You are on page 1of 13

INI ITU FILSAFAT

Kata-kata "filsafat", "filosofi", "filosofis", "filsuf", "falsafi" bertebaran di sekeliling kita. Apakah pemakaiannya dalam kalimat-kalimat sudah
tepat atau sesuai dengan arti yang dimilikinya, kita acapkali tidak merisaukan hal itu, mungkin karena kita sendiri juga kurang paham dan belum
berkesempatan memeriksa beberapa literatur atau pun bertanya kepada mereka yang berkompeten menjelaskan hal itu. Sementara itu, kita
mengerti bahwa beberapa peristilahan ada karena memiliki latar belakang yang unik.

Suatu peristilahan perlu dipahamikonteks-nya untuk memperoleh kejelasan maknanya, baik itu konteks sosial, budaya bahkan politik. Karena
suatu peristilahan pada hakikatnya adalahmelukiskan atau punmewakili suatu konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas dari yang dilukiskan
atau diwakilinya.Subm e nu terminologi memperlihatkan bagaimana istilah-istilah yang disebutkan tadi bisa digunakan. Dalam bagian ini juga
dapat diperoleh uraian lebih lanjut mengenai relasi antara filsafat, ilmu dan agama; hal yang tak jarang menjadi bahan persoalan.

Pada subemenu sejarah , kita akan melihat ringkasan sejarah filsafat Timur dan Barat. Kita akan berjumpa dengan pergulatan jaman dengan para
pemikir, filsuf dan masyarakatnya. Kita mulai dengan mengenal sejumlahnama-nama :jaman

atau periode apa ia disebut, siapa-siapa filsuf yang berpengaruh, pemikiran atau
filsafat apa yang berkembang, dan seterusnya. Uraian yang lebih komprehensif

tentangnama-nama ini justru terdapat dalam pembahasan berikutnya, seperti dalamaliran , cabang, filsuf hidup dan karyanya serta Filsafat hari ini
; sambil nama-nama itu sesekali diuraikan dengan turut menampilkan semangat jamannya.

Last but not least, filsafat terbagi dalam beberapa cabang dan aliran. Kita akan
mengetahuinya melalui submenu cabang dan aliran yang memang dikhususkan
untuk pembahasan itu.
TERMINOLOGI

Memberikan rumusan yang pasti tentang apa yang termuat dalam kata "filsafat" adalah suatu pekerjaan yang terlalu berani dan sombong! Saya
ingin mulai dari sini. Memang, para peminat filsafat, kita sulit mendefinisikan kata yang satu ini. Bahkan para filsuf (ahli filsafat) pun
mengakuinya. Apa yang membuatnya demikian adalah oleh karena terdapatnya beragam-ragam paham, metode dan tujuan, yang dianut,
ditempuh dan dituju oleh masing-masing filsuf. Namun, sebuah pengertian awal mesti diberikan; maksudnya sebagai kompas agar kita tidak
tersesat arah di dalam perjalanan memahami filsafat. Mengingat maksud ini, maka pengertian tersebut haruslah bersifat dapat dipahami sebanyak-
banyak orang, sehingga dapat dijadikan tempat berpijak bersama.

Baiklah kita menilik dahulu kata "filsafat" ini dari akar katanya, dari mana kata ini
datang. Kata "filsafat" berasal dari bahasa Yunani,philosophia:philein artinya

Fakultas Filsafat Universitas Gajah Mada menggunakan istilah "antropologi metafisik" untuk memberi nama kepada macam filsafat ini. Jawaban
yang dikemukan bermacam-macam antara lain:


Monisme, yang berpendapat manusia terdiri dari satu asas. Jenis asas ini
juga bermacam-macam, misalnya jiwa, materi, atom, dan sebagainya. Hal
ini menimbulkan aliran spiritualisme, materialisme, atomisme.

Dualisme, yang mengajarkan bahwa manusia terdiri atas dua asas yang
masing-masing tidak berhubungan satu sama lain, misalnya jiwa-raga.
Antara jiwa dan raga tidak terdapat hubungan.

Triadisme, yang mengajarkan bahwa manusia terdiri atas tiga asas,
misalnya badan, jiwa dan roh.

Pluralisme, yang mengajarkan bahwa manusia terdiri dari banyak asas,
misalnya api, udara, air dan tanah.
Di samping itu, ada beberapa pernyataan mengenai manusia yang dapat
digolongkan sebagai bernilai filsafati. Misalnya:
1.Aristoteles:

Manusia adalah animal rationale. Karena, menurutnya, ada tahap
perkembangan: Benda mati -> tumbuhan -> binatang -> manusia
• Tumbuhan = benda mati + hidup----> tumbuhan memiliki jiwa hidup
• Binatang = benda mati + hidup + perasaan----> binatang memiliki jiwa
perasaan
• Manusia = benda mati + hidup + akal----> manusia memiliki jiwa rasional

Manusia adalah zoon poolitikon, makhluk sosial.

Manusia adalah "makhlukhylemorfik", terdiri atas materi dan bentuk-
bentuk.
2.Ernest Cassirer: manusia adalah animal simbolikum Manusia ialah binatang

yang mengenalsimbol, misalnya adat-istiadat, kepercayaan, bahasa. Inilah kelebihan manusia jika dibandingkan dengan makhluk lainnya. Itulah
sebabnya manusia dapat mengembangkan dirinya jauh lebih hebat daripada binatang yang hanya mengenalta nd a dan bukan simbol.

Demikianlah disebutkan beberapa contoh mengenai bentuk jawaban yang berupa filsafat. Dari contoh tersebut, filsafat adalah pendalaman lebih
lanjut dari ilmu (Hasil pengkajian filsafat selanjutnya menjadi dasar bagi eksistensi ilmu). Di sinilah batas kemampuan akal manusia. Dengan
akalnya ia tidak akan dapat menjawab pertanyaan yang lebih dalam lagi mengenai manusia. Dengan akalnya, manusia hanya mampu memberi
jawaban dalam batas-batas tertentu. Hal ini sesuai dengan pendapat Immanuel Kant dalam Kritiknya terhadap rasio yang murni, yaitu manusia
hanya dapat mengenalfenomena belaka, sedang bagaimananomena-nya ia tidak tahu. Sehubungan dengan hal tersebut, maka yang dapat
menjawab pertanyaan lebih lanjut mengenai manusia adalah agama; misalnya, tentang pengalaman apa yang akan dijalani setelah seseorang
meninggal dunia. Jadi, sesungguhnya filsafat tidak hendak menyaingi agama. Filsafat tidak hendak menambahkan suatu kepercayaan baru.
Bertrand Russel mencatat August Comte pernah mencobanya, namun ia gagal. "Dan ia patut

sesuatu yang betul-betul ada, itu kesatuan mutlak yang abadi dan tak
terbagikan.
Puncak Jaman Klasik: Sokrates, Plato, Aristoteles
Puncak filsafat Yunani dicapai pada Sokrates, Plato dan Aristoteles.
Sokrates (± 470-400 S.M.), guru Plato, mengajar bahwa akal budi harus

menjadi norma terpenting untuk tindakan kita. Sokrates sendiri tidak menulis apa-apa. Pikiran-pikirannya hanya dapat diketahui secara tidak
langsung melalui tulisan-tulisan dari cukup banyak pemikir Yunani lain, terutama melalui karyaPlato. Plato (428-348 S.M.) menggambarkan
Sokrates sebagai seorang alim yang mengajar bagaimana manusia dapat menjadi berbahagia berkat pengetahuan tentang apa yang baik.

