You are on page 1of 8

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS SEMEN

Tujuan Praktikum :
 Untuk mengamati sperma secara makroskopis dan mikroskopis.
 Untuk membandingkan sperma yang diamati dengan karakteristik
sperma normal berdasarkan WHO.

Waktu dan Tempat :


 Waktu : Rabu, 26 Mei 2010
 Tempat : Laboratorium H, kampus A Universitas Negeri Jakarta

Alat dan Bahan :


 Gelas Ukur
 Botol kaca
 Pipet tetes
 Object glass
 Indikator pH
 Mikroskop
 Semen (sperma)

Cara Kerja :
1. Melakukan Pengamatan Makroskopis
 Mengambil sampel semen dan disimpan dalam botol kaca.
 Mengukur volume semen dengan gelas ukur.
 Mencium bau semen dengan cara dibaui.
 Mengamati warna semen.
 Mengukur pH dengan cara mencocokkannya dengan indikator pH.

2. Melakukan Pengamatan Mikroskopis


 Mengambil semen dengan pipet, kemudian meletakkannya pada
object glass.
 Meletakkan object glass di mikroskop, kemudian diamati motilitas dan
morfologinya.
 Mencatat hasil yang diamati.

Hasil Pengamatan :

Volume 1.7 mL
Bau khas, tajam,dan tidak busuk

Pengamatan Warna putih kelabu


Makroskopis Viskositas tidak terlalu kental
Lama
Likuifaksi ± 20 menit
pH 8
Perbandingan sperma mati : hidup = 20% : 80%
Motilitas Dari 80% sperma hidup, terdiri dari 50% kelas B
Pengamatan
dan 30% kelas A
Mikroskopis
Bentuk kepala oval, ekornya lurus panjang.
Morfologi
60% sperma berbentuk normal.
Analisis :

1. Volume

VOLUME
Hasil Standar Analisis
Pengamatan WHO
Berdasarkan hasil pengamatan, volume yang terukur
1.7 mL 2-5 mL sebesar 1.7 mL.
Menurut WHO, volume tersebut di bawah standar
    normal (2-5 mL).
Hal ini disebabkan pendonor sperma saat melakukan
    ejakulasi dalam kondisi
tegang, sehingga menyebabkan semen yang
    dikeluarkan dalam jumlah sedikit.
Selain itu, pendonor sperma kurang rapat dalam
    menutup botol kaca,
sehingga semen tertumpah ke plastik
    pembungkusnya.
2. Bau

Berdasarkan hasil pengamatan, bau yang dihasilkan khas, tajam, dan tidak
berbau busuk. Bau tersebut sudah memenuhi standar WHO.

3. Warna

Berdasarkan hasil pengamatan, warna semen yang teramati putih


kelabu. Warna tersebut sudah memenuhi standar WHO, yaitu putih dan abu-
abu.

4. pH

pH
Hasil Standar Analisis
Pengamatan WHO
Berdasarkan hasil pengamatan, pH yang terukur sebesar
8 7.2-7.8 8.
Menurut WHO, volume tersebut di atas standar normal
    (7.2-7.8).
Hal ini disebabkan indikator pH tidak memberikan hasil
    yang ajeg,
karena pengukuran hanya mengandalkan ketepatan visual
    dalam menyocokkan warna di indikator.
Selain itu, kemungkinan botol kaca basah sehingga semen
    tercampur dengan air.

5. Viskositas dan Lama Likuifaksi

Berdasarkan hasil pengamatan, semen yang dihasilkan tidak terlalu


kental dan lama likuifaksi adalah sekitar 20 menit. Namun, pengamatan ini
hanya perkiraan pengamat karena pengamat tidak mengetahui waktu
ejakulasi pendonor. Berdasarkan literatur (Wildan Yatim, 1994), likuifaksi
terjadi pada semen normal 15-20 menit post-eyakulasi.

6. Motilitas

Berdasarkan hasil pengamatan, perbandingan sperma mati : hidup =


20% : 80%. Dari 80% sperma hidup, terdiri dari 50% kelas B dan 30% kelas
A. Berdasarkan WHO, kelas A merupakan sperma yang berenang maju
dengan cepat dalam garis lurus seperti peluru kendali. Sedangkan kelas B,
merupakan sperma yang berenang maju tetapi dalam garis melengkung atau
bergelombang, atau dalam garis lurus tetapi lambat. Setelah dianalisis,
pendonor memiliki sperma normal karena memproduksi ± 50% sperma kelas
A dan B (menurut standar WHO).

7. Morfologi

Menurut WHO, sperma normal memiliki bentuk kepala oval beraturan


dengan ekor lurus panjang di tengahnya. Berdasarkan pengamatan, sperma
yang teramati selain memiliki bentuk kepala oval, juga berbentuk bulat
dengan ekor lurus pendek. Sperma yang bentuk kepala bulat adalah sperma
abnormal dan tidak dapat membuahi telur. Jumlah sperma normal 60% dari
jumlah keseluruhan sperma. Pada pengamatan, tidak ditemukan adanya :
sperma berkepala dua (bicephalic), sperma berekor dua atau bercabang
(bicaudal), sperma berkepala sangat kecil (microcephalic), dan sperma
berkepala sangat besar (macrocephalic).

