You are on page 1of 22

ANEMIA

A. Konsep Dasar
1. Anatomi-Fisiologi
Darah merupakan bentuk jaringan ikat khusus, terdiri atas elemen
pembentuk yaitu sel-sel darah, trombosit dan plasma darah. Volume darah
pada manusia dewasa sehat kurang lebih lima liter dan bila dibandingkan
darah meliputi sekitar 8% berat badan. Darah terdiri dari tiga sel utama yaitu
sel darah merah, sel darah putih, dan platelet. Setiap jenis sel darah
menjalani beberapa tahap kematangan dan diferensiasi yang kompleks
ketika berkembang dari sel induk menjadi sel matur (matang). Pada orang
dewasa, pembentukan sel darah terutama berada di dalam sumsum tulang.
Sel darah merah merupakan sel yang berdiferensiasi jauh dan
mempunyai fungsi transpor oksigen. Sel darah putih adalah sel yang
mengandung inti, melindungi tubuh dari invasi bakteri dan reaksi melawan
terhadap benda atau jaringan asing, sedangkan platelet berperan dalam
pelepasan sel-sel koagulasi.
2. Pengertian
Secara umum anemia adalah pengurangan jumlah sel darah merah,
kuantitas hemoglobin dan volume pada sel darah merah (hematokrit) per
100 ml darah. Menurut Fenstermacher dan Hudson (1997), anemia adalah
berkurangnya secara signifikan massa sel darah merah sehingga kapasitas
darah yang membawa oksigen menjadi berkurang.
Secara fisiologis, anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah
hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan sehingga tubuh akan
mengalami hipoksia. Anemia bukan suatu penyakit atau diagnosis
melainkan merupakan pencerminan ke dalam suatu penyakit atau dasar
perubahan patofisilogis yang diuraikan oleh anamnese dan pemeriksaan
fisik yang teliti serta didukung oleh pemeriksaan laboratorium.
3. Etiologi
Anemia disebabkan oleh berbagai jenis penyakit, namun semua
kerusakan tersebut secara signifikan akan mengurangi banyaknya oksigen
yang tersedia untuk jaringan. Menurut Brunner dan Suddart (2001),
beberapa penyebab anemia secara umum antara lain :

1
a. Secara fisiologis anemia terjadi bila terdapat kekurangan jumlah
hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan.
b. Akibat dari sel darah merah yang prematur atau penghancuran sel darah
merah yang berlebihan.
c. Produksi sel darah merah yang tidak mencukupi.
d. Faktor lain meliputi kehilangan darah, kekurangan nutrisi, faktor
keturunan, penyakit kronis dan kekurangan zat besi.
4. Klasifikasi
Anemia dapat diidentifikasikan menurut morfologi sel darah merah
serta indeks-indeksnya dan menurut etiologinya. Pada klasifikasi anemia
menurut morfologi sel darah merah dan indeks-indeksnya terbagi menjadi :
a. Menurut ukuran sel darah merah
Anemia normositik (ukuran sel darah merah normal), anemia
mikrositik (ukuran sel darah merah kecil) dan anemia makrositik
(ukuran sel darah merah besar).
b. Menurut kandungan dan warna hemoglobin
Anemia normokromik (warna hemoglobin normal), anemia
hipokromik (kandungan dan warna hemoglobin menurun) dan anemia
hiperkromik (kandungan dan warna hemoglobin meningkat).
Menurut Brunner dan Suddart (2001), klasifikasi anemia menurut
etiologinya secara garis besar adalah berdasarkan defek produksi sel darah
merah (anemia hipoproliferatifa) dan destruksi sel darah merah (anemia
hemolitika).
a. Anemia Hipoproliferatifa
Sel darah merah biasanya bertahan dalam jangka waktu yang
normal, tetapi sumsum tulang tidak mampu menghasilkan jumlah sel
yang adekuat jadi jumlah retikulositnya menurun. Keadaan ini mungkin
disebabkan oleh kerusakan sumsum tulang akibat obat dan zat kimia
atau mungkin karena kekurangan hemopoetin, besi, vitamin B12 atau
asam folat. Anemia hipoproliferatifa ditemukan pada :
1). Anemia aplastik
Pada anemia aplastik, lemak menggantikan sumsum tulang,
sehingga menyebabkan pengurangan sel darah merah, sel darah
putih dan platelet. Anemia aplastik sifatnya kongenital dan
idiopatik.

