Professional Documents
Culture Documents
ABSTRACT
Many researchers have been done market efficiency research in the securities market. This paper
is attempted to explore and summarize some research in this area. It is well known that there are
three different stages or form of market efficiency – weak form, semi-strong form, and strong
form – as initially introduced by Fama (1970). Over the last four decades, the efficient market
theory has become the center of research interest and has attracted attention, all around the
world. This paper not only summarizes market research in USA, it is also gives evidence of
market research in Indonesia. The results of research about market efficiency have contributed
to the support and development of corporate finance theory. Empirical evidences suggest that
there is no strong efficient market. Market researches in USA indicate that American stock
market is classified as semi-strong market. This means that private information couldn’t be
informed to the market – there is still insider traders having abnormal return from inside
information. On the contrary, market efficiency in Indonesia is classified within weak form and
semi-strong from. Even though the evidence indicate most researchers found abnormal return in
their research. Summarizes of research result based on information types informs that investor
use not only financial information, but also non-financial information. This paper concludes that
research about market securities should include the behavior action behind the investor decision
to buy, sell, or maintain the stock.
Dalam satu artikelnya yang berjudul: “The Theory of Corporate Finance: A Historical
Overview”, Smith (1990) menyatakan bahwa teori pasar efisien merupakan tonggak penting
dalam perkembangan teori keuangan dan menyebutnya sebagai salah satu kerangka bangun dasar
(fundamental building block) keuangan. Hal senada juga disampaikan Shanken dan Smith (1996).
Jadi, teori pasar efisien merupakan bagian penting dalam kita membahas teori keuangan
perusahaan. Oleh karena itu, teori pasar efisien adalah yang paling banyak mendapat perhatian
Paper ini mencoba merangkum beberapa riset-riset akuntansi keuangan yang mencoba
membuktikan ada tidaknya pasar yang efisien di dalam pasar sekuritas. Beberapa teori keuangan
yang lain digunakan untuk membuktikan pasar efisien, seperti: signaling theory, modern
portfolio theory termasuk theory of market equilibrium, dan capital asset pricing model.
Tampaknya, tidak bisa tidak, dalam melakukan riset di bidang pasar sekuritas, teori-teori tersebut
Bentuk Pasar Efisien merupakan perluasan dari kondisi equilibrium laba nol terhadap perilaku
harga yang dinamis dalam persaingan pasar pada kondisi yang tidak pasti. Jensen (1978: 96)
seperti yang dikutip Watts dan Zimmerman (1986: 17) mendefinisikan pasar efisien sebagai
berikut:
1
Terminologi efisiensi disini merujuk pada efisiensi secara informasi (informationally
efficient). Teori ini mengatakan jika pasar efisien maka harga merefleksikan seluruh informasi
yang ada. Ironisnya pasar dapat efisien hanya jika sejumlah besar orang percaya bahwa pasar
tidak efisien sehingga mendorong mereka untuk mencari keuntungan di atas selayaknya (excess
return atau abnormal return). Empat kondisi yang perlu diperhatikan agar suatu pasar efisien
secara informasional, yaitu: 1) Tidak ada biaya untuk informasi dan informasi tersedia untuk
semua peserta pasar pada waktu yang sama, 2) Tidak ada biaya transaksi, pajak dan kendala
perdagangan lainnya, 3) Seorang pemodal atau institusi tidak dapat mempengaruhi harga, dan 4)
Semua peserta pasar adalah rasional (Watts and Zimmerman, 1986: 21-22).
Keempat kondisi di atas tidak terdapat pada dunia nyata. Oleh sebab itu perlu dibedakan
antara pasar yang perfectly informationally efficient dan pasar yang economically informationally
efficient. Pasar yang perfectly efficient, yakni yang memenuhi keempat kondisi diatas, harga
selalu merefleksikan semua informasi yang diketahui, harga akan menyesuaikan diri dengan
informasi baru secara cepat, dan excess return hanya bisa diperoleh karena keberuntungan.
