You are on page 1of 6

Miefta Dwi Putra

051011142 / C

RINGKASAN POKOK BAHASAN BAB 9

DEMOKRASI DAN PENDIDIKAN DEMOKRASI (2)

A. HAKIKAT DEMOKRASI

Hakikat demokrasi dapat kita telaah awalnya dari pengertian demokrasi dari segi bahasa,
yang terdiri dari dua kata yaitu "demos" yang berarti rakyat dan "cratos" yang berarti kekuasaan
atau kedaulatan. Jadi, demokrasi di sini diartikan sebagai kedaulatan yang berada di tangan
rakyat, dalam kata lain berarti rakyat yang memiliki kekuasaan tertinggi dalam penentuan
keputusan. Dari pernyataan tersebut rakyat-lah yang berperan sebagai pemegang kekuasaan,
pembuat dan penentu kebijakan tertinggi dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan
serta pengontrol terhadap pelaksanaan kebijakannya baik yang dilakukan secara langsung oleh
rakyat atau mewakilinya melalui lembaga perwakilan. Maka dari itu, negara yang menganut
paham demokrasi, sebaiknya tidak hanya mendengarkan kemauan kaum mayoritas semata,
namun juga kemauan kaum minoritas, meskipun dalam prakteknya, masih sulit menemui hal
yang demikian itu. Pemerintahan dari rakyat berhubungan erat dengan pemerintahan legitimasi
dan pemerintahan tidak legitimasi.

Pemerintahan legitimasi berarti pemerintahan yang berkuasa mendapat pengakuan dan


dukungan dari rakyat. Sebaliknya, pemerintahan tidak legitimasi adalah pemerintahan yang
sedang memegang kendali kekuasaan tidak mendapat pengakuan dan dukungan dari rakyat.
Legitimasi ini merupakan hal yang sangat penting karena dengan legitimasi tersebut,
pemerintah dapat menjalankan program pemerintahan dan pembangunan sebagai wujud dari
amanat yang diberikan rakyat kepada pemerintah. Setidaknya ada 5 prinsip, yakni:

Adanya pembagian kekuasaan (sharing power)

Mengapa harus demikian? Hal tersebut dimaksudkan agar antara pembuatan undang-
undang dan pelaksana undang-undang dapat terjadi suatu bentuk pengawasan atau kontrol
(checking power with power)

Adanya pemilihan umum yang bebas (general election)

Untuk terpilihnya pemerintahan yang dikehendaki rakyat, diperlukan pemilihan umum


yang dilaksanakan secara jujur, adil, bebas dan demokratis oleh lembaga independen.
Adanya manajemen pemerintahan yang terbuka

Hal tersebut dimaksudkan agar pemerintahan yang tercipta tidak bersifat kaku dan
otoriter, maka diperlukanlah partisipasi rakyat dalam menilai pemerintahan, dilakukan secara
transparan, dan menerapkan akuntabilitas publik.

Adanya kebebasan individu

Ini diperlukan dalam negara demokrasi untuk membuktikan bahwa rakyat memang diberi
kebebasan seluas-luasnya dan tidak dikekang seperti negara otoriter, sehingga rakyat tidak
perlu lagi dihantui rasa takut.

Adanya peradilan yang bebas

Dimaksudkan agar peradilan dan hukum tidak tercampur aduk dengan aparat pemerintah
karena dikhawatirkan akan terjadi ketidakadilan dan bentuk penyelewengan hukum lainnya.
Dengan tidak tercampurnya hal tersebut, diharapkan pula nantinya lembaga peradilan dapat
bersikap adil dalam pemutusan perkara.
Sedangkan menurut Robert Dahl, ada tujuh prinsip ditegakkannya demokrasi, yaitu kontrol
atas keputusan pemerintah, pemilihan yang teliti dan jujur, hak memilih dan dipilih, kebebasan
menyatakan pendapat tanpa ancaman, kebebasan mengakses informasi serta kebebasan
berserikat. Selain prinsip tersebut, demokrasi berdiri di atas fondasi fundamental yaitu otoritas,
privasi, tanggung jawab, dan keadilan.

