Professional Documents
Culture Documents
85. Hepatitis Juni 1993 International Standard Serial Number: 0125 – 913X
Daftar Isi :
2. Editorial
4. English Summary
Redaksi
REDAKSI KEHORMATAN
KETUA PENGARAH
– Prof. DR. Kusumanto Setyonegoro – Prof. DR. B. Chandra
Dr Oen L.H Guru Besar Ilmu Kedokteran Jiwa Guru Besar Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga,
KETUA PENYUNTING Jakarta. Surabaya.
Dr Budi Riyanto W – Prof. Dr. R. Budhi Darmojo
PELAKSANA – Prof. Dr. R.P. Sidabutar Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam
Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro,
Sriwidodo WS Sub Bagian Ginjal dan Hipertensi Semarang.
Bagian Ilmu Penyakit Dalam – Drg. I. Sadrach
TATA USAHA Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Lembaga Penelitian Universitas Trisakti,
Sigit Hardiantoro Jakarta. Jakarta
ALAMAT REDAKSI – DR. Arini Setiawati
– Prof. Dr. Sudarto Pringgoutomo Bagian Farmakologi
Majalah Cermin Dunia Kedokteran Guru Besar Ilmu Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
P.O. Box 3105 Jakarta 10002 Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta,
Telp. 4892808 Jakarta.
Fax. 4893549, 4891502
NOMOR IJIN
151/SK/DITJEN PPG/STT/1976 REDAKSI KEHORMATAN
Tanggal 3 Juli 1976
– DR. B. Setiawan – Drs. Victor S Ringoringo, SE, MSc.
PENERBIT
Grup PT Kalbe Farma
– DR. Ranti Atmodjo – Dr. P.J. Gunadi Budipranoto
PENCETAK
PT Midas Surya Grafindo
Cermin Dunia Kedokteran menerima naskah yang membahas berbagai sesuai dengan urutan pemunculannya dalam naskah dan disertai keterangan
aspek kesehatan, kedokteran dan farmasi, juga hasil penelitian di bidang- yang jelas. Bila terpisah dalam lembar lain, hendaknya ditandai untuk meng-
bidang tersebut. hindari kemungkinan tertukar. Kepustakaan diberi nomor urut sesuai dengan
Naskah yang dikirimkan kepada Redaksi adalah naskah yang khusus untuk pemunculannya dalam naskah; disusun menurut ketentuan dalam Cummulated
diterbitkan oleh Cermin Dunia Kedokteran; bila telah pernah dibahas atau Index Medicus dan/atau Uniform Requirements for Manuseripts Submitted
dibacakan dalam suatu pertemuan ilmiah, hendaknya diberi keterangan menge- to Biomedical Journals (Ann Intern Med 1979; 90 : 95-9). Contoh:
nai nama, tempat dan saat berlangsungnya pertemuan tersebut. Basmajian JV, Kirby RL. Medical Rehabilitation. 1st ed. Baltimore. London:
Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris; bila menggunakan William and Wilkins, 1984; Hal 174–9.
bahasa Indonesia, hendaknya mengikuti kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang Weinstein L, Swartz MN. Padaogenetic properties of invading microorganisms.
berlaku. Istilah media sedapat mungkin menggunakan istilah bahasa Indonesia Dalam: Sodeman WA Jr. Sodeman WA, eds. Padaologic physiology: Mecha-
yang baku, atau diberi padanannya dalam bahasa Indonesia. Redaksi berhak nisms of diseases. Philadelphia: WB Saunders, 1974; 457-72.
mengubah susunan bahasa tanpa mengubah isinya. Setiap naskah harus di- Sri Oemijati. Masalah dalam pemberantasan filariasis di Indonesia. Cermin
sertai dengan abstrak dalam bahasa Indonesia. Untuk memudahkan para pem- Dunia Kedokt. l990 64 : 7-10.
baca yang tidak berbahasa Indonesia lebih baik bila disertai juga dengan abstrak Bila pengarang enam orang atau kurang, sebutkan semua; bila tujuh atau lebih,
dalam bahasa Inggris. Bila tidak ada, Redaksi berhak membuat sendiri abstrak sebutkan hanya tiga yang pertama dan tambahkan dkk.