2
2). Anemia pada penyakit ginjal
Secara umum terjadi pada klien dengan nitrogen urea darah
yang lebih dari 10 mg/dl. Hematokrit menurun sampai 20 sampai
30 %. Anemia ini disebabkan oleh menurunnya ketahanan hidup
sel darah merah maupun defisiensi eritropoetin.
3). Anemia pada penyakit kronik
Berbagai penyakit inflamasi kronis yang berhubungan dengan
anemia jenis normositik normokromik (sel darah merah dengan
ukuran dan warna yang normal). Apabila disertai dengan
penurunan kadar besi dalam serum atau saturasi transferin, anemia
akan berbentuk hipokrom mikrositik. Kelainan ini meliputi arthritis
reumatoid, abses paru, osteomielitis, tuberkulosis dan berbagai
keganasan.
4). Anemia defisiensi-besi
Anemia defisiensi besi adalah keadaan dimana kandungan besi
tubuh total turun dibawah tingkat normal dan merupakan sebab
anemia tersering pada setiap negara. Dalam keadaan normal tubuh
orang dewasa rata-rata mengandung 3 - 5 gram besi, tergantung
pada jenis kelamin dan besar tubuhnya.
Penyebab tersering dari anemia defisiensi besi adalah
perdarahan pada penyakit tertentu (misal : ulkus, gastritis, tumor
pada saluran pencernaan), malabsorbsi dan pada wanita
premenopause (menorhagia). Menurut Pagana dan Pagana (1995),
pada anemia defisiensi besi, volume corpuscular rata-rata (Mean
Corpuscular Volume atau MCV), microcytic Red Blood Cells dan
hemoglobin corpuscular rata-rata (Mean Corpuscular
Haemoglobine atau MCH) menurun.
5). Anemia megaloblastik
Anemia yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dan asam
folat. Terjadi penurunan volume corpuscular rata-rata dan
mikrositik sel darah merah. Anemia megaloblastik karena
defisiensi vitamin B12 disebut anemia pernisiosa. Tidak adanya
faktor instrinsik pada sel mukosa lambung yang mencegah ileum
dalam penyerapan vitamin B12 sehingga vitamin B12 yang diberikan
melalui oral tidak dapat diabsorpsi oleh tubuh sedangkan yang kita

3
tahu vitamin B12 sangat penting untuk sintesa deoxyribonucleic
acid (DNA).
Anemia megaloblastik karena defisiensi asam folat, biasa
terjadi pada klien yang jarang makan sayur-mayur, buah mentah,
masukan makanan yang rendah vitamin, peminum alkohol atau
penderita malnutrisi kronis.
b. Anemia Hemolitika
Pada anemia ini, eritrosit memiliki rentang usia yang memendek.
Sumsum tulang biasanya mampu berkompensasi sebagian dengan
memproduksi sel darah merah baru tiga kali atau lebih dibandingkan
kecepatan normal. Ada dua macam anemia hemolitika, yaitu :
1). Anemia hemolitika turunan (Sferositosis turunan)
Merupakan suatu anemia hemolitika dengan sel darah merah
kecil dan splenomegali.
2). Anemia sel sabit
Anemia sel sabit adalah anemia hemolitika berat akibat adanya
defek pada molekul hemoglobin dan disertai dengan serangan nyeri.
Anemia sel sabit adalah kerusakan genetik dan merupakan anemia
hemolitik herediter resesif. Anemia sel sabit dikarenakan oklusi
vaskuler dalam kapiler yang disebabkan oleh Red Blood Cells
Sickled(RBCs) dan kerusakan sel darah merah yang cepat
(hemolisis). Sel-sel yang berisi molekul hemoglobin yang tidak
sempurna menjadi cacat, kaku dan berbentuk bulan sabit ketika
bersirkulasi melalui vena. Sel-sel tersebut macet di pembuluh darah
kecil dan memperlambat sirkulasi darah ke organ-organ tubuh.
RBCs berbentuk bulan sabit hanya hidup selama 15-21 hari.
5. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau
kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum
dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik dan invasi tumor. Sel
darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi).
Pada destruksi, masalahnya dapat diakibatkan karena defek sel darah merah
yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal atau akibat
beberapa faktor di luar sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel
darah merah.

4
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi dalam sel fagositik atau dalam
sistem retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil
samping proses ini, bilirubin yang terbentuk dalam fagosit, akan memasuki
aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera
direfleksikan dengan peningkatan produksi plasma. Hal ini tercermin dalam
anemia defisiensi besi.
Anemia defisiensi besi disebabkan cacat pada sintesis hemoglobin atau
dapat dikatakan kurang pembebasan besi dari makrofag ke serum, sehingga
kandungan besi dalam hemoglobin berkurang. Sedangkan yang kita tahu
sebagian besar besi dalam tubuh dikandung dalam hemoglobin yang
beredar dan akan digunakan kembali untuk sintesis hemoglobin setelah sel
darah merah mati. Bila defisiensi besi berkembang, cadangan retikulo-
endotelial (haemosiderin dan ferritin) menjadi kosong sama sekali sebelum
anemia terjadi.
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi,
seperti yang terjadi pada berbagai kelainan hemolitik, maka hemoglobin
akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi
plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk
hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya (apabila jumlahnya lebih dari
sekitar 100 mg/dl), hemoglobin akan terdifusi dalam glomerulus ginjal dan
ke dalam urin (hemoglobinuria). Jadi ada atau tidak adanya
hemoglobinemia dan hemoglobinuria dapat memberikan informasi
mengenai lokasi penghancuran sel darah merah abnormal pada klien dengan
hemolisis dan dapat merupakan petunjuk untuk mengetahui sifat proses
hemolitik tersebut.
Anemia pada pasien tertentu disebabkan oleh penghancuran sel darah
merah yang tidak mencukupi, biasanya diperoleh dengan dasar :
a. Hitung retikulosit dalam sirkulasi darah.
b. Derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan
cara pematangannya.
c. Ada atau tidak adanya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.
6. Manifestasi Klinis
Pada anemia, karena semua sistem organ dapat terlibat maka dapat
menimbulkan manifestasi klinik yang luas. Manifestasi ini bergantung pada:
a. Kecepatan kejadian anemia

