You are on page 1of 10

c  


    


Kamis, 27 Maret 2008

À 

Mantan Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN) periode tahun 1998-2003. Saat ini aktif sebagai Guru
Besar di STIA LAN.

^  ^   
Apabila kita perhatikan Peraturan Presiden RI No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2004±2009, pada Bab 14 Penciptaan Tata Pemerintahan yang Bersih dan
Berwibawa dijelaskan alasan dan garis besar (pokok-pokok) kebijakan yang akan dilakukan dalam
mewujudkan aparatur pemerintahan yang bersih dan berwibawa dalam kurun waktu 2004±2009, sebagai
berikut.

(A) Beranjak dari i  bahwa ³Reformasi birokrasi belum berjalan sesuai dengan tuntutan
masyarakat´, yang ditandai antara lain oleh penyalahgunaan wewenang dan masih besarnya praktek KKN,
rendahnya kinerja sumber daya manusia dan kelembagaan aparatur; sistem kelembagaan (organisasi) dan
tata laksana (manajemen) pemerintahan yang belum memadai; rendahnya efisiensi dan efektivitas kerja;
rendahnya kualitas pelayanan umum; rendahnya kesejahteraan PNS; dan banyaknya peraturan perundang-
undangan yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadan dan tuntutan pembangunan, Pemerintah
menetapkan (B)  

 sasaran penyelenggaraan negara yang akan dicapai adalah terciptanya tata
pemerintahan yang baik, bersih, berwibawa, profesional, dan bertanggung jawab, yang diwujudkan dengan
sosok dan perilaku birokrasi yang efisien dan efektif serta dapat memberikan pelayanan yang prima kepada
seluruh masyarakat;   

 sasaran yang ingin dicapai adalah: (1) Berkurangnya secara nyata
praktek korupsi pada birokrasi, dan dimulai dari tataran (jajaran) pejabat yang paling atas; (2) Terciptanya
sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan pemerintahan yang bersih, efisien, efektif, transparan, profesional
dan akuntabel; (3) terhapusnya aturan, peraturan dan praktek yang bersifat diskriminatif terhadap warga
negara, kelompok, atau golongan masyarakat; (4) Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam proses
kebijakan publik; dan (5) Terjaminnya konsistensi seluruh peraturan pusat dan daerah, dan tidak
bertentangan   peraturan dan perundangan di atasnya.

Dalam upaya untuk mencapai sasaran pembangunan penyelenggaraan negara dalam mewujudkan tata
pemerintahan yang bersih dan berwibawa tersebut, maka (C) kebijakan penyelenggaraan negara 2004-2009
diarahkan pada:

 Menuntaskan penanggulangan penyalahgunaan kewenangan dalam bentuk praktek-praktek KKN;


dengan cara (1) Penerapan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (    ) pada
semua tingkat dan lini pemerintahan dan semua kegiatan; (2) Pemberian sanksi yang seberat-
beratnya bagi pelaku KKN sesuai dengan ketentuan yang berlaku; (3) Peningkatan efektivitas
pengawasan aparatur negara melalui koordinasi dan sinergi pengawasan internal, eksternal dan
pengawasan masyarakat; (4) Peningkatan budaya kerja aparatur yang bermoral, profesional,
produktif, dan bertanggung jawab; (5) Percepatan pelaksanaan tindak lanjut hasil-hasil pengawasan
dan pemeriksaan; dan (6) Peningkatan pemberdayaan penyelenggaraan antar dunia usaha dan
masyarakat dalam pemberantasan KKN.
 Meningkatkan kualitas penyelenggaraan administrasi negara melalui: (1) Penataan kembali fungsi-
fungsi kelembagaan pemerintahan agar dapat berfungsi secara lebih memadai, efektif, dengan
struktur lebih proporsional, ramping, luwes, dan responsif; (2) Peningkatan efektivitas dan efisiensi
ketatalaksanaan dan prosedur pada semua tingkat dan lini pemerintahan; (3) Penataan dan
peningkatan kapasitas sumber daya manusia aparatur agar lebih proporsional sesuai dengan tugas
dan fungsinya untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat; (4) Peningkatan
kesejahteraan pegawai dan pemberlakuan sistem karir berdasarkan prestasi; dan (5) Optimalisasi
pengembangan dan pemanfaatan    dan dokumen/arsip negara dalam pengelolaan
tugas dan fungsi pemerintahan;
 Meningkatkan keberdayaan masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan dengan (1)
Peningkatan kualitas pelayanan publik terutama pelayanan dasar, pelayanan umum dan pelayanan
unggulan; (2) Peningkatan kapasitas masyarakat untuk dapat mencukupi kebutuhan dirinya,
berpartisipasi dalam proses pembangunan dan mengawasi jalannya pemerintahan; dan (3)
Peningkatan transparansi, partisipasi dan mutu pelayanan melalui peningkatan akses dan sebaran
informasi.

Sejalan dengan arah kebijakan tersebut dikembangkan (D) Program-program pembangunan, meliputi 1)
Program Penerapan Kepemerintahan yang baik, bertujuan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih,
profesional, responsif, dan bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan; 2)
Program Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Negara, bertujuan untuk menyempurnakan dan
mengefektifkan sistem pengawasan dan audit serta sistem akuntabilitas kinerja dalam mewujudkan aparatur
negara yang bersih, akuntabel, dan bebas KKN; 3) Program Penataan Kelembagaan dan Ketatalaksanaan,
bertujuan untuk menata dan menyempurnakan sistem organisasi dan manajemen pemerintahan pusat,
pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota agar lebih proporsional, efisien dan efektif; 4)
Program Pengelolaan Sumber Daya Manusia Aparatur, bertujuan utuk meningkatkan sistem pengelolaan dan
kapasitas sumber daya manusia aparatur sesuai dengan kebutuhan dalam melaksanakan tugas
kepemerintahan dan pembangunan; 5) Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik bertujuan untuk
mengembangkan manajemen pelayanan publik yang bermutu, transparan, akuntabel, mudah, murah, cepat,
patut, dan adil kepada seluruh masyarakat guna menunjang kepentingan masyarakat dan dunia usaha, serta
mendorong partisipasi dan pemberdayaan masyarakat; dan 6) Program Peningkatan Sarana dan Prasarana
Aparatur Negara, bertujuan untuk mendukung pelaksanaan tugas dan administrasi pemerintahan secara lebih
efisien dan efektif serta terpadu.


