafas (ARDS). Pancreatitis akut cukup sering disertai oleh efusi
pleura ringan (biasanya di sisi kiri). Efusi mungkin disebabkan oleh efek langsung
pancreas yang meradang dan membengkak pada pleura yang berbatasan dengan

diafragma

atau

mengalirnya

cairan

eksudatif

dari

jaringan

pancreas

di

retroperitoneum ke dalam rongga pleura melalui defek di diafragma. Cairan pleura


baiasanya berupa suatu eksudat dengan kadar protein, laktat dehidrogenase, dan
amylase yang tinggi. Efusi mungkin berperan menimbulkan atelektasis segmental
lobus-lobus bawah, yang menyebabkan ketidaksesuaian ventilasi-perfusi dan
hipoksia. Edema paru dapat terjadi dan diperkirakan disebabkan oleh efek enzimenzim proteolitik aktif dalam darah terhadap kapiler pari yang menyebabkan
transudasi cairan ke dalam alveolus. Penyulit para yang paling sering dijumpai dalam
3-7 hari setelah awitan pancreatitis hemoraragik berat dan diduga berkaitan dengan
hipotensi dan kerusakan sel endotel dan sel epitel serta produksi IL-1 dan TNF- di
dalam parenkim paru.
H. Ikterus
Ikterus (hiperbilirubinemia) dan bilirubinuria terjadi pada sekitar 20% pasien
dengan pancreatitis akut. Beberapa factor jelas berperan. Suatu batu empedu yang
mendasari timbulnya pancreatitis dapat menyebabkan obstruksi parsial duct. Biliaris
communis juga dapat terjadi akibat pembengkakan caput pancreatitis. Pada kasus
yang lain, dapat terjadi ikterus yang berkepanjangan dan parah akibat penekanan duct.
Billiaris Communis oleh pseudokista infalamatorik, suatu rongga yang tidak dilapisi
oleh epitel dan menandung plasma, darah, pus, dan getah pancreas.
I. Hipokalsemia
Pada kasus pancreatitis akut yang berat, kadar Ca2+ serum dapat menurun
secra mendadak , kadang-kadang cukup rendah hingga menyebabkan tetani. Hal ini
adalah keadaan irritabilitas neuromuscular yang bermanifestasi secara klinis sebagai
tanda Chovstek dan Trousseau. Tanda Chovstek adalah spasme wajah unilateral yang
dipicu oleh ketukan ringan di atas nervus facialis ; tanda Trousseu adalah spasme
karpal unilateral yang ditimbulkan dengan menekan lengan atas dengan torniket atau
manset tekanan darah. Hipokalsemia umumnya terjadi antara hari ke-3 dan ke -10
penyakit. Beberapa factor ikut berperan dalam penurunan kadar Ca2+ serum. Lipolisis
lemak peripankreas, retroperitoneum, dan mesenterium melepaskan asam-asam lemak
yang kemudia berikatan dengan Ca2+ untuk membentuk sabun. Dengan menurunnya
kalsium serum secara cepat, kelenjar paratiroid tidak mampu berespons secra cepat
dan adekuat untuk mengompensasi hipokalsemia. Jika hipomagnesemia juga terjadi,
hipokaslemianya dapat menjadi parah dan refrakter karena untuk berfungsi normal,
kelenjar paratiroid memerlukan konsentrasi magnesium serum yang normal.

Hipokalsemia berat secara klinis bermanifetasi sebagai tetani, stupor, kejang, koma,
dan bahkan kematian akibat laringo-spasme.
J. Asidosis
Asidosis metabolic terjadi pada banyak pasien dengan pancreatitis akut berat.
Asisdosi terutama adalah asidosis laktat akibat hipotensi dan syok. Namun , pada
pasien dengan nekrosis pancreas yang luas dan pendarahan, dapat terjadi kerusakan
atau disfungsi pulau-pulau pancreas yang menyebabkan defisiensi produksi insulin
dan ketoasidosis diabetic akut.
K. Hipekalemia dan hipokalemia
Fase awal pancreatitis akut, yang ditandai oleh peradangan akut dan nekrosis
jaringan, sering menyebabkan pelepasan sejumlah besar K+ ke dalam sirkulasi.
Pengeluaran ini, yang disertai oleh hipovolemia dan asidosis, sering menyebabkan
hiperkalemia. Selanjutnya, setelah cairan diganti dan asidosis dikoreksi, kadar K+
serum dapat menurun ke kadar yang sangat rendah dan membahayakan.
L. Hiperlipidemia
Serangan akut pancreatitis, terutama jika disebabkan oleh penyalah-gunaan
alcohol, sering disertai oleh hiperlipidemia yang mencolok. Mekanismenya diduga
berkaitan dengan penurunan pengeluaran dan aktivitas lipoprotein lipase endotel dan
plasma.
M. Hiperglikemia
Hiperglikemia ditemukan pada se kitar 25% pasien dan glikosuria transien
pada sekitar 10%. Keadaan ini diduga berkaitan dengan berkurangnya pelepasan
insulin oleh sel-sel pulau pancreas disertai peningkatan kadar katekolamin dan
glukokortikoid dalam rah dari kelenjar adrenal.
N. Flegmon, abses, pseudokista, dan asistes pancreas
Flegmon pancreas adalah suatu massa padat jaringan pancreas yang
meradang , terdeteksi, dengan CT atau MRI, yang biasanya menghilang sendiri.
Sekitar 10-20% pasien dengan pancreatitis mengalami nekrosis pancreas, yang
memiliki angka kematian 15-20%. CT dinamik dengan penguatan kontras, yang
sebaiknya dilakukan dalam 24-48 jam setelah rawat inap, dapat membantu
menentukan luas nekrosis.
Nekrosis pancreas terinfeksi dan abses pancreas timbul jika terjadi infeksi
bakteri pada jaringan nekrotik di dalam dan di sekitar pancreas yang meradang.
Biasanya infeksi ini didiagnosis melalui aspirasi pancreas dengan jarum dan panduan
CT. abses didefenisikan sebagai adanya satu atau lebih kumpulan pus terlokalisasi .

