You are on page 1of 7

Mengurangi Pembentukan Akrilamida dengan Menggunakan Enzim

dan Mikroba pada Produk Pangan


Oleh
Nyoman Semadi Antara
FTP - Unud

Akrilamida diketahui sebagai penyebab kanker pada hewan dan kemungkinan pada
manusia, dan pada dosis tertentu dapat meracuni sistem syaraf hewan maupun manusia.
Pada bulan April 2002, pertama kali dipublikasikan, bahwa para peneliti dari Otoritas
Pangan Nasional Swedia dan Universitas Stockholm melaporkan keberadaan akrilamida
pada beberapa makanan yang diolah dengan suhu tinggi, seperti kentang goreng dan
kentang panggang. Semenjak itu, akrilamida juga dilaporkan keberadaan pada makanan
yang dimasak dan diolah dengan suhu tinggi di negara Eropa lainnya dan Amerika
Serikat (Tabel 1).

Table 1. Acrylamide levels in different foods and food product groups from Norway, Sweden,
Switzerland, the United Kingdom and the United States of America

Acrylamide levels (µg/kg)


Food/Product Group Minimum- Number of
Mean Median
Maximum samples
Crisps, potato/sweet potato 1312 1343 170 – 2287 38
Chips, potato 537 330 <50 – 3500 39
Bakery products 112 <50 <50 – 450 19
Biscuits, crackers, toast, bread
crisps 423 142 <30 – 3200 58
Breakfast cereals 298 150 <30 – 1346 29
Bread, soft 50 30 <30 – 162 41
Instant malt drinks 50 50 <50 – 70 3
Chocolate powder 75 75 <50 – 100 2
Coffee powder 200 200 170 – 230 3
Sumber: Joint FAO/WHO Consultation (2002)

Sampai sekarang sangat sedikit informasi mengenai bagaimana akrilamida terbentuk


di dalam makanan. Akrilamida terbentuk secara alami di dalam makanan yang dimasak
atau diolah menggunakan suhu tinggi, dan meningkat kandungannya dengan semakin
lama pemanasan. Sampai saat ini, kandungan paling tinggi terdapat pada makanan berpati
(seperti kentang dan produk-produk serealea). Belum diketahui secara pasti pada suhu
berapa akrilamida terbentuk di dalam makanan, namun sampai saat ini akrilamida tidak
ditemukan di dalam makanan yang diproses dengan suhu di bawah 120oC.
Dari Konsultasi WHO/FAO (2002) dinyatakan bahwa akrilamida merupakan senyawa
yang kecil dan sederhana. Senyawa ini dapat terbentuk pada pemanasan makanan melalui
beberapa mekanisme berbeda, yang dapat melibatkan reaksi dari karbohidrat, protein,
asam amino, dan lemak. Beberapa mekanisme pembentukkan akrilamida dikemukakan
seperti:
§ Pembentukkan melalui akrolein atau asam akrilat yang dapat dihasilkan dari degradasi
lemak, karbohidrat atau asam amino bebas.
§ Pembentukkan melalui dehidrasi/dekarboksilasi beberapa asam-asam organik, seperti
asam malat, asam laktat dan asam sitrat.
§ Pembentukkan langsung dari asam-asam amino.
Banyak penelitian mengenai mekanisme terbentuknya akrilamida mengarah pada
reaksi Mailard, reaksi pencongklatan non-enzimatik. Reaksi ini sangat penting
diperhatikan sebagai jalur terbentuknya akrilamida, selain jalur lain (kemungkinannya
kecil). Reaksi Mailard terjadi dengan melibatkan asam amino dan gula reduksi pada suhu
tinggi. Asparagin merupakan jenis asam amino yang bertanggung jawab sebagai
prekursor terbentuknya akrilamida. Tahap awal reaksi Mailard melibatkan kondensasi
gugus amino dan karbonil dari gula reduksi membentuk glukosilasparagin yang
selanjutnya terjadi dehidrasi membentuk senyawa dengan berat molekul rendah yang
termasuk dalam kelompok senyawa dikarbonil. Senyawa ini merupakan senyawa antara
yang sangat reaktif yang selanjutnya dapat bereaksi dengan asparagin membentuk
senyawa akrilamida mengikuti jalur degradasi Strecker. Yuan et al. (2008) melaporkan
bahwa senyawa dikarbonil yang dominan berperan pada pembentukan akrilamida adalah
metilglyoksal. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa peran metilglyoksal sangat nyata
pada pembentukkan akrilamida.
Hal penting yang dapat dikemukakan adalah terbentuknya akrilamida dalam
makanan dominan melalui reaksi Mailard yang melibatkan jenis asam amino asparagin
dan terbentuk pada suhu di atas 120oC. Semakin lama proses pemanasan semakin tinggi
kandungan akrilamida dalam makanan. Apabila akrilamida sudah terbentuk dalam
makanan, maka senyawa tersebut sangat sulit dihilangkan dari makanan tersebut. Dengan
demikian, untuk menurunkan kandungan akrilamida dalam makanan, maka diperlukan
usaha untuk mencegah terbentuknya senyawa akrilamida. Hal ini dapat dilakukan dengan
mengolah makanan di bawah suhu 120oC atau proses pemanasan dilakukan dalam waktu
yang singkat. Selain itu, pencegahan terbentuknya akrilamida dapat dilakukan dengan
menurunkan ataupun menghilangkan kandungan asparagin di dalam bahan baku sebelum
diolah. Kandungan asparagin dapat diturunkan dengan cara enzimatik maupun proses
mikrobiologis (fermentasi).
Proses Enzimatik
Walaupun akrilamida diklasifikasikan sebagai “kemungkinan karsinogenik pada
manusia” (probably carcinogenic to humans) oleh lembaga international untuk penelitian
kanker (IARC/International Agency for Research on Cancer), namun banyak penelitian
ditujukan untuk mengurangi bahkan meniadakan, kandungan akrilamida di dalam
makanan. Salah satunya adalah penggunaan enzim untuk menurunkan kandungan
akrilamida. Penggunaan enzim diarahkan pada konversi atau degradasi kandungan
asparagin di dalam makanan. Asparagin adalah asam amino prekursor pembentukkan
akrilamida. Dengan menurunnya asparagin dalam bahan baku makanan, maka akrilamida
yang terbentuk di dalam makanan olahan juga dapat dikurangi. Enzim yang dapat
digunakan adalah enzim asparaginase.