  
Salah satu upaya penting yang ditempuh untuk mewujudkan tata pemerintahan yang bersih dan
berwibawa tersebut adalah reformasi birokrasi. Langkah tersebut selanjutnya tertuang dalam Rencana Kerja
Pemerintah Tahunan (RKP-T), seperti dilakukan beberapa tahun terakhir ini, dan juga pada tahun yang akan
datang.

Kalau kita simak keterangan Pemerintah dalam Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden yang disampaikan di
depan Rapat Paripurna DPR RI pada 16 Agustus 2007, pada Bab 14 terdapat pengakuan Pemerintah bahwa
reformasi birokrasi yang dilakukan Pemerintah selama ini belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan
masyarakat. Hal tersebut diakui Pemerintah dengan menunjukkan berbagai permasalahan mendasar yang
masih dihadapi di bidang      
   
 i
 i  i
 
 i  . Padahal bidang-bidang itulah yang menjadi objek utama pendayagunaan aparatur selama
ini, dan dilakukan melalui berbagai kebijakan dan program pembangunan tahunan (RKP-T). Marilah kita
perhatikan lebih jauh langkah-langkah kebijakan dan program pendayagunaan yang telah dilakukan dalam
dua tahun terakhir ini, serta kinerja yang dicapainya.


@ @    
Untuk mempercepat terwujudnya tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa melalui reformasi
birokrasi, langkah-langkah kebijakan yang ditempuh Pemerintah adalah melanjutkan kegiatan-kegiatan
penting yang telah dilakukan sebelumnya dan melakukan kegiatan baru yang bersifat terobosan, sebagai
berikut:

 , Pemerintah terus meningkatkan penanggulangan penyalahgunaan kewenangan, melalui (a)
peningkatan komitmen para penyelenggara negara dalam pemberantasan korupsi disertai pemberian sanksi
yang seberat-beratnya kepada pelaku korupsi sesuai dengan ketentuan yang berlaku; (b) penerapan prinsip-
prinsip tata pemerintahan yang baik di semua tingkatan dan kegiatan instansi pemerintahan; (c) penerapan
sistem akuntabilitas kinerja instansi Pemerintah secara konsisten dan berkelanjutan melalui penerapan
manajemen berbasis kinerja; (d) penataan dan peningkatan efektivitas pengawasan melalui koordinasi dan
peningkatan sinergi antara pengawasan internal, pengawasan eksternal, dan pengawasan masyarakat serta
percepatan tindak lanjut atas hasil pengawasan; (e) pembangunan budaya kerja organisasi dalam birokrasi
agar aparatur berperilaku semakin profesional, bermoral, produktif dan bertanggung jawab; serta (f)
peningkatan pemberdayaan dan sinergi antara penyelenggara negara, dunia usaha, dan masyarakat dalam
pemberantasan korupsi.


, Pemerintah meningkatkan kualitas penyelenggaraan administrasi negara sebagai landasan utama
untuk meningkatkan pelayanan publik melalui kegiatan-kegiatan sebagai berikut: (a) melanjutkan penataan
kelembagaan pemerintahan agar lebih proporsional serta dapat berfungsi secara lebih efektif, efisien, dan
responsif terhadap tuntutan pelaksanaan tugas dan fungsi; (b) peningkatan efektivitas dan efisiensi
ketatalaksanaan (manajemen) termasuk prosedur kerja di berbagai tingkatan dan kegiatan instansi
Pemerintah; (c) penataan dan peningkatan kapasitas pegawai agar lebih profesional sesuai dengan tugas dan
fungsinya untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat, antara lain melalui berbagai diklat
dan melalui berbagai pembinaan yang dilakukan oleh masing-masing instansi Pemerintah; (d) meningkatkan
koordinasi dan integrasi tugas pokok dan fungsi serta program masing-masing instansi, sesuai dengan
tahapan pelaksanaan rencana; (e) peningkatan kesejahteraan pegawai dan pemberlakuan sistem karir
berdasarkan prestasi; serta (f) pengembangan dan pemanfaatan     dan dokumen/arsip negara
dalam pengelolaan tugas dan fungsi pemerintahan. Sejalan dengan peningkatan kesejahteraan pegawai,
Pemerintah terus mengupayakan peningkatan gaji pegawai secara proporsional, adil, dan layak.

  , Pemerintah meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan
melalui (a) peningkatan kapasitas masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan dan
mengawasi pelaksanaan tugas aparatur Pemerintah termasuk pelaksanaan pelayanan publik; serta (b)
peningkatan transparansi, partisipasi, dan mutu pelayanan melalui peningkatan akses dan sebaran informasi.


       

Dalam jangka waktu 2006±2007 (sampai dengan Juni 2007) telah dilaksanakan berbagai kegiatan dalam
rangka pelaksanaan kebijakan dan program-program yang telah ditetapkan dalam RPJMN 2004±2009.
Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan lanjutan dari tahun-tahun sebelumnya, antara lain berupa penyusunan
peraturan perundang-undangan dan rancangan kebijakan, perbaikan sistem dan manajemen, peningkatan
kompetensi pegawai, peningkatan keterlibatan dan kesadaran aparatur pemerintah, dunia usaha dan
masyarakat untuk mendukung reformasi birokrasi dan penerapan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik
(GPG).

