You are on page 1of 19

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saluran pencernaan memberi tubuh persediaan akan air,elektrolit, dan zat makanan yang
terus menerus. Untuk mencapai hal ini, dibutuhkan (1) pergerakan makanan melalui saluran
pencernaan, (2) sekresi getah pencernaan dan pencernaan makanan, (3) absorpsi air berbagai
elektrolit, dan hasil pencernaan, (4) sirkulasi darah melalui organ-organ gastrointestinal untuk
membawa zat-zat yang diabsorbsi, dan (5) pengaturan semua fungsi ini oleh sistem lokal,
saraf, dan hormone. Setiap bagian dari saluran pencernaan disesuaikan terhadap fungsi
spesifiknya : beberapa untuk pasase makanan yang sederhana, seperti esophagus; yang lain
untuk penyimpanan makanan sementara, seperti lambung; dan yang lain untuk pencernaan
dan absorpsi, seperti usus halus.
Agar makanan dapat dicerna secara optimal dalam saluran pencernaan, waktu yang
diperlukan makanan pada masing-masing bagian saluran bersifat sangat penting. Selain itu,
pencampuran yang tepat juga harus dilakukan. Tetapi karena kebutuhan untuk pencampuran
dan propulsi (pendorongan) sangat berbeda pada tiap tingkat proses, berbagai mekanisme
umpan balik hormonal dan saraf otomatis akan mengontrol waktu dari tiap aspek proses ini
sehingga pencampuran dan pendorongan akan terjadi secara optimal, tidak terlalu cepat, tidak
terlalu lambat.
Di sepanjang traktus gastrointestinal, kelenjar sekretoris mempunyai dua fungsi utama :
Pertama, enzim-enzim pencernaan disekresi pada sebagian besar daerah saluran pencernaan,
dari rongga mulut sampai ujung distal ileum. Kedua, kelenjar mucus, dari rongga mulut
sampai ke anus, mengeluarkan mucus untuk melumaskan dan melindungi semua bagian
saluran pencernaan. Kebanyakan sekresi pencernaan terbentuk hanya sebagai respons
terhadap keberadaan makanan di dalam saluran pencernaan, dan jumlah yang disekresi pada
setiap segmen traktus hamper sama dengan jumlah yang dibutuhkan untuk pencernaan yang
sesuai. Selanjutnya, pada beberapa bagian traktus gastrointestinal, bahkan jenis enzim dan
zat-zat lainnya dari sekresi bervariasi sesuai dengan tipe makanan yang ada.
Bahan makanan utama yang diperlukan oleh tubuh yang hidup, (selain jumlah kecil zat
seperti vitamin dan mineral) dapat digolongkan sebagai karbohidrat, lemak dan protein,
bahan-bahan ini biasanya tidak dapat diserap dalam bentuk alami melalui mukosa saluran
pencernaan dan, karena alasan ini bahan-bahan tersebut tidak berguna sebagai zat nutrisi
tanpa pencernaan awal. Dalam prosesnya yang berkangsung terus-menerus bukan tidak
mungkin saluran pencernaan mengalami gangguan atau bahkan kelainan. Hal ini tentu saja
1
akan mengganggu proses pencernaan. Pengobatan yang efektif untuk kebanyakan gangguan
gastrointestinal bergantung pada pengetahuan dasar mengenai fisiologi gastrointestinal. Oleh
karena hal-hal di atas maka dalam makalah ini akan membahas prinsip-prinsip umum fungsi
gastrointestinal(Motilitas, pengaturan saraf dan sirkulasi darah), propulsi dan pencampuran
makanan dalam saluran pencernaan, fungsi sekresi saluran pencernaan, pencernaan dan
absorpsi dalam traktus gastrointestinal serta fisiologi gangguan gastrointestinal.
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui :
1. Prinsip-prinsip umum fungsi gastrointestinal(Motilitas, pengaturan saraf dan sirkulasi
darah).
2. Propulsi dan pencampuran makanan dalam saluran pencernaan.
3. Fungsi sekresi saluran pencernaan.
4. Pencernaan dan absorpsi dalam traktus gastrointestinal.
5. Fisiologi gangguan gastrointestinal.

2
BAB II
ISI
2.1 Prinsip-prinsip Umum Fungsi Gastrointestinal – Motilitas, Pengaturan Saraf, dan
Sirkulasi Darah
Saluran Gastrointestinal mempunyai ciri khas dinding yang terdiri dari beberapa lapisan
Lapisan-lapisan tersebut dari luar ke dalam dapat disusun sebagai berikut :
1. Lapisan serosa.
2. Lapisan otot longitudinal
3. Lapisan otot sirkular.
4. Lapisan submukosa.
5. Lapisan mukosa (pada bagian terdalam lapisan mukosa terdapat lapisan muskularis
mukosa).
