Professional Documents
Culture Documents
TUJUAN BELAJAR
TUJUAN KOGNITIF
Sesudah anda membaca bab ini dengan baik, maka anda sudah harus dapat :
1. Memahami berbagai macam gangguan tidur.
- Membedakan pavor nokturnus, hipersomnia, dan somnolensi.
- Menyimpulkan pengobatan gangguantidur tersebut diatas ini.
2. Mengetahui beberapa gangguan jiwa lain yang jarang didapati.
- Memberikan sindroma Gilles de la tourette dan sindroma Capgras.
TUJUAN AFEKTIF
Jika bab ini dibaca dengan penuh perhatian, maka diharapkan sesudahnya anda
akan dapat :
1. Menunjukkan kesadaran akan pentingnya gangguan tidur.
- Memberi nasehat kepada penderitadengan gangguan tidur.
2. Menunjukkan kepekaan terhadap perilaku lain yang menyimpang.
- Bertanya tentang sindroma sindroma Gilles de la Tourette dan sindroma
Capgras.
- Membaca (kembali) tentang sindroma Ganser, foliea deux dan sindroma
yang terikat pada kebudayaan setempat.
1
PENDAHULUAN
Sejak zaman purbakala manusia tertarik pada masalah mimpi dan tidur. Hobson,
1989, mengemukakan bahwa : lebih banyak dipelajari mengenai tidur selama 60 tahun
belakangan ini dibanding seluruh waktu 6000 tahun sebelumnya, tidur merupakan
perilaku dinamis, bukan hanya tiadanya bangun. Tidur adalah suatu aktifitas aktif khusus
dari otak, dikelola oleh mekanisme yang rumit dan tepat. Lebih dari 60 juta dari
masyarakat Amerika memiliki keluhan yang berhubungan dengan tidur, dan sekitar 20%
dari pasien-pasien yang berperan sebagai praktisi umum mengalami gangguan tidur.
Insomnia adalah keluhan gangguan tidur yang tersering; setiap tahun, antara 20% dan
50% orang dewasa melaporkan kesulitan dalam tidur, dan sekitar 17% dipertimbangkan
sebagai masalah yang serius.
Ganguan tidur merupakan salah satu keluhan yang paling sering ditemukan pada
penderita yang berkunjung ke praktek. Gangguan tidur dapat dialami oleh semua lapisan
masyarakat baik kaya, miskin, berpendidikan tinggi dan rendah maupun orang muda,
serta yang paling sering ditemukan pada usia lanjut. Pada orang normal, gangguan tidur
yang berkepanjangan akan mengakibatkan perubahan-perubahan pada siklus tidur
biologiknya, menurun daya tahan tubuh serta menurunkan prestasi kerja, mudah
tersinggung, depresi, kurang konsentrasi, kelelahan, yang pada akhirnya dapat
mempengaruhi keselamatan diri sendiri atau orang lain. Menurut beberapa peneliti
gangguan tidur yang berkepanjangan didapatkan 2,5 kali lebih sering mengalami
kecelakaan mobil dibandingkan pada orang yang tidurnya cukup. Diperkirakan jumlah
penderita akibat gangguan tidur setiap tahun semakin lama semakin meningkat sehingga
menimbulkan masalah kesehatan. Di dalam praktek sehari-hari, kecenderungan untuk
mempergunakan obat hipnotik, tanpa menentukan lebih dahulu penyebab yang mendasari
penyakitnya, sehingga sering menimbulkan masalah yang baru akibat penggunaan obat
yang tidak adekuat. Melihat hal diatas, jelas bahwa gangguan tidur merupakan masalah
kesehatan yang akan dihadapkan pada tahun-tahun yang akan datang.
Maka dengan ini, penulis ingin membahas mengenai gangguan-gangguan tidur
dan penanganannya agar dapat bermanfaat untuk kita dalam menghadapi masalah-
masalah tersebut di dalam praktek sehari - hari.
PEMBAHASAN
A. POLA TIDUR
Tidur merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang memiliki fungsi
perbaikan dan homeostatik (mengembalikan keseimbangan fungsi-fungsi normal tubuh)
serta penting pula dalam pengaturan suhu dan cadangan energi normal. Rasa kantuk
berkaitan erat dengan hipotalamus dalam otak. Dalam keadaan badan segar dan normal,
hipotalamus ini bekerja baik sehingga mampu memberi respon normal terhadap
perubahan tubuh maupun lingkungannya. Namun, setelah badan lelah usai bekerja keras
seharian, ditambah jam rutin tidur serta sesuatu yang bersifat menenangkan di
sekelilingnya, seperti suara burung berkicau, angin semilir, kasur dan bantal empuk,
udara nyaman, dll., kemampuan merespon tadi berkurang sehingga menyebabkan
2
seseorang mengantuk. Disini yang berperan adalah suatu zat yang disebut GABA
(Gamma Aminobutyric Acid), merupakan asam amino yang berfungsi sebagai
neurotransmiter (penghantar sinyal saraf).
Sebenarnya tidur tidak sekedar mengistirahatkan tubuh, tapi juga
mengistirahatkan otak, khususnya serebral korteks, yakni bagian otak terpenting atau
fungsi mental tertinggi, yang digunakan untuk mengingat, memvisualkan, serta
membayangkan, menilai dan memberikan alasan sesuatu.
Dikatakan sehat dan normal bila begitu naik ke atas tempat tidur dengan tatanan
rapi, bantal enak dan empuk, kurang lebih selang 30 menit sudah tertidur, bahkan ada
orang begitu mencium bantal dalam 3-5 menit langsung tertidur. Salah satu kriteria yang
digunakan adalah “Siklus Kleitman”, yang terdiri dari aktivitas bangun / aktivitas harian
dan siklus tidur yang juga dikenal sebagai activity / rest cycle. Siklus ini terdiri dari Rapid
Eye Movement (REM) dan Non-Rapid Eye Movement (NREM). Sebenarnya bentuk pola
tidur dapat dibedakan dengan memperhatikan pergerakan bola mata yang dimonitor
selama fase tidur. Secara obyektif, EEG dapat digunakan untuk mencatat fase REM
maupun NREM selama tidur. Tidur yang dipengaruhi oleh NREM ditandai dengan
gelombang EEG yang bervoltase tinggi tetapi berfrekuensi rendah, sedangkan tidur yang
dipengaruhi oleh REM ditandai oleh gambaran EEG yang berfrekuensi tinggi tetapi
bervoltase rendah.
Siklus dari Kleitman akan berulang selama periode tidur setiap pengulangan
diserati dengan pemendekan fase 3-4 dari NREM yang disebut SWS (Slow Wave Sleep)
sedangkan lama REM lebih panjang. Kenyenyakan tidur sebenarnya tergantung pada
lamanya fase-fase yang dilalui dari fase pertama sampai fase empat dari NREM.
Sedangkan fase ini berjalan cepat, maka orang itu belum tidur nyenyak.
Pada usia lanjut, jumlah tidur yang dibutuhkan setiapa hari akan makin berkurang
dan disertai fragmen-fragmen tidur yang banyak sehingga jumlah SWS makin berkurang
dan ini menunjukkan bahwa mereka mengalami masa tidur yang tidak terlalu nyenyak.
