You are on page 1of 16

SIROSIS HEPATIS

A. PENGERTIAN
Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan
adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan
adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan
ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan
perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat
penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan
Brenda G. Bare, 2001).

Secara fungsional sirosis hati dibagi atas 2 jenis, yaitu :

1. Srosis hati kompensata, dimana pada stadium ini belum terdapat gejala-
gejala yang nyata (asimptomatis). Biasanya stadium ini ditemukan secara
tidak sengaja pada pemeriksaan screening.
2. Sirosis hati dekompensata, pada stadium ini gejala-gejala sudah sangat
jelas, pasien merasa lemas, adanya asites, ikterus, dll.Pada stadium inilah
pasien dibawa ke tempat pelayanan kesehatan atau ke Rumah Sakit.

B. EPIDEMIOLOGI

Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada laki-laki jika


dibandingkan dengan wanita sekitar 1,6:1, dengan umur rata-rata terbanyak
antara golongan umur 30-59 tahun, dan puncaknya sekitar umur 40-49 tahun.

C. ETIOLOGI

Ada 3 tipe sirosis hepatis :

1. Sirosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut


secara khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis
kronis.

1
2. Sirosis pasca nekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar
sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
3. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di
sekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan
infeksi.

Penyebab yang pasti dari Sirosis Hepatis sampai sekarang belum jelas,
diantaranya :

1. Faktor keturunan dan malnutrisi

WATERLOO (1997) berpendapat bahwa factor kekurangan nutrisi


terutama kekurangan protein hewani menjadi penyebab timbulnya Sirosis
Hepatis. Menurut CAMPARA (1973) untuk terjadinya Sirosis Hepatis
ternyata ada bahan dalam makanan, yaitu kekurangan alfa 1-antitripsin.

2. Hepatitis virus

Hepatitis virus sering juga disebut sebagai salah satu penyebab dari
Sirosis Hepatis. Dan secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B
lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan
memberi gejala sisa serta menunjukkan perjalanan yang kronis bila
dibandingkan dengan hepatitis virus A. penderita dengan hepatitis aktif
kronik banyak yang menjadi sirosis karena banyak terjadi kerusakan hati
yang kronis.

Sebagaimana kita ketahui bahwa sekitar 10 % penderita hepatitis


virus B akut akan menjadi kronis. Apalagi bila pada pemeriksaan
laboratories ditemukan HBs Ag positif dan menetapnya e-Antigen lebih
dari 10 minggu disertai tetap meningginya kadar asam empedu puasa lebih
dari 6 bulan, maka mempunyai prognosis kurang baik (Sujono Hadi).

2
3. Zat hepatotoksik

Beberapa obat-obatan dan zat kimia dapat menyebabkan terjadinya


kerusakan fungsi sel hati secara akut dan kronik. Kerusakan hati secara
akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak. Sedangkan kerusakan
kronik akan berupa Sirosis Hepatis. Pemberian bermacam obat-obatan
hepatotoksik secara berulang kali dan terus menerus. Mula-mula akan
terjadi kerusakan setempat, kemudian terjadi kerusakan hati yang merata,
dan akhirnya dapat terjadi Sirosis Hepatis. Zat hepatotoksik yang sering
disebut-sebut adalah alcohol. Efek yang nyata dari etil-alkohol adalah
penimbunan lemak dalam hati (Sujono Hadi).

4. Penyakit Wilson

Suatu penyakit yang jarang ditemukan, biasanya terdapat pada


orang-orang muda dengan ditandai Sirosis Hepatis, degenerasi ganglia
basalis dari otak, dan terdapatnya cincin pada kornea yang berwarna coklat
kehijauan disebut Kayser Fleiscer Ring. Penyakit ini diduga disebabkan
defisiensi bawaan dan sitoplasmin.

5. Hemokromatosis

Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada 2


kemungkinan timbulnya hemokromatosis, yaitu :

a. sejak dilahirkan, penderita mengalami kenaikan absorpsi dari Fe.

b. kemungkinan didapat setelah lahir (aquisita), misalnya dijumpai pada


penderita dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari
Fe, kemungkinan menyebabkan timbulnya Sirosis Hepatis.