Plato sendiri menentukan, bersama Aristoteles, bagi sebagian besar dari seluruh sejarah filsafat Barat selama lebih dari dua ribu tahun. Dunia
yang kelihatan, menurut Plato, hanya merupakan bayangan dari dunia yang sungguh-sungguh, yaitu dunia ide-ide yang abadi. Jiwa manusia
berasal dari dunia ide-ide. Jiwa di dunia ini terkurung di dalam tubuh. Keadaan ini berarti keterasingan. Jiwa kita rindu untuk kembali ke "surga
ide-ide". Kalau jiwa "mengetahui" sesuatu, pengetahuan ini memang bersifat "ingatan". Jiwa pernah berdiam dalam kebenaran dunia ide-ide, dan
oleh karena itu pengetahuan mungkin sebagai hasil "mengingat".

Filsafat Plato merupakan perdamaian antara ajaran Parmenides dan ajaran Herakleitos. Dalam dunia ide-ide segala sesuatu abadi, dalam dunia
yang kelihatan, dunia kita yang tidak sempurna, segala sesuatu mengalami perubahan. Filsafat Plato, yang lebih bersifat khayal daripada suatu
sistem pengetahuan, sangat dalam dan sangat luas dan meliputi

logika, epistemolgi, antropologi, teologi, etika, politik, ontologi, filsafat


alamda n estetika.
Aristoteles (384-322 S.M.), pendidik Iskandar Agung, adalah murid
Plato. Tetapi dalam banyak hal ia tidak setuju dengan Plato. Ide-ide menurut Aristoteles tidak terletak dalam suatu "surga" di atas dunia ini,
melainkan di dalam benda-benda sendiri. Setiap benda terdiri dari dua unsur yang tak terpisahkan, yaitu materi ("hylè") dan bentuk ("morfè").
Bentuk-bentuk dapat dibandingkan dengan ide-ide dari Plato. Tetapi pada Aristoteles ide-ide ini tidak dapat dipikirkan lagi lepas dari materi.
Materi tanpa bentuk tidak ada. Bentuk-bentuk "bertindak" di dalam materi. Bentuk-bentuk memberi kenyataan kepada materi dan sekaligus
merupakan tujuan dari materi. Filsafat Aristoteles sangat sistematis. Sumbangannya kepada perkembangan ilmu pengetahuan besar sekali.
Tulisan-tulisan Aristoteles meliputi bidang logika, etika, politik, metafisika, psikologi dan ilmu alam.

Helenisme

Iskandar Agung mendirikan kerajaan raksasa, dari India Barat sampai Yunani dan Mesir. Kebudayaan Yunani yang membanjiri kerajaan ini
disebutHellenisme (dari kata "Hellas", "Yunani"). Helenisme yang masih berlangsung juga selama kerajaan Romawi, mempunyai pusat
intelektualnya di tiga kota besar: Athena, Alexandria (di Mesir) dan Antiochia (di Syria). Tiga aliran filsafat yang menonjol dalam jaman
Helenisme, yaitu Stoisisme, Epikurisme danNeo-pl atoni sme.

Stoisisme (diajar oleh a.l.Zeno dari Kition, 333-262 S.M.) terutama

terkenal karena etikanya. Etika Stoisisme mengajarkan bahwa manusia menjadi berbahagia kalau ia bertindak sesuai dengan akal budinya.
Kebahagiaan itu sama dengan keutamaan. Kalau manusia bertindak secara rasional, kalau ia tidak dikuasai lagi oleh perasaan- perasaannya, maka
ia bebas berkat ketenangan batin yang oleh Stoisisme disebut "apatheia".

Epikurisme (dariEpikuros, 341-270 S.M) juga terkenal karena

etikanya. Epikurisme mengajar bahwa manusia harus mencari kesenangan sedapat mungkin. Kesenangan itu baik, asal selalu sekadarnya. Karena
"kita harus memiliki kesenangan, tetapi kesenangan tidak boleh memiliki kita". Manusia harus bijaksana. Dengan cara ini ia akan memperoleh
kebebasan batin.

Neo-platonisme. Seorang filsuf Mesir,Plotinos (205-270 M.),

mengajarkan suatu filsafat yang sebagian besar berdasarkan Plato dan yang kelihatan sebagai suatu agama. Neo-platonisme ini mengatakan
bahwa seluruh kenyataan merupakan suatu proses "emanasi" ("pendleweran") yang berasal dari Yang Esa dan yang kembali ke Yang Esa, berkat
"eros": kerinduan untuk kembali ke asal ilahi dari segala sesuatu.

Jaman Patristik dan Skolastik


4 Jaman Patristik, atau pemikiran para Bapa GerejaPatr istik (dari kata Latin
"Patres", "Bapa-bapa Gereja") dibagi atas Patristik Yunani (atau Patristik Timur)

dan Patristik Latin (atau Patristik Barat). Tokoh-tokoh dari Patristik Yunani antara lainClemens dari Aleksandria (150-215),Origenes (185-
254),Gregorius dari Nazianze (330-390),Basillus (330-379),Gregorius dari Nizza (335-394) dan

Dionysios Areopagita (± 500). Tokoh-tokoh dari Patristik Latin terutama Hilarius(315-367), Ambrosius(339-397), Hieronymus (347-420) dan
Augustinus (354-430). Ajaran falsafi-teologis dari Bapa-bapa Gereja

menunjukkan pengaruh Plotinos. Mereka berusaha untuk memperlihatkan bahwa iman sesuai dengan pikiran-pikiran paling dalam dari manusia.
Mereka berhasil membela ajaran Kristiani terhadap tuduhan dari pemikir-pemikir kafir. Tulisan- tulisan Bapa-bapa Gereja merupakan suatu
sumber yang kaya dan luas ynng sekarang masih tetap memberi inspirasi baru.

