You are on page 1of 25

MAKALAH

BERPIKIR KRITIS DAN PROSES KEPERAWATAN

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Harian Mata Kuliah


Fundamental of Nursing III

Disusun oleh :

Suci Amalya 220110090130


Suci Puspitasari 220110090042
Sylvia Farmasya Adha 220110090125
Tarina Eka Putri 220110090112
Taufik N Rochman 220110090049
Teguh Sumarna 220110090072
Tia Destianti 220110090085
Tiktik Yuniarti Tasrikah 220110090097
Twenty S Simanjuntak 220110090004
Ulan Imagi 220110090058
Upik Desma 220110090095
Venti Apriani F 220110090055

Fakultas Keperawatan
Universitas Padjajaran
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena

karena rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini berisikan tentang berpikir kritis yang ditunjang dengan

proses keperawatan. Perawat dalam melaksanakan tanggung jawabnya untuk

membantu individu meraih kembali atau meningkatkan kesehatannya harus

mampu berpikir kritis.

Kami ucapkan terima kasih untuk rekan-rekan dan dosen yang telah

membantu dalam penyelesaian makalah ini. Kami hanya manusia yang tak luput

dari kesalahan, maka kami mohon maaf apabila telah melakukan kesalahan di

dalam penyusunan makalah ini serta isi dalam makalah. Semoga dengan selesai-

nya makalah ini dapat bermanfaat bagi siapapun.

Jatinangor, Februari 2010

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 2

2.1 Berpikir Kritis ................................................................................... 2


2.1.1 Model Berpikir Kritis ........................................................ 2
2.1.2 Tingkat Berpikir dalam Keperawatan ............................... 7

2.2 Proses Keperawatan ........................................................................ 8

2.2.1 Pengkajian ......................................................................... 9

2.2.2 Diagnosa Keperawatan ..................................................... 14

2.2.3 Perencanaan ...................................................................... 15

2.2.5 Evaluasi ............................................................................ 19

BAB III KESIMPULAN ................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Perawat memegang peran penting pada klien dalam kelangsungan asuhan

keperawatan. Saat klien mengeluhkan berbagai masalah, perawat dituntut untuk

selalu berpikir kritis dan menemukan jalan keluar yang terbaik untuk memenuhi

kebutuhan klien. Berpikir kritis adalah suatu proses yang dikaji setelah mendapat

informasi.

Penerapan praktik berpikir kritis ditunjang oleh proses keperawatan.

Proses keprawatan terdiri atas pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,

implementasi, dan evaluasi. Perawat pun akan melakukan berbagai pertimbangan

dalam melakukan intervensi pada klien karena kondisi kesehatan klien merupakan

tanggung jawabnya.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Berpikir Kritis

Berpikir adalah menggunakan pikiran dan mencakup membuat pendapat,


membuat keputusan,menarik kesimpulan,dan mereflesikan (Gordon,1995). Ber-
pikir merupakan suatu proses yang aktif dan terkoordinasi(Chaffee,1994). Bagai-
mana perawat menggunakan informasi sebagai pertimbangan, membuat kesimpul-
an, dan membentuk gambaran mental tentang apa yang terjadi pada klien ini ada-
lah gambaran berpikir kritis.

BERPIKIR DAN BELAJAR

Sebagai perawat profesional, perawat harus selalu melihat dan berpikir ke


depan. Perawat tidak dapat membiarkan berpikir menjadi sesuatu yang rutin atau
standar. Praktik keperawatan selalu berubah. Sehingga dapat dikatakan, dengan
tersedianya pengetahuan baru, perawat profesional harus selalu menantang cara-
cara tradisional dalam melakukan sesuatu dan mencari apa yang paling efektif,
yang mempunyai bukti-bukti mendukung secara ilmiah,dan memberikan hasil
yang lebih baik untuk klien.Untuk berpikir secara kritis membuat perawat mampu
belajar dan untuk secara positif mempengaruhi praktik keperawatan. Kedewasaan
seorang perawat diukur dengan kemampuannya untuk menggunakan pengetahuan
baru yang terlibat dalam proses penemuan yang menguntungkan bagi klien juga
bagi profesi.

2.1.1 Model Berpikir Kritis

Kataoka-Yahiro dan Saylor (1994) telah mengembangkan model berpikir


kritis untuk penilaian keperawatan. Model tersebut dirancang untuk mengetengah-
kan penilaian keperawatan dalam peran klinis, manajerial, kepemimpinan, dan
pendidikan. Saat perawat masuk ke dalam pengalaman klinis, tujuan dari model

2
tersebut, yaitu lima komponen berpikir kritis, yang pada akhirnya mengarahkan
perawat untuk membuat penilaian klinis yang diperlukan untuk suhan
keperawatan yang aman dan efektif.

