Professional Documents
Culture Documents
Pendahuluan:
Di antara perkara menarik untuk dikaji adalah sikap dan penilaian Imam Bukhari dan Imam
Muslim terhadap kedudukan Abu Bakar dan Umar. Mengakaji sikap dan pandangan mereka
terhadap kedua tokoh sahabat itu dapat ditelusuri melalui hadis-hadis/riwayat-riwayat yang
mereka abadikan dalam kitab Shahih mereka setelah menyeleksinya dari ratusan ribu hadis
shahih yang mereka berdua hafal atau riwayatkan dari syeikh-syeikh/guru-guru mereka
berdua!
Dalam kajian ini pembaca kami ajak meneliti sikap Imam Bukhari dan Muslim terhadap Abu
Bakar dan Umar, baik di masa hidup Nabi saw. ataupun setelah wafat beliau dalam sikap
mereka ketika menjabat selaki Khalifah!
Sengketa Antara Abu Bakar dan Fatimah as. –Putri Tercinta Rasulullah saw. –
Di antara lembaran hitam sejarah umat Islam yang tak dapat dipungkiri adalah terjadinya
sengketa antara Fatimah as. –selaku ahli waris Nabi saw.– dan Abu Bakar selaku penguasa
terkait dengan tanah Fadak dan beberapa harta waris yang ditinggalkan Nabi saw.
Menolak adanya sengketa dalam masalah ini bukan sikap ilmiah! Ia hanya sikap pengecut
yang ingin lari dari kenyataan demi mencari keselamatan dikarenakan tidak adanya
keberanian dalam menentukan sikap membela yang benar dan tertindas dan menyalahkan
yang salah dan penindas!
Data-data akurat telah mengabadikan sengketa tersebut! Karena deras dan masyhurnya
kenyataaan itu sehingga alat penyaring Imam Bukhari dan Muslim tak mampu
menyaringnya! Atau bisa jadi sangking shahihnya hadis tentangnya sehingga Imam Bukhari
dan Muslim –sebagai penulis kitab hadis paling selektif pun- menshahihkannya dan
kemudian mengoleksinya dalam kedua kitab hadis Shahih mereka!
Dalam kali ini kami tidak hendak membicarakan kasus sengketa tanah Fadak secara rinci.
Akan tetapi kami hanya akan menyoroti “argumentasi dadakan” yang diajukan Abu Bakar
secara spontan demia melegalkan perampasan tanah Fadak! Argumentas Abu Bakar tersebut
adalah “hadis Nabi” yang kemudian menjadi sangat masyhur di kalangan para pembela Abu
Bakar! Hadis tersebut adalah hadis “Kami para nabi tidak diwarisi, apa-apa yang kami
tinggalkan adalah shadaqah.”[1]
Setelah dilontarkan pertama kali oleh Abu Bakar secara dadakan di hadapan argumentasi
qur’ani yang diajukan putri kenabian; Fatimah az Zahra as., hadis itu menerobos mencari
posisi sejajar dengan sabda-sabda suci Nabi saw. lainnya. Tidak penting sekarang bagi kita
untuk menyimak penilaian para pakar hadis atau lainnya tentang status hadis tersebut!
Apakah ia benar sabda suci Nabi saw. atau ia sekedar akala-akalan Abu Bakar saja demi
melegetimasi perampasan tanah Fadak!
Yang penting bagi kita sekarang bagaimana sikap Imam Ali as. dalam menyikapi Abu Bakar
yang membawa-bawa nama Nabi saw. dalam hadis itu!
Imam Bukhari dan Imam Muslim keduanya melaporkan dengan beberapa jalur yang
meyakinkan bahwa segera setalah Abu Bakar melontarkan hadis itu dan dengannya ia
melegalkan perampasan tanah Fadak, Imam Ali as. menegaskan bahwa Abu Bakar telah
berbohong atas nama Rasulullah saw. dalam hadis tersebut!
