You are on page 1of 17

Analisis Ekonomi http://www.lemlit.undip.ac.

id/abstrak/content/view/256/319/

ANALISIS EKONOMI DAN FINANSIAL PEMBUATAN TRAP NET SEBAGAI ALAT


PENANGKAP IKAN HIAS
YANG RAMAH LINGKUNGAN DI KARIMUNJAWA JEPARA

Peneliti                     : Abdul Kohar Mudzakir, Aristi Dian PF 
Sumber dana      :DIK Rutin Universitas Diponegoro

 
Penelitian ini bertujuan antara lain untuk mengetahui kondisi sosial dan ekonomi nelayan bubu,
menganalisis tingkat pendapatan nelayan bubu, dan menganalisis perbandingan penerimaan dan
pengeluaran nelayan bubu. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif dengan sifat studi kasus, dengan metode wawancara dengan dipandu quesioner dan observasi
langsung ke lapangan. Data primer sebanyak 17 responden dari 43 populasi nelayan bubu, sedangkan
data sekunder sebagai data pendukung antara lain data kondisi sosial ekonomi (seperti: data penduduk,
data demografi), data yang terkait dengan sektor perikanan (antara lain: data produksi ikan, jumlah
nelayan, alat tangkap). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendapatan nelayan bubu
dipengaruhi oleh nilai produksi hasil tangkapan ikan, pengeluaran untuk investasi dan pengoperasian alat
tangkap, serta jumlah tenaga kerja, dengan pendapatan per bulan tertinggi Rp 6.000.000,- dengan biaya
pengeluaran untuk investasi sebesar Rp 350.000,- dan biaya operasional sebesar Rp 480.000,-
Tingginya perbandingan penerimaan dan pengeluaran (R/C) nelayan bubu selama satu bulan,
dipengaruhi oleh tingginya pendapatan dan rendahnya biaya yang harus dikeluarkan, baik untuk investasi
alat tangkap maupun biaya operasional. Dengan demikian untuk lebih mengoptimalkan hasil tangkapan
dari bubu teknologi bubu perlu lebih ditingkatkan, pemasangan bubu pada daerah yang merupakan
habitat ikan tertentu, dan dikombinasika dengan pemasangan rumpon.

Kata kunci: Sosial, ekonomi, pendapatan, nelayan bubu, Karimunjawa

PENGEMBANGAN PEMANFAATAN SEAWEED SEBAGAI AGENSIA PENGENDALI PENYAKIT


UDANG BERBASIS BIOSECURITY MELALUI AKTIVITAS GANDA SEBAGAI ANTIMIKROBIA DAN
IMMUNOMODULATOR SISTEM PERTAHANAN TUBUH NONSPESIFIK

Peneliti                : Ali Ridlo, Rini Pramesti

Sumber Dana      : Hibah Bersaing DP2M Ditjen Dikti Depdiknas

Keberhasilan budidaya udang merupakan salah satu faktor pendukung ketahanan pangan nasional. Dalam
perkembangannya masalah utama yang mengancam keberhasilan budidaya udang adalah gagal panen yang disebabkan oleh
penyakit bakterial maupun viral. Salah satu teknologi yang berpotensi untuk dikembangkan dalam rangka pengendalian
penyakit adalah imunostimulan sistem kekebalan tubuh nonspesifik udang. Selama ini agensia stimulan nonspesifik yang
banyak dikembangkan berasal dari dinding sel bakteri dan yeast maupun bakteri yang dilemahkan maupun senyawa kimia
sintetik. Senyawa ini sulit diperoleh dan disamping itu harganya mahal. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk mencari agensia
imunostimulan baru yang lebih sederhana dan murah. Salah satu alternatif adalah aplikasi rumput laut yang telah terbukti
mempunyai potensi bioaktif.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui potensi ekstrak air dan serbuk simplisia dari berbagai jenis rumput laut yaitu :
Dictyota sp, Gracilaria sp, Padina sp, dan Sargassum sp. sebagai imunostimulan sistem pertahanan tubuh nonspesifik udang L.
vannamei.

Penelitian terbagi  empat kegiatan yaitu : (1). Pengambilan sampel rumput laut dari Perairan Jepara, (2) Ekstraksi
sampel rumput laut,  (3) Suplementasi ekstrak dan serbuk simplisia ke dalam pakan udang, dan (4) Uji aktivitas imunostimulan.
Eksperimen dilakukan dengan menggunakan akuarium plastik dengan sistem flow through menggunakan kontruksi pipa goyang,
(5) uji aktivitas  antibakteri. Untuk mendapatkan rumput laut yang mempunyai aktivitas imunostimulan dilakukan dengan
metode eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL).

Parameter yang diamati dalam penelitian adalah parameter hematologi yang meliputi Total Haemocyte Count (THC),
Aktivitas Fagositosis (AF) dan Indeks Fagositosis (IF) yang diukur tiap 4 hari, 8 hari dan 12 hari.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keempat jenis rumput laut tersebut mempunyai aktivitas imunomodulator
terhadap sistem pertahanan tubuh nonspesifik udang L. vannamei. Hal ini ditunjukkan oleh meningkatnya nilai THC (Total
Haemocyte Count), AF (Aktivitas Fagositosis) dan IF (Indeks Fagositosis). Sedangkan keempat jenis rumput laut tersebut diatas
mempunyai aktivitas antibakteri.

Kata kunci : Imunostimulan, Sistem kekebalan nonspesifik, L. vannamei , antibakteri

APLIKASI  TEKNOLOGI GEOMATIK  KELAUTAN  UNTUK ANALISA KESESUAIAN LAHAN


TAMBAK DI KABUPATEN DEMAK

Agus Hartoko* and Lestari Lakhsmi Widowati**

*)Staf Pengajar Fak.Perikanan dan Ilmu Kelautan,UNDIP.Semarang

E-mail : agushartoko@yahoo.com

**)Staf  Pengajar Fak Perikanan. UNSRI Palembang

ABSTRAK

                Hingga kini belum banyak dianalisa dan dipresentasikan kajian aplikasi teknologi  geomatika untuk analisa
dan model spasial serta gabungan data lapangan dan data satelit khususnya untuk analisa 
kesesuaian lahan dan sumberdaya di wilayah pesisir.  Tujuan studi adalah untuk mendapatkan
algoritma perhitungan klorofil_a; suhu permukaan laut dan muatan padatan tersuspensi serta
analisa kesesuaian lahan tambak berdasarkan data Landsat_ETM dan data lapangan (pH;
oksigen terlarut, salinitas, nitrat dan fosfat).
                Metoda yang digunakan adalah metoda survei dan untuk analisa kesesuaian lahan tambak menggunakan
model spasial antara hasil algoritma data satelit Landsat_ETM dan berdasarkan skoring data
lapangan.  Sampling data lapangan dilakukan pada bulan April 2003.