1. Dasar Pengetahuan khusus

Dasar pengetahuan khusus merupakan komponen pertama berpikir kritis


seorang perawat profesional. Dasar pengetahuan ini beragam sesuai dengan
program pendidikan dan dasar keperawatan dari jenjang mana perawat diluluskan,
dan setiap gelar tingkat lanjut yang didapatkan pearawat atau profesi yang dijalani
dan pendidikan tambahan yang harus dicari maupun ditempuh. Penting artinya
bahwa dasar pengetahuan ini mencakup pendekatan yang menguatkan
kemampuan pearawat untuk berpikir secara kritis tentang masalah keperawatan.

Dasar pengetahuan perawat mencakup informasi dan teori dari ilmu pe-
ngetahuan alam, humaniora, dan keperawatan yang diperlukan untuk memikirkan
masalah keperawatan.

Seseorang yang sudah mempunyai kemampuan untuk berpikir kritis biasa-


nya akan melakukan aktivitas mental berikut ini sementara ia berpikir secara
kritis.
a. Mengajukan pertanyaan- pertanyaan untuk menentukan alasan dan penyebab
mengapa perkembangan tertentu terjadi dan untuk menentukan apakah
diperlukan informasi lain.

b. Mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang relevan untuk


mempertimbangkan semua faktor yang tercakup.

c. Memvalidasi informasi yang tersedia untuk memastikan bahwa informasi itu


akurat, bukan semata- mata pendapat atau dugaan, dan bahwa informasi itu
beralasan dan didasarkan pada fakta dan bukti.

d. Menganalisa informasi tersebut untuk menentukan maknanya dan untuk


menentukan apakah informasi tersebut membentuk suatu rangkaian atau pola
yang akin mengacu pada suatu kesimpulan tertentu.

3
e. Menggunakan pengalaman dan pengetahuan klinis yang lalu untuk
menjelaskan apa yang sedang terjadi dan untuk mengantisisipasi apa yang akin
terjadi selanjutnya.

f. Mempertahankan suatu sikap fleksibel yang memungkinkan fakta- fakta untuk


menuntun dalam brisker dan dalam mempertimbangkan semua kemungkinan.

g. Mempertimbangkan pilihan yang tersedia dan menilai tiap pilihan itu menurut
keuntungan dan kerugian masing- masing.

h. Merumuskan suatu keputusan yang mencerminkan pengambilan keputusan


yang kreatif dan mandiri.

2. Pengalaman

Pengalaman memberikan suatu sarana untuk menguji keprofesionalan .


Seorang perawat menjadikan pengalaman klinis sebagai suatu sarana laboratorium
untuk menguji pengetahuan keperawatan. Perawat harus mengetahui bahwa
pendekatan teori atau buku ajar mempunyai landasan kerja yang penting untuk
praktik tetapi harus dibuat modifikasi untuk merangkul lingkungan kerja, kualitas
keunikan klien yang ada dan pengalaman perawat yang didapatkan dari klien-
klien sebelumnya.

Perawat yang ahli memahami konteks dalam situasi klinis, mengenali


isyarat, dan menginterpretasikannya sebagai relevan atau tidak relevan (Benner,
1992). Tingkat kompetensi ini hanya terdapat dalam pengalaman. Kemungkinan
merupakan pelajaran terbaik yang harus dipelajari oleh peserta didik keperawatan
yang baru adalah mengambil manfaat semua yang dialami klien.

3. Kompetensi

Kompetensi berpikir kritis adalah proses kognitif yang digunakan perawat


untuk membuat penilain keperawatan. Terdapat tiga tipe kompetensi yaitu :

1. Berpikir kritis umum


Proses berpikir kritis umum mencakup metode ilmiah, pemecahan
masalah, dan pembuatan keputusan. Proses berpikir umum digunakan
dalam disiplin lain (mis, pekerja sosial dan kedokteran) dan dalam situasi
4
non-klinis. Pemecahan masalah mencakup mendapatkan informasi ketika
terdapat kesengajaan antara apa yang sedang terjadi dengan yang
seharusnya terjadi.

Dalam pembuatan keputusan, individu memilih tindakan untuk memenuhi


tujuan. Sebagai contoh, pengambilan keputusan terjadi ketika seseorang
memutuskan bagaimana cara menggunakan waktunya atau makanan yang
akan dimasak untuk makan malam. Untuk membuat keputusan, seseorang
harus mengkaji semua pilihan, menimbang setiap pilihan tersebut terhadap
serangkaian criteria, dan kemudian membuat pilihan terakhir.