Di bawah ini kami sebutkan hadis panjang riwayat Bukhari dan Muslim yang melaporkan
pengaduan/sengketa antara Abbas dan Imam Ali as. di hadapan Umar –semasa menjabat
sebagai Khalifah:
ã Ý Ç¾ Þ Á Á ¾ ã û ë: ãÝ ¾
Á ËÞ À ôǾ ȼРã û ë ×
ÞÁ Á ¾ ¾Á ÇÞ É Þ Ü À ô : ãÝ ¾ û ë
ã ÄÚë ¾ ÞǾ ÉÝ ¾ ¾ ! ÝÙ¾ ¾ Ë ¾ÁÛ¾ ¾ È Þ
Ô úÁ¾ ÇÚ ç Ýݾ Á Ù¾ ë ¾ ü ¾ ¾
× …..
“… Dan ketika Rasulullah saw. wafat, Abu Bakar berkata, ‘Aku adalah walinya Rasulullah,
lalu kalian berdua (Ali dan Abbas) dating menuntut warisanmu dari anak saudaramu dan
yang ini menuntut bagian warisan istrinya dari ayahnya. Maka Abu Bakar berkata,
‘Rasulullah saw. bersabda: “Kami tidak diwarisi, apa- apa yang kami tinggalkan adalah
shadaqah.”, lalu kalian berdua memandangnya sebagai pembohong, pendosa, penipu dan
pengkhianat. Demi Allah ia adalahseorang yang jujur, bakti, terbimbing dan mengikuti
kebenaran. Kemudian Abu Bakar wafat dan aku berkata, ‘Akulah walinya Rasulullah saw.
dan walinya Abu Bakar, lalu kalian berdua memandangku sebagai pembohong, pendosa,
penipu dan pengkhianat…. “ (HR. Muslim, Kitab al Jihâd wa as Sair, Bab Hukm al
Fai’,5/152)
Dalam hadis shahih di atas jelas sekali ditegaskan bahwa Imam Ali as. dan Abbas ra. paman
Nabi saw. telah menuduh Abu Bakar dan Umar yang merampas seluruh harta warisan Nabi
saw. dari ahli waris belaiu dengan membawa-bawa hadis palsu atas nama Nabi saw. sebagai:
1. Pembohong/Kâdziban.
2. Pendosa/Atsiman.
3. Penipu/Ghadiran.
4. Pengkhianat/Khâinan.
Kenyataan ini sangat lah jelas, tidak ada peluang untuk dita’lilkan dengan makna-makna
pelesetan yang biasa dilakukan sebagian ulama ketika berhadapaan dengan redaksi yang agak
semu! Karenanya Imam Bukhari dengan terpaksa, -agar kaum awam, mungkin termasuk
Anda yang sedang membaca artikel ini tidak menodai kesucian fitrahnya dengan mengetahui
kenyataan mengerikan ini; yaitu kejelekan pandangan Imam Ali as. dan Abbas ra. terhadap
Abu Bakar dan Umar- maka ia (Bukhari) merahasiakan data yang dapat mencoreng nama
harum Abu Bakar dan Umar!
….  ÇË ã û ë ¾ ÞÁ Á ãÝ ¾
¾ð Â Þ Á Á ã ݾ Á û ¾Á¾ ü ã û ë
û  ܼ Ó¾È á¾Âû ¾ûàÇ Þ Á¾ ÁÜ Ü ü
Ç Ë Ô úÁ¾ ÇÚç Ýݾ Á Ù¾ë ¾ Þ Á¾Á ãÝ ¾ Æ
ã û ë ÞÁ Á ã Ý û ¾Á¾ û Èã ¾Èð Â
ã û ë Þ Á Á ¾ Þ ÃÚ Ó ¾ È ¾ È¼Ï Ë
È¼Ï ú Ï ÇÞ À µ ´ä Ü Ç × Á µ ´ä Ç
üÈ ¾ Ì Úû ¾ û û¾ Èü پȼç Æ ¾ Á
ã Ý Á û ¾Á¾ ã û ë ¾ Á û ¾Á Þ Á Á
¾ Ç ¾ È Ü ¾ ÁÆ û ¾ Á ¾ü Ù ¾È ¾
ü ò Þ ¾ ÜÁ¾ ¾Èü Ù ¾Á Úè ÜÁ¾ ¾Èü Ú ÜÁ¾
û ´ ¾ á¾ Âû ¾ ¾ Èü Ù ¾ Á¾ Ú è ¾
Ü ÛÞ ¾ð ¾ ä ÈÈ ¾ ü ¾ ÜÁ
ð í Ý ¾ ä Ç Û̧Á Ç ÈÓ ÛÞ ¾ ð ¾
¾¾ ¾´ ¾¾ ü Ù¾ ¾ û ¾ÇàÐû ¸ Äû¾ ä
… lalu kalian berdua memandangnya sebagai pembohong, pendosa, penipu dan
pengkhianat, Imam Bukhari –dan tentunya setelah shalat dua rakaat mencari wangsit dari
Allah SWT. ia menghapus redaksi tersebut dan mengantinya dengan: lalu kalian berdua
memandangnya sebagai begini dan begitu![2]
Sebuah teka teki yang pasti membuat Anda bertanya-tanya, apa ya seperti itu dahulu ketika
Umar mengatakannya?!
