You are on page 1of 11

BAB IX

PEMBANGUNAN DAERAH

A. UMUM

Tuntutan politik yang telah melahirkan UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No.
25 Tahun 1999 serta berbagai produk peraturan perundang-undangan pendukungnya
memberikan peluang bagi pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah yang luas,
nyata, dan bertanggung jawab. Namun dalam pelaksanaanya masih terdapat beberapa
masalah pada pengembangan kapasitas daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan,
pengembangan ekonomi wilayah, pemberdayaan masyarakat, dan penanganan daerah
khusus seperti: D.I. Aceh, Irian Jaya, Maluku dan Maluku Utara.

Dalam pelaksanaan pengembangan otonomi daerah masih dijumpai beberapa


permasalahan, antara lain: terbatasnya kemampuan aparatur pemerintah daerah;
belum efektifnya unit-unit organisasi pemerintah daerah; belum memadainya
perangkat peraturan perundangan-undangan; masih adanya kesenjangan pemahaman
tugas dan kewenangan antara sebagian anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
dengan pemerintah daerah, dan belum berkembangnya mekanisme partisipasi
lembaga dan organisasi masyarakat.

Sementara itu, hasil-hasil yang telah dicapai sampai dengan awal tahun 2001
meliputi antara lain: (1) tersusunnya fungsi dan tingkat kewenangan pemerintahan
menurut daerah dan sektor; (2) terbentuknya sistem kelembagaan yang mampu
menjalankan kewenangan tersebut secara efektif dan efisien; (3) teralokasikannya
sumber daya pembiayaan, personil, dan peralatan; dan (4) tersusunnya peraturan
perundangan sebagai tindak lanjut dari UU No. 22/1999 dan UU No. 25/1999.

Sasaran program pengembangan otonomi daerah yang hendak dicapai pada


tahun 2002 meliputi: (1) tersedianya jumlah SDM aparatur yang berkualitas dan
professional; (2) terjalinnya hubungan yang harmonis antar lembaga pemerintahan
baik secara vertikal maupun horizontal; (3) meningkatnya kemampuan DPRD dalam
melakukan analisa kebijakan dan komunikasi politik; (4) berkembangnya mekanisme
pembiayaan dan akuntansi, pengelolaan keuangan yang transparan dan
bertanggungjawab. Di samping itu, sesuai dengan Tap MPR No. IV/MPR/2000,
pemerintah telah melakukan inisiatif untuk mencermati lebih lanjut hal-hal yang
sifatnya krusial, misalnya yang menyangkut aspek kewenangan. Hasil pencermatan
tersebut menjadi bahan masukan bagi penyempurnaan atau revisi atas UU No.
22/1999. Konsep penyempurnaan atau revisi dimaksud, diperkirakan dapat
disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat pada akhir tahun 2001. Sementara
itu, penyusunan berbagai peraturan perundang-undangan sebagai penjabaran lebih
lanjut dari UU No. 22/1999 tetap dilaksanakan.

Dalam pengembangan wilayah permasalahan yang dihadapi adalah: (1)


terbatasnyadan ketidakterpaduannya penyediaan jaringan prasarana dan sarana; (2)
masih adanya berbagai kesenjangan antardaerah dan antara desa dan kota; (3)

IX-1
ketidakterpaduan antarsektor dalam pembangunan wilayah; (4) terbatasnya
ketersediaan lapangan kerja dan usaha yang kompetitif; (5) rendahnya tingkat
pendidikan; (6) hambatan informasi terhadap aksesibilitas modal, produksi,
teknologi, dan pemasaran yang menyebabkan tingginya tingkat migrasi ke kota; (7)
kurangnya pelibatan masyarakat luas terutama pihak swasta, lembaga-lembaga non
pemerintah, dan masyarakat dalam pembangunan ekonomi wilayah; (8) kelembagaan
adat yang belum berfungsi secara penuh dalam pengambilan keputusan publik; (9)
kurang kuatnya struktur kelembagaan ekonomi lokal; dan (10) lemahnya koordinasi
dalam pengelolaan dana pembangunan dalam menggerakkan kegiatan ekonomi di
daerah. Disamping itu prioritas pembangunan daerah masih lebih ditujukan kepada
wilayah-wilayah yang berpenduduk padat dan mudah terjangkau; dan masih
rendahnya pendapatan masyarakat yang diakibatkan keterisolasian dan terpencil.