2. Berpikir kritis spesifik dalam situasi klinis

Kompetensi berpikir kritis spesifik dalam situasi klinis mencakup


pertimbangan diagnostik, kesimpulan klinis, dan pembuatan keputusan
klinis. Suatu contoh pemeriksaan diagnostik yang beralasan termasuk
perawat yang membuat pengkajian berkesinambungan berdasarkan
masalah medis klien (Carnevali & Thomas, 1993).

3. Berpikir kritis dalam keperawatan

Satu teori kompetensi berpikir kritis bersifat khusus untuk keperawatan.


Proses keperawatan merupakan pendekatan sistematis yang digunakan
untuk secara kritis mengkaji dan menelaah kondisi klien, mengidentifikasi
respons klien terhadap masalah kesehatan, melakukan tindakan yang
sesuai, dan kemudian mengevaluasi apakah tindakan yang dilakukan telah
efektif. Format untuk proses keperawatan adalah unik untuk disiplin
keperawatan dan memberikan bahasa dan proses yang umum bagi perawat
untuk “memikirkan semua” masalah klien (Kataoka-Yahiro dan Saylor,
1994). Proses keperawatan adalah suatu pendekatan sistematik,
komprehensif untuk asuhan keperawatan.

3. Sikap untuk Berpikir Kritis 5

Sikap adalah adalah nilai yang diyakini terbentuk dalam bentuk pemikiran
yang termanifestasi dalam sebuah tindakan. Berikut ini adalah contoh sikap untuk
berpikir kritis.

• Tanggung gugat

Tanggung gugat adalah kesiapan seorang profesional mengalami tanggung


gugat untuk apapun penilaian yang dibuatnya atas nama pekerjaan terhadap
segala sesuatu tindakanya atau keputusannya.

• Berpikir mandiri

Berpikir mandiri adalah inti dari riset ,untuk dapat berfikir mandiri seseorang
profesional akan berfikir dan mencari rasional serta jawaban yang logis.

• Mengambil Resiko

Seorang profesional harus rela ide-idenya ditelaah dan harus dapat menerima
pemikiran baru dan maju, Perlu dibutuhkan keyakinan dan niat serta kemauan
untuk mengambil resiko apa yang salah dan dan untuk kemudian melakukan
tindakan didasarkan pada keyakinan yang didukung fakta dan bukti yang
kuat.

• Kerendahan Hati

Penting untuk mengakui keterbatasan diri, pemikir kritis mengetahui


ersiko yang timbul dari sebuah keputusan maupun situasi jika profesional
tidak mampu mengenali ketidakmampuannya untuk mengatasi masalah
yang muncul maka bias dipastikan strateginya akan mengalami kegagalan.
Seorang profesional harus memikirkan kembali untuk mencari
pengetahuan baru, mencari sumber informasi yang lain.

• Integritas

Integritas pribadi membangun ras percaya diri , seorang profesional yang


mempunyai integritas dengan cepat akan berkeinginan mengakui dan
mengevaluasi segala ketidak konsistenan dalam ide dan keyakinanya. 6

• Ketekunan

Profesional yang berfikir kritis bertekad menemukan solusi yang efektif


untuk mengatasi konflik terkait dengan profesionalisme . Profesional
belajar sebanyak mungkin mengenali masalah yang mungkin timbul dari
profesinya .

• Kreatif

Kreativitas mencakup berpikir original, hal ini berarti menemukan solusi


di luar apa yang dilakukan secara tradisonal.

Komponen standar dalam berfikir kritis mencakup standar intelektual dan


profesional. ( Paul, 1993).