3
6. Sebab-sebab lain

a. Kelemahan jantung yang lama dapat menyebabkan timbulnya sirosis


kardiak.      Perubahan fibrotik dalam hati terjadi sekunder terhadap
anoksi dan nekrosis sentrilibuler.

b. Sebagai akibat obstruksi yang lama pada saluran empedu akan dapat
menimbulkan sirosis biliaris primer. Penyakit ini lebih banyak dijumpai
pada kaum wanita.

c. Penyebab Sirosis Hepatis yang tidak diketahui dan digolongkan dalam


sirosis kriptogenik. Penyakit ini banyak ditemukan di Inggris (menurut
Reer 40%, Sherlock melaporkan 49%). Penderita ini sebelumnya tidak
menunjukkan tanda-tanda hepatitis atau alkoholisme, sedangkan dalam
makanannya cukup mengandung protein.

D. PATOFISIOLOGI

Hati dapat terlukai oleh berbagai macam sebab dan kejadian, kejadian
tersebut dapat terjadi dalam waktu yang singkat atau dalam keadaan yang
kronis atau perlukaan hati yang terus menerus yang terjadi pada peminum
alcohol aktif. Hati kemudian merespon kerusakan sel tersebut dengan
membentuk ekstraselular matriks yang mengandung kolagen, glikoprotein,
dan proteoglikans. Sel stellata berperan dalam membentuk ekstraselular
matriks ini. Pada cedera yang akut sel stellata membentuk kembali
ekstraselular matriks ini sehingga ditemukan pembengkakan pada hati.
Namun, ada beberapa parakrine faktor yang menyebabkan sel stellata menjadi
sel penghasil kolagen. Faktor parakrine ini mungkin dilepaskan oleh
hepatocytes, sel Kupffer, dan endotel sinusoid sebagai respon terhadap cedera
berkepanjangan. Sebagai contoh peningkatan kadar sitokin transforming
growth facto beta 1 (TGF-beta1) ditemukan pada pasien dengan Hepatitis C
kronis dan pasien sirosis. TGF-beta1 kemudian mengaktivasi sel stellata
untuk memproduksi kolagen tipe 1 dan pada akhirnya ukuran hati menyusut

4
Peningkatan deposisi kolagen pada perisinusoidal dan berkurangnya
ukuran dari fenestra endotel hepatic menyebabkan kapilerisasi (ukuran pori
seperti endotel kapiler) dari sinusoid. Sel stellata dalam memproduksi
kolagen mengalami kontraksi yang cukup besar untuk menekan daerah
perisinusoidal Adanya kapilarisasi dan kontraktilitas sel stellata inilah yang
menyebabkan penekanan pada banyak vena di hati sehingga mengganggu
proses aliran darah ke sel hati dan pada akhirnya sel hati mati, kematian
hepatocytes dalam jumlah yang besar akan menyebabkan banyaknya fungsi
hati yang rusak sehingga menyebabkan banyak gejala klinis. Kompresi dari
vena pada hati akan dapat menyebabkan hipertensi portal yang merupakan
keadaan utama penyebab terjadinya manifestasi klinis.

Ada 2 faktor yang mempengaruhi terbentuknya asites pada penderita


Sirosis Hepatis, yaitu :

1. Tekanan koloid plasma yang biasa bergantung pada albumin di dalam


serum. Pada keadaan normal albumin dibentuk oleh hati. Bilamana hati
terganggu fungsinya, maka pembentukan albumin juga terganggu, dan
kadarnya menurun, sehingga tekanan koloid osmotic juga berkurang.
Terdapatnya kadar albumin kurang dari 3 gr % sudah dapat merupakan
tanda kritis untuk timbulnya asites.

2. Tekanan vena porta. Bila terjadi perdarahan akibat pecahnya varises


esophagus, maka kadar plasma protein dapat menurun, sehingga tekanan
koloid osmotic menurun pula, kemudian terjadilah asites. Sebaliknya bila
kadar plasma protein kembali normal, maka asitesnya akan menghilang
walaupun hipertensi portal tetap ada (Sujono Hadi). Hipertensi portal
mengakibatkan penurunan volume intravaskuler sehingga perfusi ginjal
pun menurun. Hal ini meningkatkan aktifitas plasma rennin sehingga
aldosteron juga meningkat. Aldosteron berperan dalam mengatur
keseimbangan elektrolit terutama natrium . dengan peningkatan aldosteron

5
maka terjadi terjadi retensi natrium yang pada akhirnya menyebabkan
retensi cairan.

