You are on page 1of 6

TUGAS KELOMPOK – ETIKA BISNIS DAN PROFESI

ETIKA DALAM PRAKTIK INVESTASI DAN


PASAR MODAL
(Dosen: Drs. Taufiq Rochman, Ak)

Disusun oleh:
David Agung Nugroho 10/303101/EE/05654
Patricia Ratna Kumaladewi 10/303075/EE/05628
Vinsensius Yuris Arthanto 010/MPA-XIXB/37
Kelas : C

Pendidikan Profesi Akuntansi


Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Gadjah Mada
2010
Etika dalam Praktik Investasi dan Pasar Modal

Pasar modal adalah pertemuan permintaan dan penawaran dana jangka panjang yang
diwujudkan dalam bentuk elemen-elemen keuangan yang dapat diperjualbelikan. Dalam pasar ini
terdapat dua pelaku utama yang terlibat, yaitu investor sebagai pihak yang menanamkan dana dan
emiten sebagai pihak yang menerima dan mengelola dana investor. Sehingga etika dalam
investasi dan pasar modal terutama terkait dengan etika bagi kedua belah pihak, selain etika bagi
profesi penunjang seperti akuntan publik, penilai, konsultan hukum, dll.

ETIKA BAGI EMITEN

Dalam menanamkan dana, investor menilai kondisi dan kinerja perusahaan. Untuk itulah
informasi yang menggambarkan kondisi dan kinerja emiten menjadi hal yang sangat krusial
dalam pasar modal. Dengan posisinya sebagai pihak yang pasif dan tidak mengetahui secara
detail seluk-beluk perusahaan, investor berpotensi menjadi pihak yang dirugikan dalam kaitannya
dengan keandalan informasi. Untuk itulah, pemerintah melalui Bapepam-LK melindungi
kepentingan investor melalui aturan-aturan, salah satunya adalah Undang-Undang yang mengatur
mengenai pasar modal di Indonesia adalah UU No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
Meskipun telah dilindungi dengan aturan, investor masih merupakan pihak yang berpotensi
dirugikan. Hal ini disebabkan karena banyak celah yang belum diatur oleh peraturan dan sifat
dari akuntansi yang memiliki berbagai alternatif dalam menyajikan kondisi atau aktivitas
ekonomi emiten. Dengan sifat akuntansi yang demikian, maka laporan keuangan yang dihasilkan
juga dapat disajikan dengan berbagai pendekatan. Emiten sebagai pengelola dana tidak boleh
sekedar memenuhi batasan-batasan yang tertuang dalam aturan. Emiten harus mengutamakan
kepentingan investor meskipun tidak diatur dalam aturan. Dalam hal ini kepentingan investor
adalah laporan keuangan yang handal dan relevan.
Terkait dengan penyajian laporan keuangan, Bapepam-LK mewajibkan emiten untuk
menyerahkan laporan keuangan tahunan dan laporan keuangan triwulanan. Laporan keuangan
tahunan wajib diaudit oleh akuntan publik yang terdaftar di Bapepam-LK. Sedangkan laporan
keuangan triwulanan tidak wajib diaudit. Makalah ini tidak membahas secara mendetail etika
akuntan publik, sehingga diasumsikan bahwa akuntan publik telah menjalankan tugasnya dengan
etis dan penuh profesionalisme.
Fungsi dari audit yang dilakukan oleh akuntan publik adalah untuk meningkatkan
keandalan informasi dalam laporan keuangan. Setiap upaya emiten untuk menyajikan informasi
yang bersifat menyesatkan akan diminimalisir dan dikoreksi oleh akuntan publik, sehingga
investor dapat menggunakan informasi tersebut untuk membuat keputusan investasi. Karena
hanya laporan keuangan tahunan yang diwajibkan untuk diaudit, maka terdapat celah bagi emiten
untuk menyajikan informasi yang tidak semestinya dalam laporan triwulanan. Meskipun pada
periode audit akan dikoreksi oleh akuntan publik, investor telah menyajikan informasi yang tidak
semestinya selama tiga triwulan. Dalam periode tiga triwulan tersebut, investor berpotensi
membuat keputusan yang tidak efisien terkait alokasi modal yang dimiliki sebagai akibat dari
laporan keuangan triwulanan yang disajikan oleh emiten. Dampak negatif dari pembuatan
keputusan yang tidak efisien tersebut akan terakumulasi pada kuartal ke empat setelah laporan
keuangan tahunan yang diaudit oleh akuntan publik disajikan.
Contoh dari perilaku tidak etis emiten terkait laporan keuangan kuartalan adalah PT
Indofarma Tbk (Bloomberg: INAF.JK) pada tahun buku 2002. INAF membukukan laba hingga
kuartal ketiga tahun 2002 sebesar Rp 80 miliar. Akan tetapi setelah laporan keuangan diaudit oleh
KAP Hans Tuanakota Mustofa (Afiliasi Deloitte Touche Tohmatsu), laporan keuangan INAF
menunjukan rugi sebesar Rp 59 miliar. Kondisi tersebut sangat membingungkan investor karena
dalam kurun waktu satu kuartal, kondisi dan kinerja perusahaan mengalami perubahan yang
sangat tragis. Setalah diusut oleh otoritas pasar modal, ditemukan bahwa manajemen INAF tidak
melaporkan secara benar kondisi perusahaan dalam laporan kuartal dengan tidak menghapus
persediaan yang telah usang. Permasalah tersebut mengantarkan manajemen puncak INAF
kepada hukuman pengadilan. Di sisi lain, investor mengalami kerugian yang cukup besar.
Pasalnya, setelah melangsungkan IPO, harga saham INAF melonjak hingga Rp 300. Akan tetapi
setelah kasus ini terungkap, harga saham INAF turun hingga menyentuh titik terendah yang
diijinkan BEI, yaitu Rp 50. Itu artinya investor mengalami kerugian 83,33%. Bahkan di pasar
non-reguler, harga ditawarkan di bawah Rp 50.
Masalah lain terkait dengan keandalan informasi adalah seberapa detail perusahaan
mengungkapkan (disclosure) informasi perusahaan. Informasi yang terlalu detail, selain
membutuhkan waktu dan biaya yang lebih banyak, juga berpotensi memperkuat posisi
kompetitor yang bergerak dalam industri sejenis. Akan tetapi informasi kompleks yang
membutuhkan pengungkapan justru tidak diungkapkan dapat mempersulit investor dalam menilai
kondisi dan kinerja perusahaan. Dalam beberapa hal, regulator menetapkan pengungkapan
tertentu seperti pengungkapan LIFO reserve jika perusahaan menggunakan metode LIFO dalam
cost flow persediaannya.

