You are on page 1of 63

ASPEK SPIRITUAL

DALAM KEPERAWATAN
PENGERTIAN
 Spiritualitas, keyakinan dan agama
merupakan hal yang terpisah, walaupun
seringkali diartikan sama. Pemahaman
tentang perbedaan antara tiga istilah
sangat penting bagi perawat untuk
menghindarkan salah pengertian yang
akan mempengaruhi pendekatan yang
digunakan perawat.
Spiritualitas atau keyakinan
spiritual
 Spiritualitas adalah keyakinan dalam
hubungannya de­ngan yang Maha
Kuasa dan Maha Pencipta. Sebagai
contoh seseorang yang percaya
kepada Allah sebagai Pencipta atau
sebagai Maha Kuasa
 Menurut Burkhardt (1993), spiritualitas
meliputi aspek sebagai berikut:
1. Berhubungan. dengan sesuatu yang tidak
diketahui atau ketidakpastian dalam
kehidupan.
2. Menemukan arti dan tujuan hidup.
3. Menyadari kemampuan untuk menggunakan
sumber dan kekuatan dalam diri sendiri.
4. Mempunyai perasaan keterikatan dengan
diri sendiri dan dengan Yang Maha Tinggi.
 Mickley et al (1992) menguraikan
spiritualitas sebagai suatu yang
multidimensi, yaitu dimensi
eksistensial dan dimensi agama.
Dimensi eksistensial berfokus pada
tujuan dan arti kehidupan,
sedangkan dimensi agama lebih
berfokus pada hubungan seseorang
dengan Tuhan Yang Maha Penguasa
 Stoll (1989), menguraikan bahwa
spiritualitas sebagai konsep dua dimensi:
dimensi vertikal adalah hubungan dengan
Tuhan atau Yang Maha Tinggi yang
menuntun kehidupan seseorang,
sedangkan dimensi horizontal adalah
hubungan seseorang dengan diri sendiri,
dengan orang lain dan dengan lingkungan.
Terdapat hubungan yang terus menerus
antara dua dimersi tersebut
 Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk
mempertahankan atau mengembalikan
keyakinan dan memenuhi kewajiban agama,
serta kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau
pengampunan, mencintai, menjalin hubungan
penuh rasa percaya dengan Tuhan (Carson,
1989).
 Dapat disimpulkan kebutuhan spiritual
merupakan kebutuhan untuk mencari arti dan
tujuan hidup, kebutuhan untuk mencintai dan
dicintai serta rasa keterikatan, dan kebu­tuhan
untuk memberikan dan mendapatkan maaf
KEPERCAYAAN (FAITH)
 Mempunyai kepercayaan atau keyakinan berarti
mem­percayai atau mempunyai komitmen
terhadap sesuatu atau seseorang. Secara
umum agama atau keyakinan spiritual
merupakan upaya seseorang untuk memahami
tempat seseorang di dalam kehidupan, yaitu
bagaimana seseorang melihat dirinya dalam
hubungannya dengan lingkungan secara
menyeluruh..
AGAMA
 Agama merupakan suatu sistem ibadah
yang terorgani­sasi atau teratur
 Agama mempunyai keyakinan sentral,
ritual, dan praktik yang biasanya
berhubungan dengan kematian,
perkawinan dan
keselamatan/penyelamatan (salvation).
 Agama mempunyai aturan-aturan
tertentu yang dipraktikkan dalam
kehidupan sehari-hari yang
memberikan kepuasan bagi yang
menjalankannya
 Perkembangan keagamaan individu
merujuk pada penerima­an
keyakinan, nilai, aturan dan ritual
tertentu
Seseorang terpenuhi kebutuhan spiritualnya
apabila mampu
1. Merumuskan arti personal yang positif
tentang tujuan keberadaannya
didunia/kehidupan
2. Mengembangkan arti penderitaan dan
meyakini hikmah dari suatu kejadian atau
penderitaan.
3. Menjalin hubungan positif dan dinamis
melalui keyakinan, rasa percaya dan
cinta.
4. Membina integritas personal dan
merasa diri berharga.
5. Merasakan kehidupan yang terarah
terlihat melalui harapan.
6. Mengembangkan hubungan antar
manusia yang positif.
PERKEMBANGAN SPIRITUAL
1. Bayi & Toddler (0-2 tahun)
 Tahap awal perkembangan spiritual