Tidur dibagi menjadi 2 tipe yaitu:
1. Tipe Rapid Eye Movement (REM)
2. Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM)
Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu
diikuti oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM terjadi secara
bergantian antara 4-7 kali siklus semalam. Bayi baru lahir total tidur 16-20jam/hari, anak-
anak 10-12 jam/hari, kemudian menurun 9-10 jam/hari pada umur diatas 10 tahun dan
kira-kira 7-7,5 jam/hari pada orang dewasa.
Tahap tidur normal orang dewasa adalah sebagai berikut :
- Stadium 0 adalah periode dalam keadaan masih bangun tetapi mata menutup. Fase
ini ditandai dengan gelombang voltase rendah, cepat, 8-12 siklus per detik. Tonus
otot meningkat. Aktivitas alfa menurun dengan meningkatnya rasa kantuk. Pada
fase mengantuk terdapat gelombang alfa campuran.
- Stadium 1 disebut onset tidur. Tidur dimulai dengan stadium NREM. Stadium 1
NREM adalah perpindahan dari bangun ke tidur. Ia menduduki sekitar 5% dari
total waktu tidur. Pada fase ini terjadi penurunan aktivitas gelombang alfa
(gelombang alfa menurun kurang dari 50%), amplitudo rendah, sinyal campuran,
predominan beta dan teta, tegangan rendah, frekuensi 4-7 siklus per detik.
Aktivitas bola mata melambat, tonus otot menurun, berlangsung sekitar 3-5 menit.
Pada stadium ini seseorang mudah dibangunkan dan bila terbangun merasa seperti
setengah tidur.
3
- Stadium 2 ditandai dengan gelombang EEG spesifik yaitu didominasi oleh
aktivitas teta, voltase rendah-sedang, kumparan tidur dan kompleks K. Kumparan
tidur adalah gelombang ritmik pendek dengan frekuensi 12-14 siklus per detik.
Kompleks K yaitu gelombang tajam, negatif, voltase tinggi, diikuti oleh
gelombang lebih lambat, frekuensi 2-3 siklus per menit, aktivitas positif, dengan
durasi 500 mdetik. Tonus otot rendah, nadi dan tekanan darah cenderung
menurun. Stadium 1 dan 2 dikenal sebagai tidur dangkal. Stadium ini menduduki
sekitar 50% total tidur.
- Stadium 3 ditandai dengan 20%-50% aktivitas delta, frekuensi 1-2 siklus per
detik, amplitudo tinggi, dan disebut juga tidur delta. Tonus otot meningkat tetapi
tidak ada gerakan bola mata.
- Stadium 4 terjadi jika gelombang delta lebih dari 50%. Stadium 3 dan 4 sulit
dibedakan. Stadium 4 lebih lambat dari stadium 3. Rekaman EEG berupa delta.
Stadium 3 dan 4 disebut juga tidur gelombang lambat atau tidur dalam. Stadium
ini menghabiskan sekitar 10%-20% waktu tidur total. Tidur ini terjadi antara
sepertiga awal malam dengan setengah malam. Durasi tidur ini meningkat bila
seseorang mengalami deprivasi tidur.
REM ditandai dengan rekaman EEG yang menyerupai tahap pertama, yang
terjadi bersamaan dengan gerak bola mata yang cepat dan penurunan level muscle tone.
Periode REM akan disertai dengan frekuensi pernafasan dan frekuensi jantung yang
berfluktuasi. Periode ini dikenal sebagai desynchronized sleep.
Pada orang dewasa muda normal periode tidur NREM berakhir kira-kira 90
menit sebelum periode pertama REM, periode ini dikenal sebagai periode REM laten.
Rangkaian dari tahap tidur selama tahap awal siklus adalah sebagai berikut : NREM
tahap 1,2,3,4,3, dan 2; kemudian terjadi periode REM. Jumlah siklus REM bervariasi
dari 4 sampai 6 tiap malamnya, tergantung pada lamanya tidur.
Siklus tidur lebih pendek pada bayi dibandingkan pada orang dewasa. Periode
REM pada bayi berkisar antara 50-60 menit pada awalnya, yang lama-kelamaan akan
meningkat. Siklus tidur dewasa berlangsung 70-100 menit selama masa remaja.
Pola tidur berubah sepanjang kehidupan seseorang.
Pola tidur-bangun berubah sesuai dengan bertambahnya umur. Pada masa
neonatus sekitar 50% waktu tidur total adalah tidur REM. Lama tidur sekitar 18 jam.
Pada usia satu tahun lama tidur sekitar 13 jam dan 30 % adalah tidur REM. Waktu tidur
menurun dengan tajam setelah itu. Dewasa muda membutuhkan waktu tidur 7-8 jam
dengan NREM 75% dan REM 25%. Kebutuhan ini menetap sampai batas lansia.
Banyak penelitian menunjukkan bahwa peristiwa tidur dipengaruhi oleh beberapa
hormon antara lain serotonin, asetilkolin, dan dopamin yang saling berinteraksi dalam
menidurkan dan membangunkan seseorang.
Keadaan jaga atau bangun sangat dipengaruhi oleh sistim ARAS (Ascending
Reticulary Activity System). Bila aktifitas ARAS ini meningkat orang tersebut dalam
keadaan tidur. Aktifitas ARAS menurun, orang tersebut akan dalam keadaan tidur.
Aktifitas ARAS ini sangat dipengaruhi oleh aktifitas neurotransmiter seperti sistem
serotoninergik, noradrenergik, kholinergik, histaminergik.
• Sistem serotonergik
Hasil serotonergik sangat dipengaruhi oleh hasil metabolisme asam amino
trypthopan. Dengan bertambahnya jumlah tryptopan, maka jumlah serotonin yang
terbentuk juga meningkat akan menyebabkan keadaan mengantuk / tidur. Bila serotonin
dari trypthopan terhambat pembentukannya, maka terjadi keadaan tidak bisa tidur / jaga.
Menurut beberapa peneliti lokasi yang terbanyak sistem serotogenik ini terletak pada
4
nukleus raphe dorsalis di batang otak, yang mana terdapat hubungan aktifitas serotonis
dinukleus raphe dorsalis dengan tidur REM.
• Sistem Adrenergik
Neuron-neuron yang terbanyak mengandung norepineprin terletak di badan sel
nukleus cereleus di batang otak. Kerusakan sel neuron pada lokus cereleus sangat
mempengaruhi penurunan atau hilangnya REM tidur. Obat-obatan yang mempengaruhi
peningkatan aktifitas neuron noradrenergik akan menyebabkan penurunan yang jelas
pada tidur REM dan peningkatan keadaan jaga.
• Sistem Kholinergik
Sitaram et al (1976) membuktikan dengan pemberian prostigimin intra vena
dapat mempengaruhi episode tidur REM. Stimulasi jalur kholihergik ini, mengakibatkan
aktifitas gambaran EEG seperti dalam keadaan jaga. Gangguan aktifitas kholinergik
sentral yang berhubungan dengan perubahan tidur ini terlihat pada orang depresi,
sehingga terjadi pemendekan latensi tidur REM. Pada obat antikolinergik (scopolamine)
yang menghambat pengeluaran kholinergik dari lokus sereleus maka tamapk gangguan
pada fase awal dan penurunan REM.
• Sistem histaminergik
Pengaruh histamin sangat sedikit mempengaruhi tidur.