Upaya yang telah dilakukan adalah: membangun jaringan prasarana dan


sarana yang langsung dikelola oleh daerah melalui pendekatan partisipatisi dan
pendampingan, meningkatkan alokasi dana langsung ke daerah melalui dana alokasi
umum (DAU), Dalam menggerakkan kegiatan ekonomi di daerah dan membuka
akses informasi desa-kota bagi masyarakat untuk memperoleh bantuan modal dan
pemasaran kegiatan yang telah dilakukan daerah: pengembangan Kawasan Sentra
Produksi (KSP) di 27 propinsi dan pengelolaan KAPET di 13 propinsi. Sementara itu
untuk memulihkan ekonomi lokal dilakukan pengembangan ekonomi masyarakat
melalui pola kemitraan di 39 kabupaten, memperkuat kelembagaan di tingkat
masyarakat dan pemerintah kecamatan dikembangkan ‘capacity building project in
community development’ di 11 kabupaten. Di bidang transmigrasi upaya yang telah
dilakukan adalah pembukaan lahan untuk permukiman transmigrasi seluas 16.300
hektar dengan jumlah rumah terbangun mencapai 35.215 unit yang prioritas
penanganannya diarahkan untuk pengungsi dan transmigran masyarakat setempat.
Sedangkan pada kawasan tertinggal upaya yang dilakukan adalah: (1) identifikasi
kawasan tertinggal dan perbatasan di 26 propinsi; (2) tersusunnya kerangka acuan
kerja program pengembangan kawasan tertinggal; (3) evaluasi hasil identifikasi
kawasan tertinggal; dan (4) penyusunan rencana program dan kegiatan
pengembangan kawasan tertinggal dan perbatasan. Dalam kaitan dengan
pemberdayaan masyarakat perkotaan saat ini telah dilaksanakan program
penanggulangan kemiskinan perkotaan dengan pendekatan pemberdayaan
masyarakat di 1.298 kelurahan yang melayani sekitar 2.122.000 jiwa. Disamping itu
telah disalurkan bantuan fasilitasi untuk peningkatan kapasitas pengelolaan
perkotaan bagi 69 kota, serta telah dilaksanakan penataan dan rehabilitasi lingkungan
permukiman kumuh seluas 30.932 hektar.

Untuk tahun anggaran 2002, pengembangan wilayah mempunyai sasaran: (1)


tersusunnya kebijakan dan pedoman dalam berbagai pengembangan wilayah dengan
pendekatan wilayah cepat tumbuh dan wilayah tertinggal; (2) berkembangnya
jaringan dan pengelolaan prasarana dan sarana ekonomi wilayah yang terpadu; (3)
terbukanya kesempatan bagi daerah dalam mengakses modal, teknologi, pemasaran,
dan pelayanan perbankan; (4) meningkatnya kerja sama antara pemerintah-
masyarakat-swasta sesuai dengan potensi dan kreasi daerah; (5) terbangunnya data
dan informasi mengenai keberadaan berbagai kawasan yang mendukung investasi
komoditi dan sektor unggulan daerah; (6) terciptanya perjanjian bilateral mengenai
tapal batas yang jelas antara Indonesia dan negara-negara tetangga; (7)
Terselenggaranya dan berkembangnya kerja sama antara Indonesia dengan negara

IX - 2
tetangga (Malaysia, Thailand, Singapura, Brunei Darussalam, Philipina, Papua
Nugini dan Timor Leste) di bidang keamanan, perekonomian, dan pengelolaan SDA
dan lingkungan daerah perbatasan; (8) tersedianya kegiatan ekonomi dan
industrilisasi perdesaan dengan dukungan sektor agribisnis berbasis kegiatan agraris
dan maritim; (9) tersedianya bahan pangan dan bahan baku non pangan bagi
kebutuhan konsumsi dan produksi; (10) terselenggaranya upaya penanggulangan
kemiskinan perkotaan dan perdesaan; (11) terfasilitasinya daerah dalam
meningkatkan kemampuan pengelolaan perkotaan; dan (12) meningkatnya partisipasi
dan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan.

Permasalahan pada prasarana permukiman dan pengembangan perumahan


adalah: (1) masih rendahnya pelayanan air bersih; (2) masih rendahnya pelayanan air
limbah; (3) menurunnya pelayanan jaringan jalan; (4) masih luasnya daerah
tergenang; dan (5) masih banyaknya rumah tangga yang belum memiliki rumah
(lebih kurang 4.338.000 rumah tangga dan 10% diantaranya merupakan rumah
tangga miskin). Masalah lain adalah: (1) sebanyak 13.140.580 unit rumah yang ada
belum memenuhi kualitas layak huni; (2) makin meningkatnya kawasan kumuh; (3)
belum efisiensinya pasar perumahan primer dan terbatasnya sumber pembiayaan bagi
pembangunan perumahan.