5
b. Durasi
c. Kebutuhan metabolisme klien bersangkutan
d. Adanya kelainan lain atau kecacatan
e. Komplikasi tertentu atau keadaan penyerta kondisi yang menyebabkan
anemia.
Karena jumlah sel darah merah berkurang, maka lebih sedikit oksigen
yang dikirimkan ke jaringan. Kehilangan darah yang cepat sebanyak 30%
dapat menyebabkan kolaps vaskuler pada individu yang sama. Namun
penurunan hemoglobin dan hematokrit tanpa gejala yang tampak atau
ketidakmampuan yang jelas secara bertahap biasanya dapat ditoleransi
sampai 50%. Mekanisme kompensasi tubuh bekerja melalui :
a. Peningkatan curah jantung dan pernapasan, karena itu menambah
pengiriman oksigen ke jaringan-jaringan oleh sel darah merah.
b. Meningkatkan pelepasan oksigen dan hemoglobin.
c. Mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela-sela
jaringan.
d. Redistribusi aliran darah ke organ-organ vital.
Individu yang telah mengalami anemia selama waktu yang cukup lama
dengan kadar hemoglobin antara 9 –11 g/dl, hanya mengalami sedikit gejala
atau tidak ada gejala sama sekali selain takikardi ringan selama latihan.
Takikardi menggambarkan beban kerja dan curah jantung yang meningkat.
Dispnea pada latihan biasanya terjadi bila kadar hemoglobin dibawah 7,5
g/dl yang merupakan manifestasi berkurangnya pengiriman oksigen.
Kelemahan hanya terjadi bila kadar hemoglobin dibawah 6 g/dl. Dispnea
istirahat bila dibawah 3 g/dl dan gagal jantung hanya pada kadar sangat
rendah 2-2,5 g/dl, hal ini disebabkan karena otot jantung yang kekurangan
oksigen tidak dapat menyesuaikan diri dengan beban kerja jantung yang
meningkat.
Salah satu tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah
pucat. Ini diakibatkan berkurangnya volume darah, hemoglobin dan
vasokontriksi untuk memperbesar pengiriman oksigen ke organ-organ vital.
Warna kuku, telapak tangan, memban mukosa mulut dan konjungtiva dapat
digunakan untuk menilai kepucatan.
7. Pemeriksaan diagnostik
Data diagnosis didasarkan atas hasil :

6
a. Penentuan klinis
1). Anamnese (karena defek produksi sel darah merah atau destruksi
sel darah merah).
2). Pemeriksaan fisik.
b. Pemeriksaan tambahan / laboratorium
Berbagai uji hematologis dilakukan untuk menentukan jenis dan
penyebab anemia. Uji tersebut meliputi kadar hemoglobin dan
hematokrit, indeks sel darah merah, penelitian sel darah putih, kadar
besi serum, pengukuran kapasitas ikatan besi, kadar folat, kadar vitamin
B12, hitung trombosit, waktu perdarahan, waktu protrombin dan waktu
tromboplastin parsial.
Selain itu, perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik untuk
menentukan adanya penyakit akut atau kronis serta sumber kehilangan
darah kronis.
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan
mengganti darah yang hilang. Penatalaksanaan anemia berdasarkan
jenisnya, yaitu :
a. Anemia aplastik
Penatalaksanaannya meliputi transplantasi sumsum tulang dan terapi
immunosupresif dengan antithimocyte globulin (ATG) yang diperlukan
melalui jalur sentral selama 7-10 hari. Prognosis buruk jika
transplantasi sumsum tulang tidak berhasil. Bila diperlukan dapat
diberikan transfusi RBC rendah leukosit dan platelet (Phipps,
Cassmeyer, Sanas & Lehman, 1995).
b. Anemia defisiensi besi
Diatasi dengan mengobati penyebabnya dan mengganti zat besi
secara farmakologis selama satu tahun. Laki-laki membutuhkan 10
mg/hari, wanita yang menstruasi 15 mg/hari dan postmenaupouse
membutuhkan 10 mg/hari.

c. Anemia megaloblastik
Untuk anemia megaloblastik yang disebabkan karena defisiensi
vitamin B12 (anemia pernisiosa) dan defisiensi asam folat diobati
dengan pemberian vitamin B12 dan asam folat oral 1 mg/hari.