Sedangkan pasar yang economically efficient, harga tidak menyesuaikan diri dengan informasi
baru secara cepat namun excess profit tetap tidak dapat diperoleh setelah keuntungan dikurangi
dengan biaya informasi dan transaksi (West, 1975; Hartono, 2009: 551).
Menurut Fama (1970) bentuk efisien pasar dapat dikelompokkan menjadi tiga, yang
dikenal sebagai hipotesis pasar efisien (efficient market hypothesis). Ketiga bentuk efisien pasar
dimaksud adalah (1) hipotesis pasar efisien bentuk lemah (weak form of the efficient market
hypothesis), (2) hipotesis pasar efisien bentuk setengah kuat (semi-strong form of the efficient
market hypothesis), dan hipotesis pasar efisien bentuk kuat (strong form of the efficient market
hypothesis). Masing-masing bentuk pasar efisien tersebut terkait erat dengan sajauh mana
2
penyerapan informasi terjadi di pasar. Dalam hal ini Levy (1996) menggambarkan dengan cukup
dibedakan menjadi lima kelompok. Sedangkan berdasarkan pada tingkat efisiensinya, pasar
dapat dikelompokkan menjadi lima kelompok, dimana kelompok pasar dengan efisiensi terendah
disebut pasar tidak efisien, sedangkan yang tertinggi tingkatannya adalah pasar efisien sempurna.
Bila dikaitkan hubungan antara tingkat informasi dan tingkat efisiensi pasar, nampak jelas bahwa
kelima kelompok pada masing-masing bagian saling berkorespondensi. Pasar tidak efisien
bilamana semua informasi yang ada dan tersedia dapat dimanfaatkan untuk memperoleh
abnormal return di pasar. Pasar efisien sempurna bilamana tidak sebuah informasipun yang
Information Asymmetry
Berdasarkan bentuk pasar yang efisien, dapat kita simpulkan bahwa dalam dunia nyata tidak
mungkin masing-masing users mempunyai informasi yang sama. Inilah yag dinamakan
information asymmetry. Dengan demikian, information asymmetry adalah kondisi dimana suatu
pihak memiliki informasi yang lebih banyak dari pada pihak lain, dimana tingkatannya bisa
3
bervariasi dari sangat tinggi ke sangat rendah. Implikasi penting dari information asymmetry
adalah – adverse selection dan moral hazard. Scott (2009: 13) mendefinisikan adverse selection
sebagai berikut:
“Moral hazard is a type of information asymmetry whereby one or more parties to business
transaction, or potential transaction, can observe their actions in fulfillment of the
transaction but other parties cannot”
Adverse selection terjadi apabila seseorang, misal manajer perusahaan atau pelaku intern lainnya,
lebih tahu tentang kondisi saat ini dan prospek dimasa depan perusahaan dibandingkan dengan
investor luar. Manajer mungkin akan berprilaku opportunistic dengan cara membuat bias atau
mengatur atau menunda informasi yang dikeluarkan bagi investor, dengan tujuan mungkin
menaikkan nilai opsi saham yang dipegang investor. Taktik semacam itu dikatakan “adverse”
bagi investor, karena mengurangi kemampuan mereka untuk mengambil keputusan yang baik.
Moral hazard terjadi karena adanya pemisahan kepemilikan dan pengendalian. Sangat tidak
mungkin bagi pemilik (pemegang saham) untuk secara langsung mengawasi pekerjaan manajer.
Akibatnya, manajer mungkin akan mengurangi usahanya dan apabila terjadi kerugian atau
penurunan, akan menyalahkan kondisi yang berada diluar pengendaliannya. Implikasinya, kita
dapat menggunakan laba bersih sebagai alat untuk menukur kinerja manajerial, misalnya dengan
Signaling Theory
Informasi merupakan unsur penting bagi investor dan pelaku bisnis karena informasi pada
hakekatnya menyajikan keterangan, catatan atau gambaran baik untuk keadaan masa lalu, saat ini
4
maupun keadaan masa yang akan datang bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan dan
bagaimana pasaran efeknya. Informasi yang lengkap, relevan, akurat dan tepat waktu sangat
diperlukan oleh investor di pasar modal sebagai alat analisis untuk mengambil keputusan
pengumuman akan memberikan sinyal bagi investor dalam pengambilan keputusan investasi.
