You are on page 1of 7

THARIQAT

Untuk mendekatkan diri pada tuhan maka harus menempuh jalan ikhtiar, salah
satu jalan ihtiar yaitu dengan mendalami lebih jauh ilmu tasawuf ,untuk mengetahui
sesuatu maka pasti ada ilmunya,banyak dikalangan orang awam yang kurang
mengetahui tentang ilmu mengenal tuhan (Thariqat). Tariqat adalah khazanah
kerohanian (esoterisme), dalam Islam dan sebagai salah satu pusaka keagamaan yang
terpenting. Karena dapat mempengaruhi perasaan dan pikiran kaum muslimin serta
memiliki peranan yang sangat penting dalam proses pembinaan mental beragama
masyarakat.
Masuknya thariqat ke Indonesia bersama dengan masuknya Islam ketika wilayah
Nusantara masih terdiri dari kerajaan-kerajaan melalui perdagangan dan kegiatan
dakwah. Sumber-sumber Cina menyebutkan ada pembangunan pemukiman Arab dan
boleh jadi pemukiman Muslim di pesisir barat Sumatera pada 54 H/674 M. Wilayah ini
merupakan rute perdagangan penting Arab dan Cina, serta pelabuhan strategis bagi
pedagang Arab, India dan Persia.

1. Pengertian Thariqat
Kata thariqat berasal dari bahasa Arab thariqah, jamaknya tharaiq, yang berarti:
(1) jalan atau petunjuk jalan atau cara, (2) Metode, sistem (al-uslub), (3) mazhab, aliran,
haluan (al-mazhab), (4) keadaan (al-halah), (5) tiang tempat berteduh, tongkat, payung
(‘amud al-mizalah).
Menurut Al-Jurjani ‘Ali bin Muhammad bin ‘Ali (740-816 M), thariqat ialah
metode khusus yang dipakai oleh salik (para penempuh jalan) menuju Allah Ta’ala
melalui tahapan-tahapan/ maqamat.
Dengan demikian thariqat memiliki dua pengertian, pertama ia berarti metode
pemberian bimbingan spiritual kepada individu dalam mengarahkan kehidupannya
menuju kedekatan diri dengan Tuhan. Kedua, thariqat sebagai persaudaraan kaum sufi
(sufi brotherhood) yang ditandai dengan adannya lembaga formal seperti zawiyah,
ribath, atau khanaqah.
Bila ditinjau dari sisi lain thariqat itu mempunyai tiga sistem, yaitu: sistem
kerahasiaan, sistem kekerabatan (persaudaraan) dan sistem hirarki seperti khalifah
tawajjuh atau khalifah suluk, syekh atau mursyid, wali atau qutub. Kedudukan guru
thariqat diperkokoh dengan ajaran wasilah dan silsilah. Keyakinan berwasilah dengan
guru dipererat dengan kepercayaan karamah, barakah atau syafa’ah atau limpahan
pertolongan dari guru.
Pengertian diatas menunjukkan Thariqat sebagai cabang atau aliran dalam paham
tasawuf. Pengertian itu dapat ditemukan pada al-Thariqah al-Mu'tabarah al-Ahadiyyah,
Thariqat Qadiriyah, Thariqat Naksibandiyah, Thariqat Rifa'iah, Thariqat Samaniyah dan
lain-lain. Untuk di Indonesia ada juga yang menggunakan kata thariqat sebagai sebutan
atau nama paham mistik yang dianutnya, dan tidak ada hubungannya secara langsung
dengan paham tasawuf yang semula atau dengan thariqat besar dan kenamaan. Misalnya
Thariqat Sulaiman Gayam (Bogor), Thariqat Khalawatiah Yusuf (Sulawesi Selatan)
boleh dikatakan hanya meminjam sebutannya saja.
Thariqat (bahasa Arab: Thariqah; jamak; Turuq) berarti “jalan” atau “metode”,
dan mengacu pada aliran kegamaan tasawuf atau sufisme dalam Islam. Ia secara
konseptual terkait dengan haqiqah atau "kebenaran sejati", yaitu cita-cita ideal yang
ingin dicapai oleh para pelaku aliran tersebut. Seorang penuntut ilmu agama akan
memulai pendekatannya dengan mempelajari hukum Islam, yaitu praktek eksoteris atau
duniawi Islam, dan kemudian berlanjut pada jalan pendekatan mistis keagamaan yang
berbentuk ṭarīqah. Melalui praktek spiritual dan bimbingan seorang pemimpin thariqat,
calon penghayat thariqat akan berupaya untuk mencapai ḥaqīqah (hakikat, atau
kebenaran hakiki).