berbahasa Inggris untuk karangan tersebut. Naskah dikirimkan ke alamat : Redaksi Cermin Dunia Kedokteran
Naskah diketik dengan spasi ganda di atas kertas putih berukuran kuarto/ P.O. Box 3105
folio, satu muka, dengan menyisakan cukup ruangan di kanan-kirinya, lebih Jakarta 10002
disukai bila panjangnya kira-kira 6 - 10 halaman kuarto. Nama (para) pe- Pengarang yang naskahnya telah disetujui untuk diterbitkan, akan diberitahu
ngarang ditulis lengkap, disertai keterangan lembaga/fakultas/institut tempat secara tertulis.
bekerjanya. Tabel/skema/grafik/ilustrasi yang melengkapi naskah dibuat sejelas- Naskah yang tidak dapat diterbitkan hanya dikembalikan bila disertai dengan
jelasnya dengan tinta hitam agar dapat langsung direproduksi, diberi nomor amplop beralamat (pengarang) lengkap dengan perangko yang cukup.
Secara fungsional sistim imun terdiri dari 2 kelompok, – Hepatitis B kronik persisten sebesar 97%
sistim kekebalan alamiah (innate immunity) dan sistim kekebal- – Hepatitis kronik aktif sebesar 86%
an yang didapat (acquired immunity). Sistim kekebalan alamiah – Hepatitis kronik aktif plus sirosis hati sebesar 55%.
merupakan mekanisme pertahanan yang telah dimiliki tubuh Penyebab kematian terbanyak akibat kegagalan fungsi hati.
sejak lahir, terdiri dari : lisosim, komplemen, protein fase akut, Ditambahkan pula, pada suatu penelitian masal di Taiwan di-
interferon, fagosit serta sel Natural Killer (NK). Agen luar yang dapatkan pengidap VHB berpotensi untuk terkena kanker hati
masuk ke tubuh, pertama kali akan berhadapan dengan elemen- sebesar 200 kali lebih besar dibanding dengan yang tidak
elemen tersebut. Bila sistim pertama ini gagal, akan berfungsi mengidap VHB.
Sistim Kekebalan Yang Didapat yang komponen utamanya Di samping itu juga dijumpai beberapa faktor yang ikut
terdiri dari antibodi dan limfosit T. Di antara kedua sistim berperan :
tersebut selalu terjadi interaksi(1). • Adanya beberapa episode spontan dari VHB yang meng-
Suatu unsur penting dalam Sistim Kekebalan Alamiah ada- alami eksaserbasi dan replikasi yang menjurus ke arah dekom-
lah interferon (IFN), yang juga ikut mengatur Sistim Kekebalan pensasi dan progresivitas penyakit hati pada penderita yang se-
Yang Didapat. Sistim IFN terdiri dari sejumlah protein yang belumnya hanya menderita penyakit hati yang ringan dan stabil.
disekresi oleh beberapa jenis sel sebagai respon terhadap virus • Bentuk yang ringan dari hepatitis kronik persisten,
atau rangsangan lain. Sejak ditemukan oleh Isaac dan Lindenann sewaktuwaktu dapat progresif menjadi hepatitis kronik aktif
(1957), IFN dikenal memiliki daya antivirus. Dalam perkem- bahkan sirosis hati.
bangannya, ternyata IFN juga memiliki daya antiproliferatif • Pengidap hepatitis B dapat bertindak sebagai reservoir atau
serta imunomodulasi. Pengaruh IFN telah nyata beberapa jam sumber infeksi bagi sekitarnya.
setelah infeksi virus, jauh lebih cepat sebelum mekanisme imun • Ketidakmampuan kortikosteroid dalam pengobatan hepati-
lainnya berfungsi(1,2). Kemampuan IFN telah dimanfaatkan pada tis B kronik; disamping dalam kurun waktu yang lama dapat
berbagai bidang, antara lain untuk mempelajari patofisiologi meningkatkan replikasi VHB dan mencegah menghilangnya
serta pengobatan penyakit hati akut maupun kronik. HBeAg dalam serum penderita(3).
Dalam makalah ini akan dibahas rasionalisasi pengobatan
hepatitis B kronik dan tinjauan umum tentang IFN terutama MEKANISME KERJA INTERFERON
mengenai mekanisme kerja serta peranan IFN dalam hepatitis B A. Jenis-jenis Interferon
dan penggunaannya dalam bidang terapi. Sampai kini telah diketahui 3 jenis IFN : alfa, beta dan gama.