B. SEJARAH PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI BARAT DAN DI INDONESIA

1. Sejarah Perkembangan Demokrasi di Barat

Konsep ini semula lahir di Yunani kuno antara abad 4 SM hingga abad 6 M, yang mana pada
masa itu berbentuk negara-kota (city-state) dan dijalankan dalam bentuk demokrasi langsung
yang artinya dalam menyampaikan haknya unntuk membuat kebijakan politik, rakyat dapat
menyampaikannya secara langsung berdasarkan prosedur mayoritas, mengingat pada masa itu,
dalam sebuah city-state tidak memiliki jumlah warga negara yang besar, persoalannya pun tidak
serumit negara kita. Namun demikian, tidak semua rakyat di negara-kota ini mendapatkan hak-
hak demokrasi. Hak-hak tersebut hanya diberikan untuk kaum lelaki yang sudah menjadi warga
negara yang resmi. Sedangkan di luar daripada ketentuan tersebut, tidak berhak untuk ikut
memberikan suara dalam penentuan kebijakan politik. Maka dari itulah, meskipun memang dari
luar tampak negara-kota ini bersifat demokratis, namun masih saja ada bentuk-bentuk
diskriminatif.

Kemudian setelah itu, ketika memasuki abad pertengahan demokrasi sudah tidak bisa
dijumpai lagi, karena pada abad ini, struktur masyarakat Barat dicirikan berperilaku feodal.
Kehidupan spiritual dikuasai oleh Paus dan pejabat agama, sedangkan kehidupan politiknya
diwarnai perebutan kekuasaan oleh para bangsawan. Dan lama-kelamaan, justru Paus-lah yang
seakan-akan mempunyai kekuasaan tertinggi dalam suatu negara. Maklumat yang dikeluarkan
oleh gereja seolah berubah menjadi sebuah undang-undang yang harus dilaksanakan dan
apabila melanggar, maka akan diberi hukuman sesuai ajaran gereja. Pada masa abad
pertengahan inilah kebebasan rakyat benar-benar dikebiri dan masa ini semakin dikenal dengan
sebutan The Dark Middle Ages atau abad pertengahan yang gelap.

Menjelang akhir abad pertangahan, tumbuh kembali keinginan untuk menghidupkan


demokrasi, karena dirasa pada masa itu, kebebasan rakyat benar-benar dikebiri. Hal itu
diindikasikan dengan lahirnya Magna Charta (Piagam Besar) sebagai suatu piagam yang memuat
perjanjian antara kaum bangsawan dan Raja John dengan bawahannya. Dalam piagam Magna
Charta disebutkan bahwa raja mengakui dan menjamin beberapa hak dan preveleges
bawahannya termasuk rakyat jelata sebagai imbalan untuk penyerahan dana bagi keperluan
perang dan lain-lain. Selain itu dalam piagam ini memuat dua prinsip yang sangat mendasar,
yaitu adanya pembatasan kekuasaan raja dan hak asasi manusia lebih penting daripada
kedaulatan raja.

Munculnya kembali gerakan demokrasi di Eropa Barat pada abad pertengahan juga
didorong oleh perubahan sosial-budaya atau biasa disebut sebagai gerakan Renaissance. Selain
Renaissance, ada juga peristiwa lain yang mendorong timbulnya demokrasi di Eropa Barat, yaitu
gerakan reformasi. Gerakan ini merupakan gerakan revolusi agama yang dilakukan oleh Martin
Luther yang menyulut api pemberontakan terhadap dominasi gereja. Dobrakan absolutisme dan
monarki berdasarkan aliran rasionalisme disebut sebagai social-contraxl. Pada perjanjian ini
kemudian lahir apa yang disebut sebagai hukum alam (natural law). Namun, lama-lama hukum
ini semakin tidak sesuai dengan apa yang diharapkan dan diganti dengan peraturan baru yang
lebih demokratis.

2. Sejarah Perkembangan Demokrasi di Indonesia

Mengenai sejarah demokrasi di Indonesia dapat dibagi menjadi dua tahapan, yaitu
tahapan pra-kemerdekaan dan pasca kemerdekaan. Apabila dilihat dari segi waktu, dapat dibagi
menjadi empat periode.