Hasil-hasil yang dicapai dari berbagai kegiatan dalam jangka waktu tersebut digambarkan menurut
program-program yang telah ditetapkan di dalam RPJMN 2004±2009, yaitu sebagai berikut:

 , Program Penerapan Tata Pemerintahan yang Baik. Dalam upaya mendukung terwujudnya tata
pemerintahan yang bersih, profesional, responsif, dan akuntabel melalui penerapan prinsip-prinsip tata
pemerintahan yang baik, telah dilakukan  pedoman dan indikator penerapan tata pemerintahan
yang baik guna  
   i
 pemerintah dalam melaksanakan tata pemerintahan yang
baik, antara lain melalui: (a) dialog interaktif di media elektronik dan dalam forum-forum lainnya; (b)
kampanye publik melalui distribusi publikasi pedoman dan buku indikator penerapan prinsip-prinsip tata
pemerintahan yang baik beserta cakram padat (CD) multimedianya kepada semua kementerian, LPND,
pemda provinsi, kabupaten/kota, dan pihak-pihak lainnya yang terkait sebagai bagian dari upaya untuk
mendorong reformasi birokrasi dan penerapan tata pemerintahan yang baik di lingkungannya masing-masing;
(c) terselenggaranya diskusi lintas pelaku dan sektor untuk mendukung pelaksanaan tata pemerintahan yang
baik melalui seminar-seminar; (d) penyusunan modul-modul sosialisasi penerapan prinsip-prinsip tata
pemerintahan yang baik; dan (e) pengelolaan   GPG secara rutin. Selain itu, telah dilaksanakan i
i  penerapan model     di beberapa daerah yang mempunyai komitmen tinggi untuk
menerapkan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (GPG).

Dalam aspek legalitas, telah dilaksanakan penyusunan RUU Administrasi Pemerintahan sebagai dasar
hukum reformasi birokrasi dan pedoman bagi setiap pejabat administrasi pemerintahan dalam menetapkan
keputusan, mencegah penyalahgunaan kewenangan dan menutup kesempatan untuk melakukan korupsi
kolusi, dan nepotisme, menciptakan tertib penyelenggaraan administrasi pemerintahan, menciptakan
kepastian hukum, menjamin akuntabilitas pejabat administrasi pemerintah atau badan, memberikan
perlindungan hukum kepada masyarakat dan aparatur pemerintah, serta menerapkan asas umum
kepemerintahan yang baik dalam memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat. Saat ini
RUU tersebut telah mendapat persetujuan Pemerintah untuk segera dibahas dengan DPR sesuai prioritas
program legislasi nasional tahun 2007.

Hasil-hasil penting lain yang telah dicapai dalam penerapan tata pemerintahan yang baik adalah
terselenggaranya forum teknis pendayagunaan aparatur negara (Fortekpan) yang merupakan forum tingkat
pusat untuk membahas pelaksanaan kebijakan bidang pendayagunaan aparatur negara (PAN) untuk
peningkatan reformasi birokrasi dan penerapan prinsip-prinsip GPG serta terselenggaranya forum komuninasi
PAN daerah (Forkompanda) yang merupakan forum untuk mensosialisasikan program dan kebijakan bidang
PAN dan memasukkan kebijakan PAN dalam Rencana Strategis Daerah dan RPJMD sebagai pedoman bag
Pemda untuk melakukan upaya-upaya strategis dalam rangka reformasi birokrasi.
Untuk mendorong pelaksanaan tata pemerintahan yang baik, di beberapa daerah telah berhasil dilaksanakan,
antara lain, (a) penerapan kesepakatan kinerja (i     ) antara kepala daerah (gubernur,
bupati, dan walikota) dan pejabat eselon II (dinas, badan, dan kantor); dan (b) penandatanganan pakta
integritas oleh pejabat yang akan dilantik untuk menduduki suatu jabatan. Selain itu, beberapa pemerintah
daerah, seperti Pemerintah Provinsi Gorontalo, Pemerintah Kabupaten Solok, Pemerintah Kabupaten Pare-
Pare, Pemerintah Kota Balikpapan, dan Pemerintah Kabupaten Sragen, telah dan sedang giat melakukan
reformasi birokrasi dan penerapan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik. Hal ini diharapkan akan
mendorong pemerintah daerah dan instansi lainnya untuk melaksanakan reformasi birokrasi dan penerapan
tata pemerintahan yang baik di lingkungannya masing-masing.