5. Jaman Skolastik Sekitar tahun 1000 peranan Plotinos diambil alih oleh
Aristoteles. Aristoteles menjadi terkenal kembali melalui beberapa filsuf Islam
dan Yahudi, terutama melaluiAvicena (Ibn sina, 980-1037),Averroes (Ibn Rushd, 1126-1198) danMaimonides (1135-1204). Pengaruh Aristoteles
lama- kelamaan begitu besar sehingga ia disebut "Sang Filsuf", sedangkan Averroes disebut "Sang komentator". Pertemuan pemikiran Aristoteles
dengan iman Kristiani menghasilkan banyak filsuf penting. Mereka sebagian besar berasal dari kedua ordo baru yang lahir dalam Abad
Pertengahan, yaitu para Dominikan dan Fransiskan. Filsafat mereka disebutSkolastik (dari kata Latin, "scholasticus", "guru"). Karena, dalam
periode ini filsafat diajarkan dalam sekolah-sekolah biara dan universitas-universitas menurut suatu kurikulum yang tetap dan yang bersifat
internasional. Tokoh-tokoh dari Skolastik itu lebih-lebih Albertus Magnus O.P. (1220-1280), Thomas Aquinas O.P. (1225-1274),Bonaventura
O.F.M. (1217- 1274) dan Yohanes Duns Scotus O.F.M. (1266-1308). Tema-tema pokok dari ajaran mereka itu: hubungan iman-akal budi, adanya
dan hakikat Tuhan, antropologi, etika dan politik. Ajaran skolastik dengan sangat bagus diungkapkan dalam pusisi Dante Alighieri (1265-1321).

6. Jaman modern JamanRenaissance Jembatan antara Abad Pertengahan


dan Jaman Modern

Jaman modern JamanRenaissance Jembatan antara Abad Pertengahan dan Jaman Modern, periode antara sekitar 1400 dan 1600, disebut
quot;renaissance" (jaman "kelahiran kembali"). Dalam jamanrenaissance, kebudayaan klasik dihidupkan kembali. Kesusasteraan, seni dan filsafat
mencapi inspirasi mereka dalam warisan Yunani-Romawi. Filsuf-filsuf terpenting darirainassance itu adalah Nicollo Macchiavelli (1469-1527),
Thomas Hobbes (1588-1679),

Thomas More (1478-1535) dan Francis Bacon(1561-1626).

Pembaharuan terpenting yang kelihatan dalam filsafatrenaissance itu "antroposentris"-nya. Pusat perhatian pemikiran itu tidak lagi kosmos,
seperti dalam jaman kuno, atau Tuhan, seperti dalam Abad Pertengahan, melainkan manusia. Mulai sekarang manusia-lah yang dianggap sebagai
titik fokus dari kenyataan.

3. Jaman Barok Filsuf-filsuf dari Jaman Barok: René Descartes (1596-1650),


Barukh de Spinoza (1632-1677) dan Gottfried Leibniz (1646-1710). Filsuf-filsuf

ini menekankan kemungkinan-kemungkinan akal budi ("ratio") manusia. Mereka semua juga ahli dalam bidang matematika, dan mereka semua
menyusun suatu sistem filsafat dengan menggunakan metode matematika.

4. Jaman Fajar Budi Abad kedelapan belas memperlihatkan perkembangan baru lagi. Setelahreformasi, setelahrenai ssance dan setelahrasionali
sme dari Jaman Barok, manusia sekarang dianggap "dewasa". Periode ini dalam sejarah Barat disebut "Jaman Pencerahan" atau "Fajar Budi"
(dalam bahasa Inggris, "Enlightenment", dalam bahasa Jerman, "Aufklarung"). Filsuf-filsuf besar dari jaman ini di Inggris "empirikus-empirikus"
seperti John Locke (1632-1704),

George Berkeley (1684-1753) dan David Hume (1711-1776). Di Perancis Jean


Jacque Rousseau (1712-1778) dan di Jerman Immanuel Kant(1724-1804),
yang menciptakan suatu sintesis dari rasionalisme dan empirisme dan yang
dianggap sebagai filsuf terpenting dari jaman modern.
5. Jaman Romantik Filsuf-filsuf besar dari Romantik lebih-lebih berasal dari
Jerman, yaitu J. Fichte (1762-1814), F. Schelling (1775-1854) danG.W.F.
Hegel (1770-1831). Aliran yang diwakili oleh ketiga filsuf ini disebut "idealisme".

Dengan idealisme di sini dimaksudkan bahwa mereka memprioritaskan ide-ide, berlawanan dengan "materialisme" yang memprioritaskan dunia
material. Yang terpenting dari para idealis kedua puluh harus dianggap sebagai lanjutan dari filsafat Hegel, atau justru sebagai reaksi terhadap
filsafat Hegel.

I Masa Kini Dalam abad ketujuh belas dan kedelapan belas sejarah filsafat
Barat
V. memperlihatkan aliran-aliran yang besar, yang mempertahankan diri lama dalam wilayah-wilayah yang luas, yaitu rasionalisme, empirisme
dan idealisme. Dibandingkan dengan itu, filsafat Barat dalam abad kesembilan belas dan kedua puluh kelihatan terpecah-pecah. Macam-macam
aliran baru muncul, dan aliran- aliran ini sering terikat pada hanya satu negara atau satu lingkungan bahasa. Aliran-aliran yang paling
berpengaruh yaitu positivisme, marxisme,

eksistensialisme,
pragmatisme,
neo-kantianisme,
neo-tomisme
dan
fenomenologi. Tentang aliran-aliran dalam filsafat dibahas secara khusus di

dalam submenu Aliran. Pada waktunya, ketujuh aliran yang berpengaruh tadi juga akan kita teliti satu persatu, karena rencananya materi halaman
ini akan senantiasa diperbarui secara rutin. Sekarang ini hanya disajikan suatu pengenalan saja

Aliran-aliran paling baru

Pada sekarang ini ada dua aliran filsafat yang mempunyai peranan besar, tetapi yang belum dapat dianggap sebagai aliran yang "membuat
sejarah", karena mereka masih terlalu baru. Kedua aliran ini adalah filsafat analitis dan

strukturalisme.

Filsafat analitis merupakan aliran terpenting di Inggris dan Amerika
Serikat, sejak sekitar tahun 1950. Filsafat analitis (yang juga disebut
analitic philosophy dan linguistic philosophy) menyibukkan diri dengan
analisis bahasa dan analisis konsep-konsep. Analisis ini dianggap sebagai

"terapi": menurut filsuf-filsuf analitis, banyak soal falsafi (dan juga soal teologis dan ilmiah) dapat "sembuh" kalau, berkat analisis bahasa, bisa
ditunjukkan bahwa soal-soal ini hanya diciptakan oleh pemakaian yang tidak sehat dari bahasa. Filsafat analitis sangat dipengaruhi olehL.