Empat tingkatan spiritual

Bagan yang menggambarkan kedudukan thariqat dalam empat tingkatan spiritual


(syari’ah, thariqah, haqiqah dan ma’rifah yang dianggap tidak terlihat)

Kaum sufi berpendapat bahwa terdapat empat tingkatan spiritual umum dalam
Islam, yaitu syari'at, tariqah, haqiqah, dan tingkatan keempat ma'rifat yang merupakan
tingkatan yang 'tak terlihat'. Tingkatan keempat dianggap merupakan inti dari wilayah
hakikat, sebagai esensi dari seluruh tingkatan kedalaman spiritual beragama tersebut.

Thariqat-thariqat di dunia
Berikut ini adalah thariqat-thariqat tradisional yang utama:

 Thariqat Idrisiyah  Thariqat Samaniyah


 Thariqat Khalwatiyah  Thariqat Shiddiqiyyah
 Thariqat Naqsyabandiyah  Thariqat Syadziliyah
 Thariqat Rifa'iah  Thariqat Syattariyah
 Thariqat Qodiriyah wa  Thariqat Tijaniyah
Naqsyabandiyah
 Thariqat Qodiriyah

Menurut salah satu hadits nabi menyatakan :

“Riwayat dari Abi Rabah, dari Sa’id bin Musayyab, bahwa dia melihat seorang
lelaki shalat setelah terbit fajar, lebih banyak dari dua raka’at, dia
memperbanyak ruku’ dan sujud, maka Sa’id bin Musayyab melarangnya, lalu
orang itu bertanya: Wahai Abu Muhammad, apakah Allah akan menyiksaku
karena shalat? Sa’id menjawab: “Tidak, tetapi Allah akan menyiksamu karena
(kamu) menyelisihi sunnah.”

Ini termasuk jawaban bagus dari Sa’id bin Musayyab rahimahullah, yaitu senjata
yang kuat menghadapi pelaku bid’ah, yang menganggap baik banyaknya bid’ah, dengan
nama dzikir dan shalat, kemudian mereka mengingkari ahlis sunnah, dengan tuduhan
tidak doyan dzikir dan shalat. Padahal ahlis sunnah itu sebenarnya hanyalah
mengingkari penyimpangan mereka dari sunnah dalam dzikir, shalat, dan sebagainya.
Dari uraian di tas maka dapat di ambil sebuah pengertian tentang thariqat yaitu,Tariqah
adalah khazanah kerohanian (esoterisme), dalam Islam dan sebagai salah satu pusaka
keagamaan yang terpenting. Karena dapat mempengaruhi perasaan dan pikiran kaum
muslimin serta memiliki peranan yang sangat penting dalam proses pembinaan mental
beragama masyarakat. Selama ini, merasa terbelenggu oleh berbagai kecendrungan
materialistis dan nihilisme moderen yang orientasinya mengacu kepada kemudahan,
kenyamanan dan fasilitas hidup yang menyenangkan serta dapat dinikmati dengan
leluasa yang pada kenyataanya tidak selalu mendatangkan kesejahteraan dan
kebahagiaan ummat. Namun justru pada sebagian orang yang menganutnya
menimbulkan ketenangan jiwa dan kemampuan spritual bagi dirinya.
Untuk menghindari adanya trauma pada sebagian masyarakat, dengan kondisi di
atas dan untuk mewujudkan sikap serta mental agamanya, maka dibutuhkan suatu
pembinaan khusus melalui penddikan yang khusus pula secara sistematis, terarah dan
kontiniyu yang lebih berorientasi pada kehidupan kerohanian yang dapat dijadikan
pokok bagi mereka (masyarakat) di dalam memandang segala persoalan-persoalan
kehidupan.
Thariqat dapat dikatakan sebagai jalan menuju Tuhan. Dengan menekuni thariqat
merupakan suatu jalan untuk mendekatkan diri kepada sang pencipta secara lebih
sempurna, Artinya dengan berthariqat seseorang akan melakukan ajaran-ajaran (syari'at
islami dengan lebih sempurna serta ajaran Allah dan Rasulnya). Hal ini sejalan dengan
makna thariqat yang berkembang dikalangan para ahli thariqat yaitu : "jalan atau
petunjuk dalam melakukan suatu ibadah sesuai dengan ajaran yang dibawa oleh
Rasulullah SAW dan yang diceritakan beliau dan para sahabatnva. serta para tabi'in,
ulama, kyai-kyai secara bersambung hingga pada masa sekarang ini". (Zahri, 1973 :56)
Dari pengertian thariqat di atas dapat dipahami bila dengan berthariqat, maka
sesungguhnya syaria'at yang dikerjakan dapat berjalan di atas rel yang hiras tidak
terpeleset, tidak jatuh jurang kesesatan, sehingga dapat sampai ke tujuan hidup yang
sebenarnya, yaitu Allah Swt.
Thariqat sebagaimana yang lazim dikerjakan oleh para jama'ah mempunyai tujuan
yang sangat mulia bagi kehidupan. Baik di diunia maupun di akherat, dengan cara
antara lain:
a) Dengan mengamalkan thariqat berarti mengadakan latihan jiwa (riadhoh) dan
berjuang melawan hawa nafsu (mujahadah), membersihkan diri dari sifat-sifat
yang tercela dan diisi dengan sifat-sifat yang terpuji dengan melalui perbaikan
budi pekerti dalam berbagai seginya.
b) Dengan bertariqat dapat mewujudkan rasa ingat kepada Allah Zat Yang Maha
Besar dan Maha Kuasa atas segalanya dengan melalui jalan mengamalkan wirid
dan dzikiran dan dibarengi dengan tafakkur yang secara teras-menerus
c) Dengan bertariqat akan tirnbul perasaan takut kepada Allah sehingga timbul pula
dalam diri seseorang itu suatu usaha uxituk menghindarkan diri dari segala macam
pengaruh duniawi yang dapat menyebabkan lupa kepada Allah.
d) Jika thariqat dapat dilakukan dengan penuh ikhlas dan ketaatan kepada Allah,
maka akan tidak mustahil dapat dicapai suatu tingkat alam ma'rifat, sehingga dapat
diketahui pula segala rahasia dibalik tabir cahaya Allah dan Rasulnya secara
terang benderang. (Anwar, 1980 :12)