Hasil upaya pelaksanaan tahun 2001, pada permukiman perkotaan adalah:


berhasil ditingkatkannya kapasitas air bersih menjadi 102.500 liter/detik yang
melayani 50.317.500 jiwa, penanganan drainase pada 20 kota metropolitan/besar dan
240 kota sedang serta kecil, penanganan air limbah di 8 kota metropolitan/besar dan
372 kota sedang serta kecil; pengendalian banjir di 7 kota metropolitan/besar; dan
penanganan jalan kota sepanjang 27.900 km. Disamping itu, pada permukiman
perdesaan telah berhasil dibangun prasarana air bersih dan sanitasi di 12.200 desa,
serta pembangunan prasarana dan sarana perekonomian di 1.700 desa pusat
pertumbuhan. Sedangkan pencapaian melalui pengembangan perumahan adalah
disalurkannya subsidi kredit pemilikan rumah bagi 826.200 unit rumah RS/RSS;
tersedianya rumah susun sewa sederhana sebanyak 11.100 unit; subsidi prasarana
dan sarana dasar bagi 357.500 unit RS/RSS; tersedianya 12.200 unit rumah melalui
kegiatan Pembangunan Perumahan yang Bertumpu kepada Kelompok; tersedianya
draft standard dokumen kredit pemilikan rumah dan penyiapan mekanisme pasar
pembiayaan perumahan; dan tersedianya peraturan pengawasan konstruksi dan
keselamatan bangunan.

Sasaran yang akan dicapai pada pengembangan prasana dan sarana


permukiman untuk tahun anggaran 2002 adalah: meningkatnya kualitas pelayanan
prasarana dan sarana permukiman di perkotaan dan perdesaan melalui: (1)
peningkatan kapasitas air bersih sebesar 1.150 liter/detik di 200 kota untuk melayani
1.500.000 jiwa; (2) penanganan air limbah di 10 kota besar dan 150 kota sedang dan
kecil untuk melayani 1.200.000 jiwa; (3) peningkatan jaringan jalan di 75 kota
sedang dan kecil sepanjang 545 km, dan 5 kota besar sepanjang 75 km; (4)
pembangunan jalan baru sepanjang 250 km di kota sedang dan kecil serta 100 km di
kota besar; (5) rehabilitasi dan pemeliharaan jalan perkotaan sepanjang 1.750 km di
150 kota sedang dan kecil dan sepanjang 314 km di 8 kota besar; (6) perbaikan
sistem drainase di 10 kota besar dan 150 kota sedang dan kecil untuk menangani
genangan seluas 5.320 hektar; (7) perbaikan sistem pengelolaan sampah di 10 kota
kota besar dan 150 kota sedang dan kecil yang melayani 1.600.000 jiwa; (8)
peningkatan air bersih, sanitasi perdesaan, prasarana lainnya di 5.850 desa; (9)

IX-3
perumusan dan pengaturan norma standar prosedur dan manual sebanyak 45 paket;
(10) penataan dan rehabilitasi lingkungan kumuh seluas 619 hektar; (11) peremajaan
dan revitalisasi kawasan di 10 kota; dan (12) penanggulangan bencana alam dan
kerusuhan sosial pada 10 lokasi penanggulangan darurat dan 15 lokasi rekonstruksi.

Sedangkan sasaran pengembangan perumahan adalah: terpenuhinya


kebutuhan rumah yang layak huni dan terjangkau serta terwujudnya lingkungan
perumahan yang sehat, aman, harmonis dan berkelanjutan melalui: (1) penyediaan
subsidi pemilikan rumah bagi 130.000 unit rumah sederhana dan sangat sederhana;
(2) penyediaan perumahan yang bertumpu kepada pemberdayaan masyarakat
sebanyak 16.210 unit rumah; (3) pengembangan rumah susun sewa sebanyak 864
unit; (4) pengembangan kawasan siap bangun dan lingkungan siap bangun sebanyak
8 kawasan; (5) perbaikan dan penataan kembali lingkungan permukiman tradisional
pada 12 lokasi; (6) subsidi prasarana dan sarana dasar untuk mendukung 35.000 unit
rumah sederhana/rumah sangat sederhana; (7) penguatan kelembagaan pengawasan
konstruksi dan keselamatan bangunan di 11 kota; dan (8) pemberdayaan,
peningkatan, dan pengembangan sistem pembiayaan perumahan

Permasalahan penataan ruang dan pertanahan adalah: (1) belum memadainya


peraturan perundangan penataan ruang dan pertanahan; (2) adanya ketidakterpaduan
pemanfaatan ruang; (3) kurang memadainya kapasitas aparatur pemerintah dan
kurangnya partisipasi masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang; (4) belum
efektifnya penataan ruang sebagai alat untuk pengembangan wilayah yang dapat
mengakomodasi kepentingan lintas sektor, lintas wilayah, lintas pelaku
pembangunan dan lintas pembiayaan; (5) belum terjaminnya kepastian hukum hak
atas tanah; (6) adanya ketidakadilan pemilikan tanah; (7) adanya ketidaksesuaian
penggunaan tanah dengan fungsinya; (8) kurang tertibnya administrasi pertanahan;
dan (9) lambatnya proses sertifikasi tanah.

