You are on page 1of 11

GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULER

1. Infeksi Mononulkeose

Infeksi mononukleose adalah inflasi akut jaringan limpa


pada usia dewasa muda 15 sampai dengan 25 tahun. Inveksi
disebabkan virus Epspein-Barr, yang dapat ditularkan
melalui kontak mulut misalnya selama berciuman. Periode
inkubasi antara 2 sampai 6 minggu. Selama periode
prodromal 3 sampai 5 hari pasien sudah mempunyai gejala-
gejala non spesifik yaitu kelelahan, anoreksia atau malaise.
Rasa sakit berakhir pada 7 sampai 20 hari dan pasien akan
mendapatkan peradangan pada tenggorokan, sakit kepala,
demam, mengigil, diaphoresis dan malaise. Selama periode
konvalensi 2 sampai 6 minggu, pasien mungkin tetap lemah
dan merasa lelah.

Sifat penyakit merupakan serangan akut dan terbatas.


Selama terjadi infeksi, limpa nodi dan lien mengeluarkan
limposit yang berlebihan, dan hati terpengaruh oleh
prolifirasi limpatik.

Pengobatan untuk infeksi mononukleose bersifat simtomatik.


Selama periode akut, pasien istirahat tirah baring. Biasanya
tidak memerlukan tindakan isolasi, walaupun mungkin
pasien dapat menularkan penyakit selama periode
konvalensi. Untuk mengatasi gejala-gejala yang timbul,
pasien diberikan analgetika, antipiretika dan antibiotic.
2. Perikarditis

Perikarditis merupakan suatu inflamasi pada


perikodium yang dapat terjadi secara akut maupun kronis.
Peradangan/inflamasi dapat disebabkan oleh berbagai virus
maupun bakteri, penyakit neoplasma, trauma pembedahan,
atau myocardialinfarction.

Peradangan akut terjadi pada pericardium dan dapat


menyebabkan akumulasi cairan pada kantung pericardial
(effuse pericardial). Apabila peradangan menjadi kronis,
membrane pericardial menjadi tebal dan menyebabkan
jaringan parut, dan menyebabkan gerakan systole dan
diastole terhambat (konstriksi pericarditis).

Pericarditis merupakan penyakit pada usia muda.


Individu dengan ketahanan terhadap infeksi rendah atau
mempunyai riwayat terserang infeksi, mempunyai resiko
terjadinya pericarditis.

Gejala-gejala penyakit berhubungan dengan konstriksi


dari rongga pericardial. Pada pericarditis akut, bunyi
gesekan pericardial, dapat didengar dengan steteskop.
Dapat pula dijumpai adanya nyeri dada dan distritmia. Bila
rongga pericardial berisi cairan maka jantung akan tertekan
(temponed jantung) yang menyebabkan takikardi, hipotensi,
penurunan cardiac output dan shock. Bila rongga pericardial
dihambat oleh jaringan parut, dapat timbul tanda-tanda
gagal jantung. Dari pemeriksaan rontgen dada akan
didapatkan adanya pembesaran jantung. Dari pemeriksaan
rontgen dada akan didapatkan adanya pembesaran jantung
dan diagnose sulit ditegakkan karena gejala yang Nampak
sama dengan penyakit jantung yang lain.

Tujuan terapi adalah menangani peradangan dan


membebaskan cairan atau konstriksi pada pericardium.
Untuk mengatasi infeksi diberikan antibiotika dan pericardial
tap (pericardiocentris) dilakukan untuk mengeluarkan cairan
atau mungkin juga dilakukan pericardectomy untuk
menghilangkan jaringan parut. Untuk mengatasi distritmia
diberikan digitalis dan bila terjadi kegagalan jantung maka
akan diperlukan tindakan-tindakan khusus.

3. Myocarditis

Myocarditis adalah peradangan pada myocardium yang


dapat disebabkan oleh virus atau infeksi bakteri, reaksi
hipersensitifitas, atau terjadi dengan endocarditis atau
pericarditis.

Gejala penyakit bersifat non spesifik antara lain


menggigil, demam, anoreksia, nyeri dada, dispnea dan
disritme. Bila terjadi efusi pericardial akibat pericarditis
maka dapat menimbulkan bahaya terjadinya tamponed
pericardial (kompresi).

Tindakan terapeutik menggunakan antibiotic dan tirah


baring. Steroid digunakan untuk keadaan peradangan akut,
sedangkan digitalis untuk mengatasi disritme atau
kegagalan jantung.