Dari pengertian dan tujuan thariqat di atas dapat dipahami bahwa thariqat dengan
segala bentuk ajarannya akan mampu melahirkan manusia-manusia yang mampu
mengetahui hakikat dirinya, hakikat. syaria'at islam yang diturunkan kepadanya dan
akhirnya akan mengenal sifat-sifat Tuhannya. Dari kesadaran yang dimiliki tersebut
akan terbentuk manusia-mamisia yang merniliki kesadaran yang sempuma dalam
menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya atau dengan kata lain
bahwa melalui thariqat akan tercipta mannsia-manusia yang paripuraa atau yang sering
disebut sebagai insan kamil yang nantinya akan mampu mengembangkan tugas-
tugasnya secara sempurna, baik tugasnya sebagai khalifah filard maupun tugasnya
sebagai hamba Allah.
Guna tercapainya tujuan tliariqat secara kaffah hams dilalui beberapa hal yang
lekat kaitannya dengan ajaran thariqat itu sendiri, yaitu ajaran-ajaran dan tingkatan-
tingkatan thariqat. Secara umum di dalam ajaran thariqat memiliki beberapa ajaran.
Lebih spesifik lagi yang terkait dengan fokus penelitian, dalam thariqat Nagsyabandiyah
di kenal beberapa ajaran-ajaran seperti: Zikrullah (mengingat Allah), baik zikir lisan
dengan menyebut "Allah" dengan bersuara maupun zikir qalbi dengan mengingat atau
menyebut "Allah" dalam hati (tidak bersuara)