• Sistem hormon
Pengaruh hormon terhadap siklus tidur dipengaruhi oleh beberapa hormon seperti
ACTH, GH, TSH, dan LH. Hormon hormon ini masing-masing disekresi secara teratur
oleh kelenjar pituitary anterior melalui hipotalamus patway. Sistem ini secara teratur
mempengaruhi pengeluaran neurotransmiter norepinefrin, dopamin, serotonin yang
bertugas mengatur mekanisme tidur dan bangun.
Beberapa orang secara normal adalah petidur yang normal yang memerlukan
tidur kurang dari enam jam setiap malam dan yang berfungsi secara adekuat. Petidur lama
adalah mereka yang tidur lebih dari sembilan jam setiap malamnya untuk dapat berfungsi
secara adekuat.
Tidur dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang
dimaksud disini adalah irama biologis tubuh, dimana dalam periode 24 jam, orang
dewasa tidur sekali, kadang 2 kali. Sedangkan faktor eksternal dipengaruhi oleh siklus
terang gelap, rutinitas harian, periode makan, dan penyelaras eksternal lainnya. Faktor-
faktor inilah yang membentuk siklus 24 jam.
5
ada. Berikut ini merupakan klasifikasi menurut International Classification of Sleep
Disorders.
Dyssomnias
6
Psychophysiological Inadequate sleep Time zone (jet lag)
insomnia hygiene syndrome
Parasomnias
7
Confusional arousals Nightmares Sleep bruxism
Congenital central
hypoventilation
syndrome
8
Proposed sleep disorders
Short sleeper
Long sleeper
Subwakefulness syndrome
Fragmentary myoclonus
Sleep hyperhidrosis
Sleep-related larnyngospasm
9
III.1.f Refluks gastrointestinal berhubungan dengan tidur
III.1.g Hemolisis berhubungan dengan tidur (Hemoglobinuria Nokturnal
Paroksismal)
III.2 Gangguan tidur akibat zat
III.2.a Pemakaian obat hipnotik jangka panjang
III.2.b Obat antimetabolit
III.2.c Obat kemoterapi kanker
III.2.d Preparat tiroid
III.2.e Anti konvulsan
III.2.f Anti depresan
III.2.g Obat mirip hormon Adenokortikotropik (ACTH); kontrasepsi oral; alfa
metil dopa; obat penghambat beta.
10
Insomnia kronis adalah kesulitan tidur yang dialami hampir setiap malam selama
sebulan atau lebih. Salah satu penyebab kronik insomnia yang paling umum adalah
depresi. Penyebab lainnya adalah arthritis, gangguan ginjal, gagal jantung, sleep apnea,
sindrom restless legs, parkinson, dan hypertyroidism. Namun demikian, insomnia kronis
bisa juga disebabkan oleh faktor perilaku, termasuk penyalahgunaan kafein, alkohol, dan
substansi lain, siklus tidur/bangun yang disebabkan oleh kerja lembur dan kegiatan
malam hari lainnya, dan stres kronik.
a. Penyebab
Insomnia bukan suatu penyakit, tetapi merupakan suatu gejala yang memiliki
berbagai penyebab, seperti kelainan emosional, kelainan fisik, dan pemakaian obat-
obatan.
Sulit tidur sering terjadi, baik pada usia muda maupun usia lanjut; dan seringkali
timbul bersamaan dengan gangguan emosional, seperti kecemasan, kegelisahan,
depresi, atau ketakutan. Kadang seseorang sulit tidur hanya karena badan dan otaknya
tidak lelah.
Pola terbangun pada dini hari lebih sering ditemukan pada usia lanjut. Beberapa
orang tertidur secara normal tetapi terbangun beberapa jam kemudian dan sulit untuk
tertidur kembali. Kadang mereka tidur dalam keadaan gelisah dan merasa belum puas
tidur. Terbangun pada dini hari, pada usia berapapun, merupakan pertanda dari
depresi.
Orang yang pola tidurnya terganggu dapat mengalami irama tidur yang terbalik,
mereka tertidur bukan pada waktunya tidur dan bangun pada saatnya tidur. Selain itu,
perilaku di bawah ini juga dapat menyebabkan insomnia pada beberapa orang :
• Higienitas tidur yang kurang secara umum (cuci muka)
• Kekhawatiran tidak dapat tidur
• Menkonsumsi kafein secara berlebihan
• Minum alkohol sebelum tidur
• Merokok sebelum tidur
• Tidur siang/sore yang berlebihan
• Jadwal tidur/bangun yang tidak teratur
b. Gejala
Penderita mengalami kesulitan untuk tertidur atau sering terjaga di malam hari
dan sepanjang hari merasakan kelelahan. Insomnia bisa dialami dengan berbagai cara :
• Sulit untuk tidur
• Tidak ada masalah untuk tidur namun mengalami kesulitan untuk tetap tidur
(sering bangun)
• Bangun terlalu awal
Kesulitan tidur hanyalah satu dari beberapa gejala insomnia. Gejala yang dialami
waktu siang hari adalah mengantuk, resah, sulit berkonsentrasi, sulit mengingat,
gampang tersinggung.
c. Diagnosis
Untuk mendiagnosa insomnia, dilakukan penilaian terhadap : pola tidur
penderita, pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang, tingkatan stres psikis,
riwayat medis, aktivitas fisik
Insomnia cenderung bertambah kronis jika terjadi stres psikologi (contohnya :
perceraian, kehilangan pekerjaan) dan juga penggunaan mekanisme pertahanan yang
keliru. Gangguan tidur seringkali timbul sebagai eksaserbasi yang dapat memberi
petunjuk apakah berkaitan dengan peristiwa hidup tertentukah? Atau mungkin
11
disebabkan oleh etiologi lainnya. Demikian pula riwayat pola tidur maupun siklus
harian (rest/activity cycle) sangat bermanfaat dalam menentukan suatu diagnosis.
Insomnia juga dapat menjadi suatu keluhan dari pasien yang sebenarnya menderita
sleep apnea atau myoclonus-nocturnal.
Pada pasien dengan insomnia primer harus diperiksa riwayat medis dan
psikiatrinya. Riwayat medis harus dinilai secara seksama, mengenai riwayat
penggunaan obat dan pengobatan.
Pengukuran sleep hygiene digunakan untuk memonitor pasien dengan insomnia
kronis. Pengukuran ini meliputi :
-Bangun dan pergi ke tempat tidur pada waktu yang sama setiap hari, walaupun pada
akhir pekan.
-Batasi waktu ditempat tidur setiap harinya.
-Tidak menggunakan tempat tidur sebagai tempat untuk membaca, nonton TV atau
bekerja.
-Meninggalkan tempat tidur dan tidak kembali selama belum mengantuk
-Menghindari tidur siang.
-Latihan minimal tiga atau empat kali tiap minggu (tetapi bukan pada sore hari, kalau
hal ini akan mengganggu tidur).
-Pemutusan atau pengurangan konsumsi alkohol, minuman yang mengandung kafein,
rokok dan obat-obat hipnotik-sedatif.