nekrosis terinfeksi terjadi rerata 1-2 minggu dan abses rerata 5-6 minggu atau lebih
setelah awitan gejala. Penyulit-penyulit septic pancreatitis akut ini bersifat serius dan
dapat mengancam nyawa. Nekrosis pancreas terinfeksi memiliki angka kematian 2050%, tetapi abses, jika diobati secara sesuai dengan kateter perkutan atau drainase
bedah terbuka dan antibiotic, akan memiliki angka kematian yang relative rendah.
Penimbunan cairan pancreatitis akut adalah penumpukan sekresi pancreas
yang kaya enzim yang terjadi dalam 48 jam setelah awitan gejala, terletak di dalam
atau di dekat pancreas, dan tidak memiliki dinding jaringan granulasi atau jaringan
fibrosa yang jelas. Penimbunan ini terjadi pada 30-50% pasien dengan pancreatitis
akut dan sering secara keliru dinamai pseudokista. Sebagian besar sembuh; hanya 1015% yang berkembang menjadi pseudokista dengan penyulit-penyulit terkaitnya.
Pseudokista akut disebut demikian karena merupakan rongga berdinding
non-epitel yang mengandung plasma, darah, pus , dan getah pancreas, yang terdapat
selam paling tidak 4 minggu atau lebih. Pseudokista umumnya terjadi setelah
pemulihan dari serangan akut dan disebabkan oleh destruksi parenkim dan obstruksi
duktus. Sebagian asinus terus mengeluarkan getah pancreas , tetapi karena tidak dapat
keluar secra normal, getah tersebut berkumpul di daerah jaringan nekrotik dan
membentuk pseudokista yang batasnya tidak jelas. Dengan semakin banyaknya getah
yang disekresikan , kista dapat tumbuh membesar secara progresif dan dapat
menyebabkan penekanan pada struktur sekitar, misalnya v.portae(menimbulkan
hipertensi portal) , duct.billiaris communis( menyebabkan ikterus atau kolangitis),
atau usus ( menyebabkan obstruksi muara lambung atau usus). Meskipun jarang ,
pseudokista dapat mengikis dinding usus dan pecah ke dalam usus, yang
menyebabkan pendarahan saluran cerna.
Asites pancreas terjadi jika terbentuk hubungan langsung antara suatu
pseudokista pancreas dan rongga peritoneum. Karena asalnya, tidaklah mengherankan
jika cairan asites menyerupai getah pancreas, yaitu eksudat dengan kadar protein yang
tinggi dan kadar amylase yang sangat tinggi. Asites pancreas juga dapat disebabkan
oleh fistula yang menghubungkan duct. Pancreaticus dan rongga peritoneum. Jika
tidak diobati , asites pancreas massif dapat menyebabkan efusi pleura, nekrosis lemak
subkutis, atau sindrom kompartemen abdomen, dengan peningkatan cepat dan akut
tekanan abdomen yang menyebakan iskemia usus yang diikuti oleh disfungsi berbagai
system organ lain.

Fistula pancreas akibat kerusakan duct.pancreaticus perlu dicurigai pada


pasien yang mengalami asites pancreas atau efusi pleura. Fistula dapat terletak
internal, yang berhubungan dengan pleura atau pericardium, kolon, usus halus, atau
saluran empedu, atau eksternal, yang mengeluarkan cairannya ke kulit.
F. Diagnosis
Diagnosis yang paling tepat adalah histologi pankreas, jika tidak diagnosis berdasarkan
faktor etiologi, gejala, tes laboratorium, dan imaging technology.
a. Tes Laboratorium
1. Amylase
Total serum amylase adalah tes yang paling sering digunakan.
Nilainya meningkat pada 6 - 12 jam setelah onset of symptoms dan
tetap tinggi selama 3 - 5 hari pd kebanyakan kasus, kembali normal
setelah 8-14 hari. Jika tetap tinggi kemungkinan terjadi nekrosis
pankreas dan komplikasi lain 4
2. Lipase
Serum lipase assays, spesifik untuk pankreas. Peningkatan Level serum
lipase bertahan lebih lama dibanding amilase
3. Tes Lain
Serum immunoreactive cationic trypsin, elastase, dan phospholipase

