You are on page 1of 8

LAPORAN PENDAHULUAN KEJANG DEMAM PADA ANAK

1. Pengertian
Kejang Demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
( suhu rectal lebih dari 38o C ) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Menurut
Consensus Statement on Febrile Seizure (1980), kejang demam adalah suatu kejadian pada
bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan
demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Kejang
demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa
demam. ( Mansjoer, 2000 : 434 )
Kejang demam merupakan kelainan neurolis yang paling sering dijumpai pada anak,
terutama pada golongan umur 6 bulan sampai 4 tahun. ( Millichap,1968). Kejang ( konvulsi )
merupakan akibat dari pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel saraf korteks cerebral
yang ditandai dengan serangan tiba-tiba, terjadi gangguan kesadaran, aktifitas motorik dan
atau

gangguan

fenomena

sensori

Doenges,

1993

259

).

Livingston ( 1954, 1963 ) membuat kriteria dan membagi kejang demam atas 2 golongan,
yaitu:

1.
2.

Kejang demam sederhana ( Simple Febrile Convultion ).

Epilepsi yang diprovokasi oleh demam ( Epilepsy Triggered off by Fever )


Di Sub Bagian Saraf Anak Bagian IKA FKUI RSCM Jakarta, kriteria Livingston
tersebut setelah dimodifikasi dipakai sebagai pedoman untuk membuat diagnosa kejang
demam sederhana ialah :
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum.
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang, normal.
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan
kelainan.
7. Frekuensi bangkitan kejang di dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.
2. Etiologi
Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan infeksi saluran
pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Kejang
tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang kadang demam yang tidak begitu tinggi
dapat menyebabkan demam. (Mansjoer, 2000 : 434 ).
3. Patofisiologi
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10 % - 15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20 %. Pada seorang
anak berumur 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh, dibandingkan
dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi
perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dalam waktu yang tingkat terjadi difusi
dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran tadi, dari akibat terjadinya lepas
muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh
sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter
dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung
dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak yang menderita kejang pada kenaikan
suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu
38oC sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu
40 o C atau lebih. Dari kenyataan inilah dapat disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam
lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya
perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang. ( 1985 = 848 )

4. Manifestasi Klinik
Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau
tonik klonik bilateral. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik ke atas
dengan disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan sentakan berulang tanpa didahului
kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.
Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8 %
berlangsung lebih dari 15 menit. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti
anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit,
anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti hemiparisis
sementara ( hemiparises Todd ) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang
unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparises yang menetap. Bangkitan kejang yang
berlangsung lama lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama ( Mansjoer, 2000 :
435 ).
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan cairan cerebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi- bayi kecil
seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi
berumur kurang dari 6 bulan, dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan.
Elektroensefalografi ( EEG ) ternyata kurang mempunyai nilai prognostik. EEG abnormal
tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang demam
berulang di kemudian hari. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan
untuk mengevaluasi sumberi infeksi.
6. Penatalaksanaan
a.

Pengobatan fase akut


Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk
mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan nafas harus bebas agar oksigenasi terjamin.
Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernafasan dan fungsi
jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres dingin dan pemberian
antipiretik. Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan
intravena atau intrakranial.

b.

Mencari dan mengobati penyebab

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan


meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama.

c.

Pengobatan Profilaksis.

1. Profilaksis Intermiten saat demam


Diberikan Diazepam secara oral dengan dosis 0,3 0,5 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis
saat pasien demam. Diazepam dapat pula diberikan secara intra rektal tiap 8 jam sebanyak 5
mg bila BB <> 10 kg setiap pasien menunjukkan suhu lebih dari 38,5 oC.
2. Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan setiap hari.
Berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan
kerusakan otak. Profilaksis terus-menerus setiap hari dengan fenobarbital 4-5 mg/kgBB/hari
dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15
40 mg/kg BB/hari.
Tinjauan Teoritis Keperawatan Kejang Demam
1. Pengkajian
Menurut Doenges (1993 : 259) dasar data pengkajian pasien adalah :
a.

Aktifitas / Istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan umum
Keterbatasan dalam beraktifitas / bekerja yang ditimbulkan oleh diri sendiri / orang terdekat /
pemberi

asuhan

Tanda

kesehatan

Perubahan

atau

tonus

orang

lain.

kekuatan

otot

Gerakan involunter / kontraksi otot ataupun sekelompok otot.


b.

Sirkulasi
Gejala

Iktal

Hipertensi,

peningkatan

nadi

sianosis

Posiktal : Tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan.
c.

Eliminasi
Gejala : Inkontinensia episodik.
Tanda

Iktal

Peningkatan

tekanan

kandung

kemih

tonus sfingter.
Posiktal : Otot relaksasi yang menyebabkan inkontenensia ( baik urine / fekal ).
d. Makanan dan cairan

dan

Gejala

Sensitivitas

terhadap

makanan,

mual

muntah

yang

berhubungan dengan aktifitas kejang.


e.

Neurosensori
Gejala : Riwayat sakit kepala, aktifitas kejang berulang, pingsan, pusing. Riwayat trauma
kepala, anoksia dan infeksi cerebral.

f.