Banyak aspek dari program yang mungkin akan menyulitkan pasien. Meskipun
demikian, cukup banyak pasien yang termotivasi untuk meningkatkan fungsinya
dengan cara melakukan pengukuran ini.
d. Pengobatan
Meskipun pengobatan hipnotik-sedatif (misalnya pil tidur) tidak dapat mencegah
insomnia, tetapi dapat memberikan perbaikan secara bertahap. Obat-obat tersebut
seharusnya kita gunakan terutama untuk merawat transient dan insomnia jangka
pendek. Manfaat jangka panjang biasanya sulit untuk dinilai dan kebanyakan pasien
menjadi tergantung pada pengobatan ini. Benzodiazepin merupakan obat pilihan
pertama untuk alasan kenyamanan dan manfaatnya. Benzodiazepin sebagai obat tidur
meliputi estazolam, 1-2 mg malam hari; flurazepan, 15-30 mg malam hari; quazepam,
7,5 – 15 mg malam hari; temazepam, 15-30 mg malam hari dan triazolam, 0,25 – 0,25
mg malam hari. Non benzodiazepin alternatif adalah zolpidem, 5-10 mg malam hari;
dan zaleplon, 10-20 mg malam hari, kedua obat ini menimbukan sedikit efek
ketergantungan, toleransi, dan cenderung untuk menyebabkan somnolen seharian.
Obat-obat lain yang sering digunakan meliputi chloralhydrate (500-2000 mg),
hipnotik-sedatif golongan non barbiturat akan meningkat potensinya bila
dikonsumsi bersama alkohol, antihistamin diphenhydramine (25-100 mg) dan
doxylamine (25-100 mg). Sedatif antidepresan seperti trazodone (50-20 mg) sering
digunakan dalam dosis rendah sebagai hipnotik untuk pasien yang menderita
insomnia primer.
12
C. Gangguan tidur tidak terjadi semata-mata selama perjalanan narkolepsi, gangguan
tidur berhubungan pernafasan, gangguan tidur irama sirkadian, atau parasomnia.
D. Gangguan tidak terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan mental lain
(misalnya, gangguan depresi berat, gangguan kecemasan umum, delirium).
E. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat
yang disalahgunakan, medikasi) atau suatu kondisi medis umum.
HIPERSOMNIA PRIMER
Hipersomnia primer terdapat pada 5% populasi dewasa, pria dan wanita
mempunyai kemungkinan sakit yang sama.
Yang dimaksud dengan hipersomnia primer adalah tidur yang berlebihan atau
terjadi serangan tidur ataupun perlambatan waktu bangun. Hipersomnia mungkin
merupakan akibat dari penyakit mental, penyakit organik (termasuk obat-obatan) atau
idiopatik. Gangguan ini merupakan kebalikan dari insomnia. Seringkali penderita
dianggap memiliki gangguan jiwa atau malas. Penderita hipersomnia membutuhkan
waktu tidur lebih dari ukuran normal. Pasien biasanya akan tidur siang sebanyak 1-2 kali
per hari, dimana setiap waktu tidurnya melebihi
1 jam. Meski banyak tidur, mereka selalu merasa letih dan lesu sepanjang hari. Gangguan
ini tidak terlalu serius dan dapat diatasi sendiri oleh penderita dengan menerapkan
prinsip-prinsip manajemen diri.
Polysomnography memperlihatkan penurunan gelombang delta, peningka-tan
kesadaran, dan pengurangan masa laten REM pada pasien dengan hipersomnia primer.
Pengobatan dari hipersomnia primer meliputi kombinasi antara pengu-kuran
sleep hygiene, obat-obatan stimulan, dan tidur siang untuk beberapa pasien. Obat-obat
stimulan dapat mempertahankan kesadaran; dextroamphetamine dan methylphenidate
keduanya mempunyai masa paruh yang singkat dan di minum dalam dosis terbagi.
Femoline, stimulan kerja lama, dapat juga digunakan. Modafinil, yang digunakan untuk
mengobati narkolepsi, dapat juga digunakan untuk mengobati hipersomnia primer.
Antidepresan trisiklik (seperti protriptyline) dapat juga digunakan. Karena obat-obatan
stimulan dapat menimbulkan ketergantungan, maka penggunaannya harus benar-benar
diawasi.
NARKOLEPSI
13
Narkolepsi adalah salah satu bentuk hipersomnia yang paling sering terjadi.
Narkolepsi adalah gangguan tidur yang diakibatkan oleh gangguan psikologis dan hanya
bisa disembuhkan melalui bantuan pengobatan dokter ahli jiwa.
Narkolepsi ditandai dengan bertambahnya waktu tidur yang berhubungan dengan
keinginan tidur yang tidak dapat ditahan sebagai salah satu gejala, atau kombinasi antara
gejala seperti cataplexy, sleep paralysis, atau hypnagogic hallucinations. Kelainan ini
menyerang 1 diantara 2000 orang, jumlah penderita pria yang sama dengan wanita.
Narkolepsi mungkin merupakan penyakit herediter karena setengah pasien narkolepsi
mempunyai keluarga yang sakit serupa.
Gejala dari narkolepsi adalah ditemukannya serangan tidur yang berakhir dari
beberapa detik hingga 30 menit atau lebih lama. Pasien narkolepsi juga dapat mengalami
serangan tidur pada saat bekerja, selama percakapan atau pada keadaan normal lainnya.
Narkolepsi dijumpai pada pasien yang berusia di bawah 25 tahun (90%). 80% pasien
narkolepsi mengalami episode cataplexy, dimana terjadi kehilangan kontrol otot secara
tiba-tiba yang dapat menyebabkan orang tersebut pingsan tanpa kehilangan kesadaran.
Keadaan ini dapat terjadi sebagai respon terhadap suatu keadaan emosional seperti
mengalami kegembiraan atau kejutan.
Sleep paralysis lebih jarang terjadi dibandingkan dengan cataplexy. Sleep
paralysis akan menyebabkan kehilangan muscle tone yang bersifat sementara sehingga
menimbulkan ketidakmampuan untuk bergerak. Hyponagonic hallucination merupakan
penerimaan halusinasi yang menyenangkan, biasanya melihat atau mendengar sesuatu
yang terjadi ketika orang-orang jatuh tidur (hypnopompic hallucinations terjadi hanya
setelah bangun). Gejala auxillary ini secara umum akan timbul beberapa tahun setelah
gangguan tidur.
Anamnesis mengenai riwayat tidur memegang peranan penting dalam
menegakkan narkolepsi. Polysomnography dengan MSLT digunakan untuk
menegakkan diagnosa narkolepsi dan membantu para dokter untuk menemukan gangguan
tidur lain seperti gangguan pernafasan yang berhubungan dengan gangguan tidur. Pasien
narkolepsi akan mengalami masalah-masalah psikologis, yang akan mempengaruhi
kehidupan keluarganya, lingkungan kerja, dan interaksi sosial.
Penatalaksanaan dari narkolepsi mencakup pengobatan yang berbeda untuk
serangan tidur dan gejala auxilary. Stimulan adalah obat yang sering digunakan untuk
mengatasi serangan tidur karena mula kerjanya yang singkat dan sedikitnya efek samping
yang ditimbulkan. Sebagai contoh, methylphenidate sangat tepat untuk mengatasi
serangan tidur/sleep attack, digunakan dalam dosis terbagi dengan dosis awal 5 mg, dosis
tersebut dinaikkan secara bertahap hingga 60 mg per hari. Dextroamphetamine dapat
digunakan dengan dosis yang serupa. Pemoline digunakan dengan dosis antara 18,75
sampai 150 mg, dengan dosis yang terbagi. Modafinil, merupakan obat baru yang
disetujui oleh U.S. Food and Drug Administration sebagai alternatif lain dalam
pengobatan narkolepsi. Obat tersebut toleransinya baik dan efek kardiovaskular-nya
sedikit; dosis hariannya 200 sampai 400 mg. Antidepresan trisiklik sering digunakan
untuk menangani cataplexy atau sleep paralysis tetapi mempunyai sedikit efek pada
serangan tidur; dosis yang digunakan untuk mengontrol gejala ini lebih rendah
dibandingkan dengan dosis yang digunakan untuk mengobati depresi (misalnya,
imipramin, 10 sampai 75 mg malam hari).
