You are on page 1of 3

Paradigma Barat

2.1 Pendekatan Individual

Di dunia barat, sesuai dengan doktrin-doktrin yang telah lama dianut, yang
memperkenalkan konsep-konsep hokum kodrat dan hak-hak alamiah, hak-hak asasi manusia
pada mulanya di anggap berasal dari manusia karena mereka adalah manusia, yakni mahluk-
mahluk yang membutuhkan perlindungan dari kesatuan-kesatuan yang lebih kuat. Namun
demikian hak-hak asasi manusia telah di tinggalkan dari individu karena : mereka telah
menemukan maknanya di atas tingkatan individu yang tidak bergantung atas konteks-konteks
historis, social dan politik manapun. Melalui pengabstraksian, hak-hak asasi manusia memiliki
otonomi sendiri. Lebih lanjut, bukan hanya para individu bahwa kelompok-kelompok
masyarakat dan Negara yang terpaksa harus memperhitungkannya sepanjang sejarah
kontemporer.

Sebagian bangsa telah mengakui bahwa harus ada batas-batas bagi pelanggaran umum
atas inisiatif individu dan masyarakatnya. Penggunaan “kebebasan” secara bebas harus di atur
dan di lindungi. Pengertian tentang hak-hak dasar (“alamiah”, “tidak dapat ditentukan”, “tak
dapat dipisahkan” , sebagaimana tercermin pada deklarasi 1789 tentang hak-hak manusia dan
warga Negara) sudah menjadi dahan pembicaraan sepanjang abad ke 18. Dengan suatu
implikasi langsung : bila hak seseorang diabaikan, maka tidak hanya system perlindungan
individu yang menjadi taruhan, melainkan juga melibatkan masyarakat social politik secara
keseluruhan, dan bahkan bisa meluas kepada masyarakat dunia. Bila kehidupan atau kemuliaan
seseorang terancam, bila kemerdekaanya di langgar atau miliknya dirusak secara semena-
mena, maka seluruh manusia harus juga merasa dalam bahaya.

Dengan mengatakan bahwa telah ada hak-hak dasar dan kebebasan, dan karenanya
hak-hak dasar dan kebebasan itu harus dilindungi oleh hukum, menimbulkan persoalan retoris.
Siapa, badan apa, yang pantas merancang statute hokum(yakni daftar hak yang akan diakui)?
Lembaga-lembaga apa saja yang bisa menjalankan hokum, Yang melindungi hak-hak asasi
manusia bila telah ditetapkan? Jawaban-jawabannya tidak akan lebih mudah muncul. Lebih
dari itu, suatu paradox dapat dengan segera di catat : rakyat membutuhkan kekuatan-kekuatan
yang efisien untuk melindungi mereka, dengan demikian mereka dapat menikmati hak-hak
mereka. Pada saat yang sama, kekuatan-kekuatan ini seperti aparatur Negara, pemerintahan
dengan seluruh jajaran pengadilan, polisi, dan tentara-bisa jadi menjadi musuh yang sangat
berbahaya bagi kemerdekaan seseorang. Warga Negara, yang telah siap menerima kenyataan
bahwa mereka tidak bisa mendapatkan keuntungan dari kebebasan yang tidak terbatas dan
bahwa kemerdekaan mereka terbatas karena kemerdekaan orang lain, juga khawatir terhadap
kekuasaan yang akan diterapkan secara berubah-ubah, secara semena-mena, atau secara
absolute. “Tidak ada kemerdekaan bagi musuh kemerdekaan” ungkapan terkenal dari saint just
tentang revolusi prancis mengandung ambiguities dan sejak itu bernada kurang mengancam.

“Sindrom Rousseau” (kemerdekaan dan kebersamaan) telah membuat banyak sarjana


berusaha menggandakan lingkaran : Menyelamatkan kebebasan individu sekaligus menata
masyarakat. Satu pemecahan adalah melalui penjelasan suatu peraturan yang akan menjamin
keseimbangan antara hak-hak asasi manusia(sebagaimana diproklamasikan dalam deklarasi-
deklarasi universal dan dilindungi oleh hukum-hukum normative local) di suatu pihak, dan
kekuatan umum dipihak lain, yang terakhir ini merupakan pelaksanaan keadilan melalui suatu
pemerintahan yang mampu menjaga keharmonisan social,yang pada saat yang sama
beranggapan bahwa peraturan akan dihormati,