4. Endokarditis

Infeksi endokarditis merupakan peradangan


endokardium atau katup-katup jantung. Penyakit ini
diklasifikasikan berdasarkan keganasan dan penyebab yaitu
endokarditis bakterial akut dan endokarditis bakterial
subakut. Infeksi bacterial akut disebakan oleh
staphylococcus aureus, sedangkan subakut biasanya
disebabkan oleh streptococusviriden atau staphylococcus
aureus (jarang). Kedua penyakit ini dapat sebagai kelanjutan
dari demam reumatik, syphilis atau penyakit jantung
kongenital.

Endokarditis bacterial merupakan penyakit pada usia


muda dan dewasa pertengahan. Resiko terhadap penyakit
ini meningkat bila ada kontak dengan infeksi, misalnya
melalui tindakan pembedahan, pencabutan gigi atau
pembedahan genitourinaria. Propilaktis dengan antibiotika
(penicidilin) diberikan sebelum tindakan pembedahan
sebagai tindakan pencegahan. Resiko terhadap endokarditis,
juga meningkat pada penderita demam reumatik. Tindakan
pemebedahan jantung terbuka untuk memperbaiki katup
jantung atau memasukkan anomary artery by pass grafts,
mempunyai insiden yang meningkat. Beberapa ahli yakin
bahwa ada sekitar 1% pasien yang dilakukan pembedahan
jantung mengalami endokarditis pada post operasi.

Proses inflamasi menyebabkan klasifikasi dan jaringan


parut pada katup-katup dan endokardium dapat
mengakibatkan insufisiensi valvular atau stenosis.

Serangan endokarditis bacterial akut yang tiba-tiba dan


ditandai dengan demam tinggi, menggigil, diaporensis,
leukositosis, dan murmur jantung. Emboli mungkin
dilepaskan bila fragmen-fragmen infeksi pada katup menjadi
rusak dan berjalan ke otak menyebabkan kematian/stroke,
atau ke ginjal menyebabkan gagal ginjal. Dalam beberapa
hari berikutnya dapat terjadi gagal jantung bila katup-katup
tidak berfungsi.

Serangan endokarditis bacterial sub-akut dengan


tanda-tanda yang nampak adalah: malaise, demam,
menggigil, perspirasi, nyeri pada persendian dan petechiae.
Diagnose ditegakkan dengan kultur darah.

Antibitik diberikan untuk mengatasi infeksi. Pasien


perlu dirawat dan istirahat total selama 2 sampai 6 minggu
sampai infeksi teratasi. Untuk menurunkan demam,
diberikan antibiotika piretika. Bila terjadi gagal jantung atau
kerusakan ginjal maka harus dilakukan pemeriksaan
diagnostic lebih lanjut. Beritahu aktifitas yang sesuai untuk
pasien. Diet harus mempunyai nilai gizi yang cukup, dan
aktivitas serta istirahat harus seimbang.
5. Borok varises

Borok varises dapat berkembang lebih dalam di sekeliling


varises menjadi vena yang statis dan kekurangan oksigen
pada sel-sel. Borok tersebut dapat di obati dengan
pembersihan yang teratur dengan merendam basah dan
kering, pembalutan dengan karaya atau debridement
dengan enzim streptokinase, streptodonase (varidase) atau
fibrinolisyn-desocyribonuclease (elase). Borok yang lebih
besar dapat diobati dengan penekanan verban atau
pengobatan sebagai pelindung pasteboots seperti
unnas’boots. Pencangkokan kulit mungkin dicoba jika
pengobatan secara konservatif tidak dapat menyebabkan
kesembuhan.

6. Cardiac syphilis

Cardiac syphilis merupakan manifestasi dari syphilis pada


tahap ketiga. Fase ini biasanya terjadi 15 sampai 30 tahun
setelah infeksi. Katub aorta dan aorta merupakan bagian
yang sering terkena akibat terbentuknya plaque dan
jaringan parut. Aorta mungkin mengalami infeksi,
menyebabkan artitis, dan bila bagian media terkena,
mungkin terjadi anurisme aortic dan ini dapat menyebabkan
insufisiensi aortic. Komplikasi ini dapat dicegah dengan
penegakkan awal adanya penyakit serta pengobatan syphilis
secara dini. Penanganan lebih lanjut adalah dengan
pembedahan.
7. Thrombophlebitis

a. Pengertian

Thrombophlebitis merupakan suatu peradangan pada


vena. Istilah thrombosis vena lebih sering diartikan sebagai
suatu keadaan penggumpalan darah yang terbentuk didalam
pembuluh darah, sedangkan thrombophlebitis diartikan
sebagai inflamasi yang disertai dengan pembentukan
thrombus. Plebothrombosis adalah thrombus yang
merupakan faktor yang mempermudah terjadinya inflamasi.
Orang-orang yang merupakan golongan risiko adalah para
wanita yang memakai kontrasepsi oral. Faktor-faktor lain
adalah pada beberapa pembedahan dan trauma.

b. Patofisiologi

Formasi thrombus merupakan akibat dari statis vena,


gangguan koagulabilitas darah atau kerusakan pembuluh
maupun endothelial.