Ketiganya memiliki efek biologik yang sama pada sel, namun
RASIONALISASI PENGOBATAN berbeda dalam struktur, berat molekul serta daya antivirus dan
Hepatitis B kronik adalah suatu penyakit hati serius yang imunomodulasinya.
dapat berakibat sirosis hati, kanker hati dan bahkan kematian. 1) IFN alfa
Dalam suatu penelitian multisentral(3) didapatkan bahwa angka a) IFN Leukosit
ketahanan hidup 5 tahun : Leukosit manusia dapat memproduksi IFN setelah diinduksi
Jumlah 12 8.3 103 64 62 Tabel 5. Prevalensi Anti-HCV pada sirosis hats dikaitkan dengan HBsAg
Laporan kasus Lab JUPF Ilmu Penyaki Dalam FK. UNIBRAW – RSSA
Malang, tangga1 17 Juni 1992.
PENDAHULUAN (unilateral).
Edema paru terjadi oleh karena adanya aliran cairan dari 2. Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi
darah ke ruang intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, saluran napas akut bersamaan dengan peningkatan end-expira-
melebihi aliran cairan kembali ke darah atau melalui saluran tory volume (asma).
limfatik(1). D. Peningkatan tekanan onkotik intersisial.
Edema paru dibedakan oleh karena sebab Kardiogenik dan 1. Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan mau-
NonKardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena peng- pun klinik.
obatannya sangat berbeda. Edema Paru Kardiogenik disebabkan
II. Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler
oleh adanya Payah Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema Paru
(Adult Respiratory Distress Syndrome)
Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya Payah Jantung
A. Pneumonia (bakteri, virus, parasit).
Kiri Akut. Tetapi dengan adanya faktor presipitasi, dapat
B. Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, asap
terjadi pula pada penderita Payah Jantung Kiri Khronik(1).
Teflon®, NO2, dsb).
Pada makalah ini akan dibahas Diagnosa dan Pengelolaan
C. Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri,
penderita dengan Edema Paru Kardiogenik.
alloxan, alpha-naphthyl thiourea).
D. Aspirasi asam lambung.
KLASIFIKASI
E. Pneumonitis radiasi akut.
Edema Paru dapat terjadi oleh karena banyak mekanisme
F. Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).
yaitu :
G. Disseminated Intravascular Coagulation.
I. Ketidak-seimbangan Starling Forces : H. Imunologi : pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin,
A. Peningkatan tekanan kapiler paru : leukoagglutinin.
1. Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan I. Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.
fungsi ventrikel kiri (stenosis mitral). J. Pankreatitis Perdarahan Akut.
2. Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena
III. Insufisiensi Limfatik :
gangguan fungsi ventrikel kiri.
A. Post Lung Transplant.
3. Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena
B. Lymphangitic Carcinomatosis.
peningkatan tekanan arteria pulmonalis (over perfusion pulmo-
C. Fibrosing Lymphangitis (silicosis).
nary edema).
B. Penurunan tekanan onkotik plasma. IV. Tak diketahui/tak jelas
1. Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, A. High Altitude Pulmonary Edema.
hati, protein-losing enteropaday, penyakit dermatologi atau B. Neurogenic Pulmonary Edema.
penyakit nutrisi. C. Narcotic overdose.
C. Peningkatan tekanan negatif intersisial : D. Pulmonary embolism.
1. Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura E. Eclampsia.
ABSTRAK
Penggunaan alat anti hiperlipidemia mempunyai arti klinis penting dan strategis
dalam mengendalikan kemungkinan timbulnya aterosklerosis dan penyakit jantung
koroner, sebab usaha menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida darah terbukti dapat
menurunkan kecenderungan mengidap kelainan tersebut. Pada umumnya obat antihiper-
lipidemia ini digunakan untuk memperkuat efek diet ketat lipid dalam usaha menurunkan
kadar lipid darah. Oleh karena obat yang tergolong sebagai antihiperlipidemia mem-
punyai mekanisme kerja yang berbeda antara satu dengan lainnya, maka pengetahuan
mendalam tentang fanmakologi obat ini tentu akan sangat penting dalam menunjang
suksesnya terapi hiperlipidemia.