adalah rasa percaya kepada yang


mengasuh yang sejalan dengan
perkembangan rasa aman, dan dalam
hubungan interpersonal, karena sejak
awal kehidupan manusia mengenal dunia
melalui hubungannya dengan lingkungan,
khususnya orangtua.
 Bayi dan toddler belum memiliki
rasa salah dan benar, serta
keyakinan spiritual. Mereka mulai
meni­ru kegiatan ritual tanpa
mengerti arti kegiatan tersebut,
serta ikut ke tempat ibadah yang
mempengaruhi citra diri mereka.
2. Prasekolah
 Sikap orangtua tentang kode moral dan

agama mengajarkan kepada anak


tentang apa yang dianggap baik dan
buruk. Anak prasekolah meniru apa yang
mereka lihat bukan yang dikatakan orang
lain. Permasalahan akan timbul apabila
tidak ada kesesuaian atau bertolak
belakang antara apa yang dilihat dan
yang dikatakan kepada mereka.
 Anak prasekolah sering bertanya tentang moralitas
dan agama seperti perkataan atau tindakan tertentu
dianggap salah? dan juga bertanya "apa itu surga?"
Mereka meyakini bahwa orangtua mereka seperti
Tuhan.
 Menurut Kozier, Erb, Blais & Wilkinson (1995), pada
usia ini metode pendidikan spiritual yang paling
efektif adalah memberikan: indoktrinasi dan
memberikan ke­sempatan kepada mereka untuk
memilih caranya.
 Agama merupakan bagian dari
kehidupan sehari-hari. Mereka
percaya bahwa Tuhan yang
membuat hujan dan angin, hujan
dianggap sebagai air mata Tuhan.
3. Usia sekolah
 Anak dengan usia sekolah mengharapkan

Tuhan akan : ~enjawab doanya, yang salah


akan dihukum dan yang baik akan diberi hadiah.
Pada masa prapubertas, anak sering mengalami
kekecewaan karena mereka mulai me­nyadari
bahwa doanya tidak selalu dijawab mengguna­
kan cara mereka dan mulai mencari alasan
tanpa mau menerima keyakinan begitu saja.
 Pada usia ini, anak mulai mengambil
keputusan akan melepaskan atau
meneruskan agama yang dianutnya karena
ketergantungannya kepada orangtua.
 Pada masa remaja, mereka membandingkkan
standar orangtua mereka dengan orangtua
yang lain dan menetapkan standar apa yang
akan diintegrasikan dalam perilakunya.
 Remaja juga membandingkan pandangan
ilmiah dengan pandangan agama serta
mencoba untuk menyatukannya.
 Pada remaja yang mempunyai orangtua
berbeda agama, pada masa inilah
mereka akan memutuskan pilihan agama
yang akan dianutnya atau tidak memilih
satupun dari kedua agama orangtuanya.
4. Dewasa
 Kelompok usia dewasa muda yang

dihadapkan pada pertanyaan bersifat


Keagamaan dari anaknya akan me­nyadari
apa yang pernah diajarkan kepadanya
pada masa kanak-kanak dulu, lebih dapat
diterima pada masa dewa­sa daripada
waktu remaja dan masukan dari orangtua
tersebut dipakai untuk mendidik anaknya.
5. Usia pertengahan
 Kelompok usia pertengahan dan lansia

mempunyai lebih banyak waktu untuk kegiatan


agama dan berusaha untuk mengerti nilai nilai
agama yang diyakini oleh generasi muda.
 Perasaan kehilangan karena pensiun dan tidak

