You are on page 1of 9

ABSTRACT

SULISTIONO. Regional Development Model Through Agropolitan Approach


(Case Study Kabupaten Banyumas). Under the direction of H.R. SUNSUN
SAEFULHAKIM and DIDIT OKTA PRIBADI.

For the agenda of reaching purpose of development prioritizing to


generalization, growth, interrelationship, proportional, independence, and
continueing aspect is required reorientation of development to agricultural sector,
where orientation of development will shift to rural region causing plays more in
regional development
One of development model expected able to reach purpose of is regional
development model through agropolitan approach. In this research, agropolitan is
one of approach systems of regional rural development through activity bases on
agriculture, conservation natural resource and development of regional potency
through environmental development of causing can minimize difference between
regions.
The result of cluster analysis based on development of agropolitan
system and development of regional economic to districs (kecamatan-
kecamatan) in Banyumas region is clustered to become 3 group, where every
group is having certain characteristics applied as regional development base.
The result of analysis spasial durbin indicates that development of districts
(kecamatan) in Banyumas region many influenced by interrelationship between
regions based on reverse of distance and region verging on direct
Concentration of government required in implementing policy about :
commerce and invesment aspect, improvement of industrial competitiveness,
space exploiting, marketing systems, government budget, development of small
and medium industry, development of transportation, management of natural
resource, man resource and social resource.

Keywords : rural development, agropolitan, spatial interaction and difference


between region
RINGKASAN
SULISTIONO. Model Pengembangan Wilayah dengan Pendekatan Agropolitan
(Studi Kasus Kabupaten Banyumas). Dibawah bimbingan H.R. SUNSUN
SAEFULHAKIM dan DIDIT OKTA PRIBADI.