Dokter harus menjelaskan tentang gangguan ini kepada pasien dan keluarganya.
Rekan kerja dan lingkungan sosial harus juga diberikan pengeta-huan mengenai gejala
dari narkolepsi. Kerjasama dan pertolongan dari lingkungan sosial diperlukan untuk
14
mengurangi kesulitan kerja dan membantu menurunkan tingkat kebutuhan pasien
terhadap obat-obatan stimulan.
15
Bagian-bagian yang berfungsi dalam pengaturan sirkadian antara lain temperatur
badan, plasma darah, urine, fungsi ginjal dan psikologi. Dalam keadaan normal
fungsi irama sirkadian mengatur siklus biologi irama tidur bangun, dimana sepertiga
waktu untuk tidur dan dua pertiga untuk bangun/aktivitas. Siklus irama sirkadian ini
dapat mengalami gangguan, apabila irama tersebut mengalami peregseran. Menurut
beberapa penelitian terjadi pergeseran irama sirkadian antara onset waktu tidur reguler
dengan waktu tidur yang irreguler (bringing irama sirkadian). Perubahan yang jelas
secara organik yang mengalami gangguan irama
sirkadian adalah tumor pineal. Gangguan irama sirkadian dapat dikategorikan
dua bagian:
1. Sementara (acut work shift, Jet lag)
2. Menetap (shift worker)
Keduanya dapat mengganggu irama tidur sirkadian sehingga terjadi perubahan
pemendekan waktu onset tidur dan perubahan pada fase REM. Berbagai macam
gangguan tidur gangguan irama sirkadian adalah sebagai berikut:
1. Tipe fase tidur terlambat (delayed sleep phase type) yaitu ditandai oleh waktu tidur
dan terjaga lebih lambat yang diinginkan. Gangguan ini sering ditemukan dewasa
muda, anak sekolah atau pekerja sosial. Orang-orang tersebut sering tertidur
(kesulitan jatuh tidur) dan mengantuk pada siang hari (insomnia sekunder).
2. Tipe Jet lag ialah menangantuk dan terjaga pada waktu yang tidak tepat menurut jam
setempat, hal ini terjadi setelah berpergian melewati lebih dari satu zone waktu.
Gambaran tidur menunjukkan sleep laten panjang dengan tidur yang terputus-putus.
3. Tipe pergeseran kerja (shift work type). Pergeseran kerja terjadi pada orang tidak
secara teratur dan cepat mengubah jadwal kerja sehingga akan mempengaruhi jadwal
tidur. Gejala ini sering timbul bersama-sama dengan gangguan somatik seperti ulkus
peptikum. Gambarannya berupa pola irreguler atau mungkin pola tidur normal
dengan onset tidur fase REM.
4. Tipe fase terlalu cepat tidur (advanced sleep phase syndrome).
Tipe ini sangat jarang, lebih sering ditemukan pada pasien usia lanjut,dimana onset
tidur pada pukul 6-8 malam dan terbangun antara pukul 1-3 pagi. Walaupun pasien
ini merasa cukup ubtuk waktu tidurnya. Gambaran tidur tampak normal tetapi
penempatan jadwal irama tidur sirkadian yang tdk sesuai.
5. Tipe bangun-tidur beraturan
6. Tipe tidak tidur-bangun dalam 24 jam.
Gangguan tidur timbul sebagai akibat siklus tidur-bangun yang tidak sinkron
dengan jadwal tidur harian seseorang. Sebagai contoh, orang-orang dengan kerja shift
malam hari atau dimana mereka yang shift kerjanya sering berubah (misalnya perawat,
pekerja bangunan) dapat mengalami gangguan tidur irama sirkadian. Orang-orang yang
sering berpergian ke daerah dengan waktu yang saling bersilangan akan menyebabkan
gangguan tidur, dan dikenal dengan jet lag. Orang-orang dengan gangguan ini tidak
pernah dapat merasakan istirahat penuh. Ketika mereka ingin tidur, mereka justru tidak
dapat tidur dan ketika mereka bangun, mereka justru ingin tidur dan mengantuk. Cara
yang paling baik adalah menghindari kerja shift.
Penatalaksanaan jet lag yaitu meliputi penyesuaian jam tidur dengan waktu
didaerah yang baru. Kebanyakan orang dewasa memerlukan satu hari untuk
menyesuaikan waktu ke arah timur dan sedikit lebih singkat jika perjalanan tersebut ke
arah barat. Para wisatawan dapat meminimalkan kekurangan tidurnya dengan
menggunakan obat-obat hipnotik (seperti : zolpidem, 5-10 mg saat akan tidur malam) dan
menghindari penggunaan alkohol dan zat-zat lain yang dapat mempengaruhi jet lag.
16
PARASOMNIA
Yaitu merupakan kelompok heterogen yang terdiri dari kejadian-kejadian episode
yang berlangsung pada malam hari pada saat tidur atau pada waktu antara bangun dan
tidur. Kasus ini sering berhubungan dengan gangguan perubahan tingkah laku dan aksi
motorik potensial, sehingga sangat potensial menimbulkan angka kesakitan dan kematian,
Insidensi ini sering ditemukan pada usia anak berumur 3-5 tahun (15%) dan mengalami
perbaikan atau penurunan insidensi pada usia dewasa (3%).
Ada 3 faktor utama presipitasi terjadinya parasomnia yaitu:
a. Peminum alkohol
b. Kurang tidur (sleep deprivation)
c. Stress psikososial
Kelainan ini terletak pada aurosal yang sering terjadi pada stadium transmisi
antara bangun dan tidur. Gambaran berupa aktivitas otot skeletal dan perubahan sistem
otonom. Gejala khasnya berupa penurunan kesadaran (konfuosius), dan diikuti aurosal
dan amnesia episode tersebut. Seringkali terjadi pada stadium 3 dan 4.
Parasomnia terdiri dari mimpi buruk, ancaman tidur dan tidur berjalan (atau
somnambulism). Ketiga gangguan tersebut relatif sering terjadi pada anak-anak.
Gangguan ini biasanya akan berkurang pada akhir masa remaja teapi dapat juga berlanjut
ke masa dewasa.
17
B. Saat terjaga dari mimpi menakutkan, orang dengan segera berorientasi dan sadar
(berbeda dengan konfusi dan disorientasi yang terlihat pada gangguan teror tidur
dan beberapa bentuk epilepsi.
C. Pengalaman mimpi, atau gangguan tidur yang menyebabkan terjaga, menyebabkan
penderitaan yang bermakna secara khas atau gangguan dalam fungsi sosial,
pekerjaan, atau fungsi penting lain.
D. Mimpi buruk tidak terjadi semata-mata selam perjalanan gangguan mental lain
(misalnya, delirium, gangguan stres pascatraumatik) dan bukan karena efek
fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang disalahgunakan, medikasi)
atau kondisi medis umum.
18
terjadi dalam waktu tiga jam setelah jatuh tidur. Rekaman EEG memperlihatkan
gelombang lambat dengan amplitudo tinggi yang mendahului aktivasi otot yang akan
memacu timbulnya serangan; tidur berjalan terjadi selama tahap 3 dan 4 NREM tidur.