aktif serta menghadapi kematian orang lain


(saudara, sahabat) menimbulkan rasa kesepian
dan mawas diri.
 Perkembangan filosofis agama yang
lebih matang sering dapat membantu
orangtua untuk menghadapi kenyataan,
berperan aktif dalam kehidupan dan
merasa berharga serta lebih dapat
menerima kematian sebagai sesuatu
yang tidak dapat ditolak atau
dihindarkan.
KETERKAITAN ANTARA
SPIRITUALITAS, KESEHATAN DAN
SAKIT
 Keyakinan spiritual sangat penting
bagi perawat karena dapat
mempengaruhi tingkat kesehatan
dan perilaku self­care klien
1. Menuntun kebiasaan hidup sehari-hari
 Praktik tertentu pada umumnya yang berhubungan
dengan pelayanan kesehatan mungkin mempunyai
makna keagamaan bagi klien. Sebagai contoh,
ada agama yang menetapkan makanan diit yang
boleh dan tidak boleh dimakan. Begitu pula
metode keluarga berencana ada agama yang
melarang cara tertentu untuk mencegah kehamilan
termasuk terapi medik atau pengobatan.
2. Sumber dukungan
 Pada saat mengalami stres, individu akan mencari du­
kungan dari keyakinan agamanya. Dukungan ini
sangat diperlukan untuk menerima keadaan sakit yang
dialami, khususnya jika penyakit tersebut memerlukan
proses penyembuhan yang lama dengan hasil yang
belum pasti. Sembahyang atau berdoa, membaca
kitab suci dan praktik keagamaan lainnya sering
membantu memenuhi kebutuhan spiritual yang
merupakan suatu perlindungan terhadap tubuh
3. Sumber kekuatan dan penyembuhan
 Nilai dari keyakinan agama tidak dapat dengan mudah
dievaluasi (Taylor, Lillis & Le Mone, 1997). Walaupun
demikian pengaruh keyakinan tersebut dapat diamati
oleh tenaga kesehatan dengan mengetahui bahwa
individu cenderung dapat menahan distress fisik yang
luar biasa karena mempunyai keyakinan yang kuat.
Keluarga klien akan mengikuti semua proses
penyembuhan yang memerlukan upaya luar biasa,
karena keyakinan bahwa semua upaya tersebut akan
berhasil.
4. Sumber konflik
 Pada suatu situasi tertentu, bisa terjadi konflik
antara keyakinan agama dengan praktik kesehatan.
Misalnya ada orang yang memandang penyakit
sebagai suatu bentuk hukuman karena pernah
berdosa. Ada agama tertentu yang menganggap
manusia sebagai mahluk yang tidak berdaya dalam
mengendalikan lingkungannya, oleh karena itu
penyakit diterima sebagai nasib bukan sebagai
sesuatu yang harus disembuhkan.
FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI SPIRITUALITAS
 Menurut Taylor, Lillis & Le Mone (1997) dan
Craven & Hirnle (1996), faktor penting yang
dapat mempengaruhi spiritualitas seseorang
adalah:
1) pertimbangan tahap perkembangan
2) keluarga
3) latar belakang etnik dan budaya
4) pengalaman hidup sebelumnya
5) krisis
6) terpisah dari ikatan spiritual
7) isyu moral terkait dengan terapi
8) asuhan keperawatan yang kurang
tepat.
MANIFESTASI PERUBAHAN
FUNGSI SPIRITUAL
1. Verbalisasi distres
 Individu yang mengalami gangguan fungsi