8. Perhitungan Sperma (Sperm Count)

Dalam pengamatan, pengamat tidak menghitung jumlah sperma


karena pengamat tidak mengetahui cara sederhana menghitung sperma.
Berdasarkan literatur yang pengamat dapatkan, cara sederhana perhitungan
sperma yaitu dengan menentukan lapangan pandang.
Lapangan pandang diperiksa secara sistematik dan motililas sperma
yang dijumpai dicatat. Kategori yang dipakai untuk mengklasifikasi motilitas
sperma disebut (a), (b), (c), (d), dan didefinisikan sebagai berikut:
Kategori
(a) jika sperma bergerak cepat dan lurus ke muka.
(b) jika geraknya lambat atau sulit maju lurus atau bergerak tidak lurus.
(c) jika tidak bergerak maju.
(d) jika sperma tidak bergerak.
Biasanya empat sampai enam lapangan pandang yang diperiksa untuk
memperoleh seratus sperma secara berurutan yang kemudian diklasifikasi
sehingga menghasilkan persentase setiap kategori motilitas. Dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan ulang dengan tetesan sperma kedua yang
diperlakukan dengan tatacara sama.
Pemeriksaan mikroskopik berikutnya adalah memeriksa jumlah
sperma. Pemeriksaan dilakukan dengan 2 cara, yaitu secara kasar dan
penghitungan dalam kamar hitung. Penentuan secara kasar dilakukan
dengan menghitung jumlah spermatozoa rata-rata pada beberapa lapangan
pandang pembesaran objektif 40 kali, kemudian mengalikan angka tersebut
dengan 106. Jika ada 40 sperma/lapangan maka jumlah sperma secara kasar
kira-kira 40 juta/ml.
Setelah menghitung jumlah sperma secara kasar, dilanjutkan
pemeriksaan selular yang bukan sperma. Elemen bukan sperma juga dilihat
antara lain sel epitel gepeng dari saluran uretra, sel spermatogenik, dan
lekosit. Jumlah sel tersebut ditaksir dalam setiap lapangan pandangan pada
sediaan basah seperti penghitungan jumlah sperma.
Jika jumlah sel tersebut melebihi 1 juta/ml atau satu setiap lapangan
pandangan dengan pembesaran objektif 40 kali, dilakukan pemulasan khusus
untuk membedakan antara lekosit yang peroksidase positif dengan sel lain.
Jika lekosit lebih dari 1 juta/ml mungkin perlu pemeriksaan untuk menentukan
apakah orang tersebut menderita infeksi. Walaupun tidak ada sel lekosit, tidak
mengesampingkan kemungkinan infeksi.
Semen normal biasanya mengandung 20 juta sperma per mililiternya dan 8
juta diantaranya bergerak aktif. Sperma yang bergerak aktif ini sangat penting
artinya, karena menunjukkan kemampuan sperma untuk bergerak dari tempat
dia disemprotkan menuju tempat pembuahan (tuba fallopi, bagian dari
kandungan wanita).
Hasil pemeriksaan biasanya disajikan dalam istilah sebagai berikut :
* Polyzoospermia : Konsentrasi sperma sangat tinggi
* Oligozoospermia : Jumlah sperma kurang dari 20 juta/ml
* Hypospermia : Volume semen < 1,5 ml
* Hyperspermia : Volume semen > 5,5 ml
* Aspermia : Tidak ada semen
* Pyospermia : Ada sel darah putih pada semen
* Hematospermia : Ada sel darah merah pada semen
* Asthenozoospermia : Sperma yang mampu bergerak < 40%.
* Teratozoospermia : > 40% sperma mempunyai bentuk yang tidak normal
* Necozoospermia : sperma yang tidak hidup
* Oligoasthenozoospermia : Sperma yang mampu bergerak < 8 juta/ml

DAFTAR PUSTAKA

Yatim, Wildan. 1994. Reproduksi dan Embriologi. Bandung : Tarsito.


Hermanto H.H. dan Hadiwidjaja DB
http://kamuseliz.wordpress.com/2008/07/26/analisis-sperma-pada-infertilitas-
pria/. Diunduh tanggal 30 Mei 2010, pukul 12. 25 WIB.

M. Barnet dkk.
http://informahealthcare.com/doi/abs/10.3109/01485017908988405. Diunduh
tanggal 30 Mei 2010, pukul 12.05 WIB.

Warta Medika. http://google.com/pemeriksaan-sperma.html. Diunduh tanggal


30 Mei 2010, pukul 11. 45 WIB.

WHO. http://google.com/standar-sperma-normal-who.html. Diunduh tanggal


24 Mei 2010, pukul 20.37 WIB.

LAPORAN PRAKTIKUM
PERKEMBANGAN HEWAM
ANALISIS SEMEN

KELOMPOK
Fina Lidyana (3415081961)
Dwi Lusi Riadona (3415081974)
Regina Novelga (3415081987)

PENDIDIKAN BIOLOGI REGULER 2008


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2010

You might also like