E. Gejala dan Tanda


Pada kasus dengan Sirosis Hati Kompensata, pasien tidak
mempunyai keluhan yang terlalu berarti selain dari cepat merasa lelah dan
nafsu makan yang menurun tidak begitu signifikan. Beda halnya dengan
pasien pada stadium dekompensata, dimana sudah timbul banyak gejala
yang membuat pasien tidak berdaya akibat hati gagal mengkompensasi
akumulasi kerusakan yang dialaminya. Berikut gejala-gejala umum beserta
dengan penjelasan patomekanismenya.

1. Hipertensi Portal

Hati yang normal mempunyai kemampuan untuk


mengakomodasi perubahan pada aliran darah portal tanpa harus
meningkatkan tekanan portal. Hipertensi portal terjadi oleh adanya
kombinasi dari peningkatan aliran balik vena portal dan peningkatan
tahanan pada aliran darah portal.
Meningkatnya tahanan pada area sinusoidal vascular disebabkan
oleh faktor tetap dan faktor dinamis. Dua per tiga dari tahanan vaskuler
intrahepatis disebabkan oleh perubahan menetap pada arsitektur hati.
Perubahan tersebut seperti terbentuknya nodul dan produksi kolagen
yang diaktivasi oleh sel stellata. Kolagen pada akhirnya berdeposit
dalam daerah perisinusoidal.
Faktor dinamis yang mempengaruhi tahanan vaskular portal
adalah adanya kontraksi dari sel stellata yang berada disisi sel
endothellial. Nitric oxide diproduksi oleh endotel untuk mengatur
vasodilatasi dan vasokonstriksi. Pada sirosis terjadi penurunan produksi
lokal dari nitric oxide sehingga menyebabkan kontraksi sel stellata
sehingga terjadi vasokonstriksi dari sinusoid hepar.

6
Hepatic venous pressure gradient (HVPG) merupakan selisih
tekanan antara vena portal dan tekanan pada vena cava inferior. HVPG
normal berada pada 3-6 mm Hg. Pada tekanan diatas 8 mmHg dapat
menyebabkan terjadinya asites. Dan HVPG diatas 12 mmHg dapat
menyebabkan munculnya varises pada organ terdekat. Tingginya
tekanan darah portal merupakan salah satu predisposisi terjadinya
peningkatan resiko pada perdarahan varises utamanya pada esophagus.

2. Edema dan Asites

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, hati mempunyai peranan


besar dalam memproduksi protein plasma yang beredar di dalam
pembuluh darah, keberadaan protein plasma terutama albumin untuk
menjaga tekanan onkotik yaitu dengan mejaga volume plasma dan
mempertahankan tekanan koloid osmotic dari plasma. Akibat
menurunnya tekanan onkotik maka cairan dari vaskuler mengalami
ekstravasasi dan mengakibatkan deposit cairan yang menumpuk di
perifer dan keadaan ini disebut edema.
Akibat dari berubahnya tekanan osmotic di dalam vaskuler,
pasien dengan sirosis hepatis dekompensata mengalami peningkatan
aliran limfatik hepatik. Akibat terjadinya penurunan onkotik dari
vaskuler terjadi peningkatan tekanan sinusoidal Meningkatnya tekanan
sinusoidal yang berkembang pada hipertensi portal membuat
peningkatan cairan masuk kedalam perisinusoidal dan kemudian masuk
ke dalam pembuluh limfe. Namun pada saat keadaan ini melampaui
kemampuan dari duktus thosis dan cisterna chyli, cairan keluar ke
insterstitial hati. Cairan yang berada pada kapsul hati dapat menyebrang
keluar memasuki kavum peritonium dan hal inilah yang mengakibatkan
asites. Karena adanya cairan pada peritoneum dapat menyebabkan
infeksi spontan sehingga dapat memunculkan spontaneus bacterial
peritonitis yang dapat mengancam nyawa pasien.