2.1.1 Aktivitas Listrik Pada Otot Polos Gastrointestinal
Adapun aktifitas atau pergerakan otot polos tersebut dipengaruhi oleh aktifitas
potensial listrik yang telah teratur sedemikian rupa, sehingga tanpa kita sadari system ini
bekerja dengan sempurna. Aktifitas listrik tersebut meliputi :
1. Faktor yang menimbulkan Depolarisasi membrane (membuat lebih mudah
dirangsang) :
a. Peregangan otot.
b. Perangsangan oleh asetilkolin.
c. Perangsangan oleh saraf parasimpatis yang mensekresi asetilkolin.
d. Perangsangan oleh hormone gastrointestinal spesifik.
2. Faktor yang menimbulkan Hiperpolarisasi membrane (membuat serat otot kurang
mudah dirangsang) :
1. Pengaruh norepinefrin / epinefrin pada membrane otot.
2. Perangsangan saraf-saraf simpatis yang mensekresi norepinefrin.
2.1.2 Pengaturan Hormonal Terhadap Motilitas Gastrointestinal
Traktus Gastrointestinal sebagaimana bagian lain dari tubuh manusia juga
memiliki sistem pengaturan dengan peranan sekresi hormon. Hal ini terutama ditujukan
pada pengaturan motilitas gastrointestinal itu sendiri. Hormon-hormon yang terlibat di
antaranya :
1. Kolesitokinin : disekresikan oleh sel I dalam mukosa duodenum dan jejunum sebagai
respon terhadap pemecahan produk lemak, asam lemak dan monogliserid dalam usus.

3
Efeknya: kontraksi kandung empedu, menghambat motilitas lambung agar empedu
mengemulsikan lemak dan memberi cukup waktu untuk pencernaan lemak di usus
bagian atas.
2. Sekretin : disekresi oleh sel S dalam mukosa duodenum sebagai respon terhadap asam
lambung.
Efeknya: penghambatan (ringan) terhadap motilitas sebagian besar traktus
gastrointestinal.
3. Peptida penghambat asam lambung : disekresikan oleh mukosa usus halus bagian atas
sebagai respon terhaadap asam lemak dan asam amino dan sedikit pada karbohidrat.
Efeknya: sedikit menurunkan aktifitas motorik lambung, memperlambat pengosongan
isi lambung.
2.1.3 Gerakan-gerakan Fungsional Pada Traktus Gastrointestinal
Dalam proses memasukkan makanan, memproses hingga mengeluarkan zat-zat
sisa pada saluran pencernaan dibantu oleh gerakan-gerakan yang secar fungsional
mendukung proses tersebut. Secara umum gerakan tersebut terbagi menjadi :
1. Gerakan Propulsif (Peristaltik)
Makanan bergerak maju sepanjang saluran dengan kecepatan yang sesuai untuk
terjadinya pencernaan dan absorbsi. Rangsangan yang dapat menimbulkan gerakan
peristaltik antara lain :
a. Peregangan usus, iritasi epitel pelapis usus, sinyal saraf ekstrinsik terutama
parasimpatis.
b. Reflek mienterikus / reflek peristaltik dan gerakan peristaltik ke arah anus
(“hukum dari usus”).
2. Gerakan mencampur
Yang menjaga agar isi usus tetap tercampur setiap waktu. Pada beberapa tempat,
gerakan peristaltik sendiri menimbulkan sebagian besar pencampuran. Pada tempat
lain, kontraksi konstriktif yang lebih berperan dalam proses pencampuran, namun ada
pula yang melibatkan kedua proses tersebut.
2.1.4 Aliran Darah Gastrointestinal
Pembuluh darah system gastrointestinal disebut sirkulasi splanknik. Sirkulasi ini
meliputi aliran darah yang melalui usus sendiri ditambah aliran darah melalui limpa,
pancreas dan hepar. Sebelum memasuki sirkulasi sistemik, darah disaring di hepar dari
berbagai macam bakteri dan bahan partikel lain (agen-agen berbahaya) dari traktus
gastrointestinal. Selain itu, sebagian besar (sekitar tiga perempat dari total yang terserap)
4
berupa zat nutrisi nonlemak dan larut air diserap dan disimpan oleh sel-sel hati.