2. Masuknya Thariqat ke indonesia

Masuknya thariqat ke Indonesia bersama dengan masuknya Islam ketika wilayah


Nusantara masih terdiri dari kerajaan-kerajaan melalui perdagangan dan kegiatan
dakwah. Sumber-sumber Cina menyebutkan ada pembangunan pemukiman Arab dan
boleh jadi pemukiman Muslim di pesisir barat Sumatera pada 54 H/674 M. Wilayah ini
merupakan rute perdagangan penting Arab dan Cina, serta pelabuhan strategis bagi
pedagang Arab, India dan Persia.
Gelombang perpindahan besar-besaran umat Islam berikutnya terjadi pada 264
H/878 M, akibat pemberontakan Huang Chao di Cina Selatan di mana sekitar 120 atau
200 ribu pedagang dari barat – sebagian besar Muslim – dibunuh. Sebagian yang
selamat melarikan diri ke Kalah di pesisir barat semenanjung Malaysia serta di San-fo-
chi (Palembang). Perkampungan pedagang Muslim lainya disebutkan terletak di
Champa pada 430 H/1039 M dan di Jawa 475 H/1082 M. Sungguhpun banyak
perkampungan Muslim, terkesan tidak ada kegiatan dakwah yang menonjol hingga
akhir abad 7 H/13 M. Baru terjadi kegiatan dakwah yang meningkat pada awal abad 8
H/14 M dan terus menguasai seluruh kepulauan dalam abad berikutnya. Mengapa?
Kegiatan dakwah yang bangkit sejak awal abad 8 H/14 M dan terus berkembang,
dimotori oleh kaum sufi. Dalam hikayat lokal dan tradisi-tradisi lisan, terdapat banyak
keterangan tentang faqir (darwis), wali (orang suci), dan syekh (guru) di kalangan
penyebar awal Islam di berbagai wilayah selama abad 7 – 8 H/13 – 14 M. Semua ini
adalah istilah teknis yang terdapat dalam kosakata tasawuf, yang tetap dipertahankan,
sehingga memberi kesan kuat bahwa para penyebar ini adalah kaum sufi.Gerakan
dakwah Muslim telah berjalan di pesisir timur Jawa di wilayah Gresik yang dipimpin
Maulana Malik Ibrahim yang merupakan keturunan dari Zain Al Abidin, seorang cicit
Nabi. Konon dia tinggal di Jawa sebagai juru dakwah selama lebih dua puluh tahun,
yang diteruskan oleh anak keturunannya seperti Sunan Giri, Sunan Bonang dan Sunan
Drajat. Ada pendapat, islamisasi Jawa tidak lepas dari peran penting Malaka. Sebagai
contoh, Sunan Giri dan Sunan Bonang telah belajar di Malaka selama setahun dibawah
bimbingan Syekh Wali Lanang.
Ketika Malaka jatuh ke tangan Portugis, Aceh menjadi penerusnya sebagai pusat
perdagangan Muslim. Aceh mencapai puncak dalam bidang militer dan kekuatan
perdagangan serta menyaksikan pertumbuhan tasawuf, yang melahirkan zaman
keemasan peradaban Melayu, khususnya menyangkut intensitas kehidupan intelektual
dan spiritual. Selama itu hiduplah sufi-sufi Melayu besar seperti Hamzah Al Fanshuri
dan Syams Al-Din Al-Sumatrani, dan diikuti oleh figur-figur sufi seperti Nur Al-Din
Al-Raniri dan Abd Al-Ra’uf Singkel. Melalui sejumlah tulisan dan penyebaran thariqat-
thariqat sufi, mereka memberikan kontribusi signifikan pada islamisasi Kepulauan
Nusantara.
Thariqat yang pernah berkembang di Indonesia cukup banyak, akan tetapi
sebagian daripadanya hanya tinggal nama. Memang untuk sampai pada kesimpulan
apakah thariqat itu masih ada, mengajarkan dan melakanakan amalan secara lengkap,
dan apakah masih ada pengikutnya, perlu penelitian lebih mendalam .
Menurut satu sumber, dewasa ini di seluruh dunia ada 43 macam thariqat, Apakah
semuanya ada di Indonesia? Lagi-lagi perlu penelitian lebih mendalam. Beberapa
thariqat yang popular di Indonesia hingga sekarang, antara lain : Thariqat Tijaniah,
Thariqat Sanusiah, Thariqat Syadziliyah, Thariqat Sammaniyah,Thariqat Syattariyah,
Thariqat Qadiriyah, Thariqat Khalawatiyah, dan Thariqat Naqsyabandiyah.

3. Thariqat Naqsabandi

Terbentuknya thariqat naqsyabandi melalui beberapa fase. Fase pertama, Pra


Sejarah berdirinya thariqat Naqsayabandiyya, belum punya identitas. Fase kedua,
Periode Formasi Thariqat Naqsyabandi, terlihat identitasnya sebagai sebuah
perkumpulan persaudaraan sufi. Fase ke-tiga, periode perkembangan dan penyebaran
Thariqat Naqsyabandi, menjadi sebuah perkumpulan besar yang terorganisir dengan
baik dan rapi.
Salah satu Karakter thariqat Naqsyabandi adalah tergambar melalui fakta bahwa
kesesuaian-nya dengan hukum-hukum Islam merupakan suatu hal yang teramat penting
dalam perkumpulan ini. Ketaatan yang mendalam terhadap hukum-hukum syariat
adalah thema yang sering di tekankan oleh banyak kalangan Naqsyabandi dalam
mendefinisikan jalan mistik mereka.