gambar 1.1. Pergerakan harga saham PT Indofarma Tbk (bloomberg: INAF.JK) dari IPO pada tahun
2001 hingga15 September 2010.

ETIKA BAGI INVESTOR

Dalam melakukan investasi di pasar modal kebanyakan investor mencari dan memfokuskan
perhatiannya terhadap investasi yang aman dan menjanjikan keuntungan yang tinggi, hanya
sedikit yang memperhatikan investasi yang beretika. Apabila investor akan melakukan investasi
yang berdasar etika, hendaklah perhatian utamanya ditujukan kepada produk dan jasa perusahaan
tersebut. Misalnya, jangan melakukan investasi di perusahaan yang memproduksi bahan-bahan
yang mengakibatkan penyakit atau merusak lingkungan. Selanjutnya, memperhatikan bagaimana
dana yang diperoleh perusahaan tersebut disalurkan, misalnya investasi di reksadana dapat
menjadi investasi yang tidak beretika apabila dana yang dihimpun diinvestasikan di perusahaan-
perusahaan yang produksinya mengakibatkan penyakit atau merusak lingkungan. Bagi investor
yang tidak aktif menjalankan bisnis itu sendiri terdapat 3 pendekatan yang dapat digunakan yaitu:
a. Pendekatan Negatif
Pendekatan negatif ini disebut juga teori penghindaran, di mana para investor yang beretika,
akan menghindari investasi di bidang atau perusahaan yang tidak disukainya, atau
bertentangan dengan prinsip etika bisnis yang dianutnya atau juga melakukan kegiatan bisnis
di bidang-bidang yang melanggar ketentuan lingkungan, produksi zat kimia yang berbahaya,
produksi senjata, atau melakukan investasi di negara-negara yang melakukan pelanggaran
hak-hak azasi manusia.