Sedangkan zat nutrisi berdasar lemak tak larut air diabsorbsi ke saluran limfatik usus
yang kemudian dialirkan ke dalam darah melalui duktus torasikus. Anatomi suplai darah
gastrointestinal adalah :
1. Dinding usus halus dan usus besar disuplai oleh arteri mesenterika superior dan
interior.
2. Lambung disuplai oleh arteri illiaka.
2.1.5 Pengontrolan Saraf Terhadap Aliran Darah Gastrointestinal
Rangsangan saraf parasimpatis terhadap lambung dan kolon bagian bawah akan
meningkatkan aliran darah setempat pada saat yang bersamaan dengan peningkatan
sekresi kelenjar. Penigkatan aliran darah kemungkinan karena peningkatan aktifitas
kelenjar.
Rangsangan saraf simpatis menyebabkan vasokonstriksi yang kuat pada arteriol
sehingga dengan penurunan aliran darah yang besar pada hampir seluruh traktus
gastrointestinal, berfungsi untuk menutup aliran darah gastrointestinal dan aliran darah
splanknik lain agar dapat memenuhi kebutuhan oragan vital saat kerja fisik yang hebat,
serta mempertahankan semua jaringan vital dari bahaya kematian seluler akibat
kekurangan perfusi terutama otak dan jantung. Dapat berlangsung sekitar 1 jam. Setelah
itu aliran sering kembali hampir normal melalui mekanisme “autoregulasi escape”
dengan tujuan mengembalikan aliran darah yang membawa nutrisi ke kelenjar dan otot
gastrointestinal.
2.1.6 Pengontrolan Saraf Terhadap Fungsi Gastrointestinal
Traktus gastrointestinal memiliki persarafan sendiri yang disebut system saraf
enteric. System ini terletak di dinding usus dan mengatur pergerakan dan sekresi
gastrointestinal. Sistem enteric terutama terdiri dari dua pleksus:
1. Satu pleksus bagian luar yang terletak diantara lapisan otot longitudinal dan sirkular,
disebut pleksus minterikus atau pleksus auerbach
2. Satu pleksus bagian bagian dalam disebut pleksus submukosa atau pleksus meissner,
yang terletak didalam submukosa. Pleksus mienterikus terutama mengatur
pergerakan gastrointestinal, dan pleksus submukosa terutama mengatur sekresi
gastrointestinal dan aliran darah lokal.
Selain system saraf diatas terdapat juga serat-serat saraf simpatis dan parasimpatis yang
berhubungan dengan kedua pleksus mienteretikus dan submukosa, perangsangan oleh
system simpatis dan parasimpatis dapat mengaktifkan dan menghambat fungsi
5
gastrointestinal. Ujung-ujung sarafnya melepaskan neurotransmitter. Pengaturan anatomis
system saraf enteric serta hubunganya dengan system saraf simpatis dan parasimpatis
mendukung jenis reflek gastrointestinal salah satunya refleks gastrokolik, reflek
enterogastrik, sekresi gastrointestinal, peristaltic, serta reflek berasal dari lambung,
duodenum, refleks nyeri, dan refleks defekasi. system simpatis dan parasimpatis dapat
mengaktifkan dan menghambat fungsi gastrointestinal. Ujung-ujung sarafnya melepaskan
neurotransmitter. Dalam usaha untuk lebih memahami berbagai fungsi sistem saraf
enterik gastrointestinal, para peneliti dari seluruh dunia telah mengidentifikasikan selusin
atau lebih zat-zat neurontransmiter yang berbeda yang dilepaskan oleh ujung-ujung saraf
dari berbagai tipe neuron enterik. Dua dari neurontransmiter yang telah kita kenal adalah
(1) asetilkolin, dan (2) norepinefrin. Yang lain adalah (3) adenosin trifosfat, (4) serotonin,
(5) dopamin, (6) kolisistokinin, (7) substansi P, (8) polipeptida intestinal vasoaktif, (9)
somatostatin, (10) leu-enkefalin, (11) metenkefalin, dan (12) bombesin.
Fungsi-fungsi khusus dari banyak neurontransmiter ini tidak terlalu dikenal untuk
dibahas disini, selain pembahasan hal berikut: Asetilkolin paling sering