                Studi ini mendapatkan (1a) algoritma perhitungan klorofil_a di Kab.Demak : Klorofil_a ((µg/l) = 17.912 ((b1-
b2)/(b1+b2))-0.3343, dengan nilai  kisaran antara 0.368 -2.852 µg/l. (1b) algoritma perhitungan
suhu permukaan laut (oC) = 0.6674 (b6) – 75.544, dengan kisaran suhu antara  25.03- 34.00
(oC). (1c) algoritma perhitungan muatan padatan tersuspensi MPT (ppm) = 15.8049 +
0.6657(b1) – 1.0665(b2) + 0.9437(b3) + 0.1939(b4), dengan kisaran antara 26.074 - 74.000
ppm.  (2) Kesesuaian lahan tambak di Kab.Demak didapatkan kategori ”Sesuai” di
Kec.Sayung dan Karang Tengah dan ”Sesuai Bersyarat” di hampir semua Kec. Bonang dan
Wedung.  Hasil di atas mengindikasikan bahwa lahan tambak di Kab Demak dapat
dikembangkan lebih lanjut dengan berbagai usaha.  Algoritma yang diperoleh sesuai terutama
untuk kondisi musim kemarau, dan untuk kondisi musim hujan diperlukan verifikasi data
musim hujan.

Kata kunci :   tambak air payau, analisa kesesuaian lahan, geomatika

APLIKASI VAKSIN REKOMBINAN PROTEIN OUTER MEMBRANE VIBRIO UNTUK


MENGENDALIKAN PENYAKIT VIBRIOSIS PADA IKAN KERAPU

Peneliti                : Desrina, Ambariyanto, Arif Taslihan (PIK)

Sumber Dana      : Program Insentif Riset Dasar (Menristek)

Indonesia telah lama dikenal sebagai salah satu pemasok ikan kerapu hidup selama lebih dari satu dekade. Kendala
utama usaha pembenihan adalah tingkat mortalitas benih yang tinggi yang disebabkan oleh infeksi bakteri patogen terutama
dari genus Vibrio, khususnya V. alginolyticus, yang pada kondisi puncak wabah dapat menyebabkan mortalitas sampai 100%.
Hal ini membuat penyakit Vibriosis merupakan penyakit bakterial utama pada budidaya ikan kerapu. Penggunaan antibiotik
untuk mengendalikan penyakit vibriosis akan berakibat resistensi pada bakteri, residu di tubuh ikan dan mencemari lingkungan.
Alternatif  yang  tepat untuk mengendalikan penyakit vibriosis adalah dengan meningkatkan kekebalan ikan melalui pemberian
vaksin protein yang berasal dari bagian bakteri yang imunogenik dan umum dijumpai pada bakteri Vibrio. Berkaitan dengan hal
di atas, perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan antigen calon vaksin dari bagian bakteri Vibrio yang merupakan  
(common antigen), imunogenik dan  lestari (conserved) yaitu protein outer membran. Untuk mengatasi kesulitan produksi
dalam jumlah banyak akan dicoba menghasilkan vaksin dengan teknik rekombinan (cloning) dan untuk memudahkan dalam
pemberian akan diteliti cara pemberian oral dalam bentuk mikrokapsul. 

Tujuan umum penelitian adalah menghasilkan vaksin rekombinan protein outer membran untuk mengendalikan
penyakit vibriosis pada ikan kerapu. Tujuan khusus adalah (1) Mengkarakterisasi protein outer membran Vibrio, menentukan
protein yang lestari dan menentukan kemampuan imunogenik dan proteksi dari protein tersebut; (2) Menghasilkan rekombinan
vaksin dari protein terpilih dengan teknik cloning dan menentukan kemampuan imunogenik dan proteksi dari vaksin tersebut ;
(3) Menentukan efektifitas vaksin yang diberikan secara oral dalam bentuk mikrokapsul. Kegunaan hasil riset ini adalah untuk
menghasilkan vaksin Vibrio yang efektif dengan cara pemberian yang mudah tanpa menimbulkan stress pada ikan untuk
mengendalikan penyakit vibriosis pada ikan kerapu sehingga produksi benih dapat meningkat.
Pada tahun pertama telah dilakukan (1) isolasi dan purifikasi Protein Outer Membran (POM) calon vaksin yaitu POM
berukuran 74 kDa yang berasal dari bakteri V.alginolyticus (2) sifat antigenik dan imunogenik; (3) produksi polyclonal antibodi
pada mencit.  Pada tahun kedua telah dilakukan (1) uji untuk menentukan perlindungan yang diberikan calon vaksin pada ikan
kerapu yang diinfeksi Vibrio; (2) Ekstraksi dan cloning POM 74 kDa; (3) uji reaksi imunogenik silang dengan POM spesies Vibrio
lain (cross reactivity test). Pada tahun ke tiga akan dilakukan (1) sequencing gen penyandi POM V. alginolyticus 74 kDa (2)
pembuatan vaksin rekombinan berdasarkan hasil pada tahun ke dua; (3) Pembuatan vaksin mikrokapsul dari POM 74 kDa hasil
rekombinan; (4) Uji vaksinasi skala laboratorium (5) Optimasi dosis vaksin pada skala laboratorium.

Kata kunci: vaksin, ikan kerapu, imunogenitas

STUDI EKOBIOTEKNOLOGI BAKTERI KARANG PENGADSORPSI LOGAM BERAT DIDALAM UPAYA


KONSERVASI EKOSISTEM TERUMBU KARANG INDONESIA

Peneliti                : Agus Sabdono (PIK)

Sumber Dana      : Hibah Kompetensi DP2M Ditjen Dikti Depdiknas

The present study aimed to investigate the general insighs into the diversity of the bacterial community associated
with the corals which capable of degrading organophosphorous pesticude. The diversity of indigenous bacteria associated with
corals from several sites in the Indonesia coastal waters able to degrade organophosphorous compounds (OP’s) was
inverstigated using of culture-based methods and molecular analyses. Twenty five strains among  103 isolates (24,36%)
demonstrated their capibility of degrading selected organophosphates (diazimon chlorpyrifos profenofos and ethion) as sole
source of carbon and energy. A rapid grouping of the 25 selected isolates by using repetitive extragenic palindromic (rep)-PCR
genomic fingerprinting with ERIC and BOXAIR primers was carried  to estimate the richness of the isolates and 6 representative
strains were examined further following partial sequencings of the 16S rDNA it was show that these strains belonged to three
major groups of bacteria of members of the division Bacillus, sp. Actimobacteria and y-Proteobacteria Strain KM5, JM33, BM5,
SB3, KF4 and BY6 were closely related to Brachybacterium sp. Kytococeus sp. Brevibacterium sp. Chromohalobacter sp.
Oceanobacillus sp. and Bacillus sp. respectively. This study provides the first evidence of organophosphorous pesticide-
degrading bacteria isolated from corals.