2.1.2 Tingkat Berpikir dalam Keperawatan

Model Kataoka-Yuhiro dan Saylor, (1994) mengidentifikasi tiga tingkat ber-


pikir kritis dalam keperawatan yaitu: tingkat dasar, kompleks, dan komitmen.
Tingkat ini cenderung sejajar dengan lima tingkat kecakapan yang diuraikan oleh
Banner (1984) yaitu, pendatang, pemula lanjut, kompeten, cakap, dan ahli.
Pada tingkat dasar pembelajar menganggap bahwa yang berwenang mempu-
nyai jawaban yang benar untuk setiap masalah. Berpikir cenderung untuk menjadi
konkret dan didasarkan pada serangkaian peraturan atau prinsip. Hal ini merupa-
kan langkah awal dalam perkembangan kemampuan mempertimbangkan
(Kataoka Yuhiro dan Saylor, 1994). Individu mempunyai keterbatasan pengala-
7
man dalam berpikir kritis. Disamping kecenderungan untuk diatur oleh orang lain,
individu belajar menerima perbedaan pendapat dan nilai-nilai diantara pihak yang
berwenang. Dalam kasus perawat baru, berpikir kritis sambil melakukan prosedur
perawatan masih terbatas. Pendekatan tahap demi tahap digunakan untuk mem-
berikan perawatan dan mungkin tidak dapat diadaptasi untuk kebutuhan klien
yang unik atau tidak lazim.
Pada tingkat berpikir kritis yang kompleks, seseorang secara kontinu me-
ngenali keragaman dari pandangan dan persepsi individu. Apa yang berubah ada-
lah kemampuan dan inisiatif individu. Pengalaman membantu individu mencapai
kemampuan untuk terlepas dari kewenangan dan menganalisis serta meneliti alter-
natif secara lebih mandiri dan sistematis. Dalam kaitannya dengan keperawatan,
praktisi mulai untuk mencari bagaimana tindakan keperawatan mempunyai man-
faat jangka panjang untuk klien. Perawat mulai mengantisipasi alternatif lebih
baik dan menggali lebih luas. Hanya kemauan untuk mempertimbangkan penyim-
pangan dari protokol atau peraturan standar ketika terjadi situasi klien yang kom-
pleks. Sering terdapat lebih dari satu solusi untuk satu masalah. Perawat belajar
keragaman dari pendekatan yang berbeda untuk terapi yang sama.
Tingkat ketiga dari berpikir kritis adalah komitmen. Pada tingkat ini perawat
memilih tindakan atau keyakinan berdasarkan alternatif yang diidentifikasi pada
tingkat berpikir yang kompleks. Perawat mampu untuk mengantisipasi kebutuhan
untuk membuat pilihan yang kritis setelah menganalisis keuntungan dari alternatif
lainnya. Maturitas perawat tercermin dalam kebiasaan mencari pilihan yang ter-
baik, yang paling inovatif, dan paling sesuai untuk perawatan klien.

2.2 Proses Keperawatan

Proses keperawatan adalah satu pendekatan untuk pemecahan masalah


yang memampukan perawat untuk mengatur dan memberikan asuhan kepera-
watan.proses keperawatan mengandung elemen berpikir kritis yang memungkin-
kan perawat membuat penilaian dan melakukan tindakan berdasarkan naluri.
Proses adalah serangkaian tahapan atau komponen yang mengarah pada penca-
paian tujuan. Tiga karakteristik dari proses adalah tujuab,organisasi dan krea-
tivitas (Bevis,1978).Tujuan adalah maksud spesifikasi atau tujuan dari proses.

8
Proses keperawatan digunakan untuk mendiagnosa dan mengatasi respons manu-
sia terhadap sehat dan sakit(American Nurses Association,1980). Organisasi ada-
lah satu rangkaian tahap atau komponen yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
Proses keperawatan mencakup lima tahap, yaitu pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.

PENGKAJIAN

EVALUASI DIAGNOSA
KEPERAWATAN

ANALISIS

IMPLEMENTASI PERENCANAAN

2.2.1 Pengkajian

Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertuju-


an untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat mengidenti-
fikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien,
baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Effendy, 1995).

Pengkajian yang sistematis dalam keperawatan dibagi dalam empat tahap


kegiatan, yang meliputi ; pengumpulan data, analisis data, sistematika data dan
penentuan masalah. Adapula yang menambahkannya dengan kegiatan dokumen-

9
tasi data (meskipun setiap langkah dari proses keperawatan harus selalu didoku-
mentasikan juga).

Data fokus keperawatan adalah data tentang perubahan-perubahan atau


respon klien terhadap kesehatan dan masalah kesehatannya, serta hal-hal yang
mencakup tindakan yang dilaksanakan kepada klien.

Pada dasarnya tujuan pengkajian adalah mengumpulkan data objektif dan


subjektif dari klien. Adapun data yang terkumpul mencakup klien, keluarga,
masyarakat, lingkungan, atau kebudayaan. (Mc Farland & Mc Farlane, 1997)

Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan selama pengkajian antara lain:

1. Memahami secara keseluruhan situasi yang sedang dihadapi oleh klien


dengan cara memperhatikan kondisi fisik, psikologi, emosi, sosialkultural,
dan spiritual yagn bisa mempengaruhi status kesehatannya.
2. Mengumpulkan semua informasi yang bersangkutan dengan masa lalu,
saat ini bahkan bahkan sesuatu yang berpotensi menjadi masalah bagi
klien guna membuat suatu database yang lengkap. Data yang terkumpul
berasal dari perawat-klien selama berinteraksi dan sumber yang lain.
(Gordon, 1987;1994)
3. Memahami bahwa klien adalah sumber informasi primer.
4. Sumber informasi sekunder meliputi anggota keluarga, orang yang
berperan penting dan catatan kesehatan klien.

