Professional Documents
Culture Documents
Strategi bisnis adalah awal dari seluruh program yang dijalankan Unilever.
Hal ini sejalan dengan prinsip dasar dari sistem Balanced Scorecard (BSc),
yang mulai diterapkan Unilever Indonesia sejak tahun 2000. Implementasi
sistem BSc pada mulanya dibantu oleh konsultan. Sebelum tahun 2000,
menurut HR Director Unilever Indonesia Josef Bataona, perusahaan
menerapkan model yang berbeda.
Pada era sebelum tahun 2000, perusahaan memiliki buku rencana bisnis
tahunan yang cukup tebal dan sampulnya dibuat glossy agar kelihatan lebih
mewah. Materi buku tersebut tidak mudah untuk dicerna dan dibaca, di
samping tidak praktis. Manajemen kemudian berpikir mencari pengganti
buku berisi strategi itu dalam bentuk yang lebih handy, namun efektif untuk
selalu mengingatkan seluruh pihak tentang komitmen mereka tahun itu.
Pemikiran ini mendapatkan jalan saat perusahaan memutuskan untuk
menerapkan sistem BSc. “Setelah menjalankan beberapa tahun, kami
menilai model BSc sangat bagus dalam menunjang kinerja perusahaan,”
tegasnya.
Dari level korporat, BBS dan BBP itu diturunkan ke level divisi, departemen
hingga individu. Muaranya adalah rencana implementasi. Proses penyusunan
BBS dan BBP dilakukan secara seimbang: tidak hanya top-down, tetapi juga
bottom-up. Untuk mendapatkan komitmen dan rasa memiliki karyawan,
perusahaan mengundang partisipasi seluruh karyawan untuk memberikan
masukan. Masukan tersebut dibawa ke level yang lebih tinggi, hingga ke
level direksi (Board).
Di level Board, yang terdiri dari seluruh direksi dan 1-2 manajer kunci senior
dari masing-masing divisi, secara intens digodok BBS dan BBP – sebagian
inputnya juga berasal dari bawah. Wujud dari BBS dan BBP itu sesungguhnya
cukup sederhana, karena cukup satu lembar kertas saja. Sebagai rencana
tahunan, BBP dibagi dalam 4 kolom, yaitu pemasaran, operasional, SDM &
organisasi, dan keuangan. Penyusunan BBP dimulai dengan menetapkan
rencana bisnis di bidang pemasaran secara bersama-sama. Setelah
disepakati, lantas dibicarakan rencana bisnis dari sisi operasional untuk
menunjang pencapaian rencana bisnis pemasaran tersebut. Untuk
memungkinkan pemasaran bertumbuh sesuai rencana bisnis dan operasional
yang mendukung, maka perusahaan mendefinisikan rencana bisnis dari
kolom SDM dan organisasi. Semua aktivitas ini pada akhirnya bermuara pada
kolom keuangan.
Tapi, jangan dikira strategi bisnis yang serius tersebut ditampilkan dengan
kata-kata yang serius pula. Unilever mencoba menggunakan bahasa yang
fun, fancy, dan sejenisnya. “Jangan sampai bahasa strategi itu terlalu rumit
dan berat sehingga susah dipahami,” ungkap Presiden Direktur Unilever
Indonesia Tbk. Maurits Lalisang, suatu kali.
Karyawan akan berpikir tidak hanya memenuhi individual plan, tetapi juga
berpikir dalam konteks korporat. Kalau bisa membantu menjalankan annual
plan level lebih tinggi, maka mereka bisa berkontribusi untuk rencana divisi
maupun korporat. Hal ini menjadikan kerjasama antar divisi pun berjalan
dengan baik. Masing-masing individu dan bagian saling mengingatkan dan
mendukung saat implementasi strategi bisnis.
Hasil dari implementasi BSc di Unilever Indonesia tidak hanya tercermin dari
angka-angka pencapaian finansial (bottom line) seperti tertera di awal
tulisan ini. Beberapa kali Unilever Indonesia dinilai terbaik oleh Unilever
global dalam kreativitas people strategy dan diundang untuk berbagi sukses
dengan seluruh jajaran Unilever.