Sampai saat ini telah dilakukan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional, Rencana Tata Ruang Pulau, di 3 pulau besar; 26 Rencana Tata Ruang
Wilayah Propinsi (RTRWP); 153 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
(RTRWK); 94 Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK); peningkatan kualitas
SDM 6 propinsi, 17 kabupaten, dan 3 kota; pembentukan Tim Koordinasi Penataan
Ruang (TKPR) di 24 propinsi, 88 kabupaten, dan 11 kota. Selain itu telah dan akan
terus dilakukan percepatan pendaftaran tanah dengan penerbitan sertifikat hak atas
tanah melalui Prona, pendaftaran tanah sistematis, P3HT dan program transmigrasi
sebanyak 500.000 bidang; penyempurnaan UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA); penyelesaian kasus-kasus pertanahan;
pendataan penguasaan dan pemilikan tanah perdesaan di 112 kecamatan dan tanah
perkotaan di 85 kelurahan, konsolidasi tanah seluas 16.000 hektar (9.000 bidang);
dan pengembangan sistem informasi pertanahan di 26 kantor pertanahan dan sistem
informasi geografi di 24 kabupaten. Dalam rangka pengendalian penggunaan tanah
sedang dilakukan penyusunan neraca penggunaan tanah di 4 kabupaten serta
bimbingan dan pengendalian penggunaan tanah seluas 44.000 hektar. Sementara
dalam rangka pengembangan kapasitas kelembagaan telah dilakukan pendidikan dan
pelatihan pertanahan, pembangunan dan renovasi gedung/kantor serta penelitian dan
pengkajian pertanahan.

Sasaran penataan ruang untuk Tahun 2002 adalah: (1) tersusunnya kebijakan
penataan ruang untuk revisi RTRWN, memberi supervisi dalam pembuatan dan

IX - 4
pengesahan 4 RTRWP propinsi baru, 10 RTRW kabupaten dan 10 RTRW kota, dan
pemantapan RTR di 2 pulau besar; (2) tersusunnya kebijakan dan pedoman penataan
ruang pesisir, laut dan pulau-pulau kecil; (3) tersusunnya 4 PP pelaksanaan UU No.
24 Tahun 1992 yaitu PP Penatagunaan Tanah, PP Pentaan Ruang Kawasan
Perkotaan, PP Penataan Ruang Kawasan Perdesaan, dan PP Penataan Ruang
Kawasan Tertentu; (4) tersosialisasikannya kebijakan, peraturan dan pedoman umum
pelaksanaan penataan ruang untuk seluruh pihak yang berkepentingan; (5)
terselenggaranya peningkatan kapasitas aparat daerah dalam penataan ruang dan
pemanfaatan teknologi penataan ruang di 4 propinsi, 10 kabupaten, dan 10 kota; (6)
tersusunnya kajian akademis untuk penyusunan kebijakan dan pedoman bagi daerah
dalam pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang bagi daerah rawan
konflik; (7) terselenggaranya rapat koordinasi antar instansi di tingkat pusat, di
tingkat daerah, serta antara instansi pusat dan instansi daerah; (8) terbentuknya forum
komunikasi tata ruang antara pemerintah dan masyarakat; (9) peningkatan kapasitas
aparat pemerintah daerah dan sistem informasi dalam penataan ruang di 4 propinsi,
10 kabupaten, dan 10 kota.

Sasaran pengelolaan pertanahan tahun 2002 adalah: (1) penerbitan sertipikat


untuk 529.000 bidang tanah termasuk di dalamnya 150.000 bidang di lokasi
transmigrasi; (2) pembuatan peta dasar pendaftaran tanah seluas 60.000 hektar; (3)
menyempurnakan dan menyusun peraturan perundangan termasuk melanjutkan
penyempurnaan UUPA; (4) pendataan penguasaan dan pemilikan tanah; (5)
melanjutkan penyelesaian kasus-kasus pertanahan; (6) melaksanakan konsolidasi
18.500 bidang tanah; (7) menyusun neraca penggunaan tanah di 14 kabupaten; (8)
pengembangan sumber daya manusia; (9) pembangunan dan perbaikan sarana dan
prasarana; dan (10) pengembangan institusi pertanahan di pusat dan daerah dalam
rangka otonomi daerah dan desentralisasi.

Permasalahan pemberdayaan masyarakat ditinjau dari aspek ekonomi adalah:


(1) kurang berkembangnya sistem kelembagaan ekonomi untuk memberikan
kesempatan bagi masyarakat khususnya masyarakat kecil dalam mengembangkan
kegiatan usaha ekonomi kompetitif; (2) kurangnya penciptaan akses masyarakat ke
input sumber daya ekonomi berupa kapital, lokasi berusaha, lahan usaha, informasi
pasar, dan teknologi produksi; dan (3) lemahnya kemampuan masyarakat kecil untuk
membangun organisasi ekonomi masyarakat yang dapat meningkatkan posisi tawar
dan daya saingnya.