spiritual biasanya memverbalisasikan distres


yang dialaminya atau mengekspresikan
kebutuhan untuk mendapatkan bantuan.
Misalnya seorang isteri mengatakan: "Saya
merasa bersalah karena saya seharusnya
mengetahui lebih awal bahwa suami saya
mengalami serangan jan­tung. "
 Biasanya Klien meminta perawat untuk
berdoa bagi kesembuhannya atau
memberitahukan kepada pe­muka agama
untuk mengunjunginya. Perawat juga perlu
peka terhadap keluhan klien tentang kematian
atau me­rasa tidak berharga dan kehilangan
arti hidup. Kepekaan perawat sangat penting
dalam menarik kesimpulan dari verbalisasi
klien tentang distres yang dialami klien.
2. Perubahan perilaku
 Perubahan perilaku juga dapat merupakan manifestasi
gangguan fungsi spiritual. Klien yang merasa cemas
dengan hasil pemeriksaan atau menunjukkan kemarahan
setelah mendengar hasil pemeriksaan mungkin saja se­
dang menderita distres spiritual.
 Ada yang bereaksi dengan perilaku mengintrospeksi diri
dan mencari alasan terjadinya suatu situasi dan berupaya
mencari fakta yang dapat menjelaskan situasi tersebut
PROSES KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
 Ketepatan waktu pengkajian merupakan hal
yang penting yaitu sebaiknya dilakukan
setelah pengkajian aspek psikososial klien.
 Selanjutnya, jika klien menanyakan tentang
aspek psikososial ini, maka perawat
langsung dapat menjelaskan bahwa
keyakinan spiritual seseorang juga
merupakan bagian penting untuk
memelihara kesehatan.
 Pengkajian dilakukan untuk
mendapatkan data sub­jektif dan data
objektif. Dalam buku ajar ini, akan digu­
nakan proses keperawatan menurut
Craven & Hirnle (1996), dilengkapi
dengan tulisan Kozier, Blais & Wil­kinson
(1995) serta Taylor, Lillis dan Le Mone
(1997).
Pada dasarnya informasi awal yang perlu digali
secara umum adalah:
Afiliasi agama
a. Partisipasi klien dalam kegiatan agama apakah dilakukan secara
aktif atau tidak aktif.
b. Jenis partisipasi dalam kegiatan agama.
Keyakinan agama atau spiritual,mempengaruhi:
a. Praktik kesehatan: diet, mencari dan menerima terapi, ritual atau
upacara agama.
b. Persepsi penyakit: hukuman, cobaan terhadap keya­kinan.
c. Strategi koping.
Nilai agama atau spiritual,
mempengaruhi:
a. Tujuan dan arti hidup.
b. Tujuan dan arti kematian.
c. Kesehatan dan pemeliharaannya.
d. Hubungan dengan Tuhan, diri sendiri
dan orang lain.
A. Pengkajian data subjektif
 Pedoman Pengkajian Spiritual yang

disusun oleh Stoll dalam Craven & Hirnle


(1996) mencakup empat area yaitu :
 konsep tentang Tuhan atau Ketuhanan

 sumber harapan dan kekuatan

 praktik agama dan ritual

 hubungan antara keyakinan spiritual

dan kondisi kesehatan.


Pertanyaan yang dapat diajukan perawat
untuk memperoleh informasi tentang
pola fungsi spiri­tual klien antara lain:
a. Apakah agama atau Tuhan
merupakan hal penting dalam
kehidupan anda?
b. Kepada siapa anda biasanya
meminta bantuan?
c. Apakah anda merasa kepercayaan
(agama) membantu anda? Jika ya,
jelaskan bagaimana dapat membantu
anda?
d. Apakah sakit (atau kejadian penting
lainnya yang pernah anda alami) telah
mengubah perasaan anda terhadap
Tuhan atau praktik kepercayaan yang
anda anut?
 Fish dan Shelly dalam Craven dan
Hirnle (1996) juga menambahkan
beberapa pertanyaan yang bermanfaat
untuk mengkaji data subjektif sebagai
berikut:
a. Mengapa anda berada di rumah sakit?
b. Apakah kondisi sakit yang anda alami
telah mempe­ngaruhi cara anda
memandang kehidupan?
c. Apakah penyakit anda telah
mempengaruhi hubungan anda dengan
orang yang paling berarti dalam kehi­
dupan anda?
d. Apakah kondisi sakit yang anda alarrmi
telah mempe­ngaruhi cara anda melihat
diri anda sendiri?
e. Apa yang paling anda butuhkan saat ini?
 Pertanyaan juga dapat diajukan untuk mengkaji
kebu­tuhan spiritual anak yang antara lain adalah:
a. Bagaimana perasaanmu ketika dalam kesulitan?
b. Kepada siapa engkau meminta perlindungan ketika
sedang merasa takut (selain kepada orangtua)?
c. Apa kegemaran yang dilakukan ketika sedang
merasa bahagia/gembira? Ketika sedang bersedih?
d. Engkau tahu siapakah Tuhan itu? Seperti apakah
Tuhan itu?
 Pertanyaan juga dapat diajukan untuk mengkaji
kebu­tuhan spiritual anak yang antara lain adalah:
a. Bagaimana perasaanmu ketika dalam kesulitan?
b. Kepada siapa engkau meminta perlindungan ketika
sedang merasa takut (selain kepada orangtua)?
c. Apa kegemaran yang dilakukan ketika sedang
merasa bahagia/gembira? Ketika sedang bersedih?
d. Engkau tahu siapakah Tuhan itu? Seperti apakah
Tuhan itu?
B. Pengkajian data objektif
 Pengkajian data objektif dilakukan melalui