Wittgenstein

Strukturalisme berkembang di Perancis, lebih-lebih sejak tahun 1960.
Strukturalisme merupakan suatu sekolah dalam filsafat, linguistik, psikiatri,
fenomenologi agama, ekonomi dan politikologi.Sturukturalisme

menyelidiki "patterns" (pola-pola dasar yang tetap) dalam bahasa-bahasa, agama-agama, sistem-sistem ekonomi dan politik, dan dalam karya-
karya kesusasteraan. Tokoh-tokoh terkenal dari strukturalisme antara lainCl.

Lévi-Strauss, J. Lacand an Michel Foucault

Akhirnya, dalam sejarah filsafat kita bertemu dengan hasil penyelidikan semua cabang filsafat. Sejarah filsafat mengajarkan jawaban-jawaban
yang diberikan oleh pemikir-pemikir besar, tema-tema yang dianggap paling penting dalam periode-periode tertentu, dan aliran-aliran besar yang
menguasai pemikiran selama suatu jaman atau di suatu bagian dunia tertentu. Cara berpikir tentang manusia, tentang asal dan tujuan, tentang
hidup dan kematian, tentang kebebasan dan cinta, tentang yang baik dan yang jahat, tentang materi dan jiwa, alam dan sejarah. Tetapi ada banyak
pertanyaan dan jawaban yang selalu kembali, di segala jaman dan di semua sudut dunia. Oleh karena itu sejarah filsafat sesuatu yang sangat
penting. Karena dalam sejarah filsafat seakan-akan suatu dialog antara orang dari semua jaman dan kebudayaan tentang pertanyaan-pertanyaan
yang paling penting.

C A B A N G
Filsafat bertanya tentang seluruh kenyataan, tetapi selalu salah satu segi dari kenyataan yang sekaligus menjadi titik fokus penyelidikan kita.
Filsafat selalu bersifat "filsafat tentang" sesuatu tertentu, misalnya: filsafat tentang manusia, filsafat alam, filsafat kebudayaan, filsafat seni,
filsafat agama, filsafat bahasa, filsafat sejarah, filsafat hukum, filsafat pengetahuan, dan seterusnya.

Aristoteles mengadakan pengelompokan sebagai berikut:


• Sejarah logika, yaitu ajaran tentang kategori, pengambilan kesimpulan
dab pembuktian serta topika yaitu dialektika,
• Ilmu-ilmu pengetahuan alam, berisi antara lain tentang fisika, langit,
meteorologi, jiwa, binatang,

• Etika,

• Politik,

• Bahasa dan seni.

Cassidorus menyebut tujuh macam seni liberal, yaitu:



Trivium, terdiri atas Gramatika, Logika, Retorika, dan

Quadrivium yang terdiri atas Ilmu hitung, Ilmu Ukur, Astronomi dan Musik.
Kant (Stroriq, 1972) di dalam Kritik-nya Terhadap Rasio Murni mengadakan
pembagian sebagai berikut:

Bagian pertama berisi ajaran elementer yang transendental,

Bagian kedua berisi ajaran transendental tentang metode.

Ajaran elementer tersebut dibagi lagi menjadi estetika transendental, yang

membicarakan tentang kemampuan inderawi dan logika transendental yang membicarakan tentang kemampuan berpikir.Logika dibagi lagi
menjadi analitika transendental dan dialektika transendental. Selanjutnya

dalam Kritik-nya Terhadap Rasio Yang Praktik ia banyak membicarakan


tentangEti ka danR el i gi.
Di dalam bukunya, Perspectives in Social Philosophy (1967),Beck (1967)
menyebut lapangan filsafat, yaitu:

Epistemologi atau filsafat pengetahuan. Yang dibicarakan antara lain
adalah sumber, kriteria, dan hakikat pengetahuan.

Metafisika atau teori tentang realitas. Yang dibicarakan antara lain segala
sesuatu yang ada, hekikat realita, prinsip pemahaman kosmos.

Ilmu pengetahuan normatif, yang terdiri atas etika, estetika dan filsafat
ketuhanan.
Demikian seterusnya terdapat jenis penggolongan cabang-cabang filsafat.
Katsoff dalam bukunya Elements of Philosophy mengadakan penggolongan
sebagai berikut:

Logika, membicarakan tentang hukum-hukum penyimpulan yang benar.

Metodologi, membicarakan tentang teknik atau cara penelitian.

Metafisika, membicarakan tentang segala sesuatu yang ada.

Ontologi, membicarakan tentang hakikat segala sesuatu yang ada.

Kosmologi. membicarakan tentang segala sesuatu yang ada yang teratur.

Epistemologi, membicarakan tentang kebenaran.

Filsafat Biologi, membicarakan tentang hidup.

Filsafat Psikologi, membicarakan tentang jiwa.

Filsafat Antropologi, membicarakan tentang manusia.

Filsafat Sosiologi, membicarakan tentang masyarakat dan negara.

Etika, membicarakan tentang baik dan buruk.

Estetika, membicarakan tentang indah.

Filsafat Agama, membicarakan tentang agama.
Harry Hamersma di dalam bukunya Pintu Masuk Ke Dunia Filsafat (Kanisius,
1981), membicarakan sepuluh cabang filsafat, yang masih dapat dikembalikan
lagi kepada empat bidang induk, sebagai berikut:
Filsafat tentang pengetahuan:

Epistemologi
Logika
Kritik ilmu-ilmu

Filsafat tentang keseluruhan kenyataan:


Metafisika umum (atau,ontol ogi)
Metafisika khusus, terdiri dari:

Teologi metafisik (disebut juga "teodise" dan "filsafat ketuhanan")


Antropologi
Kosmologi (disebut juga "filsafat alam")

Filsafat tentang tindakan:


Etika (disebut juga "filsafat moral")
Estetika (disebut juga "filsafat seni", "filsafat keindahan")
Sejarah filsafat
Berikut ini penjelasan masing-masing secara lebih dalamnya:
Epsitemologi, merupakan "pengetahuan tentang pengetahuan". Suatu studi

tentang asal usul, hakikat, dan jangkauan pengetahuan. Beberapa pertanyaan yang mungkin diajukan dalam espistemologi adalah: Apakah
pengalaman merupakan satu-satunya sumber pengetahuan? Apakah yang menyebabkan suatu keyakinan benar dan yang lain salah? Adakah soal-
soal penting yang tidak dapat dijawab oleh sains (ilmu spesial)? Dapatkah kita mengetahui pikiran perasaan orang lain?