7
d. Anemia sel sabit
Pengobatannya mencakup pemberian antibiotik dan hidrasi dengan
cepat dan dengan dosis yang besar. Pemberian tambahan asam folat
setiap hari diperlukan untuk mengisi kekurangan asam folat yang
disebabkan karena adanya hemolisis kronik. Transfusi hanya diperlukan
selama terjadi krisis aplastik atau hemolitik. Pendidikan dan bimbingan
yang terus-menerus termasuk bimbingan genetik, penting dilakukan
untuk pencegahan dan pengobatan anemia sel sabit.
9. Komplikasi
Ada tiga komplikasi yang umum terjadi pada anemia yaitu gagal
jantung, kejang dan parestesia (perasaan yang menyimpang seperti rasa
terbakar dan kesemutan).

B. Asuhan Keperawatan
Proses keperawatan adalah suatu pendekatan holistik problem solving yang
memerlukan ilmu, teknik dan keterampilan interpersonal dan ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan klien dan keluarga (Iyer et. Al., 1996). Proses keperawatan
terdiri dari lima tahap yang saling berhubungan yang terdiri dari pengkajian,
perumusan diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
proses yang sistematik dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status klien (Iyer et. al., 1996).
Proses pengkajian meliputi tiga komponen tahap pengkajian yaitu:
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi yang sistimatis
tentang klien termasuk kelemahan dan kekuatan klien. Data
dikumpulkan dari klien, keluarga, orang terdekat, grafik dan rekam
medik. Metode pengumpulan data yang utama adalah observasi,
wawancara dan pemeriksaan fisik.
b. Validasi data
c. Identifikasi pola atau divisi
Data yang terkumpul membentuk data dasar klien. Data dasar
selanjutnya akan digunakan untuk perbandingan nilai-nilai klien dan

8
standar untuk memastikan keefektifan pengobatan, asuhan keperawatan
dan pencapaian kriteria hasil.
Data dasar adalah data yang berisikan tentang:
a. Identitas klien secara umum meliputi nama, alamat, usia, pekerjaan,
suku dan tingkat pendidikan.
b. Riwayat kesehatan pada waktu yang lampau baik yang ada
hubungannya dengan kondisi sakit klien saat ini (anemia) maupun
mengenai penyakit lain yang pernah diderita oleh klien dan
bagaimana cara penanganannya.
c. Riwayat kesehatan sekarang yang berisikan tentang alasan apa yang
menyebabkan klien harus mendapat perawatan di rumah sakit.
d. Aspek psikologis, sosial dan spiritual klien berhubungan dengan
keadaan sakitnya seperti tingkat kecemasan dan pandangan klien
secara spiritual tentang penerimaan terhadap kondisinya.
e. Kebiasaan sehari-hari yang berisikan tentang kebiasaan klien dalam
hal nutrisi, eliminasi, istirahat/tidur, personal hygiene serta aktivitas
sehari-hari.
f. Hasil pemeriksaan fisik yang digambarkan secara sistematis dengan
menggunakan metode inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi dari
rambut sampai kaki.
Dasar data pengkajian klien anemia pada aktivitas dan istirahat
ditemukan adanya takikardia/takipnea, dispnea pada bekerja atau
istirahat, kelemahan otot, penurunan kekuatan, postur lungkai, lesu,
berjalan lambat dan tanda-tanda lain yang menunjukkan keletihan. Pada
sistem sirkulasi ditemukan adanya kulit pucat, begitupula pada
membran mukosa (konjungtiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku,
pengisian kapiler melambat, hipotensi postural, rambut kering, kuku
mudah patah. Pada sistem eliminasi ditemukan distensi abdomen,
ungkapan adanya hematemesis, melena, dan penurunan haluaran urine.
Pada status nutrisi dan cairan ditemukan adanya penurunan berat badan,
anoreksia, mual, muntah. Pada sistem neurosensori ditemukan
ungkapan sakit kepala, pusing, ketidakmampuan berkonsentrasi,
insomnia, kelemahan dan keseimbangan buruk. Pada sistem pernapasan
ditemukan napas pendek pada istirahat dan aktivitas, takipnea, dispnea.

9
Dalam hal keamanan juga dilakukan pengkajian dan ditemukan demam
rendah, menggigil dan berkeringat malam.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan
respon manusia yang berupa status kesehatan atau risiko perubahan pola
dari individu dimana perawat secara pasti untuk menjaga status kesehatan,
menurunkan membatasi dan mencegah morbiditas dan mortilitas (Carpenito,
2000)
Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada klien dengan
anemia, menurut Marilynn E. Dongoes dalam Rencana Asuhan
Keperawatan (1999) antara lain :
a. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrien ke
sel.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen dan kebutuhan.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kegagalan untuk mencerna, ketidakmampuan mencerna makanan/
absorpsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah
normal.
d. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
perubahan sirkulasi dan neurologis, gangguan mobilitas, defisit nutrisi.
e. Konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan masukan diit,
perubahan proses pencernaan, efek samping terapi obat.
f. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan penurunan
hemoglobin, prosedur invasif, kerusakan kulit.
g. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi prognosis dan
kebutuhan pengobatan.
3. Perencanaan (Intervensi)
Intervensi keperawatan adalah suatu tindakan langsung pada klien
yang dilaksanakan oleh perawat (Bulecheck & Mc. Closkey, 1989).
Tahapan dalam membuat intervensi adalah:
a. Membuat prioritas urutan diagnosa keperawatan
b. Menetapkan tujuan yang ingin dicapai sesuai dengan kondisi dan
masalah.