Demokrasi Periode 1945-1959

Demokrasi pada periode ini dikenal sebagai demokrasi parlementer. Demokrasi ini tercipta
setelah proklamasi kemerdekaan dan diperkuat dalam UUD 1945 serta UUDS 1950. Persatuan
untuk memerangi musuh bersama tidak dapat dibina secara konstruktif karena selama
demokrasi parlementer, orang cenderung lebih mementingkan bagaimana bisa duduk di kursi
jabatan ketimbang memerangi musuh bersama. Maka dari itulah, selama masa ini, banyak
keluar mosi tidak percaya kepada pemerintah yang berakibat pada sering gantinya kabinet
pemerintahan dan program-program pembangunan. Hal ini juga berdampak pada koalisi partai
yang ternyata kurang mantap dan lebih mementingkan kepentingan partainya sendiri

Demokrasi Periode 1959-1965

Pada era ini disebut pula sebagai Demokrasi Terpimpin. Demokrasi ini cenderung berupa
dominasi presiden, terbatasnya peranan partai politik, berkembangnya komunis dan meluasnya
peranan ABRI sebagai unsur sosial politik. Mengapa terjadi hal yang demikian itu? Karena pada
masa sebelumnya, pemerintahan cenderung lebih kacau dan tidak terkonsentrasi, maka dari
itulah Demokrasi Terpimpin ingin agar pemerintahan dapat terpusat dan tidak lagi kacau.
Walaupun memang dalam prakteknya, demokrasi ini banyak melakukan distorsi terhadap
demokrasi. Salah satu contohnya adalah dekrit presiden 5 Juli 1959 yang dianggap sebagai salah
satu usaha mengatasi kemacetan politik, ternyata justru merupakan penyimpangan bentuk
demokrasi. Bahkan Pemimpin Tertinggi Revolusi (sebutan presiden pada masa itu) pernah akan
mengangkat dirinya sebagai presiden seumur hidup.

Demokrasi Periode 1965-1998

Pemerintahan pada masa ini muncul setelah ditumpasnya PKI. Landasan formilnya adalah
Pancasila, UUD 1945 serta ketetapan-ketetapan MPR. Semangat yang mendasarinya adalah
ingin mengembalikan pemerintahan yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 secara murni
dan konsekuen. Karena praktik demokrasi selalu mengacu pada kedua hal tersebut, maka
demokrasi pada masa ini dinamakan sebagai Demokrasi Pancasila.

C. NEGARA HUKUM , MASYARAKAT MADANI, INFRASTRUKTUR POLITIK DAN


PERS YANG BEBAS DAN BERTANGGUNG JAWAB SEBAGAI KOMPONEN
PENEGAKAN DEMOKRAT

1. Negara Hukum

Negara hukum atau Rechstaat dalam kepustakaan ilmu hukum Indonesia diartikan
sebagai negara yang memberikan perlindungan hukum bagi warga negaranya melalui
perlembagaan peradilan yang bebas dan tidak memihak serta menjamin hak-hak asasi
manusia. Konsep negara hukum ialah sebagai berikut:

1. Adanya jaminan perlindungan terhadap HAM.


2. Adanya supremasi hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan.
3. Adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan negara.
4. Adanya lembaga peradilan yang bebas dan mandiri.

Selanjutnya, istilah negara hukum juga dapat ditemukan dalam UUD 1945 bahwa
Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (Rechstaat) dan bukan berdasar
atas kekuasaan belaka (Machstaat). Negara hukum sangat dibutuhkan bagi penegakan
demokrasi agar setiap masyarakat merasa terlindungi dari kesewenangan yang mungkin
akan terjadi.

2. Masyarakat Madani

Masyarakat Madani (Civil Society) adalah masyarakat yang dicirikan sebagai


masyarakat yang terbuka, bebas dari pengaruh tekanan negara dan kekuasaan, kritis
dan berpartisipasi aktif serta bagian integral dari penegakan demokrasi. Dalam
masyarakat madani diasumsikan bahwa proses demokratisasi sebagai proses politik
dorongannya berasal dari perjuangan masyarakat yang sadar secara etis dan
bertanggung jawab atas perbaikan nasibnya sendiri. Menurut Gellner, masyarakat
madani bukan hanya merupakan syarat penting bagi demokrasi, namun tatanan nilai
dalam masyarakat madani seperti kebebasan dan kemandirian juga merupakan sesuatu
yang inheren (baik secara internal dalam hubungan horizontal maupun eksternal).