pengkajian klinik yang meliputi pengkajian afek


dan sikap, perilaku, verbalisasi, hubungan
interpersonal dan lingkungan. Pengkajian data
objektif terutama dilakukan melalui observasi.
 Perawat perlu mengobservasi aspek aspek

berikut ini untuk mendapatkan data objektif


atau data klinik:
Afek dan sikap
1. Apakah klien tampak kesepian, depresi, marah,
cemas, agitasi, apatis atau preokupasi?
Perilaku
1. Apakah klien tampak berdoa sebelum makan,
membaca kitab suci atau buku keagamaan?
2. Apakah klien seringkali mengeluh, tidak dapat
tidur, bermimpi buruk dan berbagai bentuk
gangguan tidur lainnya, serta bercanda yang
tidak sesuai atau meng­ekspresikan
kemarahannya terhadap agama?
DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan penyesuaian terhadap penyakit yang
ber­hubungan dengan ketidakmampuan untuk
merekon­silasi penyakit dengan keyakinan
spiritual.
b. Koping individual tidak efektif yang berhubungan
dengan kehilangan agama sebagai dukungan
utama (merasakan ditinggalkan oleh Tuhan).
c. Takut yang berhubungan belum siap untuk
meng­hadapi kematian dan pengalaman
kehidupan setelah kematian.
d. Berduka yang disfungsional: Keputusasaan
yang berhubungan dengan keyakinan bahwa
agama tidak mempunyai arti.
e. Keputusasaan yang berhubungan dengan
keyakinan bahwa tidak ada yang peduli
termasuk Tuhan.
f. Ketidakberdayaan yang berhubungan dengan
pera­saan menjadi korban.
g. Gangguan harga diri yang berhubungan
dengan ke­gagalan untuk hidup sesuai dengan
ajaran agama.
h. Disfungsi seksual yang berhubungan
dengan konflik nilai.
i. Gangguan pola tidur yang
berhubungan dengan dis­tres spiritual.
j. Risiko tindak kekerasan terhadap diri
sendiri berhu­bungan dengan
perasaan bahwa hidup ini tidak
berarti.
PERENCANAAN
 Tujuan asuhan keperawatan pada klien yang
mengalami distres spiritual, harus difokuskan
pada menciptakan lingkungan yang
mendukung praktik keagamaan dan
keyakinan yang biasanya dilakukan.
 Tujuan ditetapkan secara individual dengan