Tidur berjalan cirinya terjadi dalam waktu kurang dari 10 menit. Orang-orang
akan berjalan tanpa tujuan, tanpa menghiraukan keadaan lingkungan sekitarnya. Pasien
tidur berjalan dapat melakukan kegiatan-kegiatan ringan seperti membuka pintu atau
jendela sehingga dapat membahayakan jiwanya.
Hal penting dalam mengatasi pasien tidur berjalan adalah melindungi pasien dari
bahaya. Usaha untuk mengintervensi episode serangan akan membingungkan dan
menakutkan pasien. Cara terbaik adalah dengan mengunci pintu dan memasang alarm,
dan menempatkan tempat tidur pasien di lantai satu.
Gangguan lebih sering terjadi pada anak-anak dibandingkan orang dewasa.
Hampir 15% anak-anak pernah mengalami sekurang-kurangnya satu episode dari tidur
berjalan, dan lebih dari 3% disertai dengan gangguan mimpi buruk. Kurang lebih 5%
dari orang dewasa sehat dilaporkan pernah mengalami tidur berjalan. Orang tua perlu
diberitahukan bahwa kelainan yang dialami anaknya mungkin akan bertambah berat pada
akhir masa remaja. Pada orang dewasa, tidur berjalan sering berhubungan dengan
gangguan kejiwaan yang berat seperti depresi.
Obat-obat yang dapat menekan tahap 3 dan 4 seperti benzodiazepin (misalnya
diazepam 5-10 mg tiap malam), dapat diberikan untuk orang dewasa yang mengalami
tidur berjalan dan mimpi buruk. Relaps dapat terjadi ketika obat-obatan dihentikan atau
pada waktu stres. Antidepresan trisiklik (misalnya impramine, 50-100 mg malam hari)
juga bermanfaat dalam mengurangi frekuensi dari tidur berjalan dan mimpi buruk. Obat-
obat juga dapat diberikan untuk anak-anak meskipun dosis yang digunakannya lebih
rendah.
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Tidur Berjalan menurut DSM-IV-TR
A. Episode berulang bangkit dari tempat tidur saat tidur dan berjalan berkeliling
terjadi selama sepertiga bagian pertama episode tidur utama.
B. Saat berjalan sambil tidur, orang memiliki wajah yang kosong dan menatap, relatif
tidak responsif terhadap usaha orang lain untuk berkomunikasi dengannya, dan
dapat dibangunkan hanya dengan susah payah.
C. Saat terbangun (baik dari episode tidur berjalan atau pagi harinya), pasien
mengalami amnesia untuk episode tersebut.
D. Dalam beberapa menit setelah terjaga dari episode tidur berjalan, tidak terdapat
gangguan aktivitas mental atau perilaku (walaupun awalnya mungkin terdapat
periode konfusi atau disorientasi yang singkat).
E. Tidur berjalan menyebabkan terjaga, menyebabkan penderitaan yang bermakna
secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting
lain.
F. Gangguan adalah bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya,
obat yang disalahgunakan, medikasi) atau kondisi medis umum.
19
Gambaran Electroencephalogram Gangguan Tidur yang berhubungan dengan
Gangguan Mental Lain
—————————————————————————————————
Diagnosis Penemuan Umum dalam Tidur
—————————————————————————————————
Psikosis
Schizophrenia Tanda yang bervariasi dalam kontinuitas tidur.
Pengurangan REM tidur setelah REM tidur
dihilangkan.
Pengurangan gelombang tidur lambat.
Gangguan afektif Gangguan kontinuitas tidur.
Pengurangan gelombang tidur lambat.
Pergantian REM tidur yang lebih awal pada malam
hari.
Penggunaan Alkohol
Penggunaan akut Pengurangan waktu bangun dan REM tidur,
dengan peningkatan gelombang delta tidur pada
setengah jam pertama dimalam hari, pantulan dari
REM tidur dan peningkatan terbangun pada
setengah jam kedua dimalam hari.
Gangguan Kepribadian
Borderline REM tidur mengalami perubahan yang
berhubungan dengan gangguan keadaan hati.
20
Gangguan tidur utama pada pasien psikotik adalah insomnia dan hipersomnia.
Pasien schizophrenia, misalnya dapat mengalami gangguan berat pada tidur mereka
selama terjadinya peristiwa psikotik. Perubahannya meliputi pengurangan waktu tidur,
variabilitas dalam waktu REM dan peningkatan densitas REM. Berkurangnya tahap 4
NREM tidur merupakan bentuk yang paling sering ditemukan.
GANGGUAN KECEMASAN
Gangguan cemas sering dihubungkan dengan masalah tidur yang ada. Gambaran
polysomnographic meliputi perubahan nonspesifik pada masa laten tidur, penurunan
efisiensi tidur, peningkatan sejumlah tahap 1 dan 2 tidur, penurunan gelombang tidur.
Stress pasca trauma berperan penting dalam terjadinya insomnia dan gangguan
tidur, tetapi perubahan polysomnographic nya tidak spesifik. Gangguan panik dapat
dihubungkan dengan terbangun tiba-tiba dari tidur, yang sering dikeluhkan pasien.
Gambaran polysomnographic meliputi peningkatan masa laten tidur dan penurunan
efisiensi tidur.
21
Berbagai keadaan medis dan neurologis memegang peranan terhadap gangguan
tidur. Contohnya meliputi hipertensi atau cardiovascular insuffisiensy, hipertiroid,
rematik, penyakit parkinson, esophageal reflux, asma, trauma kepala, penyakit
pernafasan, penyakit arteri koroner, angina pectoris, dan artritis. Wanita hamil dapat
mengalami kesulitan tidur sebab seringnya kencing, pergerakan janin, dan masalah yang
berkaitan dengan kenyamanan posisi.
Berbagai zat legal dan ilegal, mempunyai kemampuan untuk menimbulkan
gangguan tidur. Sebagai contoh, stimulus yang berlebihan (misalnya kokain) dapat
menyebabkan kesulitan untuk tidur. Pengobatan juga dapat menimbulkan gangguan tidur;
sebagai contoh, pasien kejang yang diberikan karbamazepin dilaporkan akan tidur
berlebihan.
Keadaan Medis dan Neurologis dan Penggunaan Zat yang berhubungan dengan
Gangguan Tidur
—————————————————————————————————
Gangguan Medis dan Neurologis Substansi
—————————————————————————————————
Penyakit Alzheimer Alkohol
Angina Anti Kejang
Asma Anti Depresan
Penyakit Artei Koroner Anti Psikotik
Diabetes Melitus Lithium
Eczema Opioid
Gastrointestinal Reflux Psychostimulants
Hipertensi Hipnotik-sedatif
Hipertiroid
Distrofi Otot
Distrofi Miotonik
Penyakit Paru Obstruktif
Pain Syndromes
Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria
Ulkus Peptikum
Kehamilan
Progressive Supranuclear Palsy
Shy-Drager Syndrome
Uremia
—————————————————————————————————
22
tidurnya lebih maju. Seringnya terbangun pada malam hari menyebabkan keletihan,
mengantuk, dan mudah jatuh tidur pada siang hari. Dengan perkataan lain, bertambahnya
umur juga dikaitkan dengan kecenderungan untuk tidur dan bangun lebih awal. Toleransi
terhadap fase atau jadual tidur-bangun menurun, misalnya sangat rentan dengan
perpindahan jam kerja.