10
c. Menyusun rencana keperawatan sesuai dengan diagnosa yang telah
ditegakkan.
Rencana tindakan yang disusun untuk Tn. A dengan Anemia Suspect
Hemoroid Interna disesuaikan dengan kondisi klien. Adapun rencana asuhan
keperawatan menurut Marilynn E. Dongoes dalam Rencana Asuhan
Keperawatan (1999) antara lain :
a. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman
oksigen/nutrien ke sel.
Tujuan : Perfusi jaringan adekuat
Kriteria hasil :
1). Tanda vital stabil
2). Membran mukosa warna merah muda
3). Pengisian kapiler baik
Intervensi :
1). Ukur tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/membran
mukosa, dasar kuku.
Rasional : Memberikan informasi tentang derajat/
keadekuatan perfusi jaringan dan membantu
menentukan kebutuhan intervensi.
2). Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.
Rasional : Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan
oksigenasi untuk kebutuhan seluler.
3). Awasi upaya pernapasan, auskultasi bunyi napas, perhatikan bunyi
adventisius.
Rasional : Dispnea, gemericik menunjukkan gagal jantung
kanan karena regangan jantung lama/ peningkatan
kompensasi curah jantung.
4). Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi
Rasional : Iskemia seluler mempengaruhi jaringan
miokardial/potensial risiko infark.
5). Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh
hangat sesuai indikasi.
Rasional : Vasokontriksi (ke organ vital) menurunkan
sirkulasi perifer.

11
6). Awasi hasil pemeriksaan laboratorium, misalnya hemoglobin/
hematokrit dan jumlah sel darah merah, analisa gas darah
Rasional : Mengidentifikasi definisi dan kebutuhan
pengobatan/respon terhadap terapi.
7). Berikan sel darah merah darah lengkap/packed, produk darah
sesuai indikasi. Awasi ketat untuk komplikasi transfusi.
Rasional : Meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen,
memperbaiki defisiensi untuk menurunkan
perdarahan.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen dan kebutuhan.
Tujuan : Peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas
sehari-hari)
Kriteria hasil :
1). Tanda-tanda vital dalam batas normal
2). Tak ada keluhan dalam beraktivitas
Intervensi :
1). Kaji kemampuan klien untuk melakukan tugas normal, catat
laporan kelelahan, keletihan dan kesulitan menyelesaikan tugas.
Rasional : Mempengaruhi pilihan intervensi atau bantuan

2). Awasi tekanan darah, nadi, pernapasan selama dan sesudah


aktivitas, catat respon terhadap aktivitas (misal: peningkatan
denyut jantung, tekanan darah, disritmia, pusing dan sebagainya).
Rasional : Manifestasi kordipulmonal dari upaya jantung dan
paru-paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat
ke jaringan.
3). Berikan lingkungan tenang. Pertahankan tirah baring. Pantau dan
batasi pengunjung.
Rasional : Meningkatkan istirahat untuk menurunkan
kebutuhan oksigen tubuh.
4). Ubah posisi klien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.
Rasional : Hipotensi postural atau hipoksia serebral dapat
menyebabkan pusing, berdenyut dan peningkatan
risiko cedera.

12
5). Berikan bantuan dalam aktivitas/ambulasi bila perlu,
memungkinkan klien untuk melakukan sebanyak mungkin.
Rasional : Membantu bila perlu, harga diri ditingkatkan bila
klien melakukan sesuatu sendiri.
6). Tingkatkan tingkat aktivitas sesuai toleransi.
Rasional : Meningkatkan secara bertahap tingkat aktivitas
sampai normal dan memperbaiki turus
otot/stamina, tanpa kelemahan.
7). Anjurkan klien untuk menghentikan aktivitas bila palpitasi, nyeri
dada, napas pendek, kelemahan atau pusing terjadi.
Rasional : Regangan/stress kardiopulmonal berlebihan/ stress
dapat menimbulkan dekompensasi/ kegagalan.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kegagalan untuk mencerna, ketidakmampuan mencerna
makanan/ absorpsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel
darah merah normal.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :
1). Berat badan stabil
2). Membran mukosa lembab
3). Peningkatan toleransi aktivitas
Intervensi :
1) Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai.
Rasional : Mengidentifikasi definisi, menduga kemungkinan
intervensi.
2) Observasi dan catat masukan makanan klien.
Rasional : Mengawasi masukan kalori atau kualitas
kekurangan konsumsi makanan.
3) Timbang berat badan setiap hari.
Rasional : Mengawasi penurunan berat badan atau efektifitas
intervensi nutrisi.
4) Berikan makanan sedikit dan frekuensi sering.
Rasional : Masukan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan
meningkatkan pemasukan juga mencegah distensi
gaster.