A2 , trypsin activation peptide dan serum anionic trypsinogen


Diagnosis urin: rasio amylase dan creatinine clearance ratio (Cam/Ccr)

tidak memberikan keuntungan


Leukocytosis; lebih dari 25,000 cells/mm3 terdapat pada 80% pasien
Hypocalcemia terjadi pada lebih dari 30% pasien akibat kombinasi

hypoalbuminemia dan pengendapa kalsium di area nekrosis lemak.


Berbagai jenis pemeriksaan laboratorium tersebut memiliki sensitivitas
yang beragam yang dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Sensitivitas tes laboratorium


b. Imaging test

Foto Polos Abdomen

Gambaran foto polos abdomen yang dijumpai pada pankreatitis akut adalah adanya
dilatasi dari usus kecil yang berdekatan ; sentinel loop, gambaran ini merupakan gambaran
yang paling sering dijumpai pada pankreatitis akut, meskipun tidak spesifik, dilaporkan
dijumpai pada 50% penderita pankreatitis akut. Dilatasi tersebut biasanya berlokasi pada
kuadran kiri atas, tetapi dapat pula terlihat pada tempat terdapatnya iritasi usus oleh eksudat.
Dinding usus atau lipatan pada sentinel loop dapat menebal karena adanya edema
intramural yang disebabkan oleh rangsangan proses inflamasi di dekatnya. Usus kecil
ditempat lain berisi sedikit atau tidak sama sekali berisi gas, tetapi kadang-kadang terjadi
ileus paralitik umum. Distensi duodenum karena iritasi proses inflamasi merupakan suatu
variasi dari sentinel loop. Bila keadaan ini disertai spasme pada duodenum distal, maka akan
tampak gambaran duodenal cut off sign. Kadang-kadang tampak gaster terpisah dari fleksura
dodenoyeyunal dan kolon, hal ini karena adanya edema hebat pada korpus dan kaput
pankreas, atau oleh karena terjadinya pengumpulan eksudat inflamasi. Dilatasi kolon
ascendens dan transversum yang berisi gas disertai dengan menghilangnya udara dalam kolon
descenden; colon cut off sign yang disebabkan karena penyebaran enzim-enzim pankreas dan
eksudat purulen sepanjang bidang aksial disekitar arteri mesenterika superior dan mesokolin
transversum.7

Pemeriksaan Ultrasonografi

Pemeriksaan ultrasonografi ( USG ) merupakan cara pemeriksaan yang aman , tidak


invasif yang dapat dilakukan setiap saat. Pada keadaan darurat pemeriksaan USG dapat
dilakukan, bahkan banyak membantu menegakkan diagnosis. Gambaran yang didapatkan
bervariasi tergantung berat dan stadium penyakit dan dapat berubah secara signifikan dalam
periode beberapa jam. Pankreas yang terkena dapat berupa edema, nekrotik, atau hemoragik.
Edema akan menyebabkan segmen yang terkena membesar dan terjadi pengurangan
ekogenitas karena peningkatan air di dalam parenkim. Pada keadaan severe acute panreatitis
gambaran yang ditunjukkan USG tidak terlalu spesifik, karena USG cukup sulit untuk
menilai daerah yang mengalami nekrotik. Meskipun demikian adanya peningkatan
ekhogenitas yang heterogen pada pankreas yang membesar patut dicurigai sebagai suatu
proses nekrosis, disamping adanya koleksi cairan intrapankreatik atau peripankreatik yang
merupakan suatu komplikasi dari severe acute pancreatitis.7

Pemeriksaan CT Scan

Pemeriksaan CT scan sampai saat ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk
diagnosis pankreatitis akut. CT scan lebih mampu menunjukkan gambaran nekrosis yang
nantinya bisa bisa menentukan derajat keparahan dari pankreatitis melalui CT severity index (
CTSI ). Gambaran pankreatitis akut dengan CT scan akan terlihat pembesaran pankreas yang
difus atau lokal dan didaerah tersebut terjadi penurunan densitas. Inflamasi lemat
peripankreatik menyebabkan densitas jaringan lemak berbatas kabur, tetapi lemak disektar
arteri mesenterika superior tidak terkena. Perdarahan, nekrotik ataupun infeksi sekunder bisa
terlihat dari adanya peningkatan densitas yang heterogen disertai koleksi cairan di sekitar
pankreas. Pada severe acute pancreatitis, gambaran daerah/zona batas tegas yang tidak
enhance pada pemberian kontras menunjukkan adanya daerah nekrosis. Ketika sampai pada
keadaaan dimana hampir 90% daerah pankreas mengalami nekrosis maka disebut bahwa
pankreas tersebut disebut sebagai complete necrosis atau central cavitary necrosis. Beberapa
sistem pengelompokkan telah dibuat untuk menentukan derajat keparahan berdasarkan CT.
Salah satunya yang sampai saat ini sering dipakai adalah CT severity index ( CTSI ). CTSI ini
dibuat berdasarkan gambaran pankreas pada CT disertai derajat nekrosisnya.