(HR. Bukhari,6/191, Kitab an Nafaqât/Nafkah, Bab Habsu ar Rajuli Qûta Sanatihi/ Seorang
menahan kebuhutan pangan setahunya)
Dan dalam banyak tempat lainnya, secara total Imam Bukahri menghapus penegasan sikap
Imam Ali as. dan Abbas ra., ia tidak menyebut-nyebutnya sama sekali! Seperti dalam:
Tapi sayangnya, Imam Bukhari masih meninggalkan jejak dan dapat menjadi petunjuk yaitu
pembelaan Umar atas dirinya dan juga atas Abu Bakar! Bukhari menyebutkan kata-kata
Umar: Allah mengetahui bahwa ia adalah seorang yang jujur, bakti, terbimbing dan
mengikuti kebenaran! Dan kata-kata itu dapat menjadi petunjuk awal bahwa apa yang
dikatakan Ali dan Abbas paling tidak kebalikan darinya atau yang mendekati kebalikan
darinya! Sebab apa latar belakang yang mengharuskan Umar mengatakan kata-kata tersebut
andai bukan karena adanya tuduhan Ali dan Abbas ra. atas Abu Bakar dan Umar?!
Akan tetapi, kendati demikian para pensyarah Shahih Bukhari, seperti Khatimatul Huffâdz;
Ibnu Hajar al Asqallani membongkar apa yang dirahasiakan Bukhari![3] Maka gugurlah
usaha Bukhari agar kaum Muslimin tidak mengetahui kenyataan pahit di atas! Dan ini adalah
salah satu bukti keunggulan kebenaran/al Haq! Betapa pun ditutup-tutupi tetap Allah akan
membongkarnya!
Dalam kesempatan ini kami tidak akan memberikan komentar apa-apa! Sepenuhnya kami
serahkan kepada para ulama, pemikir, cendikiawan dan santri Ahlusunnah wal Jama’ah untuk
menentukan sikap dan tanggapanya atas sikap Imam Ali as. dan Abbas ra. terhadap Abu
Bakar dan Umar!
Kami hanya hendak mengatakan kepada pembaca yang terhormat: Jika ada bertanya kepada
Anda, jika Imam Ali as. benar-benar telah mengetahui bahwa hadis yang disampaikan Abu
Bakar itu benar sabda Nabi suci saw., mungkinkah Ali as. menuduh Abu Bakar berbohong?!
Mungkinkah Ali as. –sebagai pintu kota ilmu Nabi saw.- tidak mengatahui sabda itu?
Bukankah yang lebih pantas diberitahu Nabi saw. adalah Ali dan Fatimah? Lalu mengapakah
mereka berdua tidak diberi tahu hukum itu, sementara Abu Bakar yang bukan apa-apa; bukan
ahli waris Nabi saw. diberi tahu?
Anggap Imam Ali as.dan Abbas ra. tidak diberti tahu oleh Nabi saw. dan Abu Bakar lah yang
diberi tahu, pantaskah Imam Ali as. membohongkan sesuatu yang belum ia ketahui?
Bukankah sikap arif menuntut Ali agar berhati-hati dalam mendustakan sabda suci Nabi saw.
dengan mencari tahu, dari para sahabat lain?! Namun mengapa, hingga zaman Umar berkuasa
pun Ali as. dan Abbas ra. masih saja tetap pada pendiriannya bahwa Abu Bakar berbohong
dalam meriwayatkan hadis Nabi saw. tersebut!!
Bukankah dengan mencantumkan riwayat-riwayat seperti itu dalam kedua kitab Shahihnya,
Syeikhân (khususnya Imam Muslim) hendak mengecam dan menuduh Abu Bakar dan Umar
sebagai: pembohong, pendosa, penipu dan pengkhianat?