Logika, menyelidiki aturan-aturan yang harus diperhatikan supaya cara berpikir

kita sehat. Suatu studi tentang prinsip-prinsip yang dipakai untuk membedakan antara argumen yang masuk akal dan argumen yang tidak masuk
akal, serta tentang berbagai bentuk argumentasi. Contohnya: apa perbedaan antara pemikiran induktif dan deduktif? Mengapa argumentasi
"Semua anjing adalah kucing. Sokrates adalah anjing. Maka, Sokrates adalah kucing" dianggap valid? Apa pebedaan antara logika penjelasan
ilmiah dan logika pertimbangan moral?

Kritik ilmu-ilmu, menyelidiki titik pangkal, metode, objek dari ilmu-ilmu ("filsafat

ilmu"). Suatu studi tentang metode, asumsi, dan batas-batas ilmu pengetahuan. Adakah satu metode yang khas dalam ilmu pengetahuan? Apakah
perbedaan antara sebuah teori dan sebuah hukum dalam ilmu pengetahuan? Apakah hakikat penjelasan ilmiah? Apakah kebebasan manusia
selaras dengan ilmu pengetahuan?
Ontologi, merupakan pengetahuan tentang "semua pengada sejauh mereka

ada". Suatu studi yang membahas apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin ketahui, atau, dengan perkataan lain, suatu pengkajian
mengenai teori tentang "ada".

Teologi metafisik, membicarakan tentang pertanyaan apakah Tuhan ada dan

tentang nama-nama ilahi. Suatu studi tentang hakikat, ragam dan objek kepercayaan agama. Apa hubungan antara akal dan iman? Apa
sesungguhnya agama? Dapatkah Allah diketahui lewat pengalaman langsung? Dapatkah eksistensi kejahatan didamaikan dengan iman akan suatu
Allah yang sempurna dan berpribadi? Apakah istilah-istilah religius memiliki makna khusus?

Antropologi, membicarakan tentang manusia ("filsafat manusia"). Suatu studi


yang membicarakan manusia seluruhnya, dengan segala sudutnya, namun
dengan mementingkan penggunaan metode filosofis dalam penyelidikannya.
Kosmologi, membicarakan tentang alam, kosmos. Suatu studi yang hendak
mengetahui "rahasia alam". Dari mana datangnya alam ini, betapa terjadinya,
bagaimana kemajuannya dan ke mana sampainya?
Etika, membicarakan tentang tindakan manusia. Suatu studi tentang prinsip-
prinsip dan konsep-konsep yang mendasari penilaian terhadap perilaku manusia

Contohnya: Dengan patokan apa kita membedakan antara tindakan yang benar dan yang salah secara moral? Apakah kesenangan merupakan
satu-satunya ukuran untuk menentukan sesuatu sebagai "baik"? Apakah keputusasaan moral bersifat sewenang-wenang atau sekehendak hati?

Estetika, mencoba menyelidiki mengapa sesuatu dialami sebagai indah. Suatu

studi tentang prinsip-prinsip yang mendasari penilaian kita atas berbagai bentuk seni. Apakah tujuan seni? Apa peranan rasa dalam pertimbangan
estetis? Apa yang ditangkap, dialami, dirasakan dan dihayati sebagai indah?

Sejarah filsafat dunia, mengajar apa jawaban pemikir-pemikir jaman atas


pertanyaan-pertanyaan manusia.

Tidak semua filsuf setuju dengan pembagian seperti diuraikan di atas. Ada filsuf yang menyangkal kemungkinan ontologi atau kemungkinan
seluruh metafisika. Namun, pembagian seperti di atas ini merupakan sekma yang paling klasik dan paling umum diterima.

Tentang keseluruhan cabang akan kita lihat satu persatu secara mendalam pada waktu mendatang, dalam bagian submenu Cabang ini juga.
Demikian, materi halaman ini akan secara rutin mengalami pembaruan ataupun penambahan.

A L I R A N

Dalam perjalanannya, problem yang dihadapi oleh manusia makin kompleks, sehingga membutuhkan jawaban yang kompleks pula. Jawaban
yang diberikan terhadap suatu problem tidak selalu dapat tuntas, bahkan kadang-kadang hanya sebagian kecil darinya yang terjawab dengan baik.
Karena latar belakang yang berbeda-beda, baik dilihat dari manusianya maupun tantangan atau problemnya, maka berakibat juga pada
beragamnya bagaimana suatu jawaban diberikan.

Oleh karena itu, suatu problem yang sama, karena dilihat dari berbagai sudut dan arah, menimbulkan jawaban yang berbeda. Timbullah
bermacam-macam aliran dalam filsafat.

Manusia memegang peranan yang penting dalam munculnya aliran-aliran dalam filsafat. Pada hakikatnya, karena ia mempunyai unsur kejiwaan,
yaitu cipta, rasa dan karsa, maka setiap orang dapat menghasilkan filsafatnya sendiri. Namun pada sisi yang lain, kenyataan menunjukkan bahwa
hanya orang-orang tertentu yang dapat mengemukakan pendapat serta ajaran yang bernilai filsafati. Hambatan-hambatan yang ditimbulkan oleh
kata dan susunan kalimat dalam suatu bahasa seringkali memaksa seorang filsuf untuk menyusun kalimat atau rangkaian kata baru semata-mata
untuk bisa membuat representasi yang mendekati apa yang terkandung dalam pikirannya. “Oleh karena filsafat

merupakan hasil permenungan jiwa manusia yang terdalam, maka corak (sifat, khas) dalam tiap-tiap aliran tidak terlepas dari unsur-unsur yang
menyusun manusia itu sendiri”.

Corak yang sesuai dengan unsur jiwa dan raga:

Manusia terdiri atas jiwa dan raga, karenanya filsafat ada yang menintikberatkan atau mengagungkan jiwa atau memberi tempat yang tinggi
kepada jiwa atau unsur-unsur dalam. Aliran yang termasuk jenis ini antara lain adalah:


Idealisme, yang memberi tempat tertinggi pada idea.

Spiritualisme, yang memberi tempat tertinggi pada jiwa.

Rasionalisme, yang memberi tempat tertinggi pada akal.
Sebaliknya, ada yang menempatkan unsur-unsur ragawi, unsur-unsur
luar, sebagai yang tertinggi. Termasuk dalam aliran ini antara lain adalah:

Materialisme, yang memberi tempat tertinggi pada materi.

Empirisme, yang memberi tempat tertinggi pada pengalaman.

Sensisme, yang memberi tempat tertinggi pada panca indera.
Corak yang sesuai dengan sifat individu dan sosial:

Manusia memiliki sifat individu dan sosial, karena itu pengejawantahan dari sifat ini terlihat pula dalam corak aliran filsafat. Ada yang
mengagungkan sifat individunya. Aliran yang termausk jenis ini antara lain adalah:


Individualisme, yang memberi tempat tertinggi pada individu.