               

Key words : Coral bacteria, degradation, organophosphorous, rep-PCR, 16SrDNA

MODEL PENGEMBANGAN KEBIJAKAN MUTU DAN KEAMANAN PRODUK PERIKANAN DI PROVINSI


JAWA TENGAH

Peneliti                : Tri Winarni Agustini


Sumber Dana      : Riset Unggulan Daerah, Balitbang Provinsi Jawa Tengah

                Permasalahan mutu dan keamanan pangan produk hasil perikanan terjadi pada berbagai jenis produk, tahapan
kegiatan maupun wilayah dengan berbagai jenis bahan berbahaya dan sumbernya dengan karakteristik
yang berbeda. Timbulnya permasalahan ini disebabkan oleh berbagai aspek meliputi teknis, ekonomi,
sosial, budaya, maupun kelembagaan. Dalam rangka meningkatkan keamanan pangan produk hasil
perikanan perlu dilakukan kajian terhadap perumusan pengembangan kebijakan jaminan mutu dan
keamanan produk hasil perikanan.

                Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan suatu rumusan dalam pengembangan kebijakan mutu dan
keamanan produk hasil perikanan Jawa Tengah.

                Aspek utama yang dikaji dalam penelitian adalah aspek mal-praktek penggunaan bahan tambahan makanan (food
additives) yang merupakan salah satu dari permasalahan mutu dan keamanan pangan produk
perikanan. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah metode studi kasus.
Analisis data dilakukan secra kualitatif dan kuantitatif.

                Kebijakan tentang mutu dan keamanan produk prikanan terkait dengan BTM sudah ada dalam bentuk undang-undang
dan Peraturan Pemerintah, tetapi pengawasan dan penegakan hukumnya belum dilakukan secara
efektif. Terdapat bukti penggunaan bahan kimia tambahan ilegal (formalin) pada penanganan dan
pengolahan produk ikan segar dan ikan asin di 5 lokasi penelitian yaitu Tegal, Semarang, Pati, Rembang
dan Cilcacap. Bahan kimia tambahan ilegal (H 2O2) pada ikan asin ditemukan di Cilacap. Terasi
(rhodamin B) terbukti ditemukan pada produk terasi di Pekalongan dan produk kerupuk di Pati.
Pengolahan yang tidak benar pada bahan tambahan makanan (food additive) ilegal pada penanganan
dan pengolahan produk ikan segar dan ikan asin dipengaruhi oleh aspek teknis, ekonomi, sosial
budaya, kelembagaan maupun kebijakan. Pengembangan kebijakan jaminan keamanan dan mutu
produk perikanan dapat dilakukan dengan berbagai langkah diantaranya adalah sebagai berikut:
pengembangan bahan tambahan makanan alternatif, penerapan standar mutu, perbaikan tata niaga
bahan kimia tambahan ilegal, kampanye makan ikan, penyadaran masyarakat, pengembangan
kelembagaan, pengembangan SDM, keterpaduan dan pengembangan sistem pengawasan.

Kata kunci: kebijakan, mutu, keamanan pangan, produk hasil perikanan.


ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL
DENGAN PENDEKATAN TATA RUANG BERBASIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN
(STUDI KASUS: KEPULAUAN KARIMUNJAWA, JEPARA)

Peneliti             : Muh. Yusuf, Guntur Handoyo, Kismartini

Sumber Dana    : Ditjen Dikti Depdiknas (Hibah Bersaing)

Penelitian ini bertujuan untuk : (1) menyusun tata ruang (zonasi) kepulauan Karimunjawa
berdasarkan pemanfaatan sumberdaya yang ada saat ini melalui pendekatan aspek biogeofisik, sosial,
ekonomi, budaya, kelembagaan dan kebijakan pemerintah; (2) mengevaluasi kesesuaian lahan
(lingkungan) bagi peruntukan wisata selam, wisata snorkling, wisata rekreasi, budidaya rumput laut,
budidaya ikan kerapu, budidaya teripang, dan konservasi hutan mangrove; (3) menganalisis daya dukung
lahan (lingkungan) bagi peruntukan penangkapan/pemanfaatan ikan karang dan pariwisata.

            Data sosial, ekonomi, budaya, dan kebijakan dikumpulkan secara partisipatoris dengan
pendekatan PCRA dengan cara FGD melalui teknik wawancara; sedangkan data biogeofisik dikumpulkan
melalui survei lapang, dilengkapi data sekunder dari penelitian yang telah ada. Metoda analisis data
terdiri dari analisis spasial dengan menggunakan alat SIG, analisis kesesuaian lahan (lingkungan),
analisis zonasi dengan menggunakan kriteria ekologi, ekonomi dan sosial yang diintegrasikan dengan
hasil analisis kesesuaian lahan (lingkungan), dan usulan masyarakat.

Hasil analisis kesesuaian lahan (lingkungan) bagi peruntukan wisata bahari, wisata pantai,
budidaya ikan kerapu, dan budidaya rumput laut, memperlihatkan bahwa ternyata kelas S2 memiliki
luasan kesesuaian yang terbesar dibandingkan dengan kelas S1 dan N. Sedangkan kesesuaian lokasi
bagi peruntukan budidaya teripang, dan konservasi hutan mangrove, ternyata kelas N memiliki luasan
kesesuaian yang terbesar. Sedangkan hasil overlay berbagai kesesuaian lahan menunjukkan bahwa
pulau-pulau yang berukuran besar seperti P. Karimunjawa, P. Kemujan, P. Parang dan P. Nyamuk
ternyata sesuai untuk semua penggunaan di atas, sedangkan pulau-pulau kecil lainnya penggunaan yang
sesuai sebagian besar adalah untuk wisata selam, wisata snorkling, dan budidaya rumput laut. Hasil
analisis daya dukung pemanfaatan ikan karang menunjukkan bahwa nilai pemanfaatan yang lestari
(MSY) umumnya masih relatif rendah yaitu antara 0,764 – 48.676,7 ton/th. Dari nilai MSY tersebut, yang
tinggi umumnya terdapat di pulau-pulau berukuran  relatif besar seperti P. Karimunjawa, P. Kemujan, P.
Parang, P. Nyamuk dan P. Menjangan Besar. Hasil analisis penentuan zonasi dibagi ke dalam 3 zona,
yaitu zona inti (ZI), zona perikanan berkelanjutan (ZPB), dan zona pemanfaatan (ZP). ZI memiliki 5 lokasi
dengan luas wilayah sebesar 1.133,88 ha (20,17 %), ZPB memiliki lokasi yang terbanyak yaitu 14 lokasi
dengan luas sebesar 3.533,87 ha (62,88 %), dan ZP memiliki 11 lokasi dengan luas wilayah sebesar
yaitu seluas 952,68 ha (16,95%).