Metode pengumpulan data meliputi :

• Melakukan interview/wawancara.
• Riwayat kesehatan/keperawatan
• Pemeriksaan fisik
• Mengumpulkan data penunjang hasil laboratorium dan diagnostik lain
serta catatan kesehatan (rekam medik).

Model Keperawatan dalam Pengkajian/ Pengumpulan Data


• Gordon (1982) : Pola Kesehatan Fungsional

1. Pola penatalaksanaan kesehatan / persepsi sehat

a. Pola sehat – sejahtera yang dirasakan 10

b. Pengetahuan tentang gaya hidup dan berhubungan dengan sehat


c. Pengetahuan tentang praktik kesehatan preventif
d. Ketaatan pada ketentuan media dan keperawatan

2. Pola nutrisi – metabolik

a. Pola makan biasa dan masukan cairan


b. Tipe makanan dan cairan
c. Peningkatan / penurunan berat badan
d. Nafsu makan, pilihan makanan

3. Pola eliminasi

a. Defekasi, berkemih
b. Penggunaan alat bantu
c. Penggunaan obat-obatan

4. Pola aktivitas – latihan

a. Pola aktivitas, latihan dan rekreasi


b. Kemampuan untuk mengusahakan aktivitas sehari-hari (merawat
diri, bekerja, dll)

5. Pola tidur dan istirahat

a. Pola tidur – istirahat dalam 24 jam


b. Kualitas dan kuantitas tidur

6. Pola kognitif – perseptual – keadekuatan alat sensori

a. Penglihatan, perasa, pembau


b. Kemampuan bahasa, belajar, ingatan dan pembuatan keputusan

7. Pola persepsi-konsep diri

a. Sikap klien mengenai dirinya


11
b. Persepsi klien tentang kemampuannya
c. Pola emosional
d. Citra diri, identitas diri, ideal diri, harga diri dan peran diri

8. Pola peran dan tanggung jawab

a. Persepsi klien tantang pola hubungan


b. Persepsi klien tentang peran dan tanggung jawab

9. Pola seksual – reproduksi

a. Kepuasan dan ketidakpuasan yang dirasakan klien terhadap


seksualitasnya
b. Tahap dan pola reproduksi

10. Pola koping dan toleransi stress

a. Kemampuan mengendalian stress


b. Sumber pendukung

11. Pola nilai dan keyakinan

a. Nilai, tujuan dan keyakinan


b. Spiritual
c. Konflik

• Model Roy’s (1984) : Model adaptasi :

1. Kebutuhan fisiologik

a. Aktivitas dan istirahat


b. Nutrisi
c. Eliminasi
d. Cairan dan elektrolit

e. Oksigen
12
f.Proteksi
g. Pengaturan suhu
h. Pengaturan sistem endokrin

2. Konsep diri

3. Fungsi peran

4. Interdependent

• Model Orem (1985) : Self-care / kemandirian klien dalam merawat


dirinya sendiri :

1. Pemenuhan kebutuhan oksigen


2. Pemenuhan kebutuhan cairan
3. Pemenuhan kebutuhan nutrisi
4. Pemenuhan kebutuhan eliminasi
5. Keseimbangan aktivitas dan istirahat
6. Sosial
7. Pencegahan
8. Promosi

• Doengoes (1993) :

1. Aktivitas / istirahat
2. Sirkulasi
3. Integritas ego
4. Eliminasi
5. Makanan dan cairan
6. Hygiene
7. Neurosensori
8. Nyeri / ketidaknyamanan

9. Pernafasan
13
10. Keamanan
11. Seksualitas
12. Interaksi sosial
13. Penyuluhan / pembelajaran

• Fitz Patrick (1991) : Pola respon manusia :

1. Memilih : memilih di antara alternatif-alternatif


2. Berkomunikasi : verbal – non verbal
3. Bertukaran : memberikan, melepaskan, dan kehilangan sesuatu
4. Merasakan : pengalaman, kesadaran, sensasi, pemahaman atau
pengertian secara sadar / emosional
5. Mengetahui : mengenal – memahami
6. Bergerak : mengubah posisi, desakan untuk bertindak / melakukan
sesuatuMempersepsikan : memahami dengan pikiran, sadar tentang
indera / rangsangan eksternal
7. Berhubungan : menjalin hubungan, membangun hubungan, berada
dalam beberapa asosiasi dengan benda, orang atau tempat.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah menganalisis data subjektif dan objektif


untuk membuat diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan melibatkan proses
berpikir kompleks tentang data yang dikumpulkan dari klien, keluarga, rekam
medik, dan pemberi pelayanan kesehatan yang lain.