b. Pendekatan Positif
Dalam hal ini para investor hanya akan melakukan investasi pada bidang usaha atau bisnis
yang sesuai dengan etika bisnis yang dianutnya. Dalam penerapannya investor dapat
menyusun daftar perusahaan atau bidang bisnis yang dipandang sesuai dengan etika bisnis
yang umum.

c. Pendekatan Aktif
Dengan pendekatan ini para investor akan melakukan investasi di bidang bisnis yang
menurutnya tidak sesuai dengan etika bisnis yang umum dianut, dan dalam melakukan
investasi di bidang itu terkandung tujuan untuk mengambilalih kontrol terhadap perusahaan
tersebut untuk selanjutnya melakukan perubahan agar perusahaan tersebut menjalankan bisnis
sesuai dengan etika bisnis yang umum.

Contoh kasus yang menjadi perhatian publik adalah produk investasi reksadana fiktif yang
menyeret tiga institusi, PT Antaboga Delta Sekuritas, PT Bank Century Tbk (BCIC), dan PT
Signature Capital Securities. Investasi reksadana fiktif tersebut menyebabkan nasabah mengalami
kerugian. Produk investasi fiktif yang dijual melalui Bank Century ini menunjukkan bahwa ada
unsur ketidakjujuran yang bertujuan untuk memperkaya diri sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa
dalam lingkungan bisnis yang semakin kompetitif, etika dalam berbisnis telah ditinggalkan hanya
untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya dengan menghalalkan segala cara bahkan cara
yang tidak jujur dan tidak memperdulikan pihak-pihak yang dirugikan akibat tindakan mereka.
Kasus pelanggaran etika tersebut tidak hanya terjadi sekali saja tetapi sudah berulang kali dan
tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di negara-negara lain. Selain itu, adanya aksi
penggelapan dana nasabah PT Sarijaya Permana Sekuritas semakin menyita perhatian publik.
Kasus-kasus ini belum termasuk aksi penggorengan saham dan naked short selling yang diduga
menyebabkan bursa saham minus besar-besaran hingga perdagangannya sempat dihentikan
sementara pada tahun lalu.
Praktik-praktik tidak terpuji di industri pasar modal ini memiliki sejumlah konsekuensi:
1. Kerugian pemodal atau investor, terutama investor berskala menengah ke bawah, yang
dirugikan dengan aksi manipulatif.

2. Jika praktik-praktik tidak terpuji tersebut berlangsung terus menerus tanpa ada sistem
yang mampu mendominasi dan membongkarnya, penetrasi industri pasar modal akan
semakin lamban. Masyarakat akan semakin takut dan ragu untuk berinvestasi di pasar modal
jika aksi manipulatif masih terus terjadi.

Harus menjadi catatan bersama bahwa dalam berbagai kasus pelanggaran di industri pasar
modal, kerugian yang dialami investor bukanlah bagian dari risiko investasi. Praktik penipuan
atau penggelapan dana nasabah, misalnya, tentu tidak masuk dalam risiko investasi yang
dipikirkan investor sebelum memutuskan untuk menaruh dananya pada produk investasi tertentu.
Apa yang terjadi dalam sejumlah kasus di sektor finansial tanah air yang menyita perhatian
publik dewasa ini adalah risiko di luar lingkup investasi. Sehingga, berbagai pelanggaran itu
harus diusut sampai tuntas, sampai ke akar-akarnya. Setelah semuanya tuntas, habitus baru
industri pasar modal harus dibentuk dengan landasan etika bisnis yang kuat agar tak ada lagi aksi
manipulasi yang merugikan pada masa mendatang.
Pasar modal yang kuat dan menjanjikan adalah industri pasar modal yang menyuburkan
etika bisnis. Carroll dan Buchholtz dalam Business & Society: Ethics and Stakeholder
Management (2008) menyebutkan bahwa etika adalah sebuah disiplin yang secara jelas mengatur
tentang apa yang baik dan apa yang buruk serta apa yang sesuai dengan moralitas dan yang tak
sesuai moralitas. ”Morality is a doctrine or system of moral conduct. Moral conduct refers to
that which relates to principles of right and wrong in behavior. Business ethics, therefore, is
concerned with good and bad or right and wrong behavior that takes place within a business
context.”1

1
Irawan, M. Eri. 2009. Habitus Baru Industri Pasar Modal.
http://www.kabarbisnis.com/opini/286991-Habitus_Baru_Industri_Pasar_Modal.html

You might also like