Jika pengumuman tersebut mengandung nilai positif, maka diharapkan pasar akan bereaksi pada
waktu pengumuman tersebut diterima oleh pasar. Scott (2009:456) menjelaskan mengenai
pensinyalan yang didefinisikan sebagai tindakan manajemen puncak yang tidak rasional jika
dilakukan oleh manajemen yang lebih rendah. Pensinyalan merupakan usaha manajemen yang
memiliki informasi lebih ketimbang investor (asymetric information) tetapi berusaha untuk
menyajikannya pada investor guna meningkatkan keputusan investasi, sehingga dapat diperoleh
“kabar baik” (good news) dan “kabar buruk” (bad news) mengenai tindakan manajemen terkait
Teori sinyal selalu berhubungan dengan pengungkapan informasi yang dilakukan oleh
perusahaan kepada pihak di luar perusahaan. Sinyal yang diberikan ini dapat berupa laporan
diambil oleh perusahaan. Dalam beberapa penelitian, pengujian teori sinyal bertujuan untuk
melihat sejauh mana kandungan informasi yang dimiliki oleh suatu pengumuman yang
biasanya digunakan dalam pengujian teori ini antara lain adalah pengumuman yang berhubungan
5
pemasaran serta penjualan, pengumuman dari manajemen dan direksi hingga pengumuman-
Teori ini berkembang sejak diketemukan cara berinvestasi yang efisien dan optimal sebagaimna
di kemukakan Harry Markowittz pada tahun 1952. Berkat penemuan ini, Harry Markowitz
memperoleh hadiah Nobel pada tahun 1990. Teori portfolio didasarkan pada dua asumsi dasar
dalam keputusan investasi pada kondisi yang tidak pasti, yaitu 1) investor adalah risk-averse dan
memilih untuk memperoleh return yang lebih tinggi resiko tertentu atau resiko yang rendah
untuk return tertentu, dan 2) return sekuritas terdistribusi secara normal (Hendriksen dan Breda,
1992: 179). Dengan demikian, teori portfolio ini berusaha memaksimalisasi return dengan resiko
tertentu atau menerima resiko dengan tingkat return tertentu, dengan cara melakukan
diversifikasi investasi dengan tujuan untuk memilih sekumpulan investasi dari pada investasi
individual. Hal ini mungkin dilakukan karena berdasarkan intuisi, bila harga pasar saham turun,
memberikan suatu cara bagaimana berinvestasi dengan efisien dan optimal., yaitu dengan
membentuk portofolio optimal. Tujuan membentuk portofolio optimal adalah untuk memenuhi
prinsip dalam berinvestasi “Memperoleh imbal hasil (return) pada tingkat yang dikehendaki
dengan resiko yang paling minimum”. Untuk meminimumkan resiko, perlu dilakukan
diversifikasi dalam berinvestasi, yaitu membentuk portofolio atau meng-investasikan dana tidak
hanya disatu asset saja melainkan kebeberapa asset. Permasalahannya adalah berapa besar
proporsi dana harus diinvestasikan pada masing-masing asset agar diperoleh tingkat imbal hasil
6
yang dikehendaki dengan resiko yang paling minimum. Harry Markowitz mengemukakan model
Dua belas tahun kemudian teori portofolio model Markowitz lebih dikembangkan oleh William
Sharpe dalam Journal of Finance September 1964 dalam artikelnya “Capital Asset Prices: A
Theory of Market Equilibrium “, John Lintner dalam artikelnya: “The Valuation of Risk Assets
and the Selection of Risky Investments in Stock Portfolios and Capital Budgets” dalam Review of
Economics and Statistic, Februari 1965 dan Jan Mossin dalam artikelnya “Equilibrium in Capital
Asset Market” di Econometrics, Oktober 1966. Ketiga Ilmuwan ini memberikan kontribusi
dalam pengembangan teori portofolio, yang dikenal dengan Teori Keseimbangan Pasar Modal,
bahwa jika seluruh investor dalam berinvestasi melakukan hal yang sama sebagaimana