Ada 3 fase periode pembentukan Thariqat Naqsyabandiyya.

Fase pertama, Pra Sejarah berdirinya thariqat Naqsayabandiyya.


Pada fase pertama periode pra sejarah Thariqat Naqsyabandi di sebutnya sebagai
“Periode protohistoris” . Disebut sebagai periode protohistoris karena Thariqat
Naqsyabandi pada masa itu belum mempunyai identitas, karena tokoh-tokohnya atau
garis Silsilahnya tidak dianggap sebagai eksklusif milik Thariqat Naqsyabandiyah yang
menggunakan paham sunni Salah satu contoh-nya adalah Saidina Ja’far as-Sodiq. Dia
adalah Imam Syiah ke 6 dari garis keturunan Ayahnya Imam Baqir sebagai Imam syiah
ke 5, akan tetapi dari garis keturunan Ibunya ia adalah cucu saidina Qosim Bin
Muhammad Bin Abu Bakar as-Siddiq, dan cicit dari Abu Bakar Siddiq. Imam Ja’far as-
Sodiq dalam transmisi ke Ilmuawannya lebih condong ke Ibunya putrid Saidina Qosim
dan mengenal Ilmu-ilmu Agama langsung dari kakeknya Saidina Qosim.
Pada periode protohistoris ini, Thariqat Naqsyabandi juga disebut sebagai Thariqat
Uwaysi. Disebut demikian karena inisiasi (bay’ah) tidak selalu di lakukan oleh mursyid
yang masih hidup dan selalu hadir secara fisik, akan tetapi inisiasinya dapat dilakukan
oleh mursyid yang kehadirannya secara spiritual (Rohanyah) baik syeakh yang masih
hidup maupun syeakh yang sudah meninggal sekalipun atau pula melalui Nabi
Khidir.Dinamakan Thariqat Uwaysi berkenaan dengan tokoh rohani atau spiritual pada
zaman sahabat, yaitu Uwaysi al-Qorni. Disebutkan bahwa Uwaysi al-Qorni selalu
berjumpa dengan Nabi walaupun tidak pernah berjumpa secara fisik, perjumpaanya
selalu melalui perjumpaan rohani.
Fase kedua, Periode Formasi Thariqat Naqsyabandi
Pada fase kedua ini, sejarah Thariqat Naqsyabandi mulai terlihat identitasnya sebagai
sebuah perkumpulan persaudaraan sufi. Identitas Thariqat Naqsyabandi berawal atau
bersumber dari Guru Sufi besar yang hidup se-zaman dengan Muhiddin Abu
Muhammad Abdul Qadir bin Abi Saleh Zangi Dost Jilani (Syaikh Abdul Qadir al-
Jailani), yaitu Syaikh Abu Ya’kub Yusup al-Hamadani (w 1140 M).
Syaikh Abu Ya’kub Yusup al-Hamadani, memiliki 2 orang murid yang sekaligus
sebagai khalifahnya dalam menyebar luaskan ajaran-ajarannya, yaitu Syaikh Ahmad al-
Yasawi (w 1169 M), dan Syaikh Abdul Khaliq Gujdawani (w 1220 M).
Syaikh Ahmad al-Yasawi sebagai khalifah menyebarkan ajaran gurunya dengan
membentuk suatu perkumpulan persaudaraan sufi, yaitu Thariqat Yasawi. Yang
penyebarannya dari Asia tengah hingga Turki dan Anatolia.Sedangkan Syaikh Abdul
Khaliq Gujdawani dalam menyebarkan ajaran gurunya di lakukan dengan membentuk
Thariqat Kwajagan (cara khoja atau guru). Adapun penyebarannya berada pada sekitar
daerah Transoksania.