G. Indikator Keparahan
a.Menurut kriteria prognostik Ranson

Bila terdapat 3 pada kriteria Ranson, pasien dianggap menderita pankreatitis akut
berat
b. Penggunaan skor APACHE II >12 (Acute Physiologic and Chronic Health
Evaluation)
c. Cairan peritoneal hemoragik
d. Indikator penting
1. Hipotensi <90 mmHg atau takikardia >130/menit
2. PO2 <60 mmHg
3. Oligouria <50 mL/jam atau BUN, kreatinin meningkat
4. metabolik/Ca serum <8 mg% atau albumin serum <3.2 g%

PANKREATITIS KRONIK
Pankreatitis kronik merupakan peradangan pankreas menahun yang biasanya
menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi pankreas. Pada kebanyakan pasien bersifat
irreversible. Terjadi kerusakan permanen sehingga menyebabkan gangguan fungsi eksokrin
dan endokrin.
A. Etiologi
Di Amerika Serikat, penyebab paling sering dari pankreatitis kronis adalah
alkoholisme. Penyebab lainnya adalah faktor keturunan dan penyumbatan saluran pankreas
yang disebabkan oleh penyempitan saluran atau kanker pankreas. Pankreatitis akut jarang
menyebabkan penyempitan pada saluran pankreas yang akan mengarah pada terjadinya
pankreatitis kronis. Pada banyak kasus, penyebab pankreatitis kronis tidak diketahui. Di
negara-negara tropis (Indonesia, India, Nigeria), pankreatitis kronis dengan sebab yang tidak
diketahui yang terjadi pada anak-anak dan dewasa muda, bisa menyebabkan diabetes dan
penumpukan kalsium di pankreas. Keseluruhan penyebab pankreatitis kronik ditunjukkan
pada Tabel 4. 8

Tabel 4 Penyebab Pankretitis kronik

B. Patofisiologi
Sebagian besar kasus pankreatitis kronis disebabkan oleh alkohol, tetapi mekanisme
pasti bagaimana alkohol menyebabkan pankreatitis kronis belu diketahui. Sepertinya alkohol
menginduksi pankreatitis bermula dari inflamasi yang berkembang menjadi nekrosis selular
dengan tahapan seperti yang ditunjukkan pada skema di bawah ini (Gambar 4).

Gambar 4 Patogenesis alkohol menginduksi Pankreatitis kronis


Kerusakan jaringan pankreas menyebabkan berkurangnya sekresi enzim pankreas dan
hormon-hormon seperti insulin. Malabsorpsi lemak dan protein terjadi jika sekresi enzim
berkurang sampai 90%
C. Manifestasi Klinis
Gejala pankreatitis kronis umumnya terbagi dalam dua pola. Yang pertama, penderita
mengalami nyeri perut bagian tengah yang menetap, yang beratnya bervariasi. Yang kedua,
penderita mengalami episode pankreatitis yang hilang timbul, dengan gejala yang mirip
dengan pankreatitis akut ringan sampai sedang. Nyerinya kadang-kadang berat dan
berlangsung selama beberapa jam atau beberapa hari.
Pada kedua pola tersebut, sejalan dengan perkembangan penyakitnya, selsel yang
menghasilkan enzim pencernaan, secara perlahan mengalami kerusakan, sehingga akhirnya
rasa nyeri tidak timbul. Dengan menurunnya jumlah enzim pencernaan, makanan tidak
diserap secara optimal, dan penderita akan mengeluarkan tinja yang banyak dan berbau
busuk. Tinja bisa berwarna terang dan berminyak dan bahkan bisa mengandung tetesantetesan minyak. Gangguan penyerapan juga menyebabkan turunnya berat badan.
Secara ringkas, terdapat empat gejala klasik pada pankreatitis kronis,

yaitu:

Nyeri perut
Malabsorpsi
Berat badan turun
Diabetes

D. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala atau adanya riwayat pankreatitis akut.
Pemeriksaan darah kurang bermanfaat dalam mendiagnosis pankreatitis kronis, tetapi bisa
menunjukan adanya peningkatan kadar amilase dan lipase. Pemeriksaan darah juga dapat
digunakan untuk mengetahui kadar gula darah ,yang mungkin akan meningkat.
Foto rontgen perut dan pemeriksaan USG bisa menunjukan adanya batu pada pankreas.
Endoskopi pankreatografi retrograd (tehnik sinar X yang memperlihatkan struktur dari
saluran pankreas) bisa memperlihatkan saluran yang melebar, penyempitan saluran atau batu
pada saluran. CT scan bisa memperlihatkan adanya perubahan ukuran, bentuk dan tekstur
dari pankreas.
Malabsorpsi lemak dapat diketahui dengan sudan staining pada feses. Pemeriksaan
adanya kalsifikasi, steatorrhea, dan diabetes dikenal sebagai diagnosis triad. Biopsi jaringan
pankreas melalui laparoskopi atau laparotomi adalah cara terbaik untuk menegaskan
diagnosis pankreatitis kronik. Jika tidak ada sampel histologi, teknik imaging sangat
membantu mendeteksi kalsifikasi, penyebab nyeri lainnya, dan untuk membedakan
pankreatitis kronik dengan kanker pankreas.
MANAJEMEN TERAPI PANKREATITIS
PANKREATITIS AKUT
Tujuan pengobatan adalah menghentikan proses peradangan dan antodigesti atau
menstabilkan sedikitnya keadaan klinis sehingga memberi kesempatan resolusi penyakit.
Pasien pankreatitis menerima terapi suportif yang teridiri dari kontrol nyeri secara efektif,
penggantian cairan, dan nutrisi pendukung. Oleh karena itu manajemen pankreatitis akut,
biasanya terdiri dari:
1. Manajemen Cairan
2. Nutrisi Pendukung
Untuk mengistirahatkan saluran cerna

Diberikan nutrisi secara enteral maupun parenteral


3. Manajemen nyeri
Selain itu dapat juga dilakukan intervensi radiologi dan ERCP atau terapi bedah.
Manajemen terapi yang diberikan tersebut dibagi dalam terapi farmakologi dan non
farmakologi.
A. Terapi Non Farmakologi
a. Nutrisi Pendukung
Pemberian nutrisi pendukung dilakukan untuk mengistirahatkan saluran cerna sehingga
mengurangi stimulasi terhadap pankreas juga karena terjadinya malnutrisi. Malnutrisi
diakibatkan metabolisme pada pasien dengan pankreatitis akut berat menyerupai keadaan
sepsis, yang ditandai dengan hiperdinamik, hipermetabolik, dan hiperkatabolik.
Dalam beberapa tahun lalu pemberian nutrisi yang direkomendasikan adalah nutrisi
parenteral melalui vena sentral. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa pemberian nutrisi
per-oral akan merangsang produksi enzim pankreas sehingga justru akan memperberat
penyakit. Namun seiring dengan penelitian klinis konsep telah berubah, justru sebaiknya
nutrisi diberikan secara enteral.
Berdasarkan penelitian, pemberian nutrisi parenteral dapat mengakibatkan:
1. Atrofi jaringan limfoid usus (GALT/gut associated lymphoid tissue) yang merupakan
sumber utama imunitas mukosa,
2. Terganggunya fungsi limfosit Sel T dan sel B, menurunnya aktivitas kemotaksis
leukosit dan fungsi fagositosis sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri (bacterial
overgrowth),
3. Meningkatnya permeabilitas dinding usus yang dapat mempermudah terjadinya
translokasi bakteri, endotoksin, dan antigen masuk ke dalam sirkulasi.
Pemberian nutrisi enteral berdasarkan penelitian lebih menguntungkan karena:
1. Dapat melindungi fungsi barrier usus,
2. Menurunkan produksi mediator proinflamatori sehingga risiko translokasi bakterial
dan endotoksin menurun.

Nutrisi yang diberikan secara oral, nasogatrik maupun melalui duodenum dapat
meningkatkan produksi enzim pankreas. Namun nutrisi enteral melalui nasojejunal tube
(NJT)tidak merangsang produksi enzim. Hal ini dibuktikan oleh Zhao et al, pada pasien
dengan pankreatitis akut berat, pemberian nutrisi enteral dikombinasi dengan nutrisi
parenteral vs dengan nutrisi parenteral saja disimpulkan: kadar TNF-, IL-6, kadar CRP lebih
rendah pada kelompok nutrisi enteral, dan kadar enzim pankreas tidak terpacu dengan
pemberian nutrisi enteral.
Nutrisi enteral diberikan segera setelah dilakukan resusitasi cairan, dapat diberikan 48
jam pertama bila kondisi sudah stabil, dan tidak ada kontraindikasi seperti: adanya syok,
perdarahan gastrointestinal masif, obstruksi intestinal, fistula jejunum atau enteroparalisis
berat. Ada tig alternatif pemberian nutrisi enteral pada pankreatitis akut berat:
1.
2.
3.

nasojejunal tube,
gastrostomy/jejunostomy tube,
jejunostomi secara bedah.