Adanya gangguan ritmik sirkadian tidur juga berpengaruh terhadap kadar hormon
yaitu terjadi penurunan sekresi hormon pertumbuhan, prolaktin, tiroid, dan kortisol pada
lansia. Hormon-hormon ini dikeluarkan selama tidur dalam. Sekresi melatonin juga
berkurang. Melatonin berfungsi mengontrol sirkadian tidur. Sekresinya terutama pada
malam hari. Apabila terpajan dengan cahaya terang, sekresi melatonin akan berkurang.
23
Edukasi tentang tidur malam perlu diberikan kepada lansia. Pasien dianjurkan
untuk membuat kontak sosial dan aktivitas fisik secara teratur di siang hari. Pasien harus
pula dibantu untuk menghilangkan kecemasannya. Membaca sampai mengantuk
merupakan salah satu cara untuk menghilangkan kecemasan yang mengganggu tidur .
24
Lansia yang tinggal sendiri atau adanya rasa ketakutan yang dieksaserbasi pada
malam hari dapat menyebabkan tidak bisa tidur. Insomnia kronik dapat menyebabkan
penurunan mood (risiko depresi dan anxietas), menurunkan motivasi, atensi, energi, dan
konsentrasi, serta menimbulkan rasa malas. Kualitas hidup berkurang dan menyebabkan
lansia tersebut lebih sering menggunakan fasilitas kesehatan.
Seseorang dengan insomnia primer sering mempunyai riwayat gangguan tidur
sebelumnya. Sering penderita insomnia mengobati sendiri dengan obat sedatif-hipnotik
atau alkohol. Anksiolitik sering digunakan untuk mengatasi ketegangan dan kecemasan.
Kopi dan stimulansia digunakan untuk mengatasi rasa letih. Pada beberapa kasus,
penggunaan ini berlanjut menjadi ketergantungan zat.
Pemeriksaan polisomnografi menunjukkan kontinuitas tidur yang buruk (latensi
tidur buruk, sering terbangun, efisiensi tidur buruk), stadium 1 meningkat, dan stadium 3
dan 4 menurun. Ketegangan otot meningkat dan jumlah aktivitas alfa dan beta juga
meningkat.
1. GANGGUAN TIDUR TERKAIT PERNAFASAN (APNEA TIDUR)
Gangguan tidur terkait pernafasan atau Breathing-Related Sleep Disorders atau
apnea tidur ditandai dengan episode berulang henti nafas yang menyebabkan terjadinya
hipoksia dan terbangun berkali-kali. Keadaan ini dapat terjadi akibat gangguan ventilasi
ketika tidur (hipoventilasi alveolar sentral). Gangguan tidur ini tidak disebabkan oleh
gangguan mental lain dan tidak pula akibat langsung pengaruh fisiologik atau zat
(termasuk medikasi).
Penderita sering mengeluh mengantuk berlebihan di siang hari sehingga
mengganggu fungsinya. Rasa kantuk yang berlebihan ini terjadi akibat seringnya
terbangun di malam hari karena penderita berusaha untuk bernafas normal. Rasa kantuk
sering muncul pada situasi santai misalnya ketika membaca dan menonton TV atau dalam
pertemuan. Bila rasa kantuk sangat berlebihan, penderita bisa jatuh tidur meskipun ia
sedang dalam keadaan aktif misalnya sedang bercakap-cakap, makan, berjalan, atau
berkendara. Tertidur sejenak tidak menyegarkan bahkan dapat menimbulkan nyeri
kepala. Apnea tidur lebih sering terjadi pada laki-laki terutama bila ia tidur telentang.
Peristiwa-peristiwa respirasi abnormal yang terjadi pada apnea tidur yaitu apnea
(episode berhenti nafas), hipopnea (respirasi lambat dan dangkal), dan hipoventilasi
( abnormal kadar oksigen dan karbon dioksida darah). Episode apnea dapat dieksaserbasi
oleh penggunaan obat-obat yang mendepresi susunan saraf pusat dan alkohol.
Mendengkur, hipertensi, dan penyakit kardiovaskuler berkaitan dengan apnea tidur. Bila
sindrom apnea tidur derajatnya berat dan tidak diobati, gangguan fungsi jantung dapat
terjadi dan mortalitas meningkat.
Ada tiga bentuk apnea tidur yaitu:
• Sindrom apnea tidur obstruktif
• Sindrom apnea tidur sentral
• Sindrom hipoventilasi alveolar sentral.
Sindrom apnea tidur obstruktif adalah bentuk apnea tidur yang paling sering
ditemukan. Sindrom ini ditandai dengan episode berulang obstruksi jalan nafas atas
(apnea-hipopnea) selama tidur. Biasanya terjadi pada penderita yang sangat gemuk.
Penderita biasanya tidur mendengkur (sangat keras) dan nafas pendek bergantian dengan
episode diam yang berlangsung sekitar 20-30 detik. Dengkuran yang keras terjadi karena
ia bernafas melalui aliran udara yang tersumbat sebagian. Adanya periode diam atau
berhenti nafas disebabkan terjadinya obstruksi sempurna jalan nafas. Berhenti nafas
kadang-kadang terjadi 60-90 detik sehingga bisa terjadi sianosis. Sebagian besar
penderita tidak menyadari gangguannya ini.
25
Sindrom apnea tidur sentral ditandai dengan penghentian episodik ventilasi
ketika tidur (apnea dan hipopnea) tanpa obstruksi jalan udara. Gangguan ini sering terjadi
pada lansia akibat gangguan jantung atau neurologik yang mengganggu regulasi ventilasi.
Mendengkur ringan sering ditemukan pada penderita dengan gangguan tidur ini.
Sindrom hipoventilasi alveolar sentral ditandai dengan gangguan pengontrolan
ventilasi yang mengakibatkan rendahnya kadar oksigen arteri. Bentuk ini paling sering
terjadi pada orang yang sangat gemuk dan adanya keluhan tidur berlebihan di siang hari.
Seseorang dengan apnea tidur sering mengeluh adanya rasa tidak enak di dada pada
malam hari, rasa tercekik, dan kecemasan. Pasien mengalami gangguan memori,
konsentrasi buruk, dan iritabel. Gangguan mood (gangguan depresi mayor, distimia),
gangguan cemas (gangguan panik) dan demensia sering dikaitkan dengan apnea tidur.
Mengantuk di siang hari dapat menyebabkan kecelakaan misalnya tertidur saat
berkendara. Selain itu, dapat pula terjadi impairmen okupasional dan sosial.
Nokturia dan inkontinensia nokturnal merupakan salah satu gejala apnea tidur
obstruktif. Hal ini terjadi karena ekskresi urin meningkat dan juga karena faktor mekanik
(tekanan diafragma). Nokturia juga meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan (jatuh)
terutama pada lansia yang menggunakan sedatif-hipnotik. Prevalensi penyakit renal
kronik meningkat dengan bertambahnya umur; gangguan ini sering menyebabkan
nokturia.
Tanda-Tanda dan Gejala Apnea Tidur Obstruktif
Susunan saraf pusat
Somnolen berlebihan di siang hari
Gelisah nokturnal
Depresi
Deteriorasi kognitif
Nyeri kepala di pagi hari
Berkurangnya dorongan seksual
Respirasi
Mendengkur
Mulut dan tenggorok kering
Kardiovaskuler
Hipertensi
Gagal jantung
Atritmia
Renal
Enuresis, nokturia
Hematologi
Polisitemia.