Hal ini tidak semuanya dapat diterima, karena beberapa halangan mengecam dasar
penalaran “alamiah”..”tidaka ada pemerintahan,dan karenanya tidak hukum – tidak ada hokum
maka hal-hal semacam itu adalah hak, “tulis Jeremy Bentham, yang beranggapan bahwa “hak
alamiah” hanyalah “omong kosong”. Meskipun demikian, para filosof tampaknya sepakat
bahwa tugas utama adalah menata tujuan-tujuan yang berlawanan : hak-hak moral dan
kewajiban-kewajiban praktis;kebebasan perseorangan dan tuntutan-tuntutan social;otonomi
individu dan kewajiban-kewajiban bersama;ketidaktaatn warga dan kekuasaan politik;tuntutan-
tuntutan dan peraturan ;demokrasi dan kewenangan;pemberontakan dan kelaliman

Apa yang di bangun kemudian terutama adalah paradigm hak-hak alamiah barat-kristen
yang didasarkan atas : persamaan,kontrak social,dan keseimbangan antara kebutuhan individu
dan kolektif. Suatu tradisi lama yang berasal dari Aristoteles,Thomas,Aquinas,Loucke,Rosseau,
bahkan termasuk Mill,Bentham, dan penganut utilitarianisme tanpa menyebut “aliran
rasionalis” hokum koadrat seperti althusius,hobbes,Grotius, menghasilkan konsepsi tentang
hak-hak manusia yang benar-benar dijamin melalui kemerdekaan sipil,kebebasan
berpikir,berpendapat,berserikat,…yang dihadirkan sebagai penyelamat yang paling baik
melawan kekuasaan yang paling kuat (Leviatham) yaitu Negara. Warisan yang sama dapat
ditemukan pada suatu modal yang berdasarkan atas alasan-alasan politik dan hubungan yang
penuh konflik antara manusia dan Negara. Dialog antara kepentingan pribadi dan kepentingan
umum digambarkan sebagai drama yang permanen, dengan kelompok-kelompok penengah,
kekuatan-kekuatan penengah.lembaga-lembaga yang mewakili,penyeimbang kekuatan dll.

Memang aneh untuk mengamati apa yang memungkinkan tersusunnya rancangan akhir
deklarasi internasional mengenai hak-hak asasi manusia, bila kita kesampingkan unsure-unsur
historis terutama perang dunia II. Latar belakang filosifis naskah tersebut merupakan campuran
cita-cita yunani (tentang orang-orang alim dan sesak), hukum romawi, dan argumentasi
skolastik, paham rasioanlisme dan individualism yang dicemari gagasan utopia dan sosialis,
aliran utilitarian abad ke 18 dan teori-teori etika abad ke 20 yang menetengahkan pembelaan
terhadap manusia,kesejahteraan social dan budaya. Dari percampuran antara argumentasi
metafisik,teologis,filosofis,moral dan praktis tersebut,lahirlah seperangakt prinsip dan
ketentuan yang agak padu. Suatu warisan eropa yang beragam, terutama yang berasal dari
inggris dan perancis,berupa paham kemerdekaan yang demokratis yang terkadang dipengaruhi
oleh perasaan-perasaan anti agama (atau setidak-tidaknya anti gereja) dan terkadang oleh
teori-teori sosialis- komunis, meahirkan suatu doktrin yang kurang lebih bersatu.

Magna charta (1215),Habeas Carpus (1670),undang-undang hak asasi (Bill of rights)


(1689),deklarasi kemerdekaan amerika (1776),deklarasi hak-hak manusia dan warga Negara
perancis (1789) merupakan tombak-tombak konstitusional yang menonjol, yang menjukkan
bahwa pelembagaan hak-hak asasi manusia telah melalui proses yang panjang.Dan hamper
setiap kasus diawali dengan kemenangan legalisme liberal atas absolutisme dengan demikian
paham konstitusialisme merupakan alat untuk menjalankan kemerdekaan-kemerdekaan sipil,
dan mengukirkannya menjadi “naskah kuat” yang sah, dilindungi oleh ketentuan-ketentuan
hokum yang menjelaskan bagaimana hak-hak bisa dipelihara dan dijunjung tinggi. Maka modal
hak-hak asasi klasikpun sejak itu berlaku.

You might also like