Professional Documents
Culture Documents
Hasil wawancara Haryanto Kandani oleh Yinylia Rusli (FE 2008) dan
Lahansari (FIB 2009)
Saat ini banyak orang hanya memperhatikan aspek jasmani dan jiwani,
sedangkan untuk aspek rohani lebih sering dilupakan oleh banyak orang. Memang
kurangnya perhatian terhadap aspek rohani tidak membuat seseorang kekurangan
dalam kehidupan duniawinya. Namun menurut Bapak Haryanto, dengan tidak
terpenuhinya aspek ini, seseorang akan merasakan ruang yang kosong dalam
kehidupannya. Lebih lanjut lagi, dalam bukunya The Achiever, aspek kehidupan
manusia dibagi menjadi 6 aspek, yaitu : aspek keuangan (pekerjaan, karir, usaha),
aspek sosial , aspek kesehatan, aspek keluarga, aspek spiritual, dan aspek mental.
Menurutnya, menjaga keseimbangan antara keenam aspek tersebut ibarat menjaga
keseimbangan sebuah roda yang membutuhkan usaha yang sangat besar.
Seseorang yang memiliki EQ yang tinggi akan dapat membawa diri dalam
setiap situasi dan memiliki daya tahan yang kuat dalam menghadapi tantangan.
Terlebih lagi, mereka dapat mengekspresikan emosinya sacara lebih tepat dan
benar. Maksud dari tepat dan benar di sini ialah orang tersebut memiliki pandangan
yang jernih terhadap suatu masalah, lalu pandangan jernih tersebut akan
menghasilkan emosi dan perasaan yang tepat sehingga tindakan atau aksi yang
dilakukannya pun dapat tepat (feel – think - act wisely). Orang yang memiliki EQ
tinggi biasanya akan merasa memiliki banyak pilihan dalam hidupnya, sedangkan
orang yang memiliki EQ rendah seringkali dalam menghadapi masalah-masalah
akan mengatakan tidak ada pilihan atau tidak ada jalan lain. Contohnya, pada
jaman sekarang, di mana semakin banyak orang yang menderita stres dan bunuh
diri. Fenomena tersebut dikarenakan orang itu memiliki EQ yang rendah. Oleh
karena itu, nilai-nilai EQ dan SQ (spiritual qoutient) perlu ditanamkan sejak dini,
mulai dari keluarga sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terhadap
perkembangan mental seseorang, lembaga pendidikan, kemudian masyarakat luas.
Saat ini, studi tentang EQ semakin berkembang, bahkan kini muncul sebuah
pernyataan bahwa IQ hanya dapat dikembangkan dalam kurun waktu tertentu,
tetapi EQ dapat dikembangkan seumur hidup. Dalam hal ini, Bapak Haryanto
memberikan sebuah perumpamaan tentang kegunaan IQ dan EQ. Ketika
masuk ke dalam sebuah perusahaan, seseorang dilihat berdasarkan IQ-nya
(melalui psikotes dan tes lain), tapi bagaimana orang itu dapat bertahan dan
mendapat promosi jabatan dalam perusahaan, EQ-lah yang berperan. Jadi,
kesimpulan yang bisa kita dapatkan adalah IQ merupakan pembuka jalan
menuju kesuksesan seseorang, EQ merupakan tahap untuk mencapai puncak
perjalanan, dan faktor SQ (kecerdasan spiritual) yang memberikan dukungan
(the X power).
Saat ini banyak orang hanya memperhatikan aspek jasmani dan jiwani,
sedangkan untuk aspek rohani lebih sering dilupakan oleh banyak orang. Memang
kurangnya perhatian terhadap aspek rohani tidak membuat seseorang kekurangan
dalam kehidupan duniawinya. Namun menurut Bapak Haryanto, dengan tidak
terpenuhinya aspek ini, seseorang akan merasakan ruang yang kosong dalam
kehidupannya. Lebih lanjut lagi, dalam bukunya The Achiever, aspek kehidupan
manusia dibagi menjadi 6 aspek, yaitu : aspek keuangan (pekerjaan, karir, usaha),
aspek sosial , aspek kesehatan, aspek keluarga, aspek spiritual, dan aspek mental.
Menurutnya, menjaga keseimbangan antara keenam aspek tersebut ibarat menjaga
keseimbangan sebuah roda yang membutuhkan usaha yang sangat besar.
Seseorang yang memiliki EQ yang tinggi akan dapat membawa diri dalam
setiap situasi dan memiliki daya tahan yang kuat dalam menghadapi tantangan.
Terlebih lagi, mereka dapat mengekspresikan emosinya sacara lebih tepat dan
benar. Maksud dari tepat dan benar di sini ialah orang tersebut memiliki pandangan
yang jernih terhadap suatu masalah, lalu pandangan jernih tersebut akan
menghasilkan emosi dan perasaan yang tepat sehingga tindakan atau aksi yang
dilakukannya pun dapat tepat (feel – think - act wisely). Orang yang memiliki EQ
tinggi biasanya akan merasa memiliki banyak pilihan dalam hidupnya, sedangkan
orang yang memiliki EQ rendah seringkali dalam menghadapi masalah-masalah
akan mengatakan tidak ada pilihan atau tidak ada jalan lain. Contohnya, pada
jaman sekarang, di mana semakin banyak orang yang menderita stres dan bunuh
diri. Fenomena tersebut dikarenakan orang itu memiliki EQ yang rendah. Oleh
karena itu, nilai-nilai EQ dan SQ (spiritual qoutient) perlu ditanamkan sejak dini,
mulai dari keluarga sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terhadap
perkembangan mental seseorang, lembaga pendidikan, kemudian masyarakat luas.
Saat ini, studi tentang EQ semakin berkembang, bahkan kini muncul sebuah
pernyataan bahwa IQ hanya dapat dikembangkan dalam kurun waktu tertentu,
tetapi EQ dapat dikembangkan seumur hidup. Dalam hal ini, Bapak Haryanto
memberikan sebuah perumpamaan tentang kegunaan IQ dan EQ. Ketika
masuk ke dalam sebuah perusahaan, seseorang dilihat berdasarkan IQ-nya
(melalui psikotes dan tes lain), tapi bagaimana orang itu dapat bertahan dan
mendapat promosi jabatan dalam perusahaan, EQ-lah yang berperan. Jadi,
kesimpulan yang bisa kita dapatkan adalah IQ merupakan pembuka jalan
menuju kesuksesan seseorang, EQ merupakan tahap untuk mencapai puncak
perjalanan, dan faktor SQ (kecerdasan spiritual) yang memberikan dukungan
(the X power).
Referensi gambar:
happyholykids.com.or.id
arafa.asia