13
5) Berikan dan bantu hygiene mulut yang baik sebelum dan sesudah
makan
Rasional : Meningkatkan nafsu makan dan pemasukan oral,
menurunkan pertumbuhan bakteri.
d. Risiko terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
perubahan sirkulasi dan neurologis, gangguan mobilitas, defisit
nutrisi.
Tujuan : Integritas kulit dapat dipertahankan
Kriteria hasil :
1). Membran mukosa lembab
2). Elastisitas kulit kembali dalam satu detik.
3). Pengisian kapiler baik.
Intervensi :
1). Kaji integritas kulit, catat perubahan turgor, gangguan warna,
hangat lokal, eritema, ekskoriasi.
Rasional : Kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi dan
mobilisasi. Jaringan dapat menjadi rapuh dan
cenderung untuk infeksi dan rusak.
2). Ubah posisi secara periodik dan pijat permukaan tulang bila klien
tidak bergerak atau di tempat tidur.
Rasional : Meningkatkan sirkulasi ke semua area kulit,
membatasi iskemia jaringan/mempengaruhi
hipoksia selular.
3). Ajarkan agar permukaan kulit tetap bersih dan kering
Rasional : Area lembab terkontaminasi memberikan media
yang sangat baik untuk pertumbuhan organisme
patogenik.
4). Bantu untuk latihan rentang gerak pasif atau aktif
Rasional : Menghindari kerusakan kulit dengan
mencegah/menurunkan tekanan terhadap
permukaan kulit.
e. Konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan masukan
diet, perubahan proses pencernaan, efek samping terapi obat.
Tujuan : Fungsi usus kembali normal

14
Kriteria hasil :
1). Tidak ada gangguan usus
2). Peningkatan nafsu makan
Intervensi :
1). Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi dan jumlah.
Rasional : Membantu mengidentifikasi penyebab/faktor
pemberat dan intervensi yang tepat.
2). Auskultasi bising usus.
Rasional : Bunyi usus secara umum meningkat pada diare dan
menurun pada konstipasi.
3). Awasi masukan dan haluaran dengan perhatian khusus pada
makanan/cairan.
Rasional : Dapat mengidentifikasi dehidrasi, kehilangan
berlebihan atau alat dalam identifikasi defisiensi
diit.
4). Dorong masukan cairan 2500-3000 ml/hari.
Rasional : Membantu dalam memperbaiki konsistensi feses
bila konstipasi dan membantu mempertahankan
status hidrasi pada diare.
5). Hindari makanan yang membentuk gas.
Rasional : Menurunkan distres gastrik dan distensi abdomen.
f. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan hemoglobin,
prosedur invasif, penyakit kronis.
Tujuan : Mencegah/menurunkan risiko infeksi
Kriteria hasil :
1). Luka bebas drainase, purulen atau eritema dan demam
2). Tanda-tanda vital normal
3). Hemoglobin normal (14 – 16 g%)
Intervensi :
1). Tingkatkan cuci tangan yang baik oleh pemberi perawatan dan
klien.
Rasional : Mencegah kontaminasi silang.
2). Pertahankan teknik aseptik ketat pada prosedur/perawatan luka.
Rasional : Menurunkan risiko infeksi bakteri.

15
3). Dorong perubahan posisi atau ambulasi yang sering, latihan batuk
dan napas dalam.
Rasional : Meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan
membatu memobilisasi sekresi untuk mencegah
pneumonia.
4). Tingkatkan masukan cairan adekuat.
Rasional : Membantu dalam pengenceran sekret pernapasan
untuk mempermudah pengeluaran dan mencegah
stasis cairan tubuh.
5). Pantau suhu, catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau
tanpa demam.
Rasional : Adanya proses inflamasi/infeksi membutuhkan
evaluasi atau pengobatan.
6). Amati eritema/cairan luka.
Rasional : Indikator infeksi lokal.
7). Beri antibiotik oral selama indikasi.
Rasional : Antibiotik dapat menurunkan risiko infeksi.
g. Kurang pengerahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi prognosis
dan kebutuhan pengobatan.
Tujuan : Pemahaman proses penyakit, prosedur diasnogtik
dan rencana keperawatan meningkat.
Intervensi :
1). Berikan informasi tentang anemia secara spesifik.
Rasional : Memberikan dasar pengetahuan sehingga klien
dapat membuat pilihan yang tepat, menurunkan
ansietas dan dapat meningkatkan kerja sama dalam
program terapi.
2). Tinjau tujuan dan persiapan untuk pemeriksaan diagnostik.
Rasional : Ansietas/takut tentang ketidaktahuan mening-
katkan tingkat stress, yang selanjutnya mening-
katkan beban jantung.
3). Diskusikan pentingnya hanya meminum obat yang dianjurkan.
Rasional : Kelebihan dosis obat dapat menjadi toksik.