Statis vena lazim dialami oleh orang-orang yang


imobilitas maupun yang istirahat ditempat tidur dengan
gerakan otot yang tidak memadai untuk mendorong aliran
darah. Statis vena juga mudah terjadi pada orang yang
berdiri terlalu lama, duduk dengan lutut atau paha di tekuk,
berpakaian ketat, obesitas, tumor maupun wanita hamil.

Hiperkoagulabilitas darah yang menyertai trauma,


kelahiran dan myocardial infark juga mempermudah
terjadinya thrombosis. Infuse intravena, konulasi atau
beberapa penyakit buerger juga dapat menyokong
thrombus.

c. Pengkajian

Perawat perlu mengkaji terhadap masalah yang mungkin


timbul akibat statis vena terutama pada pasien sehabis
pembedahan atau dalam keadaan imobilisasi. Tanda-
tanda dan symptom tergantung pada lokasi vena yang
terkena. Thrombophlebitis pada vena superficial ditandai
dengan vena yang kemerah-merahan, panas, nyeri tekan
dan serba keras. Biasanya disertai dengan demam.
Thrombophlebitis pada vena yang lebih dalam pada kaki
ditandai dengan edema, bengkak, nyeri, kemerah-
merahan dan panas. Diagnose ditegakkan berdasarkan
tanda/riwayat klinis, venoggraphy, ultrasound, Doppler
flow study atau plethysmography.

d. Diagnose keperawatan.

Analisa data dapat menyatakan diagnosa perawatan


actual maupun potensial yaitu perubahan cardiac output,
perubahan rasa nyaman karena nyeri, perubahan perfusi
jaringan, perubahan volume cairan, gangguan pertukaran
gas.

e. Perencanaan dan pelaksanaan


Rencana dikembangkan untuk mencegah pembentukan
thrombus, perawat dan pasien membuat rencana pada
waktu preoperasi untuk mencegah gangguan akibat statis
dan imobilitas. Ini meliputi latihan aktif dan pasif,
pemakaian stocking, ambulasi secara dini jika
memungkinkan. Dalam hal ini, lutut dicegah supaya tidak
menekuk. Penbentukan thrombus dapat dicegah dengan
pemberian heparin dosis rendah (5000iu) tiap 8 jam
selama 7 hari. Terapi heparin dosis rendah merupakan
kontraindikasi sesudah operasi tulang atau pinggul,
prostatectomy abdominal, atau pembedahan otak.
Heparin dapat diberikan secara subkutan pada jaringan
lemak dinding abdomen bagian bawah atau diatas Krista
iliaca. Perawat dianjurkan tidak melakukan aspirasi saat
memberikan heparin, karena dapat menyebabkan
hematoma.

Untuk mengurangu rasa nyeri, maka diberikan analgetika.


Aspirin atau obat-obatan yang mengandung aspirin
biasanya tidak diberikan, karena berpengaruh terhadap
platelet dan dosis heparin. Tirah baring dapat mengurangi
nyeri, tetapi selama tirah baring perawat harus membantu
pasien merubah posisi dan memberikan tindakan-
tindakan untuk memenuhi rasa nyaman pasien.

8. Valvular Heart Disease


Valvula heart disease merupakan penyebab dari
stenosis atau insufisiensi katu-katup jantung. Stenosis terjadi
bila terjadi fibrose, klasifikasi ataupun gangguan katup.
Tekanan pada layar yang terkena meningkat karena adanya
resistensi stenosis katup. Dengan adanya peningkatan
tekanan, maka beban kerja myocardium meningkat dan
mungkin terjadi disritmia, kegagalan jantung atau
kardiogenik shock. Valvular heart disease biasanya
merupakan akibat dari infeksi jantung, seperti demam
reumatik, kardiak syphilis atau congenital. Sumbatan ini
biasanya mempunyai serangan yang lambat dan terjadi
pada orang tua yang menderita infeksi jantung pada masa
anak-anak. Diagnose ditegakkan berdasarkan riwayat
kesehatan, phonocardiography electrocardiography dan
kateterisasi jantung.

9. Anurisme aorta

a. Pengertian

Anurisma adalah pembesaran arteri. Pembesaran dapat


terjadi karena sakit bawaan, infeksi, trauma,
arteriosclerosis dan atherosclerosis.

b. Jenis-jenis aneurisme

You might also like