26
pula diinduksi oleh neuroleptik, antidepresan, lithium, diuretik, dan narkotik. Agonis
dopamin dapat mengurangi RLS. Narkotik juga efektif tetapi harus hati-hati karena dapat
menimbulkan resistensi.
Untuk gangguan ini belum ada terapi yang ideal. Benzodiazepin (clonazepam)
dan temazepam dapat mengurangi frekuensi terbangun tetapi kurang bermanfaat terhadap
gerakan-gerakan kaki. Selain itu, obat ini dapat menyebabkan sedasi di siang hari. Obat-
obat seperti opioid, dan levodopa, serta carbamazepine, juga cukup bermanfaat.
Periodic Leg Movement disebut juga mioklonus nokturnal yaitu gerakan kaki
berulang, stereotipi, dan durasinya pendek. Gerakan berupa fleksi cepat dan periodik
tungkai dan telapak kaki. Keadaan ini dapat menyebabkan terbangun berulang kali
sepanjang malam. Prevalensinya meningkat dengan bertambahnya umur. Gangguan ini
dihubungkan dengan sebab-sebab metabolik, vaskuler, anemia, defisiensi asam folat, dan
gangguan neurologik.
Apnea tidur dan gerakan kaki periodik juga sering pada lansia. Prevalensinya
berkisar antara 25%-60%. Individu dengan gerakan kaki periodik memiliki waktu tidur
satu jam lebih kurang bila dibandingkan dengan kontrol normal.
27
i. Buat suasana ruang tidur yang sejuk, sepi, aman dan enak
4. Pendekatan farmakologi
Dalam mengobati gejala gangguan tidur, selain dilakukan pengobatan secara
kausal, juga dapat diberikan obat golongan sedatif hipnotik. Pada dasarnya semua obat
yang mempunyai kemampuan hipnotik merupakan penekanan aktifitas dari reticular
activating system (ARAS) diotak. Hal tersebut didapatkan pada berbagai obat yang
menekan susunan saraf pusat, mulai dari obat anti anxietas dan beberapa obat anti depres.
Obat hipnotik selain penekanan aktivitas susunan saraf pusat yang dipaksakan dari proses
fisiologis, juga mempunyai efek kelemahan yang dirasakan efeknya pada hari berikutnya
(long acting) sehingga mengganggu aktifitas sehari-hari. Begitu pula bila pemakaian obat
jangka panjang dapat menimbulkan over dosis dan ketergantungan obat. Sebelum
mempergunakan obat hipnotik, harus terlebih dahulu ditentukan jenis gangguan tidur
misalnya, apakah gangguan pada fase latensi panjang (NREM) gangguan pendek, bangun
terlalu dini, cemas sepanjang hari, kurang tidur pada malam hari, adanya perubahan
jadwal kerja/kegiatan atau akibat gangguan penyakit primernya. Walaupun obat hipnotik
tidak ditunjukkan dalam penggunaan gangguan tidur kronik, tapi dapat dipergunakan
hanya untuk sementara, sambil dicari penyebab yang mendasari. Dengan pemakaian obat
yang rasional, obat hipnotik hanya untuk mengkoreksi dari problema gangguan tidur
sedini mungkin tanpa menilai kondisi primernya dan harus berhati-hati pada pemakaian
obat hipnotik untuk jangka panjang karena akan menyebabkan terselubungnya kondisi
yang mendasarinya serta akan berlanjut tanpa penyelesaian yang memuaskan.
Jadi yang terpenting dalam penggunaan obat hipnotik adalah mengidentifikasi
dari problem gangguan tidur sedini mungkin tanpa menilai kondisi primernya danharus
berhati-hati pada pemakain obat hipnotik untuk jangka panjang karena akan
menyebabkan terselubungnya kondisi yang mendasarinya serta akan berlanjut tanpa
penyelesaian yang memuaskan.
Jadi yang terpenting dalam penggunaan obat hipnotik adalah mengidentifikasi
penyebab yang mendasarinya atau obat hipnotik adalah sebagai pengobatan tambahan.
Pemilihan obat hipnotik sebaiknya diberikan jenis obat yang bereaksi cepat (short action)
dengan membatasi penggunaannya sependek mungkin yang dapat mengembalikan pola
tidur yang normal.
Lamanya pengobatan harus dibatasi 1-3 hari untuk transient insomnia, dan
tidak lebih dari 2 minggu untuk short term insomnia. Untuk long term insomnia dapat
dilakukan evaluasi kembali untuk mencari latar belakang penyebab gangguan tidur yang
sebenarnya. Bila penggunaan jangka panjang sebaiknya obat tersebut dihentikan secara
perlahan-lahan untuk menghindarkan terapi withdrawal.
PENUTUP
Tidur adalah proses yang amat diperlukan manusia untuk terjadinya
pembentukan sel-sel tubuh yang baru, perbaikan sel-sel tubuh yang rusak, memberi
waktu bagi organ tubuh untuk beristirahat maupun untuk menjaga keseimbangan
metabolisme dan biokimiawi tubuh. Rata-rata orang dewasa membutuhkan 7,5 jam tidur
setiap malamnya, walaupun ada beberapa orang yang memerlukan lebih banyak atau
lebih sedikit dari biasanya. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya usia,
aktivitas fisik, penggunaan obat, dan sebagainya.
Apabila keadaan tersebut mengalami kelainan maka akan timbul gangguan tidur.
Sebagai dokter, kita harus melakukan anamnesis dan pemeriksaan yang teliti dan seksama
28
agar diagnosis tipe gangguan tidur dapat ditegakkan. Kriteria diagnosis untuk masing-
masing gangguan tidur berbeda-beda menurut jenisnya.
Beberapa kondisi medik umum seperti penyakit kardiovaskuler, penyakit paru,
neurodegenerasi, penyakit endokrin, kanker, dan penyakit saluran pencernaan, serta
penyakit muskuloskeletal sering menimbulkan gangguan tidur.
Gangguan mental seperti depresi, anksietas, demensia serta delirium dapat pula
menimbulkan gangguan tidur. Pola gangguan tidur pada penderita depresi berbeda
dengan yang tidak menderita depresi; pada depresi terjadi gangguan pada setiap stadium
gangguan tidur. Langkah pertama mengobati gangguan tidur adalah mengoptimalkan
terapi terhadap penyakit yang mendasarinya.
Edukasi penting diberikan kepada pasien tentang sleep hygiene yang baik dalam
mengatasi berbagai gangguan tidur. Penggunaan obat hipnotik-sedatif harus dibatasi dan
diawasi dengan cermat, mengingat efek samping yang dapat ditimbulkannya, oleh
karenanya penggunaan obat tersebut harus benar-benar disesuaikan dengan kebutuhan
individual dari pasien.
DAFTAR PUSTAKA
2. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 4th ed, Text Revision, American
Psychiatric Association, 2000.
3. Setiabudhi, Tony. Gangguan Tidur. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa (Psikiatri), cetakan
ke sembilan. Lektor Kepala Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti. 2010/2011.
5. Sadock BJ. Normal sleep and Sleep disorders. Synopsis of Psychiatry, 10th ed,
Lippincott Williams & Wilkins. A Wolters Kluwer Co.; 2007.
6. www.cerminduniakedokteran.com
29