Enzim asparaginase telah terbukti dapat menurunkan kandungan akrilamida di


dalam makanan. Asparaginase dapat mencegah pembentukkan akrilamida dengan
mengkonversi prekursornya, asparagin (secara alami ada dalam makanan), menjadi
bentuk asam amino lain, aspartat, yang juga umum terdapat dalam makanan.
Asparaginase dapat diproduksi dari mikroba seperti kapang Aspergillus oryzae. Dengan
teknologi mikrobia enzim tersebut dapat diisolasi dan diproduksi dalam bentuk cairan
maupun granular untuk memudahkan aplikasinya pada industri. Dosis penggunaan enzim
ini direkomendasikan sebanyak 70 – 570 ppm, tergantung beberapa faktor seperti suhu,
pH, dan aktivitas air (water activity). Terbukti asparaginase dapat menurunkan 40%
sampai 95% kandungan akrilamida di dalam produk bakry (baked products) tanpa
pengaruh negatif pada penampilan atau karakteristik produk yang dihasilkan. Selain itu,
melalui proses pemanasan, enzim akan mengalami inaktivasi sehingga produk makanan
aman untuk dikonsumsi.

Proses Mikrobiologis
Selain penggunaan enzim secara langsung untuk menurunkan asparagin, penelitian juga
mengarah pada proses mikrobiologis untuk menurunkan kandungan asparagin di dalam
makanan. Ada dua jenis hasil penelitian yang dikemukakan dalam tulisan ini, yaitu
fermentasi yeast pada adonan roti dan penggunaan bakteri asam laktat pada kentang
untuk menurunkan kandungan akrilamida di dalam produk olahan.

Kandungan asparagin bebas di dalam tepung gandum mencapai 0,5 g/kg, bahkan
kandungan tertinggi terdapat pada germ gandum (4,9 g/kg). Kandungan asparagin pada
gandum tersebut akan berubah menjadi akrilamida selama proses baking. Proses
fermentasi adonan dengan yeast dapat menurunkan kandungan asparagin bebas di dalam
adonan. Secara umum, sebagian besar asparagin dimanfaatkan setelah 2 jam fermentasi
dengan yeast (Gambar 1). Setelah diketahui bahwa terjadi penurunan asparagin di dalam
adonan selama pengembangan dengan yeast, maka percobaan dilanjutkan dengan proses
baking dan mengamati penurunan akrilamida pada roti akibat lama fermentasi adonan.
Ternyata, semakin lama proses fermentasi maka roti yang dihasilkan mengandung
akrilamida yang semakin rendah. Pada fermentasi pengembangan adonan dalam waktu
yang lama, yaitu 180 menit pada suhu 33oC dan 180 menit pada suhu 39oC, dapat
menurunkan kandungan akrilamida di dalam roti sebesar 87%. Dengan demikian,
fermentasi adonan yang ekstensif dengan yeast merupakan satu cara yang dapat
dilakukan untuk menurunkan kandungan akrilamida di dalam roti.
Gambar 1. Kandungan asparagin bebas di dalam adonan selama proses fermentasi
(Fredriksson et al., 2004).

Adonan roti dibuat dengan tepung gandum halus (sifted wheat flour) dan tepung
gandum kasar (whole grain wheat flour), kemudian difermentasi menggunakan yeast
dengan waktu yang berbeda (waktu pendek/15-15 dan waktu panjang/180-180). Proses
fermentasi memperlihatkan penurunan kandungan asparagin di dalam adonan (Tabel 2).
Selanjutnya, adonan dipanggang dengan kondisi standar dan dianalisis kandungan
akrilamida di dalam roti yang dihasilkan. Ternyata, kandungan akrilamida di dalam roti
hasil dari fermentasi adonan lebih lama lebih rendah dibandingkan dengan fermentasi
dengan waktu pendek, yaitu berturut-turut 4 µg/kg dan 33 µg/kg. Hasil ini
memperlihatkan korelasi yang positif antara penurunan asparagin di dalam adonan dan
kandungan akrilamida di dalam roti yang dihasilkan. Kandungan akrilamida di dalam
crust roti lebih tinggi dibandingkan dengan bagian crumb roti. Lebih dari 94% akrilamida
di dalam roti terdapat pada crust roti. Dengan Proses mikrobiologis (fermentasi yeast),
kandungan akrilamida di dalam crust roti dapat diturunkan. Kandungan akrilamida di
dalam crust roti yang dihasilkan melalui proses fermentasi yeast adalah 180 µg/kg dan 24
µg/kg berturut-turut dengan lama fermentasi pendek dan panjang.

Table 2. Asparagine Content in Doughs Made from Sifted Wheat Flour and Wheat
or Rye Milling Fractions, Before and After Fermentation (6 hr)

Asparagine Content
a
Milling Fractions Before Fermentation After Fermentation
(g/kg, dmb) (g/kg, dmb) Reduction (%)

Wheat

Sifted flour 0.17 0.01 96


(100% base flour)
Bran 0.73 0.06 92

Germ 2.25 1.02 55


Whole grain 0.34 0.05 85
Rye
Sifted flour 0.31 0.03 90
(Cerealia)
Sifted flour 0.41 0.10 75
(Wasabröd)
Bran 1.43 0.07 95
Whole grain 0.56 0.03 94
Whole grain rye
sourdough (96 hr)
Sourdough 0.66 0.55 17
Whole grain rye
(25%) and 0.74 0.34 54
sourdough (25%)
Sifted rye flour
(37.5%), whole
grain rye (37.5%) 0.94 0.47 50
and sourdough
(25%)
a
50% of different wheat or rye fractions and 50% base flour, if not otherwise stated.
Sumber: Fredriksson (2004).

Beberapa peneliti dari Norwegia menggunakan fermentasi asam laktat untuk


mencegah pembentukkan akrilamida selama proses produk kentang dan kopi. Dengan
dasar bahwa akrilamida terbentuk dari reaksi antara asam amino asparagin dan gula-gula
sederhana seperti glukosa dan fruktosa, maka dengan cara yang sederhana bakteri asam
laktat menghilangkan senyawa-senyawa tersebut dan pembentukkan akrilamida dapat
dicegah. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan merendam bahan di dalam
cairan kultur bakteri asam laktat selama 10-15 menit sebelum diproses dapat menurunkan
pembentukkan akrilamida sampai 90%. Penelitian yang mengarah pada pemanfaatan
fermentasi asam laktat untuk mencegah pembentukkan akrilamida di dalam produk-
produk kentang goreng (fried potato products) dan kopi (roasted coffee) masih terus
dilakukan sampai 2012 yang didukung oleh Research Council of Norway’s Food
Programme bekerja sama dengan Nestle dan produsen produk-produk kentang di
Norwegia.
Referensi
Fredriksson, H., J. Tallving, J. Rosén, and P. Åman. 2004. Fermentation reduces free
asparagine in dough and acrylamide content in bread. Cereal Chem. 81(5):650–
653.
Joint FAO/WHO Consultation. 2002. FOOD SAFETY CONSULTATIONS: Health
Implications of Acrylamide in Food Issued by the World Health Organization in
collaboration with the Food and Agriculture Organization of the United Nations.
Geneva, Switzerland.
Yuan, Y., G. Zhao, X. Hu, J. Wu, J. Liu, and F. Chen. 2008. High correlation of
methylglyoxal with acrylamide formation in glucose/asparagine Maillard
reaction model. Eur. Food Res. Technol. 226:1301–1307

You might also like