Fase ke-tiga, periode perkembangan dan penyebaran Thariqat Naqsyabandi


Pada periode ini, Thariqat Naqsyabandi telah menjadi sebuah perkumpulan besar yang
terorganisir dengan baik dan rapi. Pengikut-pengikut Thariqat Naqsyabandi tidak hanya
orang-orang yang menginginkan dan mencari pengetahuan spiritual, akan tetapi
sejumlah ahli figih, ahli tafsir dan ahli hadist berbai’at kepada Syaikh Baha’ al-Din.
Sederet Nama besar ahli Agama menjadi khalifah Syaikh Baha’ al-Din, seperti Khwaja
Ala’ al-Din al-Aththar (w 1400) seorang ahli hadist, dan theology Islam, Khwaja
Muhammad Parsa (w 1419) seorang ahli tafsir Al-Quran, dan bersama Ya’qub al-
Charki menulis Tafsir Al-Quran, Khwaja Sa’id al-Din Kasyghari (w 1459) seorang
teolog dan ahli Filasafat. Pada periode ini yang paling menonjol adalah murid dan
sekaligus seorang khalifah Ya’qub al-Charki, yaitu Syaikh Nasaruddin Ubaidullah al-
Ahrar as-Samarqandi (w 1490) yang kemudian menjadi penerus kemursyidan thariqat
Naqsyabandi generasi ketiga Syaikh Baha’ al-Din.
Syaikh Nasaruddin Ubaidullah al-Ahrar sebaga mursyid ke 18, dalam suksesi
kemursidan. Pada masa kepemimpinannya, Thariqat Naqsyabandi telah tersebar dan
menguasai hampir seluruh wilayah Asia Tengah meluas ke Turki dan India. Kemudian
telah berdiri beberapa pusat perkumpulan (cabang), seperti China, Chiva, Taskend,
Harrat, Bukhara, Iran, Afganistan, Turkistan, Khogan, Baluchistan, Iraq, India.
Pada periode ini, Thariqat Naqsyabandi mencapai puncaknya ketika suksesi kemursidan
di pegang oleh Syaikh Ahmad al-Faruqi Sirhindi (w 1624) sebagai mursyid ke 23.
Syaikh Ahmad al-Faruqi Sirhindi adalah seorang Teolog terkemuka di Dunia dan
pemikir yang berilyan. Ia adalah murid kesayangan karena kecerdasannya, kesuhudan
dan keshalehannya, dan di hormati karena ketinggian Ilmunya dan pemikirannya yang
sangat cemerlang dari seorang guru sufi besar, al-Qutub Syaikh Muhammad Baqi Billah
(w 1603) mursyid ke 22 Thariqat Naqsyabandi yang bermukin di India..

Kesimpulan
Thariqat ialah masa penyucian (tashfiyyah, eliminasi) dan fokus pada kebenaran
dengan penuh kemantapan, maka spontan ia telah memperoleh kebersihan jiwa berkat
pertolongan satu jadzab dari sekian banyak jadzab Tuhan Yang Maha Pengasih. mereka
lakukan berbentuk bulat tidak persegi.
Masuknya thariqat ke Indonesia bersama dengan masuknya Islam ketika wilayah
Nusantara masih terdiri dari kerajaan-kerajaan melalui perdagangan dan kegiatan
dakwah. Sumber-sumber Cina menyebutkan ada pembangunan pemukiman Arab dan
boleh jadi pemukiman Muslim di pesisir barat Sumatera pada 54 H/674 M. Wilayah ini
merupakan rute perdagangan penting Arab dan Cina, serta pelabuhan strategis bagi
pedagang Arab, India dan Persia.
Terbentuknya thariqat naqsyabandi melalui beberapa fase. Fase pertama, Pra
Sejarah berdirinya thariqat Naqsayabandiyya, belum punya identitas. Fase kedua,
Periode Formasi Thariqat Naqsyabandi, terlihat identitasnya sebagai sebuah
perkumpulan persaudaraan sufi. Fase ke-tiga, periode perkembangan dan penyebaran
Thariqat Naqsyabandi, menjadi sebuah perkumpulan besar yang terorganisir dengan
baik dan rapi.
Salah satu Karakter thariqat Naqsyabandi adalah tergambar melalui fakta bahwa
kesesuaian-nya dengan hukum-hukum Islam merupakan suatu hal yang teramat penting
dalam perkumpulan ini.
Ada 3 fase periode pembentukan Thariqat Naqsyabandiyyah : Fase pertama, Pra
Sejarah berdirinya thariqat Naqsayabandiyya, Fase kedua, Periode Formasi Thariqat
Naqsyabandi, Fase ke-tiga, periode perkembangan dan penyebaran Thariqat
Naqsyabandi.

Daftar Pustaka
Kabbani, M.H. Classical Islam and the Naqshbandi Sufi Tradition. Fenton, Mich.:
Islamic Supreme Council of America. 2004
Nazim, Shaykh M. On the Bridge to Eternity. Kuala Lumpur: Planet Ilmu Sdn.
Bhd. 1999
Sri Mulyati,2004,Mengenal dan memahami Thariqat-Thariqat Muktabaroh di
Indonesia,Kencana,Jakarta

You might also like