Atau jangan-jangan kitab nomer wahid kaum Ahlusunnah ini telah tercemari dengan
kepalsuan kaum Syi’ah Rafidhah?!
(A) Apakah harus menuduh Imam Bukhari dan Muslim telah mengada-ngada dan memalsu
hadis? Dan itu artinya kesakralan kitab Shahih Bukhari dan Muslim akan runtuh dengan
sendirinya!!
(B) Atau menerima keshahihan hadis-hadis shahih yang diriwayatkan dari banyak jalur di
atas dan itu artinya Abu Bakar dan Umar di mata Imam Ali as. dan Abbas ra. adalah:
pembohong, pendosa, penipu dan pengkhianat!! Maka jika demikian adanya, mungkinkah
para imam dan tokoh ulama dari keturunan Imam Ali as. akan menyanjung Abu Bakar dan
Umar, meyakininya sebagai dua imam pengemban hidayah, sebagai Shiddîq dan Fârûq dan
memandang keduanya dengan pandangan yang berbeda dengan ayah mereka?
(C) Atau menuduh Ali as. dan Abbas ra. sebagai telah menyimpang dari kebenaran dan
mengatakan sebuah kepalsuan tentang Abu Bakar dan Umar ketita menuduh keduanya
sebagai pembohong, pendosa, penipu dan pengkhianat?
(D) Atau jangan-jangan para ulama Ahlusunnah telah meramu sebuah formula khusus
yang akan memberi mereka jalan keluar yang aman?!
(E) Atau sebagian ulama Ahlusunnah akan menempuh jalan pintas dengan membuang
redaksi tersebut dari hadis shahih itu, tawarru’an/sebagai bukti kewara’an, seperti yang
dilakukan Bukhari dan sebagian lainnya.[4] Dan tentunya ini adalah sebuah cara aman untuk
keluar dari kemelut yang mengguncang kemapanan doqma mazhab! Hadis seshahih apapun
harus disinggkirkan dari arena jika membuat repot para Pembela Mazhab dan akan
membukan pintu keresahan kaum awam atau bahkan setengah awam, setengah alim!
[1] Para ulama Ahlusunnah sendiri menegaskan bahwa hanya Abu Bakar seorang yang
meriwayatkannya uacapan itu atas nama Nabi saw.! Tidak seorang pun dari shabat atau
Ahlulbait Nabi saw. yang pernah mendengar hadis itu dari Nabi saw.!! Semenatara Fatimah –
putri tercita Nabi saw.- tidak mengakuinya sebagai hadis, beliau menudh Abu Bakar telah
bertdusta atas nama Nabi saw. karenanya beliau as. tetap bersikeras menuntut hak waris
beliau dari ayahnya. Demikian juga dengan Imam Ali dan Abbas, keduanya, seperti akan
Anda ketahui di sini menuduh Abu Bakar telah berdusta atas nama Nabi saw.[2] Demi
meringkas tulisan ini, sengaja kami tidak cantumkan riwayat secara lengkap dan tidak juga
terjemahkan secara total potongan hadis di atas!
[3] Fathu al Bâri, ketika menysarahi hadis tersebut pada Bab Kewajiban Khumus,13/238.
saudaraku….
Meskipun Imam Ali a.s. tidak berhasil memapankan kembali situasi masyarakat Islam
yang sudah bobrok itu secara sempurna, akan tetapi, dalam tiga segi ia dapat
dikatakan berhasil:
Kedua, dengan segala kesibukan dan problema sosial yang dihadapinya, ia masih
sempat meninggalkan warisan segala jenis ilmu pengetahuan yang berguna bagi
kehidupan masyarakat dan dapat dijadikan sebagai penunjuk jalan untuk mencapai
tujuan hidup insani yang sebenarnya. Ia mewariskan sebelas ribu ungkapan-ungkapan
pendek dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan rasional, sosial dan keagamaan. Ia
adalah pencetus tata bahasa Arab dan orang pertama yang mengutarakan
pembahasan-pembahasan filosofis yang belum pernah dikenal oleh para filosof kaliber
kala itu. Dan ia juga orang pertama dalam Islam yang menggunakan argumentasi-
argumentasi rasional dalam menetapkan sebuah pembahasan filosofis.