The North American Nursing Diagnosis Association (NANDA, 1992)


mendefinisikan diagnosa keperawatan semacam keputusan klinik yang mencakup

14
klien, keluarga, dan respon komunitas terhadap sesuatu yan berpotensi sebagai
masalah kesehatan dalam proses kehidupan. Dalam membuat diagnosa kepera-
watan dibutuhkan ketrampilan klinik yang baik, mencakup proses diagnosa kepe-
rawatan dan perumusan dalam pembuatan pernyataan keperawatan. Proses diag-
nosa keperawatan dibagi menjadi kelompok interpretasi dan menjamin keakuratan
diagnosa dari proses keperawatan itu sendiri. Perumusan pernyataan diagnosa
keperawatan memiliki beberapa syarat yaitu mempunyai pengetahuan yang dapat
membedakan antara sesuatu yang aktual, risiko, dan potensial dalam diagnosa
keperawatan.

2.2.3 Perencanaan

Rencana keperawatan adalah kerangka (daftar) atau rancangan intervensi


yang komprehensif untuk mencapai kriteria hasil dengan kerangka waktu yang
ditentukan.
Komponen rencana keperawatan :
• Diagnosa Keperawatan
• Kriteria hasil (tujuan )
• Intervensi Keperawatan
Mengurangi atau meminimalkan masalah kesehatan, meningkatkan
kekuatan dan perilaku sehat dan membantu pasien mencapai kriteria hasil
yang telah ditetapkan
Adanya perencanaan keperawatan ditujukan untuk :
1. Tujuan langsung perawatan dan koordinasi perawatan pasien
2. Kesinambungan perawatan
3. Komunikasi antar peraawat
4. Gambaran standar perawatan yang diberikan pada pasien
5. Ketetapan perawatan dan pembiayaan ( pembayaran ) perawatan
6. Dasar pembiayaan perawatan yang akan dating
7. Perencanaan komponen fungsi managemen misalnya staffing, yang akan
datang.
Adapun peran klien dalam penetapan tujuan :
• Tujuan yang berpusat pada klien sasaran spesifik yang dapat di ukur
dan di rancang unttuk menunjukan tingkat kesejahteraanklien yang
tertinggi dean kemandirian dalam berfungsi. Dalam hal ini klien harus
bertindak secara aktif.
• Tujuan jangka pendek sasaran yang diharapkan dapat tercapat dalam
kurun waktu kurang dari satu munggu.
• Tujuan jangka panjang sasaran yang diperrkirakan dicapai sepanjang
periode waktu lebih lama. Biasanya akan disususn rancangan kerja.
15

Tipe-tipe Perencanaan Keperawatan

a. Traditional Narative Care Plan ( Perencanaan Keperawatan Naratif


Tradisional ). Bentuknya format terbuka . PengisIan oleh perawat berdasar
textbook , protap atau buku standar
b. Standarized Care Plan

• Bentuk formatnya check list


• Efisien dan membantu perawat baru ( belum ada pengalaman )
• Membantu program peningkatan mutu pelayanan
• Kerugian : depersonalisasi dan individualisasi terlalaikan

2.2.4 Implementasi

Implementasi , yang merupakan komponen dari proses keperawatan, ada-


lah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan
dan diselesaikan .

Sebagai contoh , implementasi segera diperlukan ketika perawat meng-


identifikasi kebutuhan klien yang mendesak , dalam situasi seperti henti jantung ,
kematian mendadak dari orang yang dicintai , atau kehilangan rumah akibat keba-
karan .
Implementasi mencakup melakukan , membantu , atau mengarahkan ki-
nerja aktivitas kehidupan sehari – hari ,memberikan arahan peerawatan untuk
mencapai tujuan yang berpusat pada klien .

Dalam situasi yang tidak genting , implementasi dimulai setelah rencana


asuhan dikembangkan dan difokuskan pada melakukan intervensi keperawatan
untuk mencapai tujuan dan hasil yang di perkirakan dari asuhan . Intervensi kepe-
rawatan adalah tindakan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien ber-
alih dari status kesehatan yang di uraikan dalam hasil yang di harapkan ( Gordon,
16
1994 ) .

TIPE INTERVENSI KEPERAWATAN


Implementasi menuangkan rencana asuhan ke sdalam tindakan . setelah
rencana di kembangkan sesuai dengan kebutuhan dan prioritas klien , perawat
melakukan intervensi keperawatan spesifik , yang mencakup tindakan perawat
dan tindakan dokter . intervensi keperawatan mungkin secara keseluruhan
didasarkan pada protokol atau standing orders .