Nyeri / kenyaman
Gejala

Tanda

Sakit
:

kepala,
Sikap

nyeri
/

otot

tingkah

punggung
laku

pada
yang

periode

posiktal.

berhati

hati.

Perubahan pada tonus otot. Tingkah laku distraksi / gelisah.


g.

Pernafasan
Gejala : Fase iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun / cepat, peningkatan
sekresimukus. Fase posiktal : apnea.

2. Diagnosa Keperawatan.
Diagnosa keperawatan yang muncul menurut Carpenito ( 1999 : 468 ):
a.

Resiko terhadap bersihan jalan nafas / pola nafas tidak efektif berhubungan dengan relaksasi
lidah sekunder akibat gangguan persyarafan otot.

b.

Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan gerakan tonik / klonik yang tidak
terkontrol selama episode kejang.

c.

Peningkatan suhu tubuh ( hypertermia ) berhubungan dengan proses penyakit.

d.

Resiko terhadap ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik berhubungan dengan


kurang pengetahuan ( orang tua ) tentang kondisi, pengobatan dan aktifitas kejang selama
episode kejang.

3. Rencana Keperawatan
Menurut Carpenito ( 1999 ) , rencana keperawatannya meliputi :
a.

Resiko terhadap bersihan jalan nafas / pol tidak efektif berhubungan dengan relaksasi lidah
sekunder

akibat

gangguan

persyarafan

otot.

Intervensi:
1)

Baringkan klien di tempat yang rata, kepala dimiringkan dan pasang tongue spatel.

2)

Singkirkan benda benda yang ada disekitar pasien, lepaskan pakaian yang mengganggu
pernafasan ( misal : gurita ).

3)

Lakukan penghisapan sesuai indikasi.

4)

Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian O2 dan obat anti kejang.

b.

Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan gerakan tonik / klonik yang tidak
terkontrol

selama

episode

kejang.

Intervensi:
1) Jauhkan benda benda yang ada disekitar klien.
2) Kaji posisi lidah, pastikan bahwa lidah tidak jatuh ke belakang, menyumbat jalan nafas.
3) Awasi klien dalam waktu beberapa lama selama / setelah kejang.
4) Observasi tanda tanda vital setelah kejang.
5) Kolaborasi dnegna dokter untuk pemberian obat anti kejang.
c.

Peningkatan suhu tubuh ( hypertermia ) berhubungan dengan proses penyakit. Intervensi :

1) Observasi tanda vital tiap 4 jam atau lebih.


2) Kaji saat timbulnya demam.
3) Berikan penjelasan pada keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan.
4) Anjurkan pada keluarga untuk memberikan masukan cairan 1,5 liter / 24 jam.
5) Beri kompres dingin terutama bagian frontal dan axila.
6) Kolaborasi dalam pemberian terapi cairan dan obat antipiretik.
d.

Resiko terhadap ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik berhubungan dengan


ketidakcukupan pengetahuan ( orang tua ) tentang kondisi, pengobatan, aktifitas, kejang
selama

perawatan.

Intervensi:
1. Jelaskan pada keluarga tentang pencegahan, pengobatan dan aktifitas selama kejang.
2.

Jelaskan pada keluarga tentang faktor faktor yang menjadi pencetus timbulnya kejang,
misal : peningkatan suhu tubuh.

3. Jelaskan pada keluarga, apabila terjadi kejang berulang atau kejang terlalu lama walaupun
diberikan obat, segera bawa klien ke rumah sakit terdekat.
4.

Evaluasi.
Hasil yang diharapkan dari asuhan keperawatan klien dengan kejang demam adalah
mencegah / mengendalikan aktifitas kejang, melindungi klien dari cedera, mempertahankan
jalan nafas dan pemahaman keluarga tentang pencegahan, pengobatan dan aktifitas selama
kejang.

DAFTAR PUSTAKA
Lumbantobing SM, 1989, Penatalaksanaan Mutakhir Kejang Pada Anak, Gaya Baru, Jakarta
Lynda Juall C, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Penerjemah Monica Ester,
EGC, Jakarta
Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I Made, EGC,
Jakarta
Matondang, Corry S, 2000, Diagnosis Fisis Pada Anak, Edisi ke 2, PT. Sagung Seto: Jakarta.
Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta
Rendle John, 1994, Ikhtisar Penyakit Anak, Edisi ke 6, Binapura Aksara, Jakarta.
Santosa NI, 1989, Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan), Depkes RI, Jakarta.
Santosa NI, 1993, Asuhan Kesehatan Dalam Konteks Keluarga, Depkes RI, Jakarta.
Soetjiningsih, 1995, Tumbuh Kembang Anak, EGC, Jakarta
Suharso Darto, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, F.K. Universitas Airlangga, Surabaya.
Sumijati M.E, dkk, 2000, Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang Lazim Terjadi Pada Anak,
PERKANI : Surabaya.

Wahidiyat Iskandar, 1985, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 2, Info Medika, Jakarta.

You might also like