Ditinjau dari aspek sosial, permasalahan dalam pemberdayaan masyarakat


adalah: (1) kurangnya upaya yang dapat mengurangi pengaruh lingkungan sosial-
budaya yang mengungkung masyarakat kepada kondisi kemiskinan struktural; (2)
kurangnya akses masyarakat untuk memperoleh peningkatan pengetahuan dan
ketrampilan termasuk informasi; (3) kurang berkembangnya kelembagaan
masyarakat dan organisasi sosial yang dapat menjadi sarana interaksi sosial; (4)
belum mantapnya kelembagaan yang dapat memberikan ketahanan dan perlindungan
bagi masyarakat yang terkena mushibah akibat situasi ekonomi diluar kekuatannya,
atau mengalami kecacatan, terlantar, fakir miskin, atau menjadi korban kejahatan
atau kerusuhan sosial; (5) belum berkembangnya kelembagaan yang mampu
mempromosikan asas kemanusian, keadilan, persamaan hak, dan perlindungan bagi
masyarakat rentan; dan (6) belum berkembangnya kepedulian masyarakat terhadap
konflik sosial akibat fragmentasi ideologi, ras, dan agama.

IX-5
Selain itu dari aspek politik masalahnya adalah: (1) kuatnya peran pemerintah
dan organisasi politik yang justru telah menekan hak dan kemandirian masyarakat;
(2) belum matangnya masyarakat dalam menggunakan hak berpendapat dan
berorganisasi; dan (3) kurangnya akses pelibatan masyarakat dalam pengambilan
keputusan publik yang menyangkut kehidupan masyarakat secara langsung.

Hasil-hasil yang telah dicapai sampai dengan awal tahun 2001 meliputi: (1)
tersedianya permodalan, pendampingan dan pengembangan manajemen usaha yang
menyangkut organisasi sosial ekonomi dan sistem jaringan kerja antar organisasi
masyarakat; (2) tertanganinya kelompok masyarakat miskin melalui program
pengembangan kecamatan di 727 kecamatan yang ditunjang pula oleh pembangunan
prasarana pendukung desa tertinggal; (3) tersusunnya pedoman dalam rangka
pengembangan kelembagaan di perdesaan; (4) tersusunnya pengembangan kebijakan
strategis dalam rangka pemberdayaan masyarakat di bidang sosial, ekonomi dan
politik; dan (5) tumbuhnya berbagai organisasi kemasyarakatan di berbagai lapisan
masyarakat sebagai patner pemerintah dalam peningkatan keswadayaan masyarakat.

Selanjutnya sasaran yang ingin dicapai pada tahun 2002 adalah: (1)
bekembangnya organisasi sosial dan ekonomi masyarakat setempat yang dapat
meningkatkan kehidupan sosial, ekonomi dan politik; (2) berkurangnya jumlah
penduduk miskin dan meningkatnya kondisi sosial ekonomi keluarga dan kelompok
masyarakat yang miskin dan berpotensi menjadi miskin; (3) berkembangnya
kelembagaan keswadayaan di masyarakat; dan (4) meningkatnya solidaritas dan
ketahanan sosial masyarakat terutama kepada masyarakat berpenghasilan rendah dan
rentan sosial.

Memburuknya kondisi politik yang terjadi di beberapa daerah terutama di


Aceh, Irian Jaya, Maluku dan Maluku Utara serta konflik antaretnis yang terjadi di
Kalimantan dipicu oleh kesenjangan sosial dan ekonomi, tuntutan masyarakat
terhadap penghormatan hak asasi manusia (HAM) dan keadilan, serta perbedaan
yang muncul akibat keragaman suku, budaya, adat, kebiasaan dan agama. Beberapa
permasalahan utama yang masih ada di daerah-daerah khusus tersebut mencakup: (1)
konflik, kerusuhan dan tindak kekerasan; (2) pengungsian; (3) kemacetan
pembangunan dan perekonomian; dan (4) tidak adanya aparat pemerintahan di
tempat tugas dan rendahnya wibawa pemerintah di mata masyarakat.