Pemberian secara NJT lebih terpilih karena lebih aman, non-invasif dan lebih mudah
dikerjakan dengan bantuan endoskopi/fluoroskopi.
b. Intervensi radiologi dan ERCP
Mengangkat batu empedu dengan ERCP atau pembedahan biasanya dapat mengatasi
Pankreatitis akut dan mencegah kambuh kembali. Meskipun demikian pada saat ini terapi
pankreatitis akut berat telah bergeserdari tindakan pembedahan awal ke perawatan intensif
agresif. Seiring dengan berkembangnya radiologi dan endoskopi intervensi, tindakan bedah
dapat diminimalisasi.
Tindakan ERCP, drainase endoskopis dan perkutaneus baik dengan panduan USG
maupun CT scan dapat diindikasikan pada komplikasi pankreatitis berat seperti: timbunan
cairan peripankreatik, pseudocyst dan abses lambat. Pseudocyst yang didefinisikan sebagai
adanya timbunan cairan yang menetap lebih dari 4 minggu, terjadi akibat rupturnya duktus
pankreatikus dapat didrainase secara endoskopis dengan keberhasilan sekitar 83%.
Batu empedu yang bermigrasi dan terjebak di ampula merupakan penyebab tersering
pankreatitis akut (acute biliary pancreatitis). Batu empedu ditemukan pada tinja sebesar 8595% pada pasien yang menderita pankreatitis akut. ERCP merupakan prosedur endoskopik
untuk mengevaluasi sistem bilier dan sistem duktus pankreatikus. Beberapa studi
membuktikan bahwa ERCP yang dilakukan pada 2472 jam dari onset klinis pada pasien

pankreatitis akut berat yang terbukti dengan obstruksi bilier, kolangitis dan peningkatan
bilirubin dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas.
Pasien yang menjalani ERCP seringkali dikombinasi dengan tindakan sfingterotomi
endoskopis tanpa memandang ada/tidaknya batu di duktus biliaris. Pada pasien dengan
kolangitis memerlukan tindakan sfingterotomi endoskopis atau drainase duktus dengan stent
perlu dilakukan untuk menghilangkan obstruksi bilier.
c. Terapi Bedah
Tindakan bedah diindikasikan pada pankreatitis akut berat:
1.
2.

Pankreatitis nekrotik akut terinfeksi,


Pankreatitis nekrotik steril dengan pankreatitis akut fulminan (ditandai

dengan menurunnya kondisi pasien akibat gagal organ multipel yang muncul dalam
beberapa hari sejak onset gejala),
3.
Pankreatitis akut dengan perdarahan usus.
Tujuan tindakanbedah adalah untuk membersihkan jaringan nekrotik sebersih mungkin
dengan menyisakan jaringan pankreas yang masih viabel.
Tindakan debridement (necrotomy) merupakan gold standard pada pankreatitis nekrosis
akut terinfeksi dan nekrosis peripankreatik. Pankreatitis nekrotik akut steril tidak perlu
tindakan bedah, cukup konservatif kecuali terjadi pankreatitis akut fulminan. Berdasarkan
penelitian, dari 172 pasien dengan nekrosis steril mortalitas terjadi sebanyak 13,1% pada
kelompok yang menjalani pembedahan dibandingkan yang konservatif hanya 6,2%. Tindakan
bedah dilakukan pada minggu ke 3-4 setelah onset gejala karena intervensi pada minggu awal
meningkatkan risiko mortalitas >65% karena komplikasi pulmonal/kardial.
B. Terapi Farmakologi
a. Manajemen Nyeri
Untuk mengatasi nyeri perut diberikan analgesik. Faktor penting yang perlu
diperhatikan dalam memilih analgetik adalah efikasi dan keamanan. Dahulu tritmen biasanya
diawali dengan pemberian meperidine secara parenteral (50-100 mg tiap 3-4 jam), karena
tidak mengakibatkan pankreatitis. Sekarang ini, banyak rumah sakit yang membatasi atau
malah tidak menggunakannya lagi karena tidak seefektif

narkotik lainnya dan

dikontraindikasikan pada pasien gangguan ginjal. Selain kurang efekif, juga dibutuhkan dosis

dan frekuensi yang lebih tinggi. Hal yang terpenting adalah bahwa metabolit aktif meperidine
berakumulasi pada pasien gagal ginjal dan dapat menyebabkan kejang atau psikosis.
Parenteral morfin lebih direkomendasikan. Tetapi penggunaannya terkadang harus
dihindari karena dapat menyebabkan spasm sphincter of Oddi, meningkatkan serum amylase,
dan (jarang) pankreatitis. Hidromorfon lebih disukai karena memiliki waktu paruh yang lebih
panjang. Belum ada bukti bahwa obat antsekretori dapat mencegah eksaserbasi nyeri perut.
b. Pembatasan Komplikasi Sistemik Dan Pencegahan Nekrosis Pankres