, Program Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur. Program peningkatan pengawasan
dan akuntabilitas aparatur bertujuan untuk menyempurnakan dan mengefektifkan sistem pengawasan dan
audit serta sistem akuntabilitas kinerja dalam mewujudkan aparatur negara yang bersih, akuntabel, dan
bebas KKN. Hasil-hasil yang telah dicapai dari berbagai kegiatan yang dilakukan, antara lain, meliputi (1)
tersusunnya naskah akademik RUU Sistem Pengawasan Fungsional; (2) tersusunnya konsep RPP tentang
Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP); (3) diterbitkannya PP No. 8 Tahun 2006 tentang Laporan
Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah; (4) terlaksananya sosialisasi dan bimbingan teknis pada instansi
pemerintah baik di pusat maupun di daerah dalam rangka mendorong peningkatan implementasi sistem
akuntabilitas kinerja; (5) dalam rangka meningkatkan kualitas penerapan Sistem Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah (SAKIP), telah diterbitkan Peraturan Menteri Negara PAN No. PER/09/M.PAN/5/2007
tentang Pedoman Umum Penetapan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Instansi Pemerintah; (6)
tersusunnya naskah akademik RUU tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) yang
terintegrasi dengan sistem perencanaan, sistem penganggaran, sistem perbendaharaan, dan sistem akuntansi
pemerintahan; (7) terselenggaranya sosialisasi kebijakan koordinasi, pemantauan, dan evaluasi atas
pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN-PK) sesuai Inpres No. 5 Tahun 2004
tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi baik di tingkat pusat maupun daerah; (8) terlaksananya
peningkatan kapasitas SDM di bidang akuntabilitas kinerja instansi pemerintah melalui pelatihan baik di dalam
maupun di luar negeri, serta pembangunan sistem informasi kinerja instansi pemerintah baik untuk keperluan
menyusun laporan kinerja maupun evaluasi kinerja instansi pemerintah; dan (9) pemberdayaan sekitar 800
aparat pengawasan internal pemerintah di Inspektorat Jenderal Departemen dan Badan Pengawas Daerah
(Bawasda) melalui pendidikan S-1 dan S-2 Program Akuntansi Pemerintahan/Keuangan Negara di 36
perguruan tinggi negeri dan swasta di dalam negeri, yang persiapannya telah dimulai pada tahun 2006 dan
perkuliahannya dimulai pada tahun 2007, dengan susunan kurikulum bersifat akuntansi pemerintahan,
pengawasan keuangan, dan pengawasan/evaluasi kinerja untuk mendukung penerapan kebijakan anggaran
berbasis kinerja dan mengurangi terjadinya tindakan KKN. Selain itu, beberapa pemda propinsi juga
menyatakan komitmennya untuk menyediakan anggaran dalam APBD bagi pegawainya untuk mengikut
program tersebut sebagai salah satu solusi mengatasi kekurangan tenaga akuntansi pemerintahan di pemda.
Pada masa yang akan datang diharapkan akan lebih banyak lagi pemda yang dapat menyediakan beasiswa
dari APBD-nya bagi pegawai-pegawainya untuk mengikuti program-program tersebut.

Upaya peningkatan efektifitas pelaksanaan pengawasan oleh aparat pengawasan intern pemerintah
dilakukan melalui tiga strategi pengawasan yaitu preemtif, preventif, dan represif. Pengawasan preemptif
diantaranya dilaksanakan dengan menyelenggarakan diklat fungsional dan diklat teknis substansi untuk
meningkatkan kompetensi aparat pengawasan intern pemerintah; sosialisasi program aplikasi Sistem
Informasi Manajemen Keuangan Daerah (SIMDA) yang saat ini telah diimplementasikan pada 148 Pemerintah
Daerah; sosialisasi implementasi  i   dan  i   ; dan
melanjutkan kegiatan sosialisasi Program Anti Korupsi (PAK) dan penyuluhan upaya pencegahan dan
pemberantasan korupsi (UPPK). Pengawasan preventif diantaranya dilakukan melalui bimbingan teknis,
audit/evaluasi, serta pengembangan sistem dan bantuan inventarisasi barang milik negara. Kegiatan
bimbingan teknis dilakukan melalui pendampingan dan asistensi kepada pemerintah dan BUMN/D dalam
rangka meningkatkan implementasi tata kelola yang baik (    ) untuk mencapai pemerintahan
yang bersih (    ), diantaranya pendampingan dalam pembuatan perjanjian kerjasama
pengelolaan PNBP dari visa kunjungan saat kedatangan (VKSK) antara Ditjen Imigrasi dan BNI 1946;
pendampingan dalam percepatan implementasi tata pemerintahan yang baik pada Departemen Hukum dan
HAM; asistensi penyusunan laporan keuangan bantuan korban bencana gempa bumi dan tsunami di provinsi
NAD dan Sumut; asistensi penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS); dan pendampingan ulangan (  )
laporan keuangan. Kegiatan evaluasi telah dilakukan terhadap berbagai lembaga pemerintah dan BUMN/D
antara lain: terlaksananya evaluasi terhadap pemberian fasilitas bea masuk pada BKPM; evaluasi terhadap
kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi rumah pascabencana gempa bumi di Provinsi D.I. Yogyakarta; (c)
evaluasi kebijakan dana dekonsentrasi yang telah diikuti dengan penyelarasan beberapa peraturan
pemerintah terkait dengan pendanaan dekonsentrasi dan harmonisasi hubungan antara pusat dan daerah; (d)
evaluasi kebijakan pelaksanaan anggaran; dan (e) evaluasi kebijakan dan pelaksanaan otonomi khusus
Papua. Pengawasan represif diantaranya dilakukan melalui kegiatan investigasi atas hambatan kelancaran
pembangunan (HKP), klaim, dan eskalasi harga.

Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengeluaran negara, aparat pengawasan internal pemerintah
(BPKP) telah melakukan audit terhadap instansi departemen/LPND, Pemda, BUMN, dan BUMD. Temuan hasil
pemeriksaan BPKP dan tindak lanjutnya oleh Departemen/LPND, Pemda, BUMN, dan BUMD. Selain itu, dalam
upaya pemberantasan korupsi, BPKP telah menyampaikan Laporan Hasil Penghitungan Kerugian Keuangan
Negara (LHPKKN) kepada instansi penyidik (kepolisian, kejaksaan, dan KPK) sebanyak 350 kasus dengan nilai
kerugian keuangan negara sebesar Rp1,87 triliun, USD 46 juta, dan RM 5,3 juta dalam tahun 2006, dan 161
kasus dengan nilai kerugian negara sebesar Rp517,6 miliar dan USD 70,2 juta dalam tahun 2007 (s.d. Juni
2007). Program peningkatan pengawasan dan akuntabilitas aparatur negara di berbagai
kementerian/lembaga dilaksanakan melalui berbagai kegiatan antara lain (a) meningkatkan intensitas dan
kualitas pelaksanaan audit internal dan pengawasan masyarakat; (b) meningkatkan tindak lanjut temuan
pengawasan secara hukum; (c) mengembangkan penerapan pengawasan berbasis kinerja; dan (d)
melakukan audit khusus terkait dengan tugas pokok instansi seperti audit khusus terhadap penyimpangan
dalam perizinan pemanfaatan kayu.