Program penghentian konflik dan tindak kekerasan serta pemulihan


pembangunan sedang dilakukan. Tingkat skala dari seluruh permasalahan di keempat
daerah khusus saat ini berada dalam kondisi yang cenderung tidak semakin
memburuk, bahkan di beberapa daerah seperti Irian Jaya dan Maluku Utara
cenderung membaik. Status darurat sipil di Propinsi Maluku Utara justru diusulkan
oleh pemerintah daerah setempat untuk dicabut. Demikian pula, tingkat pengungsian
sedang berada pada jumlah yang sangat rendah, karena sebagian pengungsi sudah
berhasil dikembalikan ke daerah dan yang lainnya sedang diusahakan ditempatkan
pada lokasi baru. Demikian juga halnya dengan upaya penempatan aparat pemerintah
pada tempat semula. Rancangan Undang-undang Otonomi Khusus Aceh (Nanggroe
Aceh Darusalam) dan Rancangan Undang-undang Otonomi Khusus Irian Jaya
sedang di dalam tahap pembahasan akhir di DPR yang diharapkan sudah selesai
sebelum tanggal 17 Agustus 2001.

IX - 6
Sasaran penanganan daerah khusus pada tahun 2002 adalah : (1)
diterapkannya format otonomi khusus dalam bentuk Undang-Undang di D.I Aceh
dan Irian Jaya; (2) meningkatnya pemulihan kehidupan masyarakat melalui
pembangunan prasarana dan sarana ekonomi dan sosial; (3) terciptanya percepatan
pemberdayaan masyarakat lokal sesuai dengan karakteristik lokal; (4) terwujudnya
rekonsiliasi dan normalisasi kehidupan masyarakat di Maluku dan Maluku Utara;
dan (5) terselesaikannya kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia melalui
pelaksanaan peradilan maupun pemberian suatu kompensasi materiil dan spritual
kepada keluarga korban.

B. PROGRAM-PROGRAM PEMBANGUNAN

Program pembangunan yang akan dilaksanakan pada tahun 2002 mengacu


pada empat kelompok program yang tertuang dalam PROPENAS 2000–2004.
Keempat kelompok program dalam PROPENAS 2000–2004 tersebut adalah: (1)
mengembangkan otonomi daerah yang terdiri dari program peningkatan kapasitas
aparat daerah, peningkatan kapasitas kelembagaan pemerintahan daerah, penataan
pengelolaan keuangan daerah, dan penguatan lembaga non pemerintah; (2)
mempercepat pengembangan wilayah terdiri dari program peningkatan ekonomi
wilayah, pengembangan wilayah strategis dan cepat tumbuh, pembangunan
perdesaan, pembangunan perkotaan, pengembangan perumahan, pengembangan
prasarana dan sarana permukiman, pembangunan wilayah tertinggal, pengembangan
daerah perbatasan, penataan ruang, dan pengelolaan pertanahan; (3) meningkatkan
pemberdayaan masyarakat terdiri dari program penguatan organisasi masyarakat,
pemberdayaan masyarakat miskin, dan peningkatan keswadayaan masyarakat; dan
(4) mempercepat penanganan daerah khusus terdiri dari program penanganan khusus
Daerah Istimewa Aceh; penanganan khusus Irian Jaya; dan penanganan khusus
Maluku dan Maluku Utara.

Tujuan dan sasaran dari empat kelompok program pembangunan tersebut


sesuai dengan PROPENAS 2000–2004 adalah: akan diarahkan untuk mendukung
upaya pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang kelima, yaitu meningkatkan
pembangunan daerah dan mempercepat pelaksanaan desentralisasi dan otonomi
daerah.

1. Program Peningkatan Kapasitas Aparat Pemerintah Daerah

Kegiatan pokok dalam program ini yang akan dilakukan pada tahun 2002
adalah: (1) menyusun standardisasi kompetensi jabatan aparatur daerah; (2)
menganalisis kebutuhan peningkatan sumber daya manusia aparatur daerah; dan (3)
memperbaik sistem penghargaan dan penghukuman.

IX-7
2. Program Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Pemerintahan Daerah

Kegiatan pokok dalam program ini yang akan dilakukan pada tahun 2002
adalah: (1) mengkaji tentang berlakunya otonomi daerah bagi daerah Propinsi,
Kabupaten, Kota, dan/atau Desa; (2) menata struktur organisasi dan manajemen
pemerintahan daerah yang mengikuti kaidah organisasi yang maju dan norma
pemerintahan yang baik; (3) mengembangkan hubungan kerja antarorganisasi di
lingkungan pemerintah secara horisontal dan vertikal, dan antara pemerintah dan
masyarakat.

3. Program Penataan Pengelolaan Keuangan Daerah

Kegiatan pokok dalam program ini yang akan dilakukan pada tahun 2002
adalah: (1) meningkatkan komunikasi dan konsultasi dengan masyarakat, lembaga
masyarakat setempat, dunia usaha, dan pemerintahan daerah; (2) meningkatkan
kemampuan analisis kebijakan dan komunikasi politik anggota DPRD.

4. Program Penguatan Lembaga Non Pemerintah

Kegiatan pokok dalam program ini yang akan dilakukan pada tahun 2002
adalah: (1) Memperluas dan meningkatkan sumber penerimaan daerah; (2)
menyederhanakan peraturan dan membenahkan kelembagaan keuangan; (3)
mengembangkan mekanisme pembiayaan dan sistem akuntansi, dan keuangan yang
transparan dan bertanggung jawab.

5. Program Peningkatan Ekonomi Wilayah

Kegiatan pokok dalam program ini yang akan dilakukan pada tahun 2002
adalah: (1) mengembangkan jaringan dan mengelola prasarana dan sarana ekonomi
wilayah; (2) menyediakan bantuan alih teknologi, modal, pelayanan perbankan dan
pemasaran produksi; (3) mengembangkan kemitraan antarpelaku ekonomi dalam
kegiatan produksi dan pemasaran.

6. Program Pengembangan Wilayah Strategis dan Cepat Tumbuh

Kegiatan pokok program pengembangan wilayah strategis dan cepat tumbuh


pada tahun anggaran 2002 adalah: (1) menyusun kebijakan pengembangan wilayah
dengan pendekatan wilayah strategis dan cepat tumbuh; (2) meningkatkan kerja sama
dan kemitraan antara pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha; (3) mengembangkan
database, jaringan promosi dan publikasi, dalam mempromosikan potensi-potensi
unggulan daerah; (4) menyiapkan dan mengelola sarana dan prasarana ekonomi pada
kawasan cepat tumbuh termasuk transmigrasi.

IX - 8
7. Program Pembangunan Perdesaan

Kegiatan pokok dalam program ini yang akan dilakukan pada tahun 2002
adalah: (1) membangunan prasarana dan sarana; (2) menguatkan lembaga dan
organisasi ekonomi masyarakat; (3) mengembangkan jaringan produksi dan
pemasaran; (4) mengelolakan pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan;
(5) meningkatkan kehidupan sosial-ekonomi kelompok masyarakat dan keluarga
miskin di perdesaan secara terpadu; (6) menyempurnakan struktur organisasi
pemerintahan desa dan organisasi sosial masyarakat

8. Program Pengembangan Perkotaan

Kegiatan pokok dalam program ini yang akan dilakukan pada tahun 2002
adalah: (1) meningkatkan upaya penanggulangan kemiskinan di perkotaan; (2)
menguatkan institusi lokal di perkotaan; (3) menyempurnakan struktur kelembagaan
kota; (4) meningkatkan kapasitas pengelolaan perkotaan; (5) meningkatkan fungsi
kawasan fungsi di perkotaan.

9. Program Pengembangan Perumahan

Kegiatan pokok dalam program ini yang akan dilakukan pada tahun 2002
adalah: (1) mengembangkan sistem penyediaan perumahan yang bertumpu pada
swadaya masyarakat; (2) mengembangkan mekanisme subsidi perumahan bagi
masyarakat miskin dan berpendapatan rendah; (3) mengembangkan rumah susun
sewa sederhana di kota besar; (4) memutakhirkan dan menyusun peraturan
perundang-undangan, pedoman, norma, standar dan prosedur keselamatan
konstruksi; (5) menguatkan kelembagaan pengawasan konstruksi dan keselamatan
bangunan

10. Program Pengembangan Permukiman

Kegiatan pokok dalam program ini yang akan dilakukan pada tahun 2002
adalah: (1) meningkatkan pelayanan prasarana dan sarana permukiman, termasuk air
bersih dan perbaikan kampung; (2) menata dan merehabilitasi lingkungan
permukiman kumuh; (3) melestarikan bangunan bersejarah dan kawasan tradisional.

11. Program Pembangunan Wilayah Tertinggal

Kegiatan pokok dalam program ini yang akan dilakukan pada tahun 2002
adalah: (1) menyusun pedoman umum dan petunjuk pelaksanaan pengembangan
kawasan tertinggal; (2) menyusun pangkalan data (data base) kawsan tertinggal dan
kepulauan terpencil; (3) mengkaji dan mengevaluasi hasil identifikasi kawasan
tertinggal

IX-9
12. Program Pengembangan Daerah Perbatasan

Kegiatan pokok dalam program ini yang akan dilakukan pada tahun 2002
adalah: (1) meningkatkan kerja sama dan kesepakatan dengan negara tetangga di
bidang keamanan dan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan daerah
perbatasan; (2) menata tapal batas antara Indonesia dan negara-negara tetangga; (3)
mengembangkan ekonomi lokal melalui sistem pendampingan, kerja sama dan
kemitraan dengan memperhatikan budaya, adat istiadat, kearifan tradisional dan
keberlanjutan; (4) meningkatkan kerja sama bilateral dengan negara-negara tetangga
mengenai pengembangan daerah perbatasan.

13. Program Penataan Ruang

Kegiatan pokok dalam program ini yang akan dilakukan pada tahun 2002
adalah: (1) menyusun peraturan perundang-undangan pelaksanaan penataan ruang;
(2) menyusun kebijakan penataan ruang wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil;
(3) menyusun rencana tata ruang wilayah dan kawasan, khususnya pada wilayah-
wilayah metropolitan dan kawasan khusus yang berkembang pesat serta kawasan
yang rawan konflik; (4) menyelenggarakan peningkatan kapasitas aparat daerah
khususnya dalam pengendalian pemanfaatan ruang dan pelayanan informasi tata
ruang kepada masyarakat luas; (5) memantapkan koordinasi dan konsultasi antara
pusat dan daerah, kerja sama antar daerah dan konsultasi dengan lembaga dan
organisasi masyarakat dalam kegiatan penataan ruang di tingkat nasional dan daerah

14. Program Pengelolaan Pertanahan

Kegiatan pokok dalam program ini yang akan dilakukan pada tahun 2002
adalah: (1) mengembangan kapasitas kelembagaan pertanahan di pusat dan daerah;
(2) meningkatkan pelayanan pertanahan di daerah yang didukung sistem informasi
pertanahan yang handal dan transparan; (3) mengendalikan penggunaan tanah sesuai
dengan rencana tata ruang wilayah termasuk pemantapan sistem perijinan yang
berkaitan dengan pemanfaatan ruang atau penggunaan tanah di daerah; (4) menata
penguasaan tanah agar sesuai dengan prinsip keadilan; (5) menginventarisasikan dan
menyelesaikan masalah/kasus pertanahan; (6) menegakkan hukum pertanahan secara
konsisten.

15. Program Penguatan Organisasi Masyarakat

Kegiatan pokok dalam program ini yang akan dilakukan pada tahun 2002
adalah: (1) menyediakan bantuan pendampingan dalam manajerial dan penyediaan
informasi kepada lembaga ekonomi-sosial masyarakat; (2) mengembangkan forum
lintas pelaku dalam komunikasi dan konsultasi baik antara pemerintah dan lembaga
masyarakat, maupun antarlembaga masyarakat dalam kegiatan pengambilan
keputusan publik

IX - 10
16. Program Pemberdayaan Masyarakat Miskin

Kegiatan pokok dalam program ini yang akan dilakukan pada tahun 2002
adalah: (1) menyediakan bantuan hibah dalam bentuk pelayanan sosial dasar
terutama pendidikan dan kesehatan; (2) memberikan potongan harga atau subsidi
dalam berbagai pelayanan sosial dasar; (3) memberikan bantuan biaya hidup dan
modal; (4) menyediakan bantuan prasarana dan sarana sosial ekonomi; (5)
menyediakan bantuan pendampingan kepada keluarga dan kelompok masyarakat
miskin untuk mengembangkan kemampuan usaha dan kebiasaan hidup produktif; (6)
mengembangkan sistem perlindungan sosial yang sudah ada di masyarakat, usaha
swasta, dan pemerintah; (7) meningkatkan kapasitas daerah untuk mengelola bantuan
hibah dan perlindungan sosial; (8) memberdayakan perempuan melalui penguatan
ekonomi lokal

17. Program Peningkatan Keswadayaan Masyarakat

Kegiatan pokok dalam program ini yang akan dilakukan pada tahun 2002
adalah: (1) meningkatkan kemampuan pemerintah daerah untuk membantu
pengembangan jaringan kerja keswadayaan; (2) mengembangkan kapasitas lembaga-
lembaga keswadayaan; (3) mengembangkan kemitraan lintas pelaku dalam kegiatan
keswadayaan.

18. Program Penanganan Khusus Daerah Istimewa Aceh, Irian Jaya,


Maluku dan Maluku Utara

Kegiatan pokok dalam program ini yang akan dilakukan pada tahun 2002
adalah: (1) menerapkan Undang-undang Otonomi Khusus Daerah Istimewa Aceh
dan Irian Jaya; (2) memulihkan kehidupan masyarakat melalui rehabilitasi sarana dan
prasarana umum di bidang pendidikan, kesehatan, sarana ekonomi, maupun sarana
agama; (3) mempercepat pemberdayaan masyarakat lokal melalui penguatan
pendidikan, kesehatan, kekuatan ekonomi rakyat, dan sistem pendampingan sosial;
(4) menguatkan kapasitas kelembagaan pemerintah daerah dan kemasyarakatan; (5)
merekonsiliasikan dan menormalisasikan kehidupan masyarakat Maluku dan Maluku
Utara; (6) menyelenggaraan pelayanan kesehatan dan pendidikan bagi anak usia
sekolah keluarga pengungsi dan daerah yang mengalami kerusuhan; (7)
menyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM melalui peradilan yang jujur, adil, dan
bermartabat; (8) memberian suatu kompensasi materiil dan spritual kepada keluarga
korban.

IX-11

You might also like