dikemukakan oleh Markowitz, maka asset yang diperdagangkan di pasar modal akan habis
terbagi dibeli oleh investor, dan proporsi masing-masing surat berharga yang dipegang oleh
investor akan identik dengan kapitalisasi pasar asset tersebut di pasar modal. Kesimpulannya,
portofolio yang effisien dan optimal adalah portofolio pasar itu sendiri. Dengan demikian,
investor dalam berinvestasi tidak perlu membentuk portofolio efisien dan optimal sebagaimana
Proporsi masing-masing surat berharga dalam portofolio identik dengan kapitalisasi pasar
surat berharga tersebut. Naik turunnya nilai portofolio akan sebanding dengan naik-turunnya
imbal hasil pasar, yaitu mengikuti naik-turunnya Index Harga Saham Gabungan. Resiko
investasi yang relevan pada teori keseimbangan pasar, adalah resiko yang ditimbulkan oleh
fluktuasi harga di pasar modal, dikenal dengan “resiko sistematik”. Resiko lain yang tidak
7
berkaitan dengan fluktuasi harga di pasar modal akan sama dengan nol (resiko tidak sistematik).
Hal ini sejalan dengan diversifikasi dalam teori keseimbangan pasar yang melibatkan seluruh
surat berharga yang diperdagangkan dipasar modal. Investor yang menerapkan teori ini dalam
Hipotesis pasar yang efisien (Efficient Market Hypothesis/EMH) menyatakan bahwa harga yang
terjadi mencerminkan semua informasi yang tersedia di pasar, baik informasi publik (public
information) maupun informasi pribadi (private information), baik informasi historis maupun
informasi masa kini (up to date). Dengan demikian, investor tidak akan memperoleh abnormal
Menurut konsep pasar lemah (weak), harga saham diasumsikan mencerminkan semua
informasi yang terkandung dalam sejarah masa lalu tentang harga sekuritas yang bersangkutan.
Artinya, harga yang terbentuk atas suatu saham merupakan cermin dari pergerakan harga saham
yang bersangkutan di masa lalu. Harga adalah bebas (independen) dari bentuk harga saham
historis, sehingga perubahan-perubahan harga akan mengikuti kaedah jalan acak (random walk)
manakala pengujian hanya dilakukan terhadap perubahan harga secara historis (Wolk et al. 2008).
Jalan acak adalah konsep statistik yang memprediksi bahwa keluaran (output) berikutnya dalam
suatu urutan tidak tergantung pada keluaran (output) sebelumnya. Contohnya, Seandainya saat
ini sekuritas yang dimiliki harganya adalah Rp 1000,- maka setiap periode harganya akan naik
sebesar 12% dengan kemungkinan 75% atau turun 10% dengan kemungkinan 25%. Dalam hal
ini jelas bahwa tiga per-empat dari keluaran akan menghasilkan return 12% sedangkan
seperempatnya akan menghasilkan return -10%. Selanjutnya dapat dihitung return yang
diharapkan (expected return) adalah E(R) = 0,75 (12%) + 0,25 (-10%) = 6,5% (Gumanti dan
8
Utami, 2007). Walaupun tingkat pengembalian yang diharapkan bisa diprediksi (6,5%), nilai
yang sebenarnya tetap saja merupakan nilai yang acak (tidak dapat diketahui dengan pasti).
Sehingga, dalam hal ini kita dapat mengatakan bahwa harga sekuritas mengikuti kaedah jalan
acak. Strategi perdagangan yang menggunakan data pasar historis atau harga saham dikenal
Menurut konsep pasar semi-kuat (semi strong), investor tidak akan mampu untuk
informasi yang tersedia di publik. Dengan kata lain, analisis terhadap laporan keuangan tidak
memberikan manfaat apa-apa. Ide dari pandangan ini adalah bahwa sekali suatu informasi
menjadi informasi publik (umum), artinya tersebar di pasar, maka semua investor akan bereaksi
dengan cepat dan mendorong harga naik untuk mencerminkan semua informasi publik yang ada.