Kata kunci: kebijakan pengelolaan, daya dukung, sumberdaya pesisir, Karimunjawa


Kajian Dampak Pencemaran Terhadap Kualitas Lingkungan Perairan dan
Stabilitas Ekosistem  Di Muara Sungai Babon Semarang

Muh. Yusuf, Ibnu Pratikto, dan Lilik Maslukah

Jurusan Ilmu Kelautan-FPIK UNDIP, Kampus Tembalang Semarang 50239

Abstrak

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui dan mengkaji: (1) kualitas
lingkungan perairan, (2)  struktur komunitas hewan makrobenthos, yaitu indeks
keanekaragaman (H’) dan keseragaman jenis (E); dan (3) stabilitas ekosistem perairan

Metode penelitian yang digunakan yaitu Studi Kasus. Pengambilan sampel dilakukan
sebanyak tiga kali ulangan, dengan interval 14-15 hari. Analisis data yang digunakan untuk
mengetahui kualitas perairan adalah Baku Mutu Air Laut, dan Indeks Mutu Lingkungan Perairan
(IMLP). Analisis untuk mengetahui struktur komunitas hewan makrobenthos yaitu menghitung
nilai H’ dan E; sedangkan untuk mengetahui stabilitas ekosistem menggunakan 3 model, yaitu 
Motomura, Preston dan Mc. Arthur.

Berdasarkan hasil pengukuran parameter fisika-kimia air menunjukkan bahwa beberapa


parameter seperti MPT atau TSS, BOD5, COD, N-NH3, deterjen, dan logam berat Cr 6+ dan
Cd ternyata nilainya telah melampaui batas yang diinginkan dalam Baku Mutu Air Laut.
Sedangkan berdasarkan hasil perhitungan IMLP, nilainya menunjukkan ke dalam kriteria
kualitas air yang buruk sampai dengan sedang.

Berdasarkan hasil perhitungan Nilai indeks H’ dan E hewan makrobenthos, yaitu


berkisar dari rendah sampai dengan sedang. Berdasarkan nilai ini, dikatakan bahwa perairan di
daerah penelitian telah tercemar kategori ringan sampai dengan berat. Sedangkan hasil
perhitungan uji kesesuaian model menunjukkan bahwa lingkungan yang selalu tidak stabil dan
tertekan adalah stasiun I dan II; kondisi yang selalu stabil adalah stasiun III; kondisi yang tidak
stabil adalah stasiun IV dan VI; dan kondisi yang mengalami perbaikan  ke arah yang stabil
adalah stasiun V.

Kata Kunci : pencemaran, kualitas perairan, makrozoobenthos, stabilitas ekosistem

APLIKASI MODEL PENYEBARAN LIMBAH DOMESTIK UNTUK MENUNJANG RENCANA


PENGENDALIAN PENCEMARAN DI PERAIRAN PANTAI SEMARANG

 Kunarso, Denny Nugroho S, Indra B.P *


Jurusan Ilmu Kelautan, FPIK-UNDIP
Kampus Tembalang, Semarang 50359, Indonesia

 Abstrak

 Diantara beberapa zat yang dapat membahayakan apabila terkandung dalam konsentrasi yang
berlebih adalah senyawa nitrogen. Siklus alami nitrogen tersebut dapat terganggu akibat
aktivitas manusia yang menghasilkan senyawa tersebut dalam jumlah besar, seperti akibat
limbah domestik. Oleh karena itu dibutuhkan suatu pendekatan yang dapat membantu
memberikan informasi pola penyebaran senyawa-senyawa nitrogen tersebut melalui
pendekatan model. Model ini dibangun dari persamaan transpor 2 dimensi horisontal yang
penerapannya digabungkan dengan model hidrodinamika. Rata-rata kesalahan relatif untuk
seluruh parameter yang dikaji sebesar 34,71 %,  sedangkan untuk masing-masing  konsentrasi 
yaitu Nitrogen Organik 59,35 - 60,89 %, Ammonium (NH 4)  49,15 - 50,52 %,  Nitrit (NO2)  29,08
- 29,70 %, dan Nitrat (NO3)  23,97 - 24,44 %. Konsentrasi maksimum berada di sekitar sumber
muara sungai dan konsentrasi minimum di lepas pantai. Keseluruhan konsentrasi tersebut
masih di bawah baku mutu dan tidak menimbulkan masalah lingkungan seperti eutrofikasi.

Kata Kunci : model, nitrogen, pantai, semarang

KAJIAN KARAKTERISTIK SEDIMEN TERHADAP POLA  DISTRIBUSI  DAN  STRUKTUR  KOMUNITAS


DIATOM BENTIK DI EKOSISTEM LAGUNA SEGARA ANAKAN CILACAP* )

Ria Azizah,TN.; Widianingsih;  Ita Riniatsih; dan Hadi Endrawati.**)

Abstrak

Mangrove merupakan nursery ground, penyedia nutrient, tempat


pemijahan dan aktivitas metabolisme berbagai organisme, maka terdapat beberapa
organisme yang mampu memainkan peranan dalam menjaga produktivitas
mangrove dan berperan dalam fotosintesa serta rantai makanan.  Diantaranya
adalah mikroalga yang hidup di subtrat mangrove khususnya diatom bentik. Maka
perlu kiranya untuk mengetahui lebih jauh tentang pola distribusi kelimpahan
diatom bentik di wilayah mangrove yang dikaitkan dengan karakteristik sedimen.  
            Pengambilan sample dilaksanakan pada bulan Juni – Agustus 2005 di
perairan Segara Anakan.  Pengambilan sampel sedimen dilakukan dengan
menggunakan tabung core berdiameter 29 mm.  Berdasarkan analisa regresi terlihat
adanya keterkaitan antara kelimpahan diatom bentik dengan grain size sedimen,
memiliki korelasi yang negatif  baik untuk bulan Juni, Juli dan Agustus 2005  (R2 =
0,3917;  R2 = 0,4186 ; dan  R2 = 0,4636) untuk wilayah Klaces.  Sedangkan untuk
wilayah Sapuregel nilai korelasi regresi untuk bulan Juni (R 2 = 0,3582); untuk  Juli (R2
= 0,3751)  dan untuk bulan Agustus nilai R 2 = 0,4012.  Dengan demikian semakin
bertambahnya prosentase ukuran butiran, maka semakin rendah nilai kelimpahan
diatom bentik  yang teridentifikasi di lapisan teratas sedimen.
 