7
3. Hepatorenal Syndrome
Sindrome ini memperlihatkan disfungsi berlanjut dari ginjal
yang diobsrevasi pada pasien dengan sirosis dan disebabkan oleh
adanya vasokonstriksi dari arteri besar dan kecil ginjal dan akibat
berlangsungnya perfusi ginjal yang tidak sempurna.kadar dari agen
vasokonstriktor meningkat pada pasien dengan sirosis, temasuk hormon
angiotensin, antidiuretik, dan norepinephrine.
4. Hepatic Encephalopathy
Ada 2 teori yang menyebutkan bagaimana perjalanan sirosis
heatis menjadi ensephalopathy, teori pertama menyebutkan adanya
kegagalan hati memecah amino, teori kedua menyebutkan gamma
aminobutiric acid (GABA) yang beredar sampai ke darah di otak.
Amonia diproduksi di saluran cerna oleh degradasi bakteri
terhadap zat seperti amino, asam amino, purinm dan urea. Secara
normal ammonia ini dipecah kembali menjadi urea di hati, seperti yang
telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Pada penyakit hati atau
porosystemic shunting, kadar ammonia pada pembuluh darah portal
tidak secara efisien diubah menjadi urea. Sehingga peningkatann kadar
dari ammonia ini dapat memasuki sirkulasi pembuluh darah.
Ammonia mempunyai beberapa efek neurotoksik, termasuk
mengganggu transit asam amino, air, dan elektrolit ke membrane
neuronal. Ammonia juga dapat mengganggu pembentukan potensial
eksitatory dan inhibitory. Sehingga pada derajat yang ringan,
peningkatan ammonia dapat mengganggu kosentrasi penderita, dan
pada derajat yang lebih berat dapat sampai membuat pasien mengalami
koma.
5. Gejala-gejala lainnya
Pada pasien dengan sirosis hepatis dekompensata, sangat banyak
gejala yang muncul diakibatkan hati mempunyai peranan yang sangat
besar dalam kehidupan sehingga jika peranan ini terganggu maka akan
banyak timbul abnormalitas dalam kehidupan seorang penderita.

8
Adanya proses glikogenolisis dan glukoneogenesis pada hati
membuat seseorang tetap mempunyai cadangan energi dan energi
apabila seseorang tidak makan, namun pada pasien sirosis hepatis,
kedua proses ini tidak berlangsung sempurna sehingga pasien mudah
lelah dan pada keadaan yang lebih berat pasien bahkan tidak dapat
melakukan aktivitas ringan.
Karena hati mempunyai peranan dalam memecah obat, sehingga
pada sirosis hepatis, ditemukan sensitivitas terhadap obat semakin
menigkat, efek samping obat lebih menonjol dariada implikasi
medisnya sehingga pada penderita sirosis hepatis, pemilihan obat harus
dilakukan dengan sangat hati-hati.
Pada pasien sirosis juga ditemukan perdarahan spontan akibat
adanya kekurangan faktor faktor pembekuan yang diproduksi di hati.
Memar juga dapat terjadi akibat kekurangan faktor-faktor ini.
Perdarahan esofagus juga ditemukan karena adanya peningkatan
tekanan vena portal sehingga darah memberikan jalur cadangan pada
pembuluh darah sekitar untuk sampai ke jantung, maka darah melalui
pembuluh darah oesofagus, karena pembuluh darah ini kecil maka
gesekan akibat makanan yang normalnya tidak memberikan luka pada
orang biasa membuat varises ini pecah sehingga timbul darah. Darah ini
dapat saja keluar melalui muntahan darah atau juga dapat melalui tinja
yang berwarna ter (hematemesis melena).
Hati juga mempunyai peranan dalam endokrin, sehingga sirosis
dapat memperlihatkan manifestasi endokrin seperti pada wanita
terdapat kelainan iklus menstruasi dan pada laki-laki ditemukan
gynecomastia dan pembengkakan skrotum.

9
F. Laboratorium
1. Urine

Dalam urin terdapat urobilinogen, juga terdapat bilirubin bila


penderita ada ikterus. Pada penderita dengan asites, maka ekskresi
natrium berkurang, dan pada penderita yang berat ekskresinya kurang
dari 3 meq (0,1).

2. Tinja

Mungkin terdapat kenaikan sterkobilinogen. Pada penderita ikterus


ekskresi pigmen empedu rendah.

3. Darah

Biasanya dijumpai normositik normokromik anemia yang ringan,


kadang-kadang dalam bentuk makrositer, yang disebabkan
kekurangan asam folat dan vitamin B12 atau karena splenomegali.
Bilamana penderita pernah mengalami perdarahan gastrointestinal,
maka akan terjadi hipokromik anemia. Juga dijumpai leukopeni
bersama trombositopeni. Waktu protombin memanjang dan tidak
dapat kembali normal walaupun telah diberi pengobatan dengan
vitamin K. gambaran sumsum tulang terdapat makronormoblastik dan
terjadi kenaikan plasma sel pada kenaikan kadar globulin dalam darah.

4. Tes faal hati

Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih-lebih


lagi bagi penderita yang sudah disertai tanda-tanda hipertensi portal.
Hal ini tampak jelas menurunnya kadar serum albumin <3,0%
sebanyak 85,92%, terdapat peninggian serum transaminase >40 U/l
sebanyak 60,1%. Menurunnya kadar tersebut di atas adalah sejalan

10
dengan hasil pengamatan jasmani, yaitu ditemukan asites sebanyak
85,79%.