Jadi, informasi yang baru saja didapat dari membaca koran Bisnis Indonesia, Kompas, Jakarta
Post, dan media informasi lainnya, dengan segera sudah tercermin pada harga sekuritas. Investor
sudah tidak mungkin mendapatkan abnormal return ketika melakukan transaksi di pasar modal
berdasarkan informasi publik tersebut. Harga pada tingkat beli atau jual saham sudah lebih
dahulu mencerminkan informasi tersebut karena pasar akan dengan segera bereaksi. Pada pasar
efisien bentuk semi-kuat, ada banyak investor yang berfikir bahwa mereka dapat memperoleh
keuntungan dengan melakukan pengamatan secara seksama terhadap informasi publik yang
tersedia di pasar, khususnya informasi akuntansi. Investor yang melakukan analisis dengan
menggunakan data atau informasi akuntansi (dari laporan keuangan) dan dari sumber lain untuk
mengidentifikasi saham yang salah harga (mispriced) disebut investor tersebut melakukan
9
Menurut konsep pasar kuat (strong), harga pasar mencerminkan semua informasi, baik
publik maupun nonpublic yang diketahui oleh pelaku pasar, baik internal (insider) atau eksternal
perusahaan. Dengan demikian, dalam konteks pasar efisien bentuk kuat tidak ada seorangpun
baik individu maupun institusi dapat memperoleh abnormal return, untuk suatu periode tertentu,
dengan menggunakan informasi yang tersedia di publik dalam konteks kelebihan informasi,
termasuk di dalamnya informasi yang hanya dapat diakses oleh orang-orang tertentu.
Studi empiris pengujian pasar yang efisien di di USA telah banyak dilakukan. Hasilnya
menunjukkan bahwa bukti adanya pasar yang efisien tidak konsisten. Tabel 1 menyajikan
Hal yang sama juga terjadi pada riset pasar empiris pada pasar sekuritas di Indonesia.
Studi empiris pengujian pasar yang efisien di di Indonesia telah banyak dilakukan. Hasilnya
10
menunjukkan bahwa bukti adanya pasar yang efisien tidak konsisten. Tabel 2 menyajikan
Jika bentuk kuat teori pasar efisien memang benar-benar ada, pelaku pasar (investor)
orang dalam (insiders) seharusnya tidak mampu untuk memperoleh abnormal returns dengan
menggunakan strategi perdagangan yang ada. Bukti yang ditunjukkan dalam Tabel 1 tersebut
sangat jelas dan meyakinkan, bahwa investor dapat memperoleh abnormal profits atau abnormal
return, sehingga dapat menyimpulkan bahwa bentuk kuat teori pasar efisien tidak terdukung.
Tetapi bila kita cermati, ada pula beberapa riset yang tidak menemukan adanya abnormal return,
meskipin kasus ini sangat sedikit di pasar USA akan tetapi tidak ada di pasar Indonesia. Hal ini
juga membuktikan bahwa pasar sekuritas di USA lebih efisien dibandingkan dengan pasar
sekuritas di Indonesia. Disamping itu, meskipun tidak diperkenankan atau melanggar hukum
untuk melakukan transaksi atau perdagangan dengan menggunakan informasi orang dalam.