16
4). Diskusikan peningkatan kerentanan terhadap infeksi, tanda dan
gejala yang memerlukan intervensi medis, misal: demam, sakit
tenggorokan, eritema/luka basah.
Rasional : Penurunan produksi leukosit potensial risiko untuk
infeksi.
4. Implementasi
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang spesifik (Iyer et. al., 1996). Selama tahap implemetasi, perawat
melaksanakan rencana asuhan keperawatan. Instruksi keperawatan
diimplementasikan untuk membantu klien memenuhi kriteria hasil.
Komponen tahap implementasi antara lain :
a. Tindakan keperawatan mandiri.
b. Tindakan keperawatan kolaboratif.
c. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap tindakan
keperawatan.
Implementasi yang akan dilakukan sesuai intervensi yang telah disusun
adalah sebagai berikut :
a. Diagnosa perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman
oksigen/nutrien ke sel. Implementasi yang dilakukan antara lain :
1). Mengukur tanda vital, mengkaji pengisian kapiler, warna
kulit/membran mukosa, dasar kuku.
2). Meninggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.
3). Mengawasi upaya pernapasan, mengauskultasi bunyi napas,
memperhatikan bunyi adventisius.
4). Menyelidiki keluhan nyeri dada, palpitasi.
5). Mencatat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan
dengan tubuh hangat sesuai indikasi.
6). Mengawasi pemeriksaan laboratorium, misal hemoglobin,
hematokrit, sel darah merah, analisa gas darah.
7). Memberikan sel darah merah lengkap/packed, produksi darah
sesuai indikasi. Awasi ketat untuk komplikasi tansfusi.
b. Diagnosa intoleransi aktivitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan.
Implementasi yang dilakukan antara lain :

17
1). Mengkaji kemampuan klien untuk melakukan tugas normal.
Mencatat laporan kelelahan, keletihan dan kesulitan dalam
menyelesaikan tugas.
2). Mengawasi tekanan darah, nadi, frekuensi pernapasan selama dan
sesudah aktifitas. Mencatat respon terhadap aktivitas.
3). Memberikan lingkungan yang tenang, mempertahankan tirah
baring, memantau dan membatasi pengunjung.
4). Mengubah posisi klien dengan perlahan dan memantau terhadap
pusing.
5). Memberikan bantuan dalam aktivitas/ambulasi bila perlu,
memungkinkan klien untuk melakukan sebanyak mungkin.
6). Meningkatkan tingkat aktivitas sesuai toleransi.
7). Menganjurkan klien untuk menghentikan aktivitas bila palpitasi,
nyeri dada, napas pendek, kelemahan atau pusing terjadi.
c. Diagnosa perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna, ketidakmampuan
mencerna makanan/absorpsi nutrien yang diperlukan untuk
pembentukan sel darah merah normal. Implementasi yang dilakukan
antara lain :
1). Mengkaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai.
2). Mengobservasi dan mencatat masukan makanan.
3). Menimbang berat badan setiap hari.
4). Memberikan makanan sedikit dan frekuensi sering.
5). Memberikan dan membantu oral hygiene mulut yang baik sebelum
dan sesudah makan.
d. Diagnosa konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan
masukan diit, perubahan proses pencernaan, efek samping terapi
obat.
1). Mengobservasi warna feses, konsistensi, frekuensi dan jumlah.
2). Mengauskultasi bising usus.
3). Mengawasi masukan dan haluaran dengan perhatian khusus pada
makanan/cairan.
4). Mendorong masukan cairan 2500-3000 ml/hari.
5). Menghindari makanan yang membentuk gas.

18
e. Diagnosa risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologis, gangguan
mobilitas, defisit nutrisi. Implementasi yang dilakukan antara lain :
1). Mengkaji integritas kulit, mencatat perubahan turgor, gangguan
warna, hangat lokal, eritema, ekskoriasi.
2). Mengubah posisi secara periodik.
3). Mengajarkan agar permukaan kulit tetap kering dan bersih.
4). Membantu untuk latihan rentang gerak pasif atau aktif.
f. Diagnosa risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan denagn
penurunan hemoglobin, prosedur invasif, penyakit kronis.
Implementasi yang dilakukan antara lain :
1). Meningkatkan cuci tangan yang baik oleh pemberi perawatan dan
klien.
2). Mempertahankan teknik aseptik ketat pada prosedur/perawatan
luka.
3). Mendorong perubahan posisi atau ambulasi yang sering, latihan
napas dalam dan batuk efektif.
4). Meningkatkan masukan cairan adekuat.
5). Memantau suhu, mencatat adanya menggigil dan takikardia dengan
atau tanpa demam.
6). Mengamati eritema atau cairan luka.
7). Memberikan antibiotik oral selama indikasi.
g. Diagnosa kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi,
prognosis dan kebutuhan pengobatan. Implementasi yang dilakukan
antara lain :
1). Mengkaji pemahaman klien tentang penyakit yang diderita dan
harapan untuk hidup.
2). Memberikan informasi tentang anemia.
3). Meninjau tujuan dan persiapan untuk pemerikasaan diagnostik.
4). Mendiskusikan pentingnya hanya meminum obat yang dianjurkan.
5). Mendiskusikan peningkatan kerentanan terhadap infeksi, tanda dan
gejala yang memerlukan intervensi medis, misal : demam,
eritema/luka basah.