Protokol adalah rencana tertulis yang menguraikan prosedur yang harus


diikuti selama perawatan klien dengan kondisi atau situasi klinis tertentu , seperti
perawatan klien pascaoperatif .

Protokol juga dapat menjadi ketat dalam kerangka kerja keperawatan ,


seperti halnya protokol untuk penerimaan dan pemulangan pasien , penatalaksa-
naan nyeri , atau melakukan resusitasi jantung paru . Protokol juga digunakan da-
lam lingkungan interdisiplin untuk pemeriksaan diagnostic dan fisik , terapi
okupasi dan wicara .

Standing order adalah dokumen yang mengandung intruksi untuk melaku-


kan terapi rutin , pedoman pemantauan , dan / atau prosedur diagnosticuntuk klien
spesifik dengan masalah klinis yang telah diidentifikasi . Standing order disahkan
dan ditandatangani oleh dokter yang bertanggung jawab dalam perawatan sebe-
lum perawatan tersebut diimplementasikan .
Standing order juga umum dalam lingkungan kesehatan komunitas , di-
mana perawat menghadapi situasi yang tidak memungkinkan kontak segera de-
ngan dokter .

KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DAN PENGIMPLEMENTASIAN


INTERVENSI KEPERAWATAN
Perawat membuat dua jenis keputusan yang besar dalam proses kepera-
watan , proses diagnostik menentukan kekuatan dan masalah klien saat pembuatan
konklusi pengkajian dan sepanjang fase diagnostik. Perawat kemudian menggu-
nakan pendekatan metodis , sistematis , yang di dasarkan pada riset untuk meren-
canakan dan memilih intervensi yang sesuai . 17

Beberapa faktor menyebabkan pembuatan keputusan menjadi sulit ketika


memilih di antara intervensi perawat . Salah satu faktor adalah tidak adanya data
objektif mengenai kemungkinan konsekuensi dari intervensi yang di lakukan .
Faktor lainnya adalan intervensi perawat sering tidak saling terpisah dari terapi
medis . Sebagai contoh , perawat mungkin harus memperbanyak teknik relaksasi ,
masase , dan teknik imajinasi terbimbing dengan analgesik yang di resepkan
untuk penatalaksanaan nyeri .

Dengan model pemrosesan-informasi , perawat menggunakan komponen


pembuatan keputusan berikut ketika menentukan intervensi keperawatan :

1. Rangkaian dari semua tindakan keperawatan yang mungkin .


sebagai contoh , tindakan kontrol nyeri yang mencakup analgesia ,
relaksasi , dan pengubahan posisi .
2. Penyusunan semua kemungkinan konsekuensi yang berkaitan
dengan setiap tindakan keperawatan yang mungkin , seperti nyeri
reda , nyeri tak reda , dan reaksi analgesia yang merugikan .
3. Penentuan probilitas untuk setiap konsekuensi yang akan terjadi .
sebagai contoh , nyeri klien menurun dengan analgesia sebelumnya
dan perubahan posisi , oleh kerenanya tidak terjadi reksi yang
merugikan .
4. Penilaian yang didasarkan pada nilai terhadap konsekuensi tersebut
pada klien . sebagai contoh , nyeri klien akan paling mungkin
menurun dengan analgesia dan perubahan posisi .

Komponen implementasi dari proses keperawatan mempunyai lima tahap:


mengkajin ulang klien, menelaah dan memmodifikasi rencana asuhan yang sudah
ada, mengidentifikasi area bantuan, mengimplementasikan intervensi keperawat-
an, dan mengomukasian intervensi.

Perawat menjalankan rencana asuhan keperawatan dengan menggunakan


beberapa metoda implementasi . Untuk setiap diagnosa keperawatan perawat
mengidentifikasi intervensi yang sesuai , yang dari setiap intervensi tersebut 18
membutuhkan pengetahuan teoretis spesifik dan keterampilan klinik spesifik .
Beberapa metoda implementasi sebagai berikut :

• Konseling
• Penyuluhan
• Memberikan asuhan keperawatan langsung
• Mengawasi dan mengevaluasi kerja dari anggota staf lain
• Membantu dalam aktivitas kehidupan sehari – hari.

