Professional Documents
Culture Documents
G1C007008
SAPONIN F.MIPA. Universitas mataram
1. PENDAHULUAN
Di kehidupan sehari-hari kita sering melihat peristiwa buih yang disebabkan karena
kita mengkocok suatu tanaman ke dalam air. Secara fisika buih ini timbul karena adanya
penurunan tegangan permukaan pada cairan (air). Penurunan tegangan permukaan
disebabkan karena adanya senyawa sabun (bahasa latin = sapo) yang dapat
mengkacaukan iktan hidrogen pada air. Senyawa sabun ini biasanya memiliki dua bagian
yang tidak sama sifat kepolaranya.
Dalam tumbuhan tertentu mengandung senyawa sabun yang biasa disebut saponin.
Saponin berbeda struktur dengan senywa sabun yang ada. Saponin merupakan jenis
glikosida. Glikosida adalah senyawa yang terdiri daro glikon (Glukosa, fruktosa,dll) dan
aglikon (senyawa bahan aalam lainya). Saponin umumnya berasa pahit dan dapat
membentuk buih saat dikocok dengan air. Selain itu juga bersifat beracun untuk beberapa
hewan berdarah dingin (Najib, 2009).
Saponin merupakan glikosida yang memiliki aglikon berupa steroid dan triterpen.
Saponin steroid tersusun atas inti steroid (C 27) dengan molekul karbohidrat. Steroid
saponin dihidrolisis menghasilkan suatu aglikon yang dikenal sebagai saraponin. Saponin
triterpenoid tersusun atas inti triterpenoid dengan molekul karbohidrat. Dihidrolisis
menghasilkan suatu aglikon yang disebut sapogenin. Masing-masing senyawa ini banyak
dihasilkan di dalam tumbuhan (Hartono, 2009).
Tumbuhan yang mengandung sponin ini biasanya memiliki Genus Saponaria dari
Keluarga Caryophyllaceae. Senywa saponin juga ditemui pada famili sapindaceae,
curcurbitaceae, dan araliaceae. Salah satu tumbuhan obata yang mengandung saponin
adalah gingseng yang termasuk famili araliaceae (http://en.wikipedia.org/wiki/Saponin).
Biosintesis saponin ini terjadi sesuai dengan aglikon yang menempel. Baik steroid
maupun triterpen biosintesis saponin melalui jalur asam malonat yang nanti akan DPP
dan IPP yang membentuk triterpen dan steroid dengan membentuk squalen terlebih
dahulu dan terjadi siklisasi. Biosintesa saponin ini akan dibahas lebih rinci. Selain itu juga
makalah ini akan membahas klasifiksai serta peranannya dalam makhluk hidup.
2. KLASIFIKASI
Secara umum saponin merupakan bentuk glikosida yang memiliki aglikon berupa
steroid dan triterpen. Triterpen merupakan jenis senyawa bahan alam yang memiliki 6
monoterpen atau memiliki jumlah atom karbon sebanyak 30. Dari aglikonnya saponin
dapat bagi menjadi dua yaitu saponin dengan steroid dan saponin dengan triterpen.
2.1. Saponin dengan steroid.
Saponin jenis ini memiliki aglikon berupa steroid yang di peroleh dari
metabolisme sekunder tumbuhan. Jembatan ini juga sering disebut dengan
glikosida jantung, hal ini disebabkan karena memiliki efek kuat terhadap jantung.
H3C CH3
CH3
CH3
CH3
H3C
O
O
CH3
CH3
Glikon
O Asparagosida
CH3
CH3 CH
CH3 3
HO
CH3 Struktur Dasar Triterpen
CH3
Salah satu jenis contoh saponin ini adalah asiatosida. Senyawa ini terdapat
pada tumbuhan Gatu kola yang tumbuh didaerah India. Senyawa ini dapat dipakai
sebagai antibiotik (Anonim, 2009).
H3C CH3
O
CH3 CH Glikon
CH3 3
HO
CH3
CH3 Asiacosida
3. BIOSINTESIS
Biosintesis pada kedua jenis senyawa ini hampir sama baik saponin denga steroid
maupun triterpen. Semua senyawa ini melalui jalur asam mevalonat yang diperoleh dari
asetil CoA . Sebelum membentuk steroid biosintesis ini membentuk senyawa squalen
yang merupakan jenis triterpen yang merupakan gabungan dari dua farnesil piroposfat.
Setelah membentuk squalen, maka terjadi reaksi oksidasi pada atom C nomor 3 sehingga
terbentuk OH, setelah itu terjadi pembentukan epoksidasqualen. Senyawa ini akan terjadi
siklisasai menjadi lanosterol yang merupakan bentuk dasar dari senyawa steroid(Arifin,
1986). Sedangkan perbedaannya dengan triterpen adalah pada jumlah cincin dan bnetuk
cincin keempat dan kelima, pada triterpen masing-masing cincin tersebut memiliki 5 atom
karbon.
3.1. Biosintesis 2,3 epoksidoSqualen
epoks
O
O HO
CH3 H3C OPP
H3C
OH HO
OH H3C H3C H3C
asam asetat asam mevalonat
+
H3C OPP
CH3
H3C
Squalen CH3 CH3 CH3
H3C CH3
H3C CH3
CH3
CH3
CH3
H3C CH3
CH3 H3C
H3C CH CH3
3 Squalen O
H3C CH 2,3 epoksidasqualen
3