Ketiga, ia berhasil mendidik para pakar agama Islam yang dijadikan sumber rujukan
dalam bidang ilmu ‘irfan oleh para ‘arif di masa sekarang, seperti Uwais Al-Qarani,
Kumail bin Ziyad, Maitsam At-Tammar dan Rusyaid Al- ajari.
Setelah Imam Ali a.s. syahid di mihrab shalatnya, masyarakat waktu itu membai’at
Imam Hasan a.s. untuk memegang tampuk khilafah. Setelah ia dibai’at, Mu’awiyah
tidak tinggal diam. Ia malah mengirim pasukan yang berjumlah cukup besar ke Irak
sebagai pusat pemerintahan Islam waktu itu untuk mengadakan peperangan dengan
pemerintahan yang sah. Dengan segala tipu muslihat dan iming-iming harta yang
melimpah, Mu’wiyah berhasil menipu para anggota pasukan Imam Hasan a.s. dan
dengan teganya mereka meninggalkannya sendirian. Melihat kondisi yang tidak
berpihak kepadanya dan dengan meneruskan perang Islam akan hancur, dengan
terpaksa ia harus mengadakan perdamaian dengan Mu’awiyah. (Butir-butir perjanjian
ini dapat dilihat di sejarah 14 ma’shum a.s.)
Setelah Mu’awiyah berhasil merebut khilafah dari tangan Imam Hasan a.s. pada tahun
40 H., –sebagaimana layaknya para pemeran politik kotor– ia langsung menginjak-
injak surat perdamaian yang telah ditandatanganinya. Dalam sebuah kesempatan ia
pernah berkata: “Aku tidak berperang dengan kalian karena aku ingin menegakkan
shalat dan puasa. Sesungguhnya aku hanya ingin berkuasa atas kalian, dan aku
sekarang telah sampai kepada tujuanku”.
Mua’wiyah tidak pernah memberikan kesempatan kepada para pengikut Syi’ah untuk
bernafas dengan tenang. Setiap ada orang yang diketahui sebagai pengikut Syi’ah, ia
akan langsung dibunuh di tempat. Bukan hanya itu, setiap orang yang melantunkan
syair yang berisi pujian terhadap keluarga Ali a.s., ia akan dibunuh meskipun ia bukan
pengikut Syi’ah. Tidak cukup sampai di sini saja, ia juga memerintahkan kepada para
khotib shalat Jumat untuk melaknat dan mencerca Imam Ali a.s. Kebiasaan ini
berlangsung hingga masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz pada tahun 99-101 H.
Masa pemerintahan Mu’awiyah (selama 20 tahun) adalah masa tersulit bagi kaum
Syi’ah di mana mereka tidak pernah memiliki sedikit pun kesempatan untuk bernafas.
Akan tetapi, Syi’ah tidak menerima asumsi di atas dengan alasan sebagai berikut:
Pertama, tidak masuk akal jika seorang pemimpin yang ingin menegakkan kebenaran,
keadilan dan kebebasan dan mengajak orang-orang yang ada si sekitarnya untuk
merealisasikan hal itu, setelah tujuan yang diinginkannya itu terwujudkan, ia merusak
sendiri cita-citanya dengan cara memberikan kebebasan mutlak kepada para
pengikutnya, dan segala kesalahan, perampasan hak orang lain dengan segala cara,
serta tindakaan-tindakan kriminal yang mereka lakukan dimaafkan.
Dengan melihat kelaliman yang dilakukan oleh para khalifah waktu itu, para pengikut
Syi’ah makin kokoh dalam memegang keyakinan mereka. Di akhir-akhir masa
kekuasaan Bani Umaiyah, mereka dapat menunjukkan kepada masyarakat dunia
bahwa mereka masih memilliki eksistensi dan mampu untuk melawan para penguasa
lalim. Di masa keimamahan Imam Muhammad Baqir a.s. dan belum 40 tahun berlalu
dari terbunuhnya Imam Husein a.s., para pengikut Syi’ah yang berdomisili di berbagai
negara dengan memanfaatkan kelemahan pemerintahan Bani Umaiyah karena
tekanan-tekanan dari para pemberontak yang tidak puas dengan perilaku mereka,
datang ke Madinah untuk belajar dari Imam Baqir a.s. Sebelum abad ke-1 H. usai,
beberapa pembesar kabilah di Iran membangun kota Qom dan meresmikannya sebagai
kota pemeluk Syi’ah. Beberapa kali para keturunan Imam Ali a.s. karena tekanan yang
dilakukan oleh Bani Umaiyah atas mereka, mengadakan pemberontakan-
pemberontakan melawan penguasa dan perlawanan mereka –meskipun mengalami
kekalahan– sempat mengancam keamanan pemerintah. Realita ini menunjukkan
bahwa eksistensi Syi’ah belum sirna.