2.2.5 Evaluasi

Langkah evaluasi dari proses keperawatan mengukur proses klien terhadap


tindakan keperawatan dan kemajuan klien ke arah pencapaian tujuan. Data dikum-
pulkan dengan dasar berkelanjutan untuk mengukur perubahan dalam fungsi, da-
lam kehidupan sehari-hari dan dalam ketersediaan sumber eksternal. Evaluasi ter-
jadi kapan saja perawat berhubungan dengan klien. Penekananya adalah pada ha-
sil klien. Perawat mengevaluasi apakah perilaku mencerminkan suatu kemundur-
an atau kemajuan dalam diagnosa keperawatan atau pemeliharaan status yang se-
hat. Selama evaluasi perawat memutuskan apakah langkah proses keperawatan se-
belumnya telah efektif dalam menelaah respons klien dan membandingkannya de-
ngan perilaku yang disebutkan dalam hasil yang diharapkan.
Aspek evaluasi mencangkup pengukuran kualitas asuhan keperawatan
yang diberikan dalam lingkungan perawatan kesehatan. Perawat mengevaluasi se-
tiap kemajuan dan pemulihan klien. Keperawatan memainkan perasaan penting
dalam membantu organisasi menemukan cara untuk memperbaiki kualitas asuhan
klien. Penekanannya adalah pada hasil klien, produk klien dan sistem tempat pro-
fesional berpraktik.

Tujuan adalah pernyataan ringkas tentang apa yang harus diselesaikan ke-
tika hasil yang diharapkan telah terpenuhi. Setiap diagnosa keperawatan pada ren-
cana klien mempunyai tujuan dan mempunyai batasan waktu untuk evaluasi. Pe- 19
rawat mengevaluasi tujuan setelah membandingkan temuan evaluatif dengan se-
mua hasil yang diharapkan. Ketika tujuan telah terpenuhi perawat telah mengeta-
hui bahwa intervensi telah berhasil dan bahwa klien mengalami kemajuan.

Hasil yang diharapkan adalah akibat dari yang diharapkan dari proses yang
berorientasi pada tujuan. Hasil yang diharapkan adalah pernyataan tentang perila-
ku atau respon progresif tahap demi tahap yang harus diselesaikan klien untuk
mencapai tujuan perawatan yang diberikan. Jika klien mencapai hasil yang diha-
rapkan perawat dapat melanjutkan rencana asuhan atau menghentikan intervensi
karena tujuan dalam asuhan telah terpenuhi jika evaluasi menunjukan bahwa hasil
yang diharapkan tidak terpenuhi atau hanya terpenuhi sebagian maka perawat
mengkaji kembali dan merevisi rencana asuhan.

Evaluasi dari pelayanan kesehatan adalah proses yang digunakan untuk


menentukan kualitas keperawatan dan pelayanan yang diberikan pada klien.
Setiap perawat professional diharapkan untuk mengevaluasi keberhasilan dirinya
dalam memberikan asuhan keperawatan yang efektif. Namun demikian hasil klien
yang baik adalah produk dari semua kerja individual dan intervensi yang
berhubungan langsung maupun tidak langsung terhadap asuhan yang diterima
klien. Hasil akhir asuhan yang diberikan adalah ukuran kinerja keseluruhan tim
pelayanan kesehatan JCAHO mendefinisikan perbaikan kualitas sebagai suatu
pendekatan terhadap studi dan perbaikan berkelanjutan dari proses pemberian
pelayanan kesehatan untuk memenuhi kebutuhan klien dan orang terdekat.
BAB III
20
KESIMPULAN

Berpikir kritis tak hanya selesai setelah mendapatkan jalan keluar, ada

proses yang menuntun perawat , yaitu proses keperawatan. Tahapan-tahapan da-

lam proses keperawatan merupakan tangga keberhasilan dalam melakukan asuhan

keperawatan. Apabila tahapan-tahapan tersebut dilakukan dengan benar maka

klien pun akan merasakan dampak positif dari apa yang telah dilakukan perawat

padanya.

Kolaborasi antara berpikir kritis dan proses keperawatan merupakan hal

penting untuk terus memperkuat pola pikir dan pola sikap para perawat dalam

memperbaiki atau meningkatkan kondisi kesehatan klien. Semakin sering perawat

melaksanakan kolaborasi tersebut maka semakin berpengalaman pula sang pera-

wat, maka perawat pun akan dapat berpikir cepat untuk mendapatkan jalan keluar

terbaik bagi kliennya.


DAFTAR PUSTAKA
21

Potter & Perry. 2005. Fundamental keperawatan. Jakarta : EGC.

Chase, S. 1994. Clinical Judgement by critical care nurse: An ethnographic study.


In R. M. Carroll-Johnson 7 Pacquette (Eds), Classification of nursing
diagnosis: Proceedingof the ninth conference, North American Nursing
Diagnosis Association (pp. 367-368). Philadelphia: J.B. Lippincott.

Lunney; M. (1992). Divergent productie thinking factors and accuracy of nursing


diagnoses. Research in Nursing and Health, 15(4), 303-312.

http://reyhan-zz.blogspot.com/2009/10/tentang-teperawatan.html

http://nursing-care-indonesia.com

You might also like