Liberalisme, yang mengagungkan hak mutlak setiap individu.
Sebaliknya, ada yang mengagungkan sifat sosialnya. Termasuk dalam
aliran ini adalah:

Altruisme, yang mengutamakan kepentingan orang lain semata-
mata.

Sosialisme, yang mengutamakan kepentigan sosial lebih dari
kepentingan individu.
Corak yang menyangkut hubungan manusia dengan "YangMahakuasa":

Dalam hal ini, aliran di dalam filsafat ada yang bercorak teistik, ada pula yang ateistik. Misalnya,Tomisme memberi tempat yang tinggi kepada
Tuhan, sedangkanPosi ti vi sme menolak teologi.

Corak perpaduan:

Karena ada aliran kefilsafatan yang menekankan atau mengagungkan salah satu unsur, maka terjadi jurang pemisah antara keduanya. Karena ada
jurang pemisah itu, timbullah usaha untuk menghubungkan kedua sisinya yaitu dengan membuat jembatan. Beberapa contoh di antaranya adalah:


Immanuel Kant (lahir 1724 di Koningsbergen) berusaha
menjembatani antara Rasionalisme dan Empirisme.

G.W.F. Hegel (lahir 1770 di Stuttgart) membuat jembatan antara
pendapatFic hte dengan pendapat Friedrich Yoseph Schelling.
Sistem Fichte adalah idealisme subjektif, sedang Schelling adalah
idealisme objektif. Jembatan yang dibuat oleh Hegel adalah
idealisme absolut. Inilah bentuk metode dialektik Hegel yaitu Tesis-

Antitesis-Sintesis. Karena Sintesis pada hakikatnya adalah suatu Tesis Baru, maka dari padanya akan timbul Antitesis baru, demikian pula akan
timbul Sintesis Baru, dan seterusnya.

Pada bagian kali ini, kami akan mengangkat satu aliran filsafat yang sangat berpengaruh di Barat pada abad kedua puluh, terutama setelah
selesainya Perang Dunia Kedua. Ialah "Eksistensialisme". Pembahasan berikut ini akan menjadi model pembahasan bagi aliran-aliran filsafat
lainnya; di mana kami secara rutin akan menambahkan materi-materi baru dalam bagian ini, sehingga, mudah-mudahan, seluruh aliran filsafat,
utamanya aliran-aliran yang besar, mendapat kesempatan untuk disajikan ke hadapan pembaca.

Eksistensialisme

Dalam filsafat dibedakan antaraesensia daneksistensia. Esensia membuat benda, tumbuhan, binatang dan manusia. Oleh esensia, sosok dari segala
yang ada mendapatkan bentuknya. Oleh esensia, kursi menjadi kursi. Pohon mangga menjadi pohon mangga. Harimau menjadi harimau. Manusia
menjadi manusia. Namun, dengan esensia saja, segala yang ada belum tentu berada. Kita dapat membayangkan kursi, pohon mangga, harimau,
atau manusia. Namun, belum pasti apakah semua itu sungguh ada, sungguh tampil, sungguh hadir. Di sinilah peran eksistensia.

Eksistensia membuat yang ada dan bersosok jelas bentuknya, mampu berada, eksis. Oleh eksistensia kursi dapat berada di tempat. Pohon mangga
dapat tertanam, tumbuh, berkembang. Harimau dapat hidup dan merajai hutan. Manusia dapat hidup, bekerja, berbakti, dan membentuk
kelompok bersama manusia lain. Selama masih bereksistensia, segala yang ada dapat ada, hidup, tampil, hadir. Namun, ketika eksistensia
meninggalkannya, segala yang ada menjadi tidak ada, tidak hidup, tidak tampil, tidak hadir. Kursi lenyap. Pohon mangga menjadi kayu mangga.
Harimau menjadi bangkai. Manusia mati. Demikianlah penting peranan eksistensia. Olehnya, segalanya dapat nyata ada, hidup, tampil, dan
berperan. Adapun tanpa eksistensia, segala sesuatu tidak nyata ada, apalagi hidup dan berperan.

Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang menekankan eksistensia. Para pengamat eksistensialisme tidak mempersoalkan esensia dari segala
yang ada. Karena memang sudah ada dan tak ada persoalan. Kursi adalah kursi. Pohon mangga adalah pohon mangga. Harimau adalah harimau.
Manusia adalah manusia. “ Namun, mereka mempersoalkan bagaimana segala yang ada berada

dan untuk apa berada. Oleh karena itu, mereka menyibukkan diri dengan
pemikiran tentang eksistensia” . Dengan mencari cara berada dan eksis yang

sesuai, esensia pun akan ikut terpengaruhi. Dengan pengolahan eksistensia secara tepat, segala yang ada bukan hanya berada, tetapi berada dalam
keadaan optima. Untuk manusia, ini berarti bahwa dia tidak sekadar berada dan eksis, tetapi berada dan eksis dalam kondisi ideal sesuai dengan
kemungkinaan

yang dapat dicapai. Dalam kerangka pemikiran itu, menurut kaum eksistensialis,

hidup ini terbuka. Nilai hidup yang paling tinggi adalah kemerdekaan. Dengan kemerdekaan itu, keterbukaan hidup dapat ditanggapi secara baik.
Segala sesuatu yang menghambat, mengurangi, atau meniadakan kemerdekaan harus dilawan. Tata tertib, peraturan, hukum harus disesuaikan
atau, bila perlu,

dihapus dan ditiadakan. Karena adanya tata tertib, peraturan, hukum dengan sendirinya sudah tak sesuai dengan hidup yang terbuka dan hakikat
kemerdekaan. Semua itu membuat orang terlalu melihat ke belakang dan mengaburkan masa depan, sekaligus membuat praktik kemerdekaan
menjadi tidak leluasa lagi.
Dalam hal etika, karena hidup ini terbuka, kaum eksistensialis memegang kemerdekaan sebagai norma. Bagi mereka, manusia mampu menjadi
seoptima mungkin. Untuk menyelesaikan proyek hidup itu, kemerdekaan mutlak diperlukan. Berdasarkan dan atas norma kemerdekaan, mereka
berbuat apa saja yang dianggap mendukung penyelesaian proyek hidup. Sementara itu, segala tata tertib, peraturan, hukum tidak menjadi bahan
pertimbangan. Karena adanya saja sudah mengurangi kemerdekaan dan isinya menghalangi pencapaian cita-cita proyek hidup. Sebagai ganti tata-
tertib, peraturan, dan hukum, mereka berpegang pada tanggung jawab pribadi. Mereka tak mempedulikan segala peraturan dan hukum, dan tidak
mengambil pusing akan sanksi-sanksinya. Yang mereka pegang adalah tanggung jawab pribadi dan siap menanggung segala konsekuensi yang
datang dari masyarakat, negara, atau lembaga agama. Satu-satunya hal yang diperhatikan adalah situasi. Dalam menghadapi perkara untuk
menyelesaikan proyek hidup dalam situasi tertentu, pertanyaan pokok mereka adalah apa yang paling baik yang menurut pertimbangan dan
tanggung jawab pribadi seharusnya dilakukan dalam situasi itu. Yang baik adalah yang baik menurut pertimbangan norma mereka, bukan
berdasarkan perkaranya dan norma masyarakat, negara, atau agama.