19
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual uintuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawaatan,
rencana tindakan dan pelaksanaan sudah berhasil dicapai (Ignatanicius &
Bayne, 1994).
Evaluasi harus dilakukan untuk mengetahui keefektifan dari rencana
dan tindakan keperawatan. Setiap diagnosa mempunyai kriteria yang harus
dipenuhi :
a. Diagnosa perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman
oksigen/nutrien ke sel. Rencana tindakan dikatakan berhasil bila
mencapai kriteria hasil yang telah ditetapkan yaitu tanda vital stabil,
membran mukosa warna merah muda, pengisian kapiler baik.
b. Diagnosa intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak-seimbangan
antara suplai oksigen dan kebutuhan. Rencana tindakan dikatakan
berhasil bila mencapai kriteria hasil yang telah ditetapkan yaitu tanda-
tanda vital dalam batas normal, tak ada keluhan dalam beraktivitas dan
peningkatan aktivitas secara bertahap.
c. Diagnosa perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kegagalan untuk mencerna, ketidakmampuan mencerna
makanan/ absorpsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel
darah merah normal. Rencana tindakan dikatakan berhasil bila
mencapai kriteria hasil yang telah ditetapkan yaitu berat badan stabil,
membran mukosa lembab dan peningkatan toleransi aktivitas.
d. Diagnosa risiko terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan perubahan sirkulasi dan neurologis, gangguan mobilitas defisit
nutrisi. Rencana tindakan dikatakan berhasil bila mencapai kriteria hasil
yang telah ditetapkan yaitu membran mukosa lembab, elastisitas kulit
kembali dalam satu detik dan pengisian kapiler baik.
e. Diagnosa konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan
masukan diit, perubahan proses pencernaan, efek samping terapi obat.
Rencana tindakan dikatakan berhasil bila mencapai kriteria hasil yang
telah ditetapkan yaitu tidak ada gangguan usus dan peningkatan nafsu
makan.

20
f. Diagnosa risiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan
hemoglobin, prosedur invasif, penyakit kronis. Rencana tindakan
dikatakan berhasil bila mencapai kriteria hasil yang telah ditetapkan
yaitu hemoglobin normal (14 – 16 g%), luka bebas drainase, purulen
atau eritema dan demam serta tanda-tanda vital normal.
g. Diagnosa kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi
prognosis dan kebutuhan pengobatan. Rencana tindakan dikatakan
berhasil bila mencapai kriteria hasil yang telah ditetapkan yaitu
pemahaman tentang proses penyakit, prosedur diagnostik dan rencana
keperawatan meningkat
Klien keluar dari siklus diagnosa keperawatan apabila kriteria hasil
telah tercapai dan akan masuk kembali ke dalam siklus keperawatan apabila
kriteria hasil belum tercapai.

21
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L. J. (2001). Buku saku diagnosa keperawatan (edisi kedelapan). Jakarta :


EGC.

Doengoes, Marillyn E., Mary Frances Moorhouse., & Alice C. Geissler. (1999).
Rencana asuhan keperawatan (edisi ketiga). Jakarta : EGC.

Hoffbrand, A.V., J.E. Pettit., Mary Frances Moorhouse., & Alice C. Geissler.(1996)
Kapita selekta hematologi (edisi kedua). Jakarta : EGC.

Leeson, C. Rolland., Thomas s. Leeson., & Anthony A. Paparo. (1996) Buku ajar
histologi (edisi kelima). Jarta : EGC.

Mansjoer, Arif., Supiohaita., Wahyu Ika Wardhani., & Wiwiek Setiowulan. (2000).
Kapita selekta kedokteran 2 (edisi ketiga).Jakarta : Media Aesculapius.

Price, Sylvia. A., Lorraine M. Wilson. (1994) Patofisiologi konsep klinis proses-
proses penyakit 1 (edisi keempat). Jakarta : EGC.

Reeves, Charlene J., Gayle Roux., & Robin Lockhart. (2001). Keperawatan medikal
bedah (edisi pertama). Jakarta : Salemba Medika.

Smeltzer, Suzanne C., Brenda G. Bare. (2001). Buku ajar keperawatan medikal
bedah Brunner-Suddart (edisi kedelapan). Jakarta : EGC.

Tjokronegoro., Hendar Utama. (2001). Buku ajar ilmu penyakit dalam 2 (edisi
ketiga). Jakarta : Balai penerbit FKUI.

22

You might also like