Pembangunan wilayah adalah suatu proses perubahan terencana ke


arah semakin tersedianya alternatif-alternatif bagi setiap orang untuk memenuhi
tujuan-tujuan yang paling humanistik sesuai dengan perkembangan tata nilai
dan norma-norma yang dijunjung tinggi di dalam masyarakat.Tolok
ukur kinerja pembangunan wilayah : a. Pemerataan, b.Pertumbuhan, c.
keterkaitan, d. keberimbangan, e. kemandirian, dan f. keberlanjutan. Konsep
Pembangunan wilayah dengan basis pengembangan kota-kota pertanian atau
yang lebih dikenal dengan agropolitan, menjadi pilihan utama Pemerintah
Daerah, dalam melaksanakan otonominya.
Sebagai konsep pembangunan perdesaan yang relatif baru
dikembangkan di Indonesia, model agropolitan perlu dikembangkan sesuai
dengan kondisi sosial budaya masyarakat yang ada sehingga dapat
mengurangi kesenjangan pembangunan desa – kota, memperkuat keterkaitan
kegiatan ekonomi antara perkotaan dan perdesaan, memperluas alternatif
lapangan pekerjaan berkualitas di perdesaan, meningkatkan kualitas
sumberdaya manusia di perdesaan, mengurangi penelantaran sumberdaya
lokal akibat sistim yang terganggu.
Metode analisis data kuantitatif, dengan tahapan-tahapan sebagai berikut :
(1) analisis identifikasi variabel kinerja sistim agropolitan dan kinerja pembangunan
ekonomi daerah dengan menggunakan : persentase, rasio, pangsa,location quotient
(untuk menunjukkan lokasi pemusatan/basis aktivitas dan tingkat kecukupan
barang/jasa dari produksi lokal suatu wilayah), indeks diversitas entropy (untuk
mengetahui tingkat perkembangan suatu wilayah) dan analisis kesesuaian dan
ketersediaan lahan (untuk mengetahui luas lahan yang sesuai dan tersedia untuk
pengembangan produk unggulan), (2) menyusun indeks-indeks komposit kinerja
sistim agropolitan dan kinerja pembangunan ekonomi daerah, dengan mengguna-
kan : principal components analysis untuk menentukan variabel baru yang
dapat mewakili variabel - variabel pembangunan yang merupakan variabel
asal dan menghindari multicollinearity yang dapat menyebabkan struktur data
yang dihasilkan menjadi bias, (3) pewilayah dan tipologi wilayah kinerja sistim
agropolitan dan kinerja pembangunan ekonomi daerah, dengan menggunakan
analisis kelompok (cluster analysis) berdasarkan faktor utama (factor score) yang
diperoleh dari analisis komponen utama dan menggunakan metode K-mean
untuk meminimumkan keragaman di dalam kelompok dan memaksimumkan
keragaman antar kelompok, dan (4) mengetahui struktur keterkaitan antara
kinerja sistim agropolitan dan kinerja pembangunan ekonomi daerah, di analisis
dengan menggunakan Spatial D u r b i n Model untuk melihat peran keterkaitan
antara ukuran kinerja pembangunan ekonomi dan ukuran kinerja sistim agropolitan.
Dalam menganalisis interaksi spasial antar kecamatan di Kabupaten Banyumas
di dasarkan pada beberapa hal yaitu : letak masing-masing kecamatan yang
berbatasan langsung dengan kecamatan lainnya dan jarak antar masing-masing
kecamatan /W2.
Berdasarkan analisis kelompok (cluster) terhadap indeks-indeks komposit
kinerja agropolitan dan indeks-indeks komposit kinerja pembangunan ekonomi
daerah dihasilkan tiga tipologi wilayah, dimana tipologi I mempunyai penciri
utama : sektor industri dan keuangan tinggi, mata pencaharian utama penduduk
di subsektor peternakan dominan, areal lahan berdasarkan kedalaman air 11 m –
20 m (dalam) : dominan dan disisi lain angkatan kerja menganggur tinggi . Hal
ini secara logis menginformasikan bahwa di wilayah tersebut peningkatan sektor
industri dan sektor keuangan belum mampu memberdayakan sumberdaya
manusia yang ada disekitar wilayah tersebut . Kondisi tersebut dikarenakan
industri yang berkembang membutuhkan tenaga kerja yang tidak sesuai dengan
tenaga kerja yang tersedia atau tenaga kerja setempat kalah bersaing dengan
pendatang dari luar wilayah. Demikian juga dengan masyarakatnya yang
melakukan usaha di bidang peternakan kurang begitu menguntungkan atau
hanya bisa untuk menambah penghasilan saja sehingga tidak banyak menyerap
tenaga kerja yang ada.
Kecamatan-kecamatan yang terdapat di wilayah tipologi II merupakan
wilayah dengan karakteristik: keberadaan institusi sosial tinggi, disisi lain mata
pencaharian utama penduduk di sektor pertanian tanaman pangan,peternakan,
perkebunan dan kehutanan tidak dominan, sumbangan sektor industri, keuangan
dan persewaan terhadap PDRB rendah. Hal ini menginformasikan bahwa
institusi sosial petani kurang bisa mendukung perkembangan sektor pertanian
tanaman pangan,peternakan, perkebunan dan kehutanan sehingga sektor
industri di wilayah tersebut tidak berkembang.
Kecamatan-kecamatan yang terdapat di wilayah tipologi III merupakan
wilayah dengan karakteristik: keberadaan penyuluh pertanian dan taruna tani
tinggi, berada di daerah dataran rendah disisi lain intensitas populasi ternak dan
ikan rendah, sumbangan sektor industri, keuangan dan persewaan terhadap
PDRB rendah, keberadaan institusi sosial petani rendah, kepemilikan lahan
rendah dan intensitas pertanam tanaman pangan rendah, dan angkatan kerja
menganggur rendah. Hal ini menginformasikan bahwa di wilayah tipologi III
masyarakatnya mata pencaharian utamanya dominan di luar sektor pertanian
karena kepemilikan lahan yang sempit dan banyak alternatif pekerjaan diluar
sektor pertanian, seperti Kecamatan Purwokerto Timur dan Kecamatan
Purwokerto Selatan yang merupakan daerah perkotaan. Disisi lain keberadaan
penyuluh pertanian di 3 kecamatan, seperti: Kecamatan Purwojati, Kecamatan
Somagede dan Kecamatan Gumelar kurang mampu mendorong berkembangnya
sektor pertanian .
Indeks komposit yang dihasilkan dari olah PCA selanjutnya digunakan
sebagai variabel dalam analisis Spatial Durbin Model dan menghasilkan 5 model
untuk mengukur kinerja pembangunan ekonomi daerah Kabupaten Banyumas:
1. Model I ( sektor pertanian dan perdagangan ), dimana variabel nyata dan
elastis : (a) produktifitas orang sektor pertanian di wilayahnya sendiri menjadi
faktor penentu dalam peningkatan PDRB sektor pertanian dan perdagangan
di wilayah tersebut dengan elastisitas 1,151, (b) peningkatan areal yang
berelevasi tinggi di wilayah tetangga pada radius tertentu akan menghambat
sektor pertanian dan perdagangan di suatu wilayah dengan elastisitas 1,789,
(c) keberadaan institusi sosial di kecamatan tetangga pada radius tertentu
dapat menghambat PDRB sektor pertanian dan perdagangan suatu wilayah
dengan elastisitas 1,708.
2. Model II (laju pertumbuhan ekonomi, produktifitas lahan dan produktifitas
penduduk ), dimana variabel nyata dan elastis tidak ada tetapi ada satu
variabel yang cukup tinggi elastisitasnya (0,65) yaitu : intensitas populasi
ternak dan perikanan di wilayahnya sendiri dapat menghambat kinerja
pembangunan ekonomi daerah.
3. Model III ( sektor industri ), dimana variabel nyata dan elastis : (a) sektor
industri di wilayah tetangga pada radius tertentu menjadi faktor pendorong
dalam peningkatan sektor keuangan dan persewaan di suatu wilayah dengan
elastisitas 6,87, (b) angkatan kerja menganggur di wilayah tetangga pada
radius tertentu memberikan dampak positif terhadap pangsa sektor keuangan
dan persewaan dengan elastisitas 4,78, (c) keberadaan jembatan dan jalan
antar desa yang bisa dilewati kendaraan roda 4 di wilayah tetangga pada
radius tertentu dapat mendorong sektor keuangan dan persewaan di suatu
wilayah dengan elastisitas 4,69
4. Model IV (sektor keuangan dan persewaan), dimana variabel nyata dan
elastis : keberadaan infrastruktur jembatan dan jalan antar desa yang bisa
dilewati kendaraan roda 4 di wilayah tetangga yang berbatasan langsung
dapat mendorong peningkatan sektor industri di suatu wilayah dengan
elastisitas 1,222.
5. Model V (angkatan kerja menganggur), dimana variabel nyata dan elastis : (a)
pengeluaran anggaran rutin di wilayah tetangga pada radius tertentu
memberikan dampak positif terhadap pangsa angkatan kerja menganggur di
suatu wilayah dengan elastisitas 3,331, (b) rataan per kapita total anggaran
belanja kecamatan di wilayah tetangga pada radius tertentu dapat
menghambat angkatan kerja menganggur di suatu wilayah dengan elastisitas
2,636.
Dari kelima model keterkaitan antara kinerja pembangunan ekonomi
daerah menunjukkan bahwa variabel-variabel yang berpengaruh signifikan
(nyata) dan elastis terhadap variabel tujuan (kinerja pembangunan ekonomi
daerah) didominasi oleh variabel yang terkait dengan kondisi sekitarnya, baik
yang berbatasan langsung (W1) maupun jarak dalam radius tertentu (W2).
Kondisi ini berimplikasi dalam mekanisme untuk meningkatkan kinerja
pembangunan ekonomi daerah maka harus memperhatikan faktor pendorong
dan penghambat terutama dalam meningkatkan kerjasama dengan wilayah
sekitarnya.
Konsep kerjasama dan koordinasi dengan wilayah sekitarnya (Inter-
Regional Cooperation) menjadi faktor yang sangat penting untuk diperhatikan
dalam setiap kegiatan pembangunan dalam rangka optimasi pencapaian tujuan
pembangunan dan peningkatan kinerja pembangunan ekonomi daerah. Temuan
tersebut juga mengindikasikan pentingnya Inter-Regional Cooperation dalam
skala yang lebih luas.