Segi positif yang sekaligus merupakan kekuatan dan daya tarik etika eksistensialis adalah pandangan tentang hidup, sikap dalam hidup,
penghargaan atas peran situasi, penglihatannya tentang masa depan. Berbeda dengan orang lain yang berpikiran bahwa hidup ini sudah selesai,
yang harus diterima seperti adanya, dan tak perlu diubah, etika eksistensialis berpendapat bahwa hidup ini belum selesai, tidak harus diterima
sebagai adanya, dan dapat diubah, bahkan harus diubah. Ini berlaku untuk hidup manusia sebagai pribadi, masyarakat, bangsa, dan dunia
seanteronya. Dalam arti itulah hidup dimengerti sebagai proyek. Orang yang memandang hidup sebagai sudah selesai, mempunyai sikap pasrah
dan "menerima", sementara kaum eksistensialis yang memahami hidup sebagai belum selesai mempunyai sikap berusaha dan berjuang. Hidup ini
perlu dan harus diperbaiki. Faktor penting untuk perbaikan hidup itu adalah tanggung jawab. Setiap orang harus bertanggungjawab atas hidupnya
dan dengan sungguh-sungguh berupaya untuk mengembangkannya. Bagi orang yang merasa hidup sudah jadi, situasi hidup menjadi sama saja.
Tidak ada situasi penting, mendesak, atau genting. Karena hidup selalu berjalan normal. Namun, bagi kaum eksistensialis yang memahami hidup
belum selesai, setiap situasi

membawa akibat untuk kemajuan kehidupan. Oleh karena itu, setiap situasi perlu dikendalikan, dimanfaatkan, diarahkan sehingga menjadi
keuntungan bagi kemajuan hidup. Akhirnya, bagi orang yang menerima hidup sudah sampai titik dan puncak kesempurnaannya, masa depan
tidak amat berperan karena masa depan pun keadaannya akan sama saja dengan masa yang ada sekarang. Namun, bagi kaum eksistensialis yang
belum puas dengan hidup yang ada dan yang merasa perlu untuk mengubahnya, masa depan merupakan faktor yang penting. Karena hanya
dengan adanya masa depan itu, perbaikan hidup dimungkinkan dan pada masa depan pula hidup baik itu terwujud. Dengan demikian, gaya hidup
kaum eksistensialis menjadi serius, dinamis, penuh usaha, dan optimis menuju ke masa depan.

Namun, oleh pandangan-pandangan yang terkandung di dalam dirinya, segi-segi positif etika eksistensialis itu menjadi berkurang positifnya.
Kelemaham- kelemahan etika eksistensialis dapat disebut beberapa. Pertama, etika eksistensialis terperosok ke dalam pendirian yang
individualistis. Dengan pendirian itu, di bawah nama melaksanakan proyek hidup, bisa-bisa para pengikut aliran eksistensialis hanya mencari dan
mengejar kepentingan diri. Karena yang baik ditentukan sendiri, bukan berdasarkan norma, maka yang dianggap baik bukanlah kebaikan sejati,
melainkan baik menurut dan bagi diri mereka sendiri. Cara memandang kebaikan yang individualistis itu dapat merugikan sesama, masyarakat
dan dunia.

Kedua, dengan mengabaikan tata tertib, peraturan, hukum, kaum eksistensialis menjadi manusia yang anti-sosial. Tidak dapat disangkal bahwa
ada norma masyarakat yang sudah usang. Namun, menyatakan segala norma tak berlaku sungguh melawan akal sehat. Karena norma masyarakat
merupakan hasil perjalanan pencarian yang tidak begitu saja mudah ditiadakan. Jika tidak dapat dipergunakan sepenuhnya, paling sedikit masih
dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dan titik tolak pencarian nilai hidup lebih lanjut. Kecuali itu, sikap para penganut aliran
eksistensialis yang asosial merugikan usaha perbaikan hidup dan dunia. Karena usaha itu merupakan usaha raksasa sehingga tidak dapat
diselesaikan secara perorangan, melainkan harus digarap bersama seluruh masyarakat.
Ketiga, dengan mengambil sikap bebas merdeka, kaum eksistensialis memandang kemerdekaan sebagai tidak terbatas. Padahal, dalam hidup ini
tidak ada kemerdekaan yang tanpa batas. Karena dalam perwujudannya selalu akan dibatasi. Pembatasan itu berasal dari si pelaksana sendiri dan
masyarakat. Seberapa "hebat"-nya manusia, tidak mungkinlah dia mampu mewujudkan kemerdekaannya secara penuh. Pembatasan juga datang
dari masyarakat. Selama orang hidup dakam masyarakat, pelaksanaan kemerdekaan akan selalu dibatasi oleh pelaksanaan kebebasan orang lain.
Mau tidak mau, dalam hidup masyarakat orang harus mau "memberi" dan "menerima", alias berkompromi.

Keempat, kaum eksistensialis amat memperhitungkan situasi. Namun, situasi itu mudah goyah. Kelemahan ini masih diperkuat oleh sikap
individualistis yang dipegang kaum eksistensialis. Bila orang bersandar pada situasi dan diri sendiri

saja, pandangannya menjadi terbatas, lingkup perbuatannya dipersempit, dan pendiriannya rapuh. Begitulah, etika eksistensialis memiliki unsur-
unsur kebaikan yang positif. Namun, bila tak mengurangi dan melepaskan kelemahan- kelemahannya, eksistensialisme akan melemahkan arti dan
sumbangan- sumbangannya yang memang berharga.