Kata Kunci : Diatom bentik, Segara Anakan, sedimen

ANALISIS PENANGKAPAN IKAN KERAPU BEBEK (CROMILEPTES ALTIVELIS) DENGAN MENGGUNAKANALAT BUBU

BAMBU

Peneliti                 :     Aristi Dian Purnama Fitri

                  Sumber dana         :     Dik Rutin Universitas Diponegoro

Ikan kerapu bebek (cromileptes altivelis) merupakan salah satu spesies ikan laut karang yang
mempunyai potensi komersial sangat besar untuk dikonsumsi ataupun
dibudidayakan. Alat bubu digolongkan sebagai alat perangkap yang digunakan untuk
menangkap ikan, dengan bentuk seperti kurungan dengan prinsip menjebak pada
ikan yang sedang mencari tempat berlindung, agar terperangkap di dalamnya dan
tidak dapat keluar lagi. Bahan dasar bubu dapat terbuat dari bambu ataupun jaring
tergantung pada tekstur dasar perairan di mana bubu dioperasikan. Bubu bersifat
pasif, artinya keefektivitas dari alat ini sangat tergantung pada tingkah laku atau
pergerakan ikan. Konstruksi bubu terdiri dari bagian bingkai, mulut (entrancei) pintu
pengambilan hasil tangkapan. Bubu tipe “button” yang digunakan dalam penelitian
berbentuk seperti hati dengan bahan dasar terbuat dari bambu.

            Penelitian bertujuan untuk mengetahui keefektivitasan alat bubu bambu untuk menangkap ikan
kerapu bebek (cromileptes altivelis) dan untuk mengetahui pengaruh penggunaan
umpan dalam pengoperasian bubu bambu untuk menangkap ikan kerapu bebek
(cromileptes altivelis). Penelitian dilaksanakan pada 15 Mei 2003 – 23 September
2003 bertempat di perairan Teluk Awur, Kabupaten Jepara Jawa Tengah. Metode
adalah eksperimen dengan tiga perlakuan. Perlakuan pertama adalah bubu dengan
menggunakan umpan udang hidup, perlakuan kedua adalah bubu dengan
menggunakan umpan belanak mati serta bubu tanpa umpan. Data sekunder
didapatkan melalui studi kepustakaan dan dokumentasi.

            Ukuran bubu bambu tipe “button” yang digunakan dengan spesifikasi yaitu bagian bingkai bubu
berukuran 100 x 72 x 45 cm, bagian mulut bubu terdiri dari bagian luar berdiameter
33 cm dan bagian mulut dalam berdiameter 18 cm serta panjang antara mulut luar
dengan mulut dalam sebesar 63 cm, bagian pintu pengambilan ikan berukuran 45
cm. Daerah penangkapan untuk pengoperasian bubu adalah perairan karang dengan
kedalaman 1,5 – 3 meter, dasar perairan karang berpasir serta perairan yang cerah.

            Hasil tangkapan yang didapatkan selama penelitian adalah tidak ditemukannya ikan sasaran
(target) yaitu kerapu bebek (Cromileptes altivelis), akan tetapi ikan karang jenis lain,
seperti Beronang (Siganus javaus) sebanyak 205 ekor, Ngangas (Luthranus sp)
sebanyak 6 ekor, Kepe monyong (Chaetodon rostratus) sebanyak 19 ekor, Ekor
kuning (Caersio cunning) sebanyak 10 ekor, Mendut (Monacanthus sp) sebanyak 42
ekor kerapu Lumpur (Ephinephilus touvina) sebanyak 11 ekor. Kerapu sunu
(Plectropomus maculates) sebanyak 3 ekor, Tambakan (Lethrinus sp) sebanyak 21
ekor, Rajungan (Portunus pelagicus) sebanyak 4 ekor dan Buntal (Tetraodon sp)
sebanyak 2 ekor. 

Kata kunci: bubu, kerapu

PENELITIAN TERHADAP EFISIENSI PRODUKSI PERIKANAN TANGKAP DAN MODEL


PENGELOLAAN TPI DALM RANGKA MENINGKATKAN PENDAPATAN
NELAYAN DI PESISIR UTARA DAN SELATAN JAWA TENGAH

Peneliti             : Indah Susilowati, Soetrisno A, Waridin

Sumber Dana    : Ditjen Dikti Depdiknas (Hibah Pasca)

Daya dukung sumberdaya perikanan di Laut Jawa mengindikasikan sudah mendekati atau mencapai

ambang batas yang kritis. Survei yang telah dilakukan peneliti di beberapa daerah di pantai utara Jawa Tengah

pada Tahun I menunjukkan bahwa jumlah ikan atau moluska yang tertangkap oleh nelayan menjadi berkurang

dan ukurannya menjadi semakin kecil. Situasi ini menjadi pertanda bahwa Laut Jawa bagian utara sudah tidak

mampu lagi mengakomodasi upaya penangkapan (fishing efforts) yang dilakukan oleh nelayan.

Temuan pada tahun I dan II menunjukkan bahwa banyak terjadi ketidak-efisienan penggunaan input

pada alat tangkap (yang diamati) di daerah penelitian. Hal tersebut diduga tidak hanya disebabkan oleh

penggunaan input produksi yang tidak efisien, tetapi juga oleh stok sumberdaya perikanan di beberapa fishing

ground yang menjadi lokasi penangkapan ikan telah mengalami tangkap lebih. Oleh karena itu   maka untuk

Tahun III ini dilakukan kajian mengenai kondisi bionomic dari daerah percontohan penangkapan. Dari hal

tersebut diharapkan dapat diformulasikan skim manajemen perikanan yang sesuai.


Sementara ini belum banyak penelitian yang mengkaji tentang potensi dan tingkat kelestarian ikan

(bionomic) untuk perairan di Jawa Tengah dalam rangka merumuskan strategi pemanfaatan dan pengelolaan

sumberdaya perikanan yang berkelanjutan. Penelitian mengenai pengelolaan sumberdaya ikan dengan alat

tangkap payang jabur di perairan pantai utara dan selatan Jawa Tengah telah dilakukan oleh Sutono (2003).

Mengingat peningkatan teknologi penangkapan ikan akan berkaitan dengan masalah kelimpahan sumberdaya

perikanan serta produksi dan karateristik ekonominya, maka untuk mengkaji sumberdaya ikan perlu adanya

pendekatan bio-ekonomi.