  , Program Penataan Kelembagaan dan Ketatalaksanaan. Program penataan Kelembagaan dan
ketatalaksanaan bertujuan untuk menata dan menyempurnakan sistem organisasi dan manajemen
pemerintahan pusat, provinsi, dan kabupaten/kota agar lebih proporsional, efisien, dan efektif. Hasil-hasil
yang telah dicapai dari berbagai kegiatan yang dilakukan, antara lain (1) tersusunnya RUU Tata Hubungan
Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah yang pada tahun 2007 ini dilakukan uji materi dan harmonisasi
RUU dan diusulkan menjadi prioritas legislasi nasional (prolegnas) tahun 2008; (2) tersusunnya RUU
Kementerian Negara hasil inisiatif DPR yang saat ini sedang dalam proses pembahasan bersama DPR; RUU
Kementerian Negara dimaksudkan sebagai pedoman dalam penataan kelembagaan kementerian negara; (3)
ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah
Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah, yang akan disosialisasikan secara
bertahap ke daerah-daerah agar tercipta persepsi yang sama dalam upaya penataan kelembagaan organisasi
satuan kerja perangkat daerah yang lebih proporsional, efektif, dan efisien serta benar-benar sesuai dengan
kebutuhan nyata daerah; (4) tersusunnya RUU tentang Badan Layanan Nirlaba; RUU itu dibutuhkan untuk
mengondisikan unit pelayanan teknis dan badan layanan umum menjadi satu badan yang mandiri dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat; pada tahun 2007 ini dilakukan uji materi RUU, harmonisasi, dan
usulan untuk menjadi prioritas legislasi nasional tahun 2008; (5) tersusunnya gambaran profil manajemen di
instansi pemerintah pusat dan daerah; berkaitan dengan hal tersebut, saat ini sedang disusun buku putih
       oleh Lembaga Administrasi Negara dan diharapkan dapat menjadi
referensi utama bagi semua komponen bangsa dan negara untuk mendukung keberhasilan reformasi sistem
administrasi negara; selain itu, juga sedang dilakukan kajian mengenai profil birokrasi Indonesia tahun 2015
sebagai masukan bagi pembuat kebijakan dalam mempersiapkan kebijakan-kebijakan yang perlu dilakukan
untuk memperbaiki kinerja birokrasi pada masa mendatang; (6) tersusunnya organisasi dan tata kerja
seluruh lembaga pemerintah, baik kementerian dan LPND maupun lembaga nonstruktural; (7) tersusunnya
pedoman disain organisasi berbasis kinerja sebagai instrumen bagi lembaga pemerintah baik di pusat dan di
daerah untuk mendisain organisasinya secara proporsional dan rasional; (8) tersusunnya pedoman organisasi
satuan kerja instansi pemerintah yang menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum sesuai
amanat UU Nomor 1 Tahun 2004 dan PP Nomor 23 Tahun 2005; (9) tersusunnya pedoman evaluas
kelembagaan sebagai instrumen bagi instansi pemerintah untuk melakukan evaluasi organisasi secara  
  ; (10) terus dilakukannya perbaikan manajemen keuangan negara berdasarkan UU No. 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara dan UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, baik pada
pemerintah pusat maupun daerah; (11) ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 45/PMK.05/2007
tentang Perjalanan Dinas Jabatan Dalam Negeri bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak
Tetap; (12) penyempurnaan manajemen aset-aset negara di berbagai instansi pemerintah pusat dan daerah;
dan (13) tersusunnya RUU tentang Etika Penyelenggara Negara, yang pada tahun 2007 ini dilakukan uji
materi dan harmonisasi RUU dan diusulkan menjadi prioritas legislasi nasional tahun 2008.

 i, Program Pengelolaan Sumber Daya Manusia Aparatur. Program pengelolaan SDM aparatur
bertujuan untuk meningkatkan sistem pengelolaan dan kapasitas SDM aparatur dalam melaksanakan tugas
pemerintahan dan pembangunan. Hasil-hasil yang telah dicapai dari berbagai kegiatan yang dilakukan, antara
lain (1) telah disusun naskah akademik RUU Kepegawaian Negara yang meliputi manajemen kepegawaian
pada tingkat eksekutif, legislatif, dan yudikatif, serta penyelenggara negara lainnya; RUU ini merupakan
payung hukum bagi pembangunan sistem manajemen kepegawaian berbasis kinerja; (2) dilaksanakan
penyusunan dan penyempurnaan berbagai peraturan perundang-undangan di bidang SDM aparatur, yaitu:
penyusunan RPP tentang penilaian prestasi kerja PNS sebagai pengganti PP No. 10/1979 tentang Penilaian
Pelaksanaan Pekerjaan PNS; RPP tentang Peraturan Disiplin PNS sebagai pengganti PP No. 30/1980; RPP
tentang Pemberhentian PNS sebagai pengganti PP No. 32/1979; Rancangan Perpres tentang penilaian
pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian dari dan dalam jabatan struktural; rancangan perpres
tentang diklat prajabatan bagi CPNS; (3) perbaikan remunerasi yang layak dan adil bagi aparatur negara
antara lain dengan pemberian gaji ke-13 baik di instansi pusat maupun di daerah, dan kenaikan gaji pokok
pegawai pada tahun 2006 rata-rata 15%; (4) penataan kepegawaian dan peningkatan fungsi pelayanan publik
di Provinsi NAD setelah tsunami; (5) terselenggaranya pusat penilaian pegawai (     ) di Badan
Kepegawaian Negara (BKN); beberapa instansi pemerintah juga telah menerapkan sistem      
sebagai metode untuk menilai dan mengukur potensi pegawai dan membuat prediksi kesuksesan seseorang
pada suatu jabatan melalui serangkaian simulasi berdasarkan kompetensi suatu jabatan; (6) tersusunnya
pedoman penyusunan standar kompetensi jabatan struktural PNS dan pedoman pelaksanaan evaluasi jabatan
dalam rangka penyusunan klasifikasi jabatan nasional PNS, yang keduanya merupakan acuan bagi instansi
pusat dan daerah dalam menyusun standar kompetensi dan evaluasi jabatan pada masing-masing instansi;
(7) terlaksananya tambahan formasi pengadaan CPNS nasional tahun 2006 sejumlah 275.000 yang
diprioritaskan untuk menuntaskan pengangkatan tenaga honorer dan guru bantu serta memenuhi kebutuhan
mendesak di Departemen Hukum dan HAM, Departemen Luar Negeri, Badan Pemeriksa Keuangan, dan
Departemen Keuangan; dalam rangka penyelesaian pengangkatan tenaga honorer dan guru bantu menjad
CPNS, telah ditetapkan PP Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perubahan atas PP Nomor 48 Tahun 2005 tentang
Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi CPNS; dan (8) tersusunnya data yang lebih akurat tentang komposisi
PNS berdasarkan jenis kelamin, kepangkatan, pendidikan dan jenis kepegawaian.