Dikarenakan kelaliman dinasti Bani Umaiyah yang sudah melampui batas, opini umum
sangat membenci dan murka terhadap mereka. Setelah dinasti mereka runtuh dan
penguasa terkahir mereka (Marwan ke-2 yang juga dikenal dengan sebutan Al-Himar,
berkuasa dari tahun 127-132 H.) dibunuh, dua orang putranya melarikan diri bersama
keluarganya. Mereka meminta suaka politik kepada berbagai negara, dan mereka
enggan memberikan suaka politik kepada para pembunuh keluarga Rasulullah SAWW
tersebut. Setelah mereka terlontang-lantung di gurun pasir yang panas, mayoritas
mereka binasa karena kehausan dan kelaparan. Sebagian yang masih hidup pergi ke
Yaman, dan kemudian dengan berpakaian compang-camping ala pengangkat barang di
pasar-pasar mereka berhasil memasuki kota Makkah. Di Makkah pun mereka tidak
berani menampakkan batang hidung, mungkin karena malu atau karena sebab yang
lain.
—————————–
Sanad pertama hadis itu kembali kepada pribadi yang bernama Humaid bin
Abdurrahman bin Auf, dimana konon Umaid menukil hadis tersebut dari ayahnya,
Abdurrahman. Padahal sewaktu ayahnya meninggal, Humaid masih berusia kanak-
kanak, 10 tahun. (Tahdzib at-Tahdzib 3/40)
Sanad kedua kembali kepada pribadi Abdullah bin Dzalim dimana kepribadiannya
sangat ditentang oleh para ulama ilmu hadis Ahlusunnah sendiri, seperti: Bukhari,
Ibnu ‘Adi, Aqili dan selainnya. (Tahdzib at-Tahdzib 5/236, adz-Dzu’afaa’ al-Kabir 2/267,
al-Kamil fi adz-Dzu’afaa’ 4/223)
Jika hadis itu tidak dapat dipertangungjawabkan maka masihkah kita akan
menggembar-gemborkan keutamaan 10 sahabat itu sebagai “yang mendapat jaminan
masuk sorga” (‘asyrah mubassyariin bil jannah) oleh Allah melalui lisan suci
Rasulullah? Pada zaman siapakah dan atas perintah siapakah hadis itu dibuat?
Silahkan teliti kembali untuk membuka hakekat pemalsuan atas nama Rasul itu…!
———————————-
—————————————————————
———-
diriwayatkan oleh Bukhari dalam Bab as-Syurut bab Ma Ja`a Fi Buyut Azwaj an-Nabi
(Apa Yang Terjadi Di Rumah Isteri-isteri Nabi): “Suatu hari Nabi berdiri berpidato.
Sambil menunjuk ke arah tempat tinggal Aisyah beliau bersabda: ‘Disinilah fitnah,
disinilah fitnah, disinilah fitnah darimana munculnya tanduk syaitan!.’ (Shahih
Bukhari jil. 2 hal. 128)
—————————————-
Ayat al-Mubahalah
Firman Allah SWT : “Siapa yang membantahmu tentang kisah ‘Isa sesudah datang
ilmu (yang menyakinkan kamu) maka katakanlah (kepadanya): “marilah kita memanggil
anak-anak kami dan anak-anak kamu, wanita-wanita kami dan wanita-wanita kamu dan
diri-diri kami dan diri-diri kamu ; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan
kita minta agar la’nat Allah ditimpakan atas orang-orangyang dusta”. (QS: 3;61)
- Dalam hadis hadis terkadang Nabi menyebut “hasan dan Husain” sebagai
“anakku”
- Dalam hadis hadis disebutkan : Sesungguhnya Ali adalah dariku dan aku darinya
secara Idiology atau Aqidah yang memenuhi kapasitas Ahlulbayt Rasulullah hanyalah
Imam Ali bin Abi Thalib as, Fatimah Az Zahra as, Imam Hasan bin Ali bin Abi Thalib
as dan Imam Hussein bin Ali bin Abi Thalib as saja. Hal ini jelas berdasarkan Ayat
Mubahalah (Ali Imran 3:61), Ahlul Kisa (Shahîh Muslim, vol. 7, hal. 130) sehubungan
dengan ayat tathir (penyucian) (QS. Al-Ahzab :33) dan Hadist penutupan semua pintu-
pintu yang menghadap ke Mesjid kecuali pintu Imam ’Ali bin Abi Thalib as.