Walaupun demikian, jelas kiranya di sini bahwa dalam kasus-kasus tertentu dimana peneliti
11
mampu untuk mendapatkan informasi tentang keterlibatan orang dalam (insiders) atau setidak-
tidaknya informasi dari orang dalam dapat diperoleh, maka seseorang masih memiliki
Berdasarkan table 1 dan table 2, tampaknya pengujian pasar efisien dilakukan dari
berbagai informasi. Dari sudut pandang informasi yang digunakan, membuktikan bahwa
informasi keuangan dan non-keuangan merupakan signal bagi pelaku pasar (investor) dan
digunakan untuk mengambil keputusan. Morse dan Dale (1986) merangkum berbagai riset yang
mencoba menguji keberadaan pasar yang efisien dengan melakukan berbagai pendekatan
12
Berdasarkan table 3, dapat disimpulkan bahwa riset akuntansi menggunakan berbagai
informasi untuk menguji adanya pasar yang efisien. Di Indonesia, riset akuntansi keuangan yang
dilakukan tampaknya masih belum mencakup seluruh informasi yang ada. Dengan makin
berkembangnya teknologi informasi, tampaknya informasi menjadi lebih mudah didapat dengan
tanpa pengorbanan yang berarti. Penelitian oleh Landsman dan Maydew (2001) membuktikan
kembali hasil riset Beaver (1968), yang menyatakan bahwa meskipun terjadi perubahan
lingkungan dengan makin canggihnya teknologi informasi, konten dari laporan earnings masih
direspon positif oleh pasar dengan meningkatnya volume perdagangan saham setelah
pengumuman earnings.
KESIMPULAN
Hipotesis pasar efisien merupakan teori pasar sekuritas yang paling sering digunakan oleh periset
akuntansi keuangan untuk membuktikan bahwa informasi keuangan dan non keuangan berguna
bagi pengambilan keputusan. Hasil studi empiris di USA membuktikan bahwa pasar sekuritas di
USA berada tingkat pasar efisien tingkat semi-kuat. Sedangkan di Indonesia, tampaknya pasar
sekuritas Indonesia masih pada tingkat diantara pasar pada tingkat lemah dan pasar pada tingkat
Ada dua implikasi dari rangkuman riset pasar sekuritas yang efisien di USA dan di
Indonesia dalam tulisan ini. Pertama, secara umum bukti adanya bentuk-bentuk pasar efisien
cukup kuat, meskipun belum meneliti lebih lanjut, apa sebenarnya yang menyebabkan pelaku
pasar (investor) melakukan aksi jual atau beli atau mempertahankan saham. Kedua, penelitian di
Indonesia masih belum mengeksplorasi seluruh informasi yang ada di pasar, seperti yang
dilakukan pada pasar sekuritas di USA. Sehingga hal ini menjadi peluang bagi periset akuntansi
13
keuangan untuk melakukan pengujian lebih lanjut terhadap kejadian-kejadian di pasar sekuritas
Indonesia.
REFERENSI
Azhar. Ardi, Kiryanto, dan Dista Amalia. (2008). “Overreaksi Pasar Terhadap Harga Saham
Perusahaan-Perusahaan Di Indonesia (Studi Kasus pada Bursa Efek Indonesia),
Prosiding Simposium Nasional Akuntansi Samarinda, pp. 1-25.
Beaver, William H., (1968). “Market Price, Financial Ratios, and the Prediction of Failure”
Journal of Accounting Research, Autumn, pp. 179-192.
Billing, Mary Brook and Robert Jennings. (2010). The option market of information content in
earnings announcement, (on line) available http://raw.rutgers.edu/docs/seminars/
BillingsJennings_AICpaper.pdf
Bowen, Robert M., David Burgstahler, dan Lane A. Daley. (1987). The Incremental Information
Content of Accrual versus Cash Flows. The Accounting Review. Vol. LXII No. 4,
hal.723 – 747.
Cochrane, John H. (2007), Portfolio Theory, Universtity of Chicago Graduate School of
Business,5807S.Woodlawn,ChicagoIL60636, john.cochrane@chicagogsb.edu.http://
faculty.chicagogsb.edu/john.cochrane/research/Papers.
De Bond, W dan R Thaler , (1987), “ Further Evidence on Investor Overreactio and Stock
Market Seasonality.” Journal Of Finance,July, 557-581.
Dewenter, K.L, dan V.A. Warther. (1998), Dividend, Asymetric Information, and Agency
Conflict: Evidence from a Comparison of the Dividend Policies of Japanese and U.S.
Firms, Journal of Finance 53, 879-904.
Diaz, Marsela, (2009), Analisis Reaksi Pasar Terhadap Pengumuman Pergantian Kantor Akuntan
Publik (Studi Pada Perusahaan Publik Di Indonesia), Prosiding Simposium Nasional
Akuntansi Samarinda, pp. 1-29.