Upaya penyempurnaan sistem rekrutmen pegawai dilakukan terus-menerus untuk menjaga kualitas dan
objektivitas pelaksanaan seleksi CPNS. Untuk tahun 2007, pelaksanaan seleksi CPNS di daerah
dikoordinasikan oleh gubernur selaku wakil pemerintah pusat bekerja sama dengan perguruan tinggi negeri
setempat, sedangkan untuk seleksi CPNS di instansi pusat sepenuhnya diserahkan kepada masing-masing
pejabat pembina kepegawaian bekerja sama dengan perguruan tinggi negeri. Untuk tahun 2007 telah
ditetapkan alokasi formasi pengadaan CPNS nasional sejumlah 300.000 orang dengan rincian: 220.000 untuk
alokasi tenaga honorer daerah, 30.000 untuk pelamar umum daerah, 25.000 untuk tenaga honorer pusat,
dan 25.000 untuk pelamar umum pusat. Alokasi tersebut sudah termasuk untuk menyelesaikan pengangkatan
terhadap guru honorer dan guru bantu. Terkait dengan rencana pengangkatan sekretaris desa yang
memenuhi persyaratan menjadi pegawai negeri sipil golongan IIA, akan dilakukan pengangkatan terhadap
52.297 dari 63.527 sekretaris desa yang dilakukan secara bertahap mulai tahun 2007 sampai dengan 2009
(data Kementerian Negara PAN Juni 2007).

Untuk meningkatkan kapasitas SDM aparatur melalui berbagai diklat, telah diselenggarakan berbagai
diklat teknis, fungsional, dan diklat kepemimpinan antara lain: diklat manajemen penataan organisasi publik
di daerah; diklat manajemen investasi; diklat analisis kebijakan publik; diklat membangun sistem budaya
kerja; diklat fungsional arsiparis; dan diklat kepimimpinan tingkat I hingga tingkat IV. Bersamaan dengan hal
itu, juga dilakukan berbagai pembinaan terkait dengan integritas moral dan profesionalisme SDM aparatur.
Terkait dengan penyelenggaraan diklat untuk SDM aparatur, telah dilakukan berbagai kegiatan untuk
meningkatkan kinerja lembaga diklat dengan hasil-hasil, antara lain: (1) tersusunnya rekomendasi hasil
kajian untuk meningkatkan kualitas diklat prajabatan dan diklat kepemimpinan; (2) tersusunnya kurikulum
dan bahan ajar diklat peningkatan kompetensi legislatif daerah dan manajemen keprotokoleran; dan (3)
terlaksananya akreditasi dan penggambaran (i ) enam lembaga diklat.

 , Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik. Untuk meningkatkan pelayanan publik yang
cepat, tepat, murah, transparan, akuntabel,dan tidak diskriminatif telah dilakukan berbagai kegiatan dengan
capaian, antara lain: (1) tersusunnya RUU Pelayanan Publik yang merupakan dasar hukum dalam
meningkatkan pelayanan kepada publik, yang saat ini telah disepakati untuk dibahas dalam Panja DPR-RI
yang sebelumnya telah melewati mekanisme pembicaraan tingkat I di Komisi II DPR-RI; dalam tahun 2007
diharapkan dapat ditetapkan menjadi UU tentang Pelayanan Publik; (2) penerapan ISO-9001:2000 pada unit-
unit pelayanan publik dan akan dikembangkan secara terus-menerus pada unit pelayanan lainnya di seluruh
Indonesia; (3) sosialisasi indeks kepuasan masyarakat (IKM) dan sosialisasi pedoman penyusunan standar
pelayanan publik di berbagai daerah; (4) penerapan metode !   untuk Pemerintah Daerah yang
menjadi   i , seperti Sragen, Jembrana, Solok, Gorontalo, Karanganyar, Pare-Pare, Sidoarjo,
Indramayu, Bontang, Merauke, Tarakan, Balikpapan, dan Lamongan; (5) penerapan pelayanan satu pintu di
berbagai daerah dalam bidang perizinan; (6) penyempurnaan pelayanan di bidang perpajakan dan
pertanahan; (7) peningkatan penggunaan i
   dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah
sebagai bagian dari peningkatan pelayanan publik dan akuntabilias dalam pengadaan barang dan jasa
pemerintah; serta (8) telah diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 65 Tahun 2005 tentang
Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) sebagai acuan bagi kementerian,
lembaga pemerintah non-departemen dalam menyusun pedoman pelayanan di bidangnya dan dalam
penerapannya oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. PP tersebut dimaksudkan untuk
mendorong peningkatan kualitas pelayanan publik di daerah yang merupakan kewajiban dan tanggung jawab
Pemerintah Daerah sesuai amanah dari UU Nomor 32 tentang Pemerintahan Daerah. Salah satu tujuan dari
UU tersebut adalah untuk meningkatkan pelayanan yang lebih cepat, lebih tepat, lebih responsif, sekaligus
lebih mendekatkan pelayanan kepada masyarakat.