G. Komplikasi

            Komplikasi yang sering timbul pada penderita Sirosis Hepatis


diantaranya adalah:

1. Perdarahan Gastrointestinal

            Setiap penderita Sirosis Hepatis dekompensata terjadi hipertensi


portal, dan timbul varises esophagus. Varises esophagus yang terjadi
pada suatu waktu mudah pecah, sehingga timbul perdarahan yang
massif. Sifat perdarahan yang ditimbulkan adalah muntah darah atau
hematemesis biasanya mendadak dan massif tanpa didahului rasa nyeri
di epigastrium. Darah yang keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak
akan membeku, karena sudah tercampur dengan asam lambung. Setelah
hematemesis selalu disusul dengan melena (Sujono Hadi). Mungkin
juga perdarahan pada penderita Sirosis Hepatis tidak hanya disebabkan
oleh pecahnya varises esophagus saja. FAINER dan HALSTED pada
tahun 1965 melaporkan dari 76 penderita Sirosis Hepatis dengan
perdarahan ditemukan 62% disebabkan oleh pecahnya varises esofagii,
18% karena ulkus peptikum dan 5% karena erosi lambung.

2. Koma hepatikum

            Komplikasi yang terbanyak dari penderita Sirosis Hepatis


adalah koma hepatikum. Timbulnya koma hepatikum dapat sebagai
akibat dari faal hati sendiri yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak
dapat melakukan fungsinya sama sekali. Ini disebut sebagai koma
hepatikum primer. Dapat pula koma hepatikum timbul sebagai akibat
perdarahan, parasentese, gangguan elektrolit, obat-obatan dan lain-lain,
dan disebut koma hepatikum sekunder.

11
Pada penyakit hati yang kronis timbullah gangguan metabolisme
protein, dan berkurangnya pembentukan asam glukoronat dan sulfat.
Demikian pula proses detoksifikasi berkurang. Pada keadaan normal,
amoniak akan diserap ke dalam sirkulasi portal masuk ke dalam hati,
kemudian oleh sel hati diubah menjadi urea. Pada penderita dengan
kerusakan sel hati yang berat, banyak amoniak yang bebas beredar
dalam darah. Oleh karena sel hati tidak dapat mengubah amoniak
menjadi urea lagi, akhirnya amoniak menuju ke otak dan bersifat
toksik/iritatif pada otak.

3. Ulkus peptikum

Menurut TUMEN timbulnya ulkus peptikum pada penderita


Sirosis Hepatis lebih besar bila dibandingkan dengan penderita normal.
Beberapa kemungkinan disebutkan diantaranya ialah timbulnya
hiperemi pada mukosa gaster dan duodenum, resistensi yang menurun
pada mukosa, dan kemungkinan lain ialah timbulnya defisiensi
makanan.

4. Karsinoma hepatoselular

SHERLOCK (1968) melaporkan dari 1073 penderita karsinoma


hati menemukan 61,3 % penderita disertai dengan Sirosis Hepatis.
Kemungkinan timbulnya karsinoma pada Sirosis Hepatis terutama pada
bentuk postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan
berubah menjadi adenomata multiple kemudian berubah menjadi
karsinoma yang multiple.

5. Infeksi

Setiap  penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi,


termasuk juga penderita sirosis, kondisi badannya menurun. Menurut
SCHIFF, SPELLBERG infeksi yang sering timbul pada penderita

12
sirosis, diantaranya adalah : peritonitis, bronchopneumonia, pneumonia,
tbc paru-paru, glomeluronefritis kronik, pielonefritis, sistitis,
perikarditis, endokarditis, erysipelas maupun

H. Diagnosis

Diagnosis pada penderita suspek sirosis hati dekompensata tidak


begitu sulit, gabungan dari kumpulan gejala yang dialami pasien dan tanda
yang diperoleh dari pemeriksaan fisis sudah cukup mengarahkan kita pada
diagnosis. Namun jika dirasakan diagnosis masih belum pasti, maka USG
Abdomen dan tes-tes laboratorium dapat membantu