Ayat Penyucian tentang lima orang yang dijaga dipelihara oleh Allah SWT:
“Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait
dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.”(Qur’an surah al Ahzab ayat 33)
Rasulullah saw. mengundang Ali, Fatimah, Hasan dan Husain, kemudian beliau
mengerudungkan selimut ke atas mereka dan turunlah ayat diatas, beliau saw.
mengerudungkan sehelai kain/selimut, kemudian memanjatkan doa seraya bersabda:
“Ya Allah, hanya merekalah Ahlulbaitku, maka hindarkan rijs dari mereka dan sucikan
mereka sesuci-sucinya”.. Ummu Salamah isteri Nabi ) yang mencoba masuk
kedalam ‘selimut kisa’ dilarang oleh Nabi SAW…. FAKTA dan HADiS
menunjukkan hanya lima orang tersebut yang diselubungi oleh Nabi SAW,
artinya hanya mereka berlima yang disucikan, jadi isteri isteri Nabi SAW seperti
Ummu Salamah dll tidak disucikan !!!!
—————————
Sedemikian rupa mereka memprotes Nabi saw sampai beliau marah sekali.
Dengan kepalanya yang terikat karena deman panas yang dideritanya, Nabi
keluar dipapah oleh dua orang dalam keadaan dua kakinya yang terseret-seret
menyentuh bumi. Nabi naik ke atas mimbar, memuji Allah dan bertahmid
padaNya. Sabdanya: "Wahai muslimin, apa gerangan kata-kata sebagian di
antara kalian yang telah sampai ke telingaku berkenaan dengan
pengangkatanku Usamah sebagai pemimpin. Demi Allah, jika kamu kini mengecam
pengangkatannya; sungguh hal itu sama seperti dahulu kamu telah mengecam
pengangkatanku terhadap ayahnya sebagai pemimpin. Demi Allah, sesungguhnya
ia amat layak memegang jabatan kepemimpinan itu. Begitu juga puteranya
”setelah ia” sungguh amat layak untuk itu. " (Thabaqat Ibnu Sa'ad jil.2
hal.l90; Tarikh Ibnu Atsir Jil. 2 hal. 317; Sirah al-Halabiyah jil. 3 hal.
207;Tarikh Thabari jil. 3 hal 226.). Apakah hendak anda bela juga Umar dan
Abubakar itu kendatipun seringkali memperlihatkan penentangannya?
3. Ketika Abubakar dan Umar memaksakan Imam Ali untuk berbai’at kepadanya,
Fatimah berkata kepada Abu Bakar dan Umar seperti ini: “Aku minta persaksian dari
Allah kepada kalian berdua, apakah kalian tidak mendengar Rasulullah bersabda,
‘Keredhaan Fatimah adalah keredhaanku dan kemarahan Fatimah adalah
kemarahanku. Siapa yang mencintai puteriku Fatimah, maka dia telah mencintaiku,
siapa yang membuat Fatimah rela maka dia telah membuatku rela, siapa yang
membuat Fatimah marah maka dia telah membuatku marah.’ ‘Ya, kami telah
mendengarnya dari Rasulullah.’ Jawab mereka berdua. Lalu Fatimah berkata lagi,
‘Sungguh, aku minta persaksian Allah dan para malaikat-Nya bahwa kalian berdua
telah membuatku marah dan tidak rela. Jika kelak aku berjumpa dengan Rasulullah
maka pasti akan kusampaikan keluhanku ini kepadanya’.” (Al-Imamah was Siyasah
jil.l hal. 20; Fadak Oleh Muhammad Baqir Sadr hal. 92.)