Dalam rangka memenuhi tuntutan masyarakat akan kebutuhan informasi/arsip secara cepat dan tepat,
telah dikembangkan sistem kearsipan dengan strategi pengelolaan arsip berbasis teknologi informasi sebagai
bagian dari upaya peningkatan kualitas pelayanan publik. Sistem kearsipan yang telah dikembangkan
meliputi: Sistem Informasi Kearsipan Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (SiPATI); Jaringan
Informasi Kearsipan Nasional (JIKN); dan, Jaringan Kearsipan Statis (JKS).

 , Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Negara. Dalam tahun 2006±2007
pelaksanaan RPJMN 2004±2009, sebagai bagian dari upaya Pemerintah untuk meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat. Hal tersebut didukung dengan peningkatan sarana dan prasarana aparatur di berbagai
instansi Pemerintah sesuai dengan kebutuhan dan keperluan yang nyata dengan tetap mengacu kepada
prinsip efisiensi dan efektivitas, serta mempertimbangkan kemampuan keuangan negara. Dalam upaya
meningkatkan sarana dan prasarana aparatur negara telah dilakukan berbagai kegiatan, antara lain: (1)
pengadaan sarana dan prasarana pelayanan publik; dan (2) melanjutkan pembangunan sarana dan prasarana
fisik Pusat Kajian, Pendidikan dan Pelatihan Aparatur (PKP2A) I LAN Bandung; (3) dibukanya tiga kantor
regional baru, yaitu Kantor Regional X BKN Bali, Kantor Regional XI BKN Manado, dan Kantor Regional XII
BKN Pekanbaru, yang mulai melaksanakan tugas dan fungsinya sejak awal tahun 2007.


À   À 
Berbagai permasalahan aparatur pemerintahan yang diakui Pemerintah belum terselesaikan sebagai
berikut:

 , upaya penataan kelembagaan yang belum mencapai hasil maksimal. Hal itu terutama
disebabkan oleh kecenderungan lembaga pemerintah yang lebih mementingkan pendekatan struktural
daripada pendekatan fungsional yang tercermin, antara lain: dari (1) masih terdapatnya tumpang-tindih tugas
pokok, fungsi, dan kewenangan organisasi pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah; (2) struktur
organisasi kementerian/lembaga masih cenderung gemuk dan belum efisien meskipun telah melimpahkan
beberapa kewenangan kepada daerah; (3) masih adanya lembaga-lembaga non-struktural seperti badan,
komisi, dan dewan, yang sebagian besar tugas dan fungsinya merupakan bagian dari tugas dan fungs
kementerian/lembaga; serta (4) masih lemahnya sinkronisasi tata hubungan kerja antara
kementerian/lembaga dan instansi pemerintah daerah termasuk dalam pelaksanaan kebijakan otonomi
daerah; serta (5) organisasi satuan kerja perangkat daerah juga belum sepenuhnya didisain secara
proporsional sesuai kebutuhan dan karakteristik nyata daerah.


, upaya penataan ketatalaksanaan pemerintah belum menunjukkan hasil yang berarti. Hal itu
ditunjukkan, antara lain: dengan (1) masih lemahnya sistem dan prosedur dalam pelaksanakan manajemen
instansi pemerintah baik di pusat dan daerah; (2) masih lemahnya dukungan pengelolaan dokumen dan
kearsipan negara; (3) belum optimalnya penerapan standar kompetensi dalam menduduki jabatan struktural
dan fungsional; (4) belum adanya konsep, mekanisme, dan indikator operasional tata kelola kepemerintahan
yang bersih berwibawa; serta (5) masih lemahnya penerapan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik
( 
   ") pada instansi pemerintah pusat dan daerah. Masalah lain yang juga perlu
mendapat perhatian adalah belum diterapkannya secara konsisten dan berkelanjutan sistem manajemen yang
berorientasi pada peningkatan kinerja (manajemen berbasis kinerja) yang terintegrasi dengan sistem
perencanaan, sistem penganggaran, sistem perbendaharaan, dan sistem akuntabilitas pemerintahan yang
saling menunjang dengan sistem pengendalian, baik di lingkungan instansi pemerintah pusat maupun daerah,
sebagai bagian dari upaya reformasi birokrasi serta untuk mendukung penerapan kebijakan anggaran
berbasis kinerja.

  , pembinaan terhadap sumber daya manusia aparatur belum dikelola dengan baik. Hal itu
ditunjukkan, antara lain, dengan (1) masih sulitnya mengubah cara pikir (  ) dan cara kerja aparatur;
(2) masih rendahnya disiplin dan etika pegawai; (3) sistem karir yang belum sepenuhnya berdasarkan
prestasi kerja; (4) sistem remunerasi yang belum memadai untuk hidup layak; (5) penerimaan calon pegawai
negeri sipil (CPNS) belum sepenuhnya dilakukan berdasarkan kualifikasi pendidikan yang dibutuhkan; (6)
masih rendahnya kualitas sumber daya manusia aparatur secara umum; (7) penyelenggaraan pendidikan dan
pelatihan (diklat) yang hingga kini belum sepenuhnya dapat meningkatkan kinerja aparatur pemerintah; (8)
masih lemahnya pengawasan dan audit terhadap kinerja aparatur negara; dan (9) sistem informasi
manajemen kepegawaian yang sampai saat ini belum dapat berfungsi secara optimal.