Manajemen Cairan
Penggantian cairan dan suport sistem pernafasan, kariovaskular, hepatobiliary dapat

mengurangi komplikasi. Meskipun belum ada bukti metode untuk mencegah komplikasi,
terdapat hubungan erat antara hemokonsentrasi dengan nekrosis pankreas. Oleh karena itu
penggantian cairan sangat penting utuk mengkoreksi volume intravaskular. Selain itu
prognosis pasien sangat tergantung dengan restorasi cairan yang cepat dan adekuat, sesuai
dengan jumlah cairan yang masuk ke rongga peritoneal. Pasien pankreatitis akut mungkin
terjadi penyisipan cairan 4-12 L ke rongga peritoneal akibat inflamasi.
Vasodilatasi akibat respons inflamasi, muntah, dan nasogastrik juga menyebabkan
hypovolemia dan kehilangan cairan dan elektrolit. Pada pankreatitis berat pembuluh darah di
dan sekitar pankreas mungkin ruptur dan menyebabkan perdarahan. Pemberian koloid secara
intravena mungkin diperlukan untuk mempertahankan volume dan tekanan darah karena
kehilangan cairan kaya protein.

Obat-obatan
Sejumlah obat diteliti efikasinya dalam mencegah komplikasi pankreas diantaranya

adalah:
1.
Antagonis H2,, proton pump inhibitor
2.
protease inhibitor: gabexate, aprotinin
3.
platelet-activating factor antagonist: lexipafant
4.
Somatostatin dan Octreotide
Inhibitor potent sekresi enzim pankreas
Mengurangi kematian tetapi tidak mengurangi komplikasi
c. Pencegahan Infeksi

Salah satu penyebab kematian pada pankreatitis akut berat adalah karena pankreatitis
nekrotika akut. Pankreas yang mengalami nekrosis dapat bersifat steril atau terinfeksi.
Pankreas yang terinfeksi mempunyai mortalitas lebih tinggi (1050%) dibandingkan yang
steril (10%). Risiko pankreatitis nekrotika akut terinfeksi tergantung dari luasnya area
nekrosis. Semakin luas nekrosis semakin besar risiko infeksi.
Penyebab infeksi terbanyak adalah: Echerichia coli (32%), Enterococcus (25%),
Klebsiella (15%), Staphylococcus epidermidis (15%), Staphylococcus aureus (14%),
Pseudomonas (7%) dan Candida (11%). Infeksi lebih banyak bersifatmonomikrobial (66%)
dibandingkan polimikrobial (34%). Invasi bakterial ke jaringan pankreas dapat terjadi melalui
beberapa cara: translokasi bakterial dari colon, refluks cairan bilier melalui duodenum,
penyebaran secara hematogen atau melalui saluran limfatika. Saat ini diketahui translokasi
bakteri dari lumen saluran cerna merupakan sumber utama bakteri yang mencapai dan
menyebabkan nekrosis pankreas/abses yang merupakan salah satu bentuk komplikas lokal.
Hal ini disebabkan penurunan motilitas saluran cerna sehingga memperlama eliminasi bakteri
dan memungkinkan bakteri berproliferasi di intestin. Integritas mukosa, yang dipertahankan
oleh normal enterik di villi adalah salah satu faktor utama mekanisme perlindungan saluran
cerna. Kegagalan barier intestinal dan juga pertumbuhan bakteri yang sangat besar akibat
perubahan motilitas tersebut dan imunosupresi akan meningkatkan kontaminasi pankreas
oleh translokasi bakteri pada pasien pankreatitis akut berat.
Pemberian antibiotika profilaksis pada pankreatitis nekrotika akut masih kontroversial.
Salah satu keberatannya adalah meningkatnya resistensi mikroba dan risiko meningkatnya
infeksi nosokomial akibat organisme nonenterik. melaporkan pemberian antibiotika awal
pada pasien yang mengalami nekrosis pankreas akut dengan cefuroxime 4,5 g/hari
dibandingkan dengan plasebo dapat menurunkan mortalitas dan risiko sepsis (p=0,01).
Untuk efektivitas pengobatan antibiotika yang diberika adalah antibiotika broad
spectrum yang dapat menembus barier sehingga mencapai tempat infeksi, seperti
metronidazole, cefotaxime, piperacillin, mezlocillin,ofloxacin, and ciprofloxacin. Apabila
diberikan secara profilaktik disarankan lama pemberian berkisar antara 7-14 hari.
Pemeriksaan aspirasi jarum halus yang dipandu dengan USG/CT scan sebaiknya
dilakukan untuk membedakan nekrosis pankreas akut bersifat steril atau terinfeksi dan
melakukan kultur dan sensitivitas sebagai pedoman pemberian antibiotika yang tepat.
Aspirasi jarum halus relatif aman dan memberikan hasil yang akurat, dengan tingkat

sensitivitas dan spesifisitas untuk menegakkan nekrosis pankreas terinfeksi sebesar masing
masing 90% dan 96%.
d. Pankreatitis Post-ERCP
Pankreatitis yang terjadi akibat trauma setelah