Dalam makalah ini dibahas faktor-faktor penyebab kelainan metabolisme dan
transportasi lipid yang dikaitkan dengan mekanisme kerja obat anti hiperlipidemia serta
penggunaan yang rasional sebagai obat tunggal atau kombinasi pada kasus-kasus
hiperlipoproteinemia dan efek samping yang mungkin timbul akibat pemakaian jangka
panjang
Identifikasi Ultrasentrifuse Elektroforesis Ukuran (A) Densitas (g/mI) Kandungan Lipid Utama Apoprotein
Kilamikron original 800-5000 < 0,95 TG diet & ester Kol. A-1, A-2, A-4, B-48, C-1, C-2, C-3, E
Kilamikron remnan original > 500 < 1,006 Ester Kol. diet B-48, E
Very Low Density (VLDL) Pre-I3 300-900 < 1,006 TG endogen B-100, C-1, C-2, C-3, E
Intermediate Density (IDL) Pre-I3-(3 250-350 1,006 -1,019 Ester Kol & TG B-100, E
Low Density (LDL) β 180-280 1,019 - 1,063 Ester Kol B-100
High Density (HDL=) a 90-120 1,063 - 1,125 Ester Kol A-1, A-2, C
High Density (HDL,) a 50-90 1,125 - 1,210 Ester Kol A-1, A-2, C
Kol = kolesterol
TG = trigliserida
Tipe Peningkatan lipoprotein Peningkatan lipid Klasifikasi Insiden Hubungan risiko PJK
I Kilomikron TG Familial (exogenous) hyper-
triglyceridemia (LPL deficiency) 1 : 10s tidak ada
IIa LDL Kol Familial hypercholesterolemia 1 : 500 +
(LDL receptor defects)
IIb LDL + VLDL Kol & TG Familial multiple-type
hyperlipoproteinemia 1 : 300 +
III 3 VLDL (IDL) Kol & TG Familial dysbetalipoproteinemia 1 : 100 +
IV VLDL TG Familial (endogenous) hyper-
triglyceridemia 1:500 ?
V VLDL & Itilomikron TG Mixed hypertriglyceridemia ? ?
ABSTRAK
Lampiran IV. 18 + + + AB
Diagram Kenaikan Titer Antisera versus Waktu Setelah Imunisasi
19 + + + AB
20 + + + AB
21 + + + AB
22 + + + AB
23 – – – 0
24 – – – 0
25 – – ~ 0
26 – – – 0
27 – – – 0
28 – – –– 0
29 – – – 0
30 – – – 0
I. Anti-inflammatory effects
1. Stabilization of vascular bed with decrease in leakage of fluid and
cells into inflammatory sites
2. Decreased granulocyte and monocyte accumulation in inflammatory
loci
3. Impairment of various granulocyte and monocyte functional capabi
lities
4. Suppression of various steps in immediate hypersensitivity reactions
II. Immunosuppressive effects
1. Decrease in circulating lumphocytes and monocytes
2. Decrease in certain lumphocyte and particularly monocyte functional
capabilities
3. Decrease in immunoglobulin and complement levels
Gambar 2.
RINGKASAN
Kortikosteroid adalah hormon yang dihasilkan oleh korteks
adrenal. Sistem imun adalah sistem pertahanan tubuh yang ter-
diri dari sistem imun spesifik dan non-spesifik. Kortikosteroid,
baik yang diberikan secara topikal maupun sistemik dapat me-
Gambar 4 nekan sistem imun spesifik dan non-spesifik.
ABSTRAK
ABSTRAK
Untuk mengetahui etiologi mikrobiologi diare persisten pada anak balita di Jakarta,
maka telah diteliti 136 responden penderita diare berlanjut dan diare persisten yang
berobat ke beberapa rumah saki' di Jakarta yaitu rumah sakit Cipto Mangunkusumo,
rumah sakit Karantina, rumah sakit Islam Jakarta dan Sint Carolus. Terhadap responden
ini antara lain dilakukan observasi klinik, wawancara terhadap orang tua penderita dan
pengambilan spesimen rectal swab dan feses untuk identifikasi mikro organisme (virus,
bakteri dan parasit) serta dilakukan uji resistensi terhadap 6 jenis antibiotik.
Hasil penelitian menunjukkan, beberapa jenis mikro organisme yang terdeteksi
sebagai penyebab diare persisten pada anak balita antara lain adalah Rotavirus, Salmo-
nella, Shigella, Campylobacter, ETEC, Entamuba histolytica, serta infeksi ganda antara
Rotavirus + Salmonella, Rotavirus + ETEC, Rotavirus + Trichuris trichiura dan Salmo-
nella + ETEC. Infeksi Rotavirus tercatat paling tinggi dibandingkan dengan infeksi oleh
mikroba yang lain yakni sebesar 21,6%. Kemudian menyusul berturut-turut adalah infeksi
ETEC = 8,5%, Salmonella 3,6%, Shigella dan E. histolytica masing-masing 2,4%,
Campylobacter = 1,2%. Infeksi ganda sebagaimana tersebut di atas adalah sebesar 4,8%.