Dari hasil temuan pada Tahun I dan II  diketahui bahwa sebagian besar TPI di pantai utara Jawa Tengah

beroperasi secara tidak efisien, baik dalam penggunaan input maupun dalam strategi pengelolaannya. Selain

itu, pelabuhan perikanan di Jawa Tengah juga mengalami hal yang serupa. Untuk menindak-lanjuti temuan

tersebut maka penelitian tahun III dieksplorasi bagaimana strategi untuk memberdayakan stakeholder yang

terkait dengan kinerja TPI maupun pelabuhan perikanan. Stakeholders yang terkait dalam penggunaan/

pemanfaatan TPI/ pelabuhan (users) tersebut adalah nelayan, pengolah ikan, fasilitator dan TPI/ pelabuhan.

Untuk itu dipilih daerah penelitian Pekalongan, Pemalang, Pati, dan Cilacap sebagai sampel untuk kajian

pemberdayaan masyarakat pesisir.

Perlu dicatat bahwa masih sedikit penelitian tentang keberdayaan masyarakat pesisir yang berorientasi

pada pasar di Jawa Tengah. Namun demikian ada studi pemberdayaan masyarakat pesisir yang dapat

digunakan sebagai pembanding, yaitu oleh Susilowati et al. (2004). Sehingga perlulah kiranya dilakukan kajian

untuk merumuskan strategi pemberdayaan masyarakat pesisir dalam rangka untuk meningkatkan tingkat

hidup mereka (Lihat Roadmap Penelitian).

Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa kelompok masyarakat yang diamati kondisinya masih

jauh dari berdaya (powerless) (Susilowati et al., 2004; 2005). Ketidakberdayaan mereka kebanyakan antara

lain dalam hal mengakses informasi pasar, teknologi, dan fasilitas untuk usaha (seperti: mendapatkan kredit,

tambahan modal,  riset dan pengembangan). Mereka sebagian besar tidak mempunyai akses yang cukup

terhadap kekuatan politik, ekonomi, dan sosial (tidak mempunyai kemampuan untuk melakukan lobi dan

merepresentasikan diri atau kelompoknya). Hal tersebut semua antara lain karena rendahnya kapabilitas
mereka dalam hal pendidikan, keterampilan, pengalaman, produktivitas, motivasi dan daya kreativitas.

Sebagai konsekuensi dari keadaan ini dapat memperlemah kompetensi dan daya saing dari kelompok target

dalam melakukan usahanya. Oleh karena itu maka perlu dilakukan upaya untuk membantu memandirikan

(memberdayakan) mereka untuk meningkatkan usaha ekaligus dalam rangka mendukung ketahanan pangan

masyarakat di daerah penelitian

Dari ketiga jenis usaha pengolahan ikan, yang memiliki R/C Ratio paling tinggi (keuntungan paling besar)

yaitu pengolah ikan asin (1,19), kemudian ikan asap (1,09) dan fillet ikan (1,07). Sebagian besar biaya usaha

yang dikeluarkan adalah untuk biaya variabel (Variabel Cost), yaitu untuk membeli bahan baku ikan. Pada

sampel produk olahan ikan asin, ikan asap dan fillet ikan, tidak terbukti adanya penggunaan bahan tambahan

kimia makanan (food additive) ilegal berupa formalin dan boraks.

Hasil survei tentang persepsi konsumen di Kota Semarang dan Kota Tegal terhadap produk olahan,

menunjukkan bahwa responden lebih banyak mengkonsumsi ikan (71,5%) daripada daging. Dari beberapa

produk olahan, ikan pindang merupakan pilihan yang paling banyak diminati. Ditemukan juga adanya

kemudahan memperoleh ikan (62,5%), terutama di Kota Tegal. Sebagian besar responden menyatakan tidak

pernah mendapat penyuluhan dari pemerintah (70,5%). Sebanyak 89% dari mereka menyatakan perlu

dilakukan penganekaragaman/ diversifikasi produk. Meskipun harga naik, mereka tetap akan membeli ikan,

apabila ada perbaikan mutu dan 66% dan responden tetap akan membeli ikan meskipun ada issu formalin

beredar. Konsumen mengharapkan adanya jaminan mutu keamanan pangan terhadap produk olahan ikan.

Kata kunci: Alat tangkap payang jabur, teknologi penangkapan, model pengelolaan TPI, pesisir Jawa Tengah

PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PESISIR MELALUI PEMBERDAYAAN


MASYARAKAT DI SEKTOR PERIKANAN : MENGGUNAKAN TEST CASE JAWA TENGAH

Peneliti                : Indah Susilowati

Sumber Dana      : Hibah Kompetensi DP2M Ditjen Dikti Depdiknas

 
Daya dukung sumberdaya perikanan di Laut Jawa mengindikasikan sudah mendekati atau mencapai ambang batas
yang kritis. Survei yang telah dilakukan peneliti di beberapa daerah di pantai utara Jawa Tengah menunjukkan bahwa jumlah
ikan atau moluska yang tertangkap oleh nelayan menjadi berkurang dan ukurannya menjadi semakin kecil. Situasi ini menjadi
pertanda bahwa Laut Jawa bagian utara sudah tidak mampu lagi mengakomodasi upaya penangkapan (fishing efforts) yang
dilakukan oleh nelayan.

Kegiatan hibah kompetensi ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir (nelayan dan
pengolah) melalui upaya pemberdayaan di sektor perikanan. Berdasarkan hasil penelitian (output) terdahulu, menunjukkan
bahwa sebagian besar nelayan tangkap di Jawa Tengah beroperasi tidak efisien dalam penggunaan inputnya. Demikian juga
Tempat Pelelangan Ikan di Jawa Tengah beroperasi secara tidak efisien, baik dalam penggunaan input maupun dalam strategi
pengelolaannya. Selain itu juga fakta di lapangan menunjukkan bahwa kelompok masyarakat yang diamati kondisinya masih
jauh dari berdaya (powerless) (Susilowati et al., 2004; 2005). Oleh karena itu telah dilakukan berbagai kegiatan diantaranya
penyuluhan/pelatihan di daerah penelitian.

 Hasil survei tentang persepsi konsumen di Kota Semarang dan Kota Tegal terhadap produk olahan, menunjukkan
bahwa responden lebih banyak mengkonsumsi ikan (71,5%) daripada daging. Dari beberapa produk olahan, ikan pindang
merupakan pilihan yang paling banyak diminati. Ditemukan juga adanya kemudahan memperoleh ikan (62,5%), terutama di
Kota Tegal. Sebagian besar responden menyatakan tidak pernah mendapat penyuluhan dari pemerintah (70,5%). Sebanyak 89%
dari mereka menyatakan perlu dilakukan penganeka-ragaman/diversifikasi produk. Meskipun harga naik, mereka tetap akan
membeli ikan, apabila ada perbaikan mutu dan 66% dan responden tetap akan membeli ikan meskipun ada issu formalin
beredar. Konsumen mengharapkan adanya jaminan mutu keamanan pangan terhadap produk olahan ikan.