ERCP (Endoscopic Retrograde

Cholangiopancreatography) biasanya ringan dan dapat sembuh sendiri. Jika memerlukan


pengobatan yang diberikan adalah Somatostatin dan gabexate
MANAJEMEN PANKREATITIS KRONIK
A. Terapi Non farmakologi
Selama suatu serangan, yang sangat penting adalah menghindari alkohol. Menghindari
semua makanan dan hanya menerima cairan melalui infus, dapat mengistirahatkan pankreas
dan usus juga bisa mengurangi rasa nyeri. Untuk mengurangi serangan, dianjurkan makan 4-5
kali/hari, yang mengandung sedikit lemak dan protein, dan banyak karbohidrat. Alkohol
harus tetap dihindari.
Bila sakit berlanjut, kemungkinan telah terjadi komplikasi, seperti masa peradangan di
kepala pankreas atau suatu pseudokista. Masa peradangan memerlukan terapi pembedahan.
Pseudokista yang menyebabkan nyeri sejalan dengan perkembangannya, mungkin harus
menjalani dekompresi (pengurangan penekanan).
Pada pecandu alkohol yang mengalami penyembuhan, pengangkatan sebagian pankreas
dilakukan hanya pada mereka yang dapat mengatasi diabetes yang akan terjadi setelah
pembedahan
B. Terapi Farmakologi
Terapi pereda nyeri golongan narkotik, masih sering diperlukan untuk mengurangi rasa
nyeri. Bila penderita terus menerus merasakan nyeri dan tidak ada komplikasi, biasanya
dokter menyuntikan penghambat nyeri ke saraf pankreas sehingga rangsangannya tidak
sampai ke otak. Bila cara ini gagal, mungkin diperlukan pembedahan. Jika saluran
pankreasnya melebar, pembuatan jalan pintas dari pankreas ke usus halus, akan mengurangi
rasa nyeri pada sekitar 7080% penderita. Jika salurannya tidak melebar, sebagian dari
pankreas mungkin harus diangkat. Bila kepala pankreas terkena, bagian ini diangkat
bersamaan dengan usus dua belas jari. Pembedahan ini dapat mengurangi nyeri pada 60-80%
penderita.

Dengan meminum tablet atau kapsul yang mengandung ekstrak enzim pankreas pada
saat makan, dapat membuat tinja menjadi kurang berlemak dan memperbaiki penyerapan
makanan, tapi masalah ini jarang dapat teratasi. Bila perlu, larutan antasid atau penghambat
H2 dapat diminum bersamaan dengan enzim pankreas. Dengan pengobatan tersebut, berat
badan penderita biasanya akan meningkat, buang air besarnya menjadi lebih jarang, tidak lagi
terdapat tetesan minyak pada tinjanya dan secara umum akan merasa lebih baik.
Jika pengobatan diatas tidak efektif, penderita dapat mencoba mengurangi asupan
lemak. Mungkin juga dibutuhkan tambahan vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E
dan K).
PENUTUP
Pankreas merupakan organ yang istimewa karena mempunyai dua fungsi sekaligus
yaitu eksokrin dan endokrin. Kerusakan yang diawali pada sel asini unit eksokrin
mengakibatkan terjadinya pankreatitis baik akut yang dapat normal kembali fungsi
pankreasnya maupun pankreatitis kronik dengan kerusakan permanen.
Dalam penatalaksanaannya yang penting untuk pankreatitis akut adalah mengatasi
nyeri perut, manajemen penggantian cairan, dan pemberian nutrisi pendukung. Selain itu Juga
diberikan antibiotika untuk profilaksis pada pankreatitis nekrosis. Terapi intervensi dengan
endoskopi maupun bedah juga perlu dilakukan pada kondisi tertentu. Pada pankreatitis kronik
tritmen ditujukan untuk mengatasi nyeri kronik, malabsorpsi, dan diabetes.
Daftar Pustaka
1. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga. 2003. H. 218-20.
2. Guyton, AC dan Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9, Jakarta: ECG.
2007.
3. McPhee, S.J. Patofisiologi Penyakit: Pengantar Menuju Kedokteran Klinis.
Jakarta: ECG. 2011.
4. Nurman, A. Pankreatitis Akut dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, ed.
Jakarta: Balai penerbit FKUI. 2006.
5. Bradley EL. Acute pancreatitis diagnosis and therapy. Edisi pertama. Raven Press.
New York. USA. 2000.
6. Pancreas. Dalam: Brunicardi FC, Andersen DK, Biliar TR, Dunn DL, Hunter JG,
Pollock RE. Schwartzs Principles of Surgery. Edisi ke delapan. McGraw-Hill.
New York. USA. 2005. Hal 1221-73.

7. Meschan I. Stomach, duodenum and pancreas. Dalam Rontgen Sign in diagnostic


imaging, edisi ke-2. Philadelphia. WB Saunders, 1995; 561-716
8. Talbot L, Meyers M. Pengkajian keperawatan klinis. Pankreatitis kronis. Jakarta:
EGC, 2001. H. 182-90.

You might also like