 i, pelaksanaan pelayanan publik yang efisien dan efektif, yaitu cepat, tepat, murah, dan
transparan, belum dapat diwujudkan. Hal itu ditunjukkan, antara lain, dengan (1) belum ditetapkannya RUU
Pelayanan Publik menjadi UU Pelayanan Publik sebagai landasan hukum yang lebih komprehensif terkait
dengan standar dan jaminan layanan; (2) mekanisme penyelenggaraan pelayanan masih bersifat sektoral; (3)
penerapan sanksi yang tegas atas buruknya kualitas pelayanan publik belum dapat diwujudkan; (4) masih
lemahnya pengawasan dan penerapan    i
  dalam pelaksanaan pelayanan publik; dan (5)
belum memadainya sarana dan prasarana/fasilitas pelayanan termasuk penggunaan teknologi informasi dan
komunikasi (    ) dalam pemberian pelayanan.

  kinerja dan sistem pengawasan belum memadai, terutama pengawasan fungsional. Hal itu
tercermin, antara lain: dengan (1) masih tingginya tingkat penyalahgunaan wewenang termasuk praktek
KKN. Meskipun terjadi peningkatan pada indeks persepsi korupsi menurut hasil survei 0i 
  tahun 2006 yaitu dari 2,2 menjadi 2,4, posisi Indonesia masih menjadi negara dengan tingkat
korupsi yang tinggi, yaitu berada pada peringkat 130 dari 163 negara yang disurvei; (2) belum memadainya
kompetensi aparatur pengawasan; (3) pelaksanaan tindak lanjut hasil pengawasan belum optimal dan belum
transparan; (4) belum diterapkannya secara konsisten sanksi baik administratif maupun hukum kepada para
pejabat dan pegawai yang terbukti secara hukum melakukan penyalahgunaan wewenang; (5) masih
lemahnya sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintah; dan (6) sistem pengawasan yang belum
sepenuhnya tertata, baik pengawasan internal pemerintah maupun pengawasan eksternal pemerintah (BPK).
Dalam hal itu diperlukan adanya perundang-undangan tentang sistem pengawasan nasional dan adanya
koordinasi pengawasan antar-aparat pengawasan fungsional pemerintah agar terjadi sinergi antar-aparat
pengawasan termasuk pengawasan oleh masyarakat.


@     
Guna mewujudkan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa sebagaimana diharapkan, untuk tahun
2008 Pemerintah menetapkan langkah-langkah kebijakan dan kegiatan-kegiatan yang mendukung
keberhasilan reformasi birokrasi dalam RKP 2007 akan terus dilanjutkan di tahun-tahun mendatang. Selain itu
akan dilakukan upaya percepatan reformasi birokrasi terkait dengan sasaran (1) pemberantasan korupsi, (2)
peningkatan kinerja aparatur, (3) peningkatan kinerja pelayanan publik, dan (4) peningkatan pengawasan.

Upaya meningkatkan penerapan tata pemerintahan yang baik akan dilakukan melalui peningkatan kualitas
penerapan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (  i
   ) secara berkelanjutan pada
semua tingkat dan lini pemerintahan dan pada semua kegiatan dengan melibatkan berbagai pihak termasuk
peran aparat pengawasan internal pemerintah (APIP). Kemudian, upaya meningkatkan pengawasan dan
akuntabilitas aparatur akan dilakukan peningkatan efektivitas pengawasan aparatur pemerintah melalui (a)
koordinasi dan sinergi pengawasan internal, pengawasan eksternal dan pengawasan masyarakat; (b)
percepatan pelaksanaan tindak lanjut hasil-hasil pengawasan dan pemeriksaan; dan (c) peningkatan budaya
organisasi aparatur yang profesional, produktif, atau berorientasi pada peningkatan kinerja dan bertanggung
jawab.

Upaya pembenahan sistem manajemen pemerintahan meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengendalian,


dan evaluasi kinerja kebijakan dan program pembangunan akan dilakukan melalui penataan kelembagaan dan
ketatalaksanaan agar lebih efisien dan efektif dan dapat mendukung pencapaian tujuan dan sasaran
pembangunan, sedangkan upaya pembenahan manajemen sumber daya manusia aparatur atau kepegawaian
dilakukan melalui (a) perbaikan sistem remunerasi; (b) penilaian prestasi kerja sumber daya manusia
aparatur; (c) pembinaan karier pegawai dan audit kinerja pegawai berbasis prestasi kerja; (d) penerapan
sistem    i
  yang memadai dalam pembinaan pegawai; (e) penyempurnaan sistem
rekrutmen berbasis kompetensi; dan (f) mewujudkan sistem informasi manajemen kepegawaian secara
terpadu.

Upaya peningkatan kualitas pelayanan publik akan dilakukan melalui (a) optimalisasi pemanfaatan
teknologi informasi dan komunikasi (   ) dalam pelayanan publik; (b) memperbaiki, mengembangkan,
dan menyusun kebijakan pelayanan publik untuk lebih meningkatkan kualitas pelayanan; (c) meningkatkan
kualitas pelayanan dan menetapkan standar pelayanan publik sesuai dengan hasil indeks kepuasan
masyarakat dan hasil evaluasi transparansi dan akuntabilitas aparatur; dan (d) pengembangan Nomor Induk
Kependudukan (NIK) atau     
  (SIN), dan pembentukan/penataan sistem koneksi ( 
i ) tahap awal NIK dengan sistem informasi di kementerian/lembaga terkait. Dalam pada itu, upaya
meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana pendukung pelaksanaan tugas dalam keterbatasan anggaran
dilakukan dengan mengoptimalkan pemanfaatan sarana dan prasarana yang tersedia dan melakukan efisiensi
dalam pengadaan sarana dan prasarana aparatur pemerintah.

You might also like