Uji resistensi terhadap antibiotik hanya dilakukan terhadap Salmonella, Shigella dan
E. coli. Hasil uji resistensi terhadap 7 isolat Salmonella menunjukkan bahwa terdapat 1
isolat yang multi resisten terhadap 6 jenis antibiotik yang lazim digunakan yaitu
Ampisilin, Tetrasiklin, Khloramphenikol, Streptomisin, Kanamisin dan Sulfametoxazol-
Trimetoprim. Pada pengujian terhadap 41 isolat E. coli hasilnya adalah 7 isolat (14,2%)
bersifat multi resisten terhadap ke 6 jenis antibiotik tersebut. Kernudian dari 2 isolat yang
diuji terdapat 1 isolat yang multi resisten terhadap 6 jenis antibiotik yang sama.
Ditinjau dari keadaan umum, 79,4% penderita diare persisten tampak sakit ringan,
11,8% tampak sakit berat dan 8,8% tampak normal. Beberapa penyakit penyerta/kom-
plikasi yang diketahui di antaranya adalah malnutrisi, ISPA, faringitis, febris, ma-
labsorpsi, hiperbilirubin. Kemudian bila ditinjau dari faktor umur menunjukkan bahwa
sebagian terbesar penderita diare persisten adalah dari kelompok umur 1 tahun ke bawah
yakni sebesar 71,2%.
PENDAHULUAN beberapa bulan atau tahun dan lebih sering terjadi pada anak
Diare kronik adalah diare yang berlangsung lama sampai anak kecil terutama pada umur 6 bulan pertama. Berdasarkan
Tabel 6. Bola resistensi E. coli yang berasal dari penderita diare khronik
pada anak balita terhadap beberapa jenis antibiotik dengan
metode Disk Diffusion (n = 41)
Resisten (R)
Antibiotik
Jml %
1. Ampisilin 29 70,7
2. Streptomisin 25 60,9
3. Kanamisin 8 19,5
4. Sulfametaxazol-Trimetoprim 18 43,9
5. Khloramphenikol 19 46,3
Keterangan: 6. Tetrasiklin 28 68,2
A = Normal; B = Tampak sakit berat; C = Tampak sakit ringan
Tabel 7. Tingkat multi resisten isolat E. coli yang berasal dart penderita
Tabel 4. Bola resistensi Salmonella penyebab diare khronik pada anak diare khronik anak balita terhadap 6 jenis antibiotik secara in-
balita terhadap beberapa jenis antibiotik pilihan dengan vitro dengan metoda Disk Diffusion (n = 41)
metode Disk Diffusion (n = 7)
Jumlah isolat
Antibiotik
Resisten (R) resisten
Antiblotik
Jml % 1. Am,C,Te 1
2. Am, S, Te 2
1. Ampisilin 4 57,2 3. Am, S, SxT 1
2. Streptomisin 5 71,4 4. Am, Te, SxT 1
3. Kanamisin 2 28,5 5. S, Te, SxT 1
4. Sulfametoxazol-Trimetoprim 2 28,5 6. Am, S, Te, C 5
5. Khloramphenikol 3 42,8 7. Am, S, Te, SxT 3
6. Tetrasiklin 5 71,4 8. Am, S, C, Te, SxT 6
9. Am, S, Te, C, K, SxT 7
Keterangan : n = Jumlah isolat Salmonella yang diuji
Keterangan : K = Kanamisin
Am = Ampisilin Te = Telrasiklin
uji resistensi terhadap Campylobacter, Rotavirus dan Protozoa. C = Khloramphenikol SxT = Sulfametoxazol-TrimetopriN
Enam jenis antibiotik penguji adalah Ampisilin, Streptomisin, S = Streptomisin n = JUnlah isolat yang diuji
KESIMPULAN
Dan apa yang telah diuraikan maka dapat disimpulkan KEPUSTAKAAN
bahwa di Kotamadya Pontianak, Kalimantan Barat sebagian
besarpenduduknya masih melakukan kebiasaan-kebiasaan yang 1. Suroso T. Demam Berdarah Pencegahan dan Pemberantasannya di Indo-
nesia, Maj. Kes. Mas. Indon. 1984; 15(4).
kurang positif dalam kaitannya dengan upaya pemberantasan 2. Departemen Kesehatan RI, Ditjen PPM & PLP, Survai Tempat Perindukan
penyakit demam berdarah. Relatif masih banyak di antara pen- Aedes aegypti dan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Masyarakat terhadap
duduk melakukan kebiasaan menguras/membersihkan sarana Demam Berdarah dan Pencegahannya di Kodya Pontianak, 1986.