3. Infrastruktur Politik

Infrastruktur politik juga dapat mendukung tegaknya demokrasi. Hal ini terdiri dari
partai politik, kelompok gerakan dan kelompok penekan. Partai politik merupakan
struktur kelembagaan politik yang anggotanya memiliki orientasi, nilai dan cita-cita yang
sama untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan. Partai politik mempunyai
empat fungsi yang merupakan pengejawantahan dari nilai demokrasi yaitu adanya
partisipasi, kontrol rakyat melalui partai politik terhadap kehidupan kenegaraan, serta
adanya pelatihan penyelesaian konflik secara damai. Begitu pula aktivitas yang
dilakukan kelompok-kelompok gerakan dan penekan merupakan perwujudan adanya
kebebasan berorganisasi, menyampaikan pendapat dan melakukan oposisi terhadap
negara dan pemerintah yang kesemuanya merupakan indikator bagi tegaknya sebuah
demokrasi.

4. Pers yang Bebas dan Bertanggung Jawab

Pers merupakan pilar keempat dalam penegakan demokrasi pada sebuah negara
setelah legislatif, eksekutif dan yudikatif. Salah satu peranan pers adalah sebagai
penyedia informasi bagi masyarakat yang berkaitan dengan berbagai persoalan baik
dalam kaitan dengan kehidupan kenegaraan dan pemerintahan maupun masalah yang
berkaitan dengan kehidupan masyarakat.

Pers lebih ditekankan berposisi pada sifat independensi yang bebas menyebarkan
informasi dan pendapat. Pers hanya harus dapat bertanggung jawab secara yuridis di
pengadilan dan bertanggung jawab etika jurnalistik atas isi berita atau informasi yang
disebarkan. Pers juga dapat berfungsi sebagai pengawas terhadap kinerja pemerintah.

D. HUBUNGAN ANTARA DEMOKRASI DAN AGAMA

Agama dan demokrasi merupakan konsep dan sistem nilai yang sangat penting bagi
kehidupan manusia. Menurut Komaruddin Hidayat, ada tiga pandangan mengenai hubungan
antara agama dan demokrasi. Pandangan pertama (model paradoksal) menyatakan bahwa
antara demokrasi dan agama tidak bisa dipertemukan bahkan berlawanan. Tokoh yang
berpandangan seperti ini adalah Karl Marx, Nietzche dan Sartre. Mereka berpandangan bahwa
agama membelenggu kebebasan penalaran individu untuk membangun dunianya secara
otonom berdasarkan kehendak mereka. Pandangan kedua (model sekuler) menyatakan bahwa
antara agama dan demokrasi bersifat netral, dimana setiap masalah berjalan sesuai dengan
jalannya sendiri. Agama berurusan dengan agama, sementara politik berurusan dengan politik.

Karena itu, agama hanya mengurusi masalah hubungan manusia dengan Tuhan dan
pencarian makna hidup dan kehidupan. Sementara dalam interaksi sosial, nilai-nilai demokrasi
dijadikan sebagai tata krama dan etika sosial yang mana dalam hal ini, agama tidak dapat
memainkan perannya. Pandangan ketiga (model teo-demokrasi) menyatakan bahwa antara
agama dan demokrasi memiliki keseuaian. Baik secara teologis maupun sosiologis, agama
mendukung proses demokratisasi politik, ekonomi maupun kebudayaan.

E. PROSPEK DEMOKRASI DI INDONESIA

Di negara berkembang (termasuk Indonesia) proses perkembangan demokrasi berjalan


secara tersendat-sendat, bahkan ada yang tidak bisa muncul sama sekali. Menurut Samuel
Huntington, model politik pada negara berkembang itu ada dua, yaitu model negara feodal dan
negara birokratis. Keduanya memiliki sistem politik yang bersifat pemusatan kekuasaan yang
dapat memperkecil suburnya demokrasi. Indonesia pun memang pernah mengalami hal
tersebut dan menggunakan kedua sisem tersebut. Demokratisasi yang sedang bergulir di
Indonesia saat ini merupakan suatu tantangan sekaligus peluang yang perlu disikapi secara
cermat oleh selurh komponen penegak demokrasi. Sebagai tantangan karena agenda
demokratisasi cukup banyak seperti dalam bidang politik, ekonomi, hukum, pendidikan dan
sosial budaya. Sedangkan sebagai peluang yang dapat menjadikan Indonesia sebagai salah satu
negara berkembang yang dapat menerapkan prinsip dan nilai-nilai demokrasi dalam kehidupan
kemasyarakatan dan kenegaraan.

You might also like