mempertimbangkan riwayat klien, area


berisiko, dan tanda-tanda disfungsi serta
data objektif yang relevan.
Contoh tujuan klien dengan distres spiritual :
klien akan:
I . Mengidentifikasi keyakinan spiritual yang
memenuhi kebutuhan untuk memperoleh arti
dan tujuan, men­cintai dan keterikatan serta
pengampunan. '
2. Menggunakan kekuatan keyakinan, harapan
dan rasa nyaman ketika menghadapi
tantangan berupa penya­kit, cidera atau krisis
kehidupan lain.
3. Mengembangkan praktik spiritual
yang memupuk komunikasi dengan
diri sendiri, dengan Tuhan dan
dengan dunia luar.
4. Mengekspresikan kepuasan dengan
keharmonisan antara keyakinan
spiritual dengan kehidupan sehari
hari.
Kriteria klien akan:
1. Menggali akar keyakinan dan praktik spiritual.
2. Mengidentifikasi faktor dalam kehidupan yang
menantang keyakinan spiritual.
3. Menggali alternatif: mengingkari, memodifikasi atau
menguatkan keyakinan; mengembangkan
keyakinan baru.
4. Mengidentifikasi dukungan spiritual (membaca kitab
suci, kelompok pengajian, dsb)
5. Melaporkan atau mendemonstrasikan berkurangnya
distres spiritual setelah keberhasilan intervensi.
 Pada dasarnya perencanaan pada klien
dengan distres spiritual dirancang untuk
memenuhi kebutuhan spiritual klien
dengan:
1. Membantu klien memenuhi kewajiban
agamanya.
2. Membantu klien menggunakan sumber
dari dalam dirinya dengan cara lebih
efektif untuk mengatasi situasi yang
sedang dialaminya.
3. Membantu klien mempertahankan atau
membina hu­bungan personal yang dinamik
dengan Maha Pencipta ketika sedang
menghadapi peristiwa yang kurang
menyenangkan.
4. Membantu klien mencari arti keberadaannya
dan si­tuasi yang sedang dihadapinya.
5. Meningkatkan perasaan penuh harapan.
6. Memberikan sumber spiritual atau cara lain
yang relevan.
IMPLEMENTASI
a. Periksa keyakinan spiritual pribadi perawat.
b. Fokuskan perhatian pada persepsi klien terhadap
ke­butuhan spiritualnya.
c. Jangan mengasumsi klien tidak mempunyai kebu­
tuhan spiritual.
d. Mengetahui pesan non-verbal tentang kebutuhan
spi­ritual pasien.
e. Berespons secara singkat, spesifik, dan faktual.
f. Mendengarkan secara aktif dan menunjukkan
empati yang berarti menghayati masalah klien.
g. Menerapkan tehnik komunikasi terapeutik
dengan tehnik mendukung, menerima,
bertanya, memberi informasi, refleksi,
menggali perasaan dan kekuatan yang dimiliki
klien
h. Meningkatkan kesadaran dengan kepekaan
pada ucapan atau pesan verbal klien
i. Bersikap empati yang berarti memahami dan
mengalami perasaan klien
j. Memahami masalah klien tanpa menghukum
walaupun tidak berarti menyetujui klien
k. Menentukan arti dari situasi klien,
bagaimana klien berespons terhadap
penyakit?
l. Apakah klien menganggap penyakit yang
dideritanya merupakan hukuman, cobaan
atau anugerah dari Tuhan?
m. Membantu memfasilitasi klien agar dapat
memenuhi kewajiban agama
n. Memberitahu pelayanan spiritual yang
tersedia di rumah sakit
EVALUASI
 Untuk mengevaluasi apakah klien
telah mencapai krite­ria hasil yang
ditetapkan pada fase perencanaan,
perawat perlu mengumpulkan data
terkait dengan pencapaian tujuan
asuhan keperawatan.
 Tujuan asuhan keperawatan
tercapai apabila secara umum klien:
1. Mampu beristirahat dengan tenang.
2. Menyatakan penerimaan keputusan
moral/etika.
3. Mengekspresikan rasa damai
berhubungan dengan Tuhan.
4. Menunjukkan hubungan yang hangat dan
terbuka dengan pemuka agama.
5. Menunjukkan afek positif, tanpa perasaan
march, rasa bersalah dan ansietas.
6. Menunjukkan perilaku lebih positif.
7. Mengekspresikan arti positif terhadap
situasi dan keberadaannya.
TERIMA KASIH

You might also like