Fama, Eugene F. (1970), “Efficient market: A review of theory and empirical work”, Journal of
Finance, 25 (2), May: 383-417.
Gumanti, Tatang Ary dan Elok Sri Utami (2007). “Bentuk Pasar Efisien dan pengujiannya”,
Jurusan Ekonomi Akuntansi, Fakultas Ekonomi - Universitas Kristen Petra, tersedia on
line http://puslit.petra.ac.id/journals/accounting/
Hartono, Jogiyanto, (2009). Teori Portofolio dan Analisa Investasi, BPFE, Yogyakarta.
Hendriksen, Eldon S. and Michael F. Van Breda, (1992). Accounting Theory. Fifth Edition,
Richard D. Irwin Corporation, USA
14
Khoiruddin, Moh. (2004) Reaksi Pasar Terhadap Dividend Announcement di Sektor Perbankan
Studi Kasus Pada BEJ. Jurnal Ekonomi Manajemen dan Akuntansi. 2; 123-135.
Landsman, Wayne R. and Edward L Maydew. (2001). “Beaver (1968) Revisited: Has the
information content of annual earnings announcements declined in the past three
decades?” (on line) available http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=
204068
Levy, Haim S. (1996), Introduction to Investment. South Western Publishing.
Midiastuti, Puspa Pranata, Edy Suranta, Rini Indriani, dan Elizabeth, (2009). Analisis Kebijakan
Dividen: Suatu Pengujian Dividend Signaling Theory Dan Rent Extraction Hypothesis.
Prosiding Simposium Nasional Akuntansi Samarinda, pp. 1-29
Myers, Stewart C. (1989). Signaling and Accounting Information. NBER Working Paper Series,
http://www.nber.org.
Naimah, Zahroh dan Siddharta Utama. (2006). “Pengaruh Ukuran Perusahaan, Pertumbuhan,
Dan Profitabilitas Perusahaan Terhadap Koefisien Respon Laba Dan Koefisien Respon
Nilai Buku Ekuitas: Studi Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Jakarta”, Prosiding
Simposium Nasional Akuntansi Pontianak, pp. 1-26.
Pramastuti, suluh, (2007) “ Analisis Kebijakan Dividend, Pengujian Dividend Signaling Theory
dan Rent Extraction hypothesis”. Thesis, Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi
Universitas Gadjah Mada. Dipublikasikan.
Rayburn, Judy. 1986. The Association of Operating Cash Flow and Accruals with Security
Returns. Journal of Accounting Research. Vol. 24, hal. 112 -133.
Shanken, Jay dan Clifford W Smith (1996), “Implications of Capital Markets Research for
Corporate Finance”, Financial Management, 25 (1): 98-104.
Smith, Clifford, W. (1990), “The Theory of Corporate Finance: A Historical Overview”, Dalam
Smith, C.W. (Ed).The Modern Theory of Corporate Finance. North Holland Publishing
Company, New York, hal. 3-27.
Telaumbaunua, Binsar I. K. dan Sumiyana, (2008). “Event Study: Pengumuman Laba Terhadap
Reaksi Pasar Modal (Study Empiris, Bursa Efek Indonesia 2004-2006), Prosiding
Simposium Nasional Akuntansi Pontianak, pp. 1-24.
Watts, Ross L., and Jerold L. Zimmerman. (1978). “Toward a Positive Theory of the
Determination of Accounting Standards,” The Accounting Review, Volume LIII, No.1
(January): pg. 112-134.
West, Richard R. (1975).”Two kinds of market efficient”, Financial Analyst Journal, Nov-Dec;
pp. 30-34.
15
Wolk, Harry I., James L. Dodd, and John J. Rozyoki. (2008). Accounting Theory –Conceptual
Issues in a Political and Economic Environment, Seventh Edition, Sage Publications,
Inc., USA
Zhang, G. (2000). “Accounting Information, Capital Investment Decisions, and Equity Valuation:
Theory and Empirical Implications”. Journal of Accounting Research, 38 (Autumn):
271-295.
16