Kata Kunci : agropolitan, tipologi wilayah, model keterkaitan spasial


©Hak cipta milik IPB, tahun 2008
Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis


dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya
dalam bentuk apapun, baik cetak, foto copy, microfilm, dan sebagainya
MODEL PENGEMBANGAN WILAYAH DENGAN
PENDEKATAN AGROPOLITAN
(STUDI KASUS KABUPATEN BANYUMAS )

SULISTIONO

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Muntoha Selari, MS
Judul Tesis : Model Pengembangan Wilayah dengan Pendekatan
Agropolitan (Studi Kasus Kabupaten Banyumas)
Nama : Sulistiono
NIM : A. 353060324

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. H.R. Sunsun Saefulhakim, M.Agr Didit Okta Pribadi, SP, MSi
Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB


Ilmu Perencanaan Wilayah

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

Tanggal Lulus : Tanggal Ujian : 12 Februari 2008


PERSEMBAHAN

Tulisan ini kupersembahkan untuk yang kucintai dan kuhormati.....


istriku (Triana Setiawardani, SPt, MP) yang telah tabah & sabar
merawat buah hati kami dengan penuh suka duka,
anak-anakku(Shafira Ayu Permatasari, Ayunda Tasya Hapsari,
Fauzi Sulistio Nugrahanto) yang kurang banyak mendapat kasih
sayang selama proses study,
yang kuhormati ibunda Lely Sustijah & ayah mertua
Prof. DR. H. Iswanto, S.H
serta kakakku Ir. Sulistyorini, MSi yang telah banyak memberikan
dukungan nasehat & doa,
almamaterku serta sahabat-sahabatku, rekan-rekan mahasiswa
PWL 2006
terimakasih atas semua dukungan dan kebersamaan kita

You might also like