Nama "eksistensialisme" memang hanya disenangi oleh Jean-Paul Sartre. Filsuf- filsuf lain dari aliran ini lebih senang disebut "filsuf-eksistensi".
Di antara mereka adalah S. Aabye Kierkegaard (1813-1855), Friedrich Nietzsche (1844-1900),

Karl Jaspers(1883-1969), Martin Heidegger(1889-1976), Gabriel Marcel


(1889-1973) dan M. Merleau-Ponty (1908-1961). Beberapa dari mereka nanti
akan dibahas secara khusus di bagian Filsuf, Hidup dan Karyanya
Percah Percah Postmodernisme
Apakahpostmodernisme itu? Bolehkah kita mengajukan pertanyaan ini?
Bukankah
pertanyaan
ini
menjurus
pada
pencarian
esensi

dari
‘postmodernisme’? Ini berarti berusaha mencari suatu pengertian definitif (definire = membatasi) atau suatu kesatuan representasi atasreferent
yang kemudian diberi nama ‘postmodernisme’? Bolehkah? Entahlah...!! Jadi, bagaimana......???

Donny Gahral Adian membedakan postmodernisme daripostmodernitas. Postmodernitas, tulisnya, merupakan istilah yang biasanya digunakan
untuk menggambarkan realitas sosial masyarakat postindustri. Masyarakat postindustri adalah masyarakat yang ekonominya telah bergeser dari
ekonomi manufaktur ke ekonomi jasa di mana ilmu pengetahuan memainkan peranan sentral.

Postmodernitas ini ditandai dengan fenomena-fenomena : negara bangsa

pecah menjadi unit-unit yang lebih kecil atau melebur ke unit yang lebih besar, partai-partai politik besar menurun dan digantikan oleh gerakan-
gerakan sosial (LSM-LSM), kelas sosial terfragmentasi dan menyebar ke kelompok-kelompok kepentingan yang memfokuskan diri pada gender-
etnisitas-atau orientasi seksual, serta prinsip kesenangan dan dorongan mengkonsumsi yang menggantikan etika kerja yang menekankan disiplin,
kerja keras, anti kemalasan, dan panggilan spiritual (kerja = ibadah). Sementara itu postmodernisme dimengertinya sebagai wacana pemikiran
baru yang menggantikan

modernisme. Postmodernisme meluluhlantakkan konsep-konsep modernisme


seperti adanya subyek yang sadar diri dan otonom, adanya representasi
istimewa tentang dunia, dan sejarah linier (Adian, 2001: 95-97).
Senada dengan Gahral Adian, Anthony Giddens ternyata juga membedakan postmodernisme(postmodernism) dari
postmodernitas(postmodernity). Postmodernisme, jika sungguh-sungguh ada, menurut Giddens sebaiknya diartikan sebagai gaya atau gerakan di
dalam sastra, seni lukis, seni plastik, dan arsitektur. Gerakan ini memperhatikan aspek-aspek aesthetic reflection dari modernitas. Sementara itu
postmodernitas dimengertinya sebagai tatanan sosial baru yang berbeda dengan institusi-institusi modernitas. Namun, alih-alih menggunakan
istilah postmodernitas, Giddens lebih suka menggunakan istilah

“modernitas yang teradikalisasi” (radicalized modernity) untuk menggambarkan


dunia kita yang mengalami perubahan hebat dan sedang melaju kencang bak
Juggernaut yang tak bisa lagi dikendalikan, suatu dunia yang mrucut (runaway
world). Alih-alih setuju dengan postmodernitas yang mewartakan berakhirnya
epistemologi, Giddens lebih percaya bahwa apa yang terjadi sekarang ini adalah
“modernitas yang sadar diri” (Giddens, 1990: 45-53, 150-173).
Sementara itu, Bambang Sugiharto mengatakan bahwa “postmodernisme”
memang
merupakan
istilah
yang
kontroversial
sekaligus

ambigu.
Postmodernisme itu bagaikan rimba belantara yang dihuni oleh aneka satwa....suatu istilah yang “memayungi” segala aliran pemikiran yang satu
sama lain seringkali tak persis saling berkaitan. Namun kiranya cukup jelas, katanya, bahwa dalam postmodernisme gagasan-gagasan seperti
“filsafat”, “rasionalitas”, dan “epistemologi” dipertanyakan kembali secara radikal. Problem postmodernisme menurut dia adalah problem
keterbatasan bahasa, khususnya

keterbatasan fungsi deskriptif bahasa. Dia mengusulkan agar bahasa dilihat


fungsi transformatifnya. Muncullah metafor—mula-mula diperkenalkan oleh
Ricoeur—yang dapat menjadi titik terang untuk melihat persoalan-persoalan
yang diajukan oleh postmodernisme. Metafor tidak menunjukkan suatu
kebenaran absolut, melainkan suatu “kebenaran yang bertegangan”(tensional
truth) (Bambang Sugiharto, 1996: 16-18).

Penulis yang lain lagi, sang penantang postmodernisme, Terry Eagleton, mengungkapkan dalam The Illusions of Postmodernism bahwa biasanya
memang dibedakan antara postmodernisme dan postmodernitas. Pembedaan ini cukup berguna baginya. Akan tetapi, dia sendiri lebih senang
menggunakan istilah postmodernisme, sebab istilah ini dapat mencakup keduanya. Postmodernitas biasanya dimengerti sebagai gaya berpikir
yang curiga terhadap pengertian klasik tentang kebenaran-rasionalitas-identitas-obyektivitas, curiga terhadap ide kemajuan universal atau
emansipasi, curiga akan satu kerangka kerja, grand narrative atau dasar-dasar terdalam dalam penjelasan. Berlawanan dengan norma-norma
Pencerahan ini, postmodernitas melihat dunia sebagai yang kontigen, tak berdasar, tak seragam, tak stabil, tak dapat ditentukan, seperangkat
kebudayaan yang plural atau penafsiran yang melahirkan skeptisisme terhadap obyektivitas kebenaran, sejarah dan norma-norma, kodrat yang
terberikan serta koherensi identitas. Sementara itu postmodernisme dimengerti sebagai gaya kebudayaan yang merefleksikan sesuatu dalam
perubahan jaman ini ke dalam suatu seni yang diwarnai oleh ketakmendalaman, ketakterpusatan, ketakberdasaran; seni yangself-reflexive, penuh
permainan, ekletik, serta pluralistik. Seni semacam ini mengaburkan batas antara budaya ‘tinggi’ dan budaya ‘pop’, antara seni dan hidup harian
(Therry Eagleton, 1996: vii-viii).

Sekarang bagaimana dengan Anda...., apa yang akan Anda katakan tentang
postmodernisme? Silakan membaca artikel-artikel dalam edisiPercah-Percah
Postmodernisme ini. Anda akan bertemu dengan Lyotard, Vattimo, Bauman,
Harvey, Deleuze, dan Ricoeur. Pasti Anda akan terbantu untuk dapat
mengatakan lebih banyak lagi tentang postmodernisme. Istilah postmodernisme
dipilih di sini karena kedengarannya lebihkeren. Itu saja.

You might also like