Pada pemeriksaan fisis, kita dapat menemukan adanya pembesaran


hati dan terasa keras, namun pada stadium yang lebih lanjut hati justru
mengecil dan tidak teraba. Untuk memeriksa derajat asites dapat
menggunakan tes-tes puddle sign, shifting dullness, atau fluid wave.
Tanda-tanda klinis lainnya yang dapat ditemukan pada sirosis yaitu, spider
telangiekstasis (Suatu lesi vaskular ang dikelilingi vena-vena kecil),
eritema palmaris (warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak
tangan), caput medusa, foetor hepatikum (bau yang khas pada penderita
sirosis), dan ikterus

Tes laboratorium juga dapat digunakan untuk membantu diagnosis,


Fungsi hati kita dapat menilainya dengan memeriksa kadar
aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, serum
albumin, prothrombin time, dan bilirubin. Serum glutamil oksaloasetat
(SGOT) dan serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) meningkat tapi
tidak begitu tinggi dan juga tidak spesifik.

Pemeriksaan radiologis seperti USG Abdomen, sudah secara rutin


digunakan karena pemeriksaannya noninvasif dan mudah dilakukan.
Pemeriksaan USG meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran,
homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan

13
noduler, permukaan irreguler, dan ada peningkatan ekogenitas parenkim
hati. Selain itu USG juga dapat menilai asites, splenomegali, thrombosis
vena porta, pelebaran vena porta, dan skrining karsinoma hati pada pasien
sirosis.

Dari diagnosis sirosis ini kita dapat menilai derajat beratnya sirosis
dengan menggunakan klasifikasi Child Pugh.

Tabel I. Klasifikasi Child Pugh

Derajat
Minimal Sedang Berat Satuan
Kerusakan
μmol/l
Bilirubin (total) <35> 35-50 >50 (>3)
(mg/dL)
Serum albumin >35 30-35 <30 g/L
Nutrisi Sempurna Mudah dikontrol Sulit terkontrol -
Dapat terkendali Tidak dapat
Ascites Nihil -
dengan pengobatan terkendali
Hepatic
Nihil minimal Berat/koma -
encephalopathy

I. Penatalaksanaan

Kebanyakan penatalaksaan ditujukan untuk meminimalisir


komplikasi yang disebabkan oleh sirosis mengingat sirosis merupakan
kerusakan hati yang ireversibel sehingga untuk memperbaiki struktur hati
sepertinya tidak dapat dilakukan.

Pengobatan firosis hati pada saat ini lebih mengarah kepada


peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa yang akan datang,
menempatkan sel stellata sebagai target pengobatan dan mediator
fibrogenik akan merupakan terapi utama. Interferon mempunyai aktifitas

14
antifibrotik yang dihubungkan dengan pengurangan aktivasi sel stellata
bisa merupakan suatu pilihan.

Asites diterapi dengan tirah baring total dan diawali dengan diet
rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gr atau 90mmol/hari. Diet
rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diureitk. Awalnya dengan
pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respons
diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5kg/hari, tanpa
adanya edema kaki atau 1kg/hari bila edema kaki ditemukan. Bila
pemberian spironolaktine belum adequat maka bisa dikombinasi dengan
furosemide dengan dosis 20-40 mg/hari. Parasintesis dilakukan jika
jumlah asites sangat besar.

Pada pasien dengan adanya ensefalopati hepatik dapat digunakan


laktulosa untuk mengeluarkan amonia dan neomisin dapat digunakan
untuk mengeliminasi bakteri usus penghasil amonia.

Untuk perdarahan esofagus pada sebelum dan sesudah berdarah


dapat diberikan propanolol. Waktu pendarahan akut, dapat diberikan
preparat somatostatin atau okreotid dan dapat diteruskan dengan tindakan
ligasi endoskopi atau skleroterapi.

J. Prognosis

Prognosis sirosis hati sangat bervariasi dipengaruhi oleh sejumlah


faktor, meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyait
lain yang menyertai. Klasifikasi Child Pugh, juga dapat digunakan untuk
menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjalani operasi.

15
1. Ali Sulaiman, dkk. Gastroenterologi Hepatologi. Sagung Seto. 1997

2. Aru Sudoyo. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Pusat Penerbitan IPD FKUI.
Jakarta. Juli 2006

3. David,C.Wolff MD. Cirrhosis. http://www.emedicine.com/med/topic3183.htm.


2007

4. Jeffrey A Gunter, MD. Cirrhosis.


http://www.emedicinehealth.com/cirrhosis/article_em.htm#Cirrhosis
%20Overview. 2005

5. Rodney Rhoades, George Tanner. Medical Physiology. Lippincott Williams &


Wilkins. 2003

6. Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah


2 (Ed 8). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).

16

You might also like