Untuk tahun I (2008) telah dihasilkan buku ajar berbasis riset tentang pemberdayaan dan model pembelajaran
kewirausahaan masyarakat pesisir serta publikasi nasional dan proceeding internasional. Kolega yang berasal dari Asia dan
Afrika diharapkan dapat memberikan fasilitasi untuk menjadi mitra dari pengusul hibah kompetensi dalam mengembangkan
pemberdayaan masyarakat (khususnya wanita di sektor perikanan/ pertanian yang akan diwakili oleh negara Filipina, Malaysia;
Bangladesh; Oman; Sudan atau Mozambique), sedangkan untuk kolega di India diharapkan dapat memperkaya upaya
pemberdayaan bagi usaha mikro-kecil di sektor pertanian/ perikanan darat.

Kata kunci: perikanan, pemberdayaan, masyarakat pesisir, Jawa Tengah

EFEKTIVITAS WARNA PEMIKAT CAHAYA (LIGHT ATTRACTOR)


TERHADAP JENIS DAN JUMLAH IKAN HASIL TANGKAPAN BUBU
KARANG (CORAL FISH TRAP)

Oleh: Indra Gumay Yudha, S.Pi., M.Si.

Fakultas Pertanian
Dibuat: 2006-10-09 , dengan 1 file(s).

Keywords: Ikan http://digilib.unila.ac.id/go.php?id=laptunilapp-gdl-res-2006-indragumay-


344&node=3691&start=385
Subject: IKAN, MENANGKAP
Call Number: 639.4 Yud e

RINGKASAN : Penggunaan bubu sebagai alat penangkap ikan-ikan karang yang bernilai
ekonomis
tinggi perlu ditingkatkan efektivitasnya. Selama ini nelayan lebih banyak menangkap
ikan-ikan karang dengan metode penangkapan dan alat tangkap yang tidak ramah
lingkungan. Salah satu upaya yang dapat meningkatkan efektivitas alat tangkap
adalah melalui modifikasi alat tangkap, antara lain penggunaan pemikat cahaya (light
attractor) pada bubu karang, sehingga ikan yang menjadi target penangkapan dapat
terpikat mendekati bubu dan terperangkap..
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari efektivitas penggunaan warna (merah,
hijau, biru, putih, dan kuning) light attractor pada bubu karang terhadap jenis dan
jumlah ikan yang tertangkap. Penelitian ini juga bertujuan untuk membuat suatu alat
(prototipe) yang berfungsi sebagai pemikat ikan yang dapat digunakan pada bubu
karang dan diharapkan dapat meningkatkan efektivitas penangkapannya. Penelitian
ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, terutama di bidang perikanan.
Penelitian dilakukan selama 4 bulan (Juli-Oktober 2005) di perairan Pulau Puhawang,
Kabupaten Lampung Selatan. Sebanyak 18 unit bubu kawat yang dilengkapi dengan
pemikat cahaya berwarna berwarna merah, kuning, biru, putih, dan hijau. masingmasing
sebanyak 3 unit, serta 3 unit bubu yang tidak dilengkapi dengan light
attractor sebagai kontrol. ditempatkan pada kedalaman 20-30 in pada gosong karang
yang merupakan daerah penangkapan ikan. Penempatan bubu dilakukan secara acak
dan diupayakan agar jarak antara bubu tidak berdekatan, sehingga tidak saling
mempengaruhi antara satu perlakuan dengan perlakuan lainnya. Waktu
pengoperasian bubu adalah 3 hari 2 malam. Setelah dioperasikan, dilakukan analisis
basil tangkapan yang meliputi jenis, jumlah dan bobot ikan yang tertangkap pada
masing-masing perlakuan. Identifikasi jenis ikan yang tertangkap berdasarkan Allen
(2000); sedangkan uji signifikansi dilakukan dengan analisis of variance (ANOVA)
dan uji lanjut dengan uji beda nyata terkecil (BNT).Berdasarkan hasil penelitian ini, diketahui
bahwa jumlah dan jenis ikan yang
tertangkap relatif sedikit. Hal ini diduga bahwa tidak semua jenis ikan karang
memiliki sifat fototaksis positif terhadap cahaya, hanya ikan-ikan tertentu saja yang
tertarik untuk mendekati bubu dan terperangkap. jenis-jenis ikan yang tertangkap
adalah ikan karang dengan jumlah total sebanyak 101 ekor dari 19 spesies. Jenis
yang dominan tertangkap adalah baronang (Siganus canaliculatus), jelek mata
(Scolopsis ciliatus), dan kuniran (Nemipterus isacantus) dengan persentase masingmasing
sebesar 25%, 21.7%, dan 19.6%.
Berdasarkan analisis statistik one way ANOVA, diketahui bahwa pada selang
kepercayaan 95% ternyata perbedaan warna light attractor berpengaruh nyata
(significant) terhadap jumlah hasil tangkapan. Warna cahaya putih, merah dan
kuning memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan warna lainnya. Dari
uji BNT juga diketahui bahwa warna putih, merah dan kuning tidak significant;
artinya bahwa ketiga warna tersebut secara statistik memberikan hasil yang sama
terhadap jumlah ikan yang tertangkap.
Berdasarkan analisis statistik diketahui bahwa pada selang kepercayaan 95%, ternyata
perbedaan warna light attractor memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
bobot ikan yang tertangkap. Dari uji LSD diketahui bahwa cahaya putih, merah dan
kuning memberikan hasil yang significant terhadap warna cahaya Iainnya dan bubu
kontrol. Bubu yang dilengkapi dengan pemikat bercahaya merah merupakan bubu
yang paling efektif dalam mcnangkap ikan yang memiliki bobot lebih besar
dibandingkan dengan cahaya putih dan kuning; sedangkan antara cahaya putih dan
kuning tidak terdapat perbedaan terhadap bobot ikan yang tertangkap.
Dari hasil penelitian ini juga terlihat kecenderungan bahwa jenis-jenis ikan memiliki
kecenderungan untuk tertarik pada warna cahaya tertentu. Ikan-ikan dari famili
Serranidae memiliki kecenderungan untuk tertarik terhadap warna merah. Ikan
baronang (famili Siganidae) memiliki kecenderungan untuk lebih menyukai cahaya
kuning dibandingkan cahaya lainnya; sedangkan ikan dari famili Nemipteridae
cenderung tertarik pada cahaya putih dan kuning.

REHABILITASI SECARA EKOLOGIS TAMBAK ALIH LAHAN UNTUK


HABITAT PEMBESARAN DAN PENELURAN KEPITINC BAKAU
(ScPllasp)

Oleh: G. Nugroho Susanto, Dr.M. Sc.

Lembaga Penelitian
Dibuat: 2007-11-16 , dengan 1 file(s).

Keywords: tambak,kepiting,habitat
Subject: kepiting
Call Number: 639.542 Sus r c.1

Abstrak http://digilib.unila.ac.id/go.php?id=laptunilapp-gdl-res-2007-gnugrohosu-745
Kerusakan mangrove pada beberapa kawasan pantai di Lampung terutama disebabkan oleh
proses alih lahan dari pantai berbakau menjadi kawasan tambak. Keadaan ini berdampak pada
menurunnya kondisi habitat tambak dan menurunnya produktivitas perairan tambak. Pada tahun
pertama penelitian dilakukan survei dan penentuan tambak yang terabaikan dan terdegradasi
yang masih cukup potensial. Untuk mengetahui kondisi ekologis tambak alih lahan dilakukan
pengukuran parameter kualitas air, analisis kualitas substrat tanah, sena analisis kandungan
plankton dan benthos pada beberapa kawasan pantai Timur dan Selatan Lampung yang meliputi
kawasan tambak, kawasan cumber aliran air dan kawasan mangrove. Hash pengukuran pada
kawasan tambak menunjukkan salinitas herkisar 25-27 ppt dengan suhu 29°C, tekstur tanah
umuwnvu tanah fiat atau Iempung dengan konsistensi tanah agak lekat sampai Iekat. Sedangkan
dari basil analisis kimia tanah menunjukkan : pH H2O 7,1; pH KCI 6,8: kandungan N (%)
Kejldahl 0.15: kandungan P 10,58 ppm, kandungan K 1598 mg/kg dan KTK 23.94 me/100 g.
Pengukuran parameter biologi yang meliputi indeks keanekaragaman dari plankton dan benthos
menunjukkan bahwa perairan tambak tersebut masih dalam kondisi sedang dengan indeks
keanekaragaman antara 1,6-2,9. Dari basil analisis ekologis ini menunjukkan bahwa kondisi
tambak alih lahan ini secara keseluruhan masih cukup potensial digunakan sebagai habitat
kepiting bakau, apahila secara ekologis mampu diperbaiki sesuai dengan sifat biologis biota
tersebut. Selanjutnya di dalam tahap pengembangan habitat dilakukan perbaikan ekologis dan
reforestasi tambak untuk menciptakan habitat yang sesuai untuk pemeliharaan kepiting bakau
(Scylla sp).

Pada penelitian berikutnya dilakukan pemeliharaan kepiting bakau (Scylla sp) pada tambak alih
lahan di kawasan pantai Timur Lampung di desa Bandar Agung, kecamatan Sragi, Lampung
Selatan dengan membuat percontohan rehahilitasi tambak (demplot). Penelitian tersebut
benujuan untuk mengetahui kemampuan adaptasi fisiologis dari kepiting bakau pada
pemeliharaan di dalam tambak. Pemeliharaan dilakukan dengan cara memhuat demplot pada
petak tambak berpagar bambu yang dibuat secara berjajar dengan ukuran masing-masing petak 8
x 4 m'. Kepiting bakau muda dari berbagai ukuran dengan berat tubuh rata-rata antara 38 - 141
gram ditebarkan pada masing-masing petak tambak. Sehelum penebaran. di dalam petak tambak
telah dilakukan analisis dan perbaikan secant ekologis substrat tanah dasar tanah yang meliputi
pengeringan, pemupukan, pengupuran, pengisian air dan penanaman bakau (reforestasi),
sehingga sesuai dengan habitat dan silht biologis bagi biota tersebut. Kondisi ekologis perairan
tambak diNnaliankan dalam keadaan optimal untuk pemeliharaan yang meliputi salinitas 15-32
ppt. p11 7-8, suhu 27-32° C dan kadar oksigen terlarut (DO) > 3.5 ppm. Seama pemeliharaan
kepiting bakau diberi makan ad libitum berupa potongan ikan rucah dan wideng (kepiting). Hasil
penelitian menunjukkan kepiting bakau mampu beradaptasi secara fisiologis pada lingkungan
tambak alih lahan. Hal ini ditandai dengan pertumbuhannya yang cukup balk yaitu pertambahan
bent tubuh dan pertambahan panjang-lebar karapaks selama pemeliharaan. Pada analisis
pertumbuhannya dapat diketahui pertambahan bent tubuh sebesar 22-27 gram tiap 2 minggu
pemeliharaan dan pertambahan panjang dan lebar karapaks berturut-turut sekitar 0,41 cm dan
0,53 cm tiap 2 minggu. Selain itu ditemukan beberapa individu yang melakukan proses
pergantian kulit (molting), dengan prakiraan frekuensi molting sebanyak 4-6 kali selama 3-4
bulan pemeliharaan di dalam tambak.

PENGARUH PERENDAMAN RUMPUT LAUT JENIS SARGASSUM SP


DENGAN HCL TE.RHADAP EKSTRAKSI NATRIUM ALGINAT

Oleh: HERTI UTAMI,S.T.,M.T

Lembaga Penelitian
Dibuat: 2007-11-16 , dengan 1 file(s).

Keywords: rumput laut,alginat,natrium


Subject: Natrium
Call Number: 661.Uta p c.1

Abstrak http://digilib.unila.ac.id/go.php?id=laptunilapp-gdl-res-2007-hertiutami-764

Secara umum proses ekstraksi asam alginat menghasilkan natrium alginat dari rumput laut jenis
Sargassum Sp. terdiri dari tahap persiapan bahan baku, tahap ekstraksi, dan tahap pengambilan
hasil. Kondisi yang optimal perlu disiapkan sebelum dilakukan proses ekstraksi natrium alginat.
Kondisi tersebut diperoleh dari tahap persiapan bahan baku, yaitu pada saat perendaman asam
dengan men8gunakan HC1. Parameter yang digunakan dalam penelitian ini adalah variasi
konsentrasi HC1 (0,5%; 1%; 2%; dan 3%) dan variasi waktu perendaman (0,5; 1; 2; dan 3 jam).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persen rendemen tertinggi diperoleh pada konsentrasi HCI
2% dan waktu perendaman 0,5 jam yaitu sebanyak 34,8175%. Natrium alginat yang dihasilkan
memiliki kadar air 18,53%, kadar abu 16,9712%, pH 10,12 dan viskositas 10 cp dan memenuhi
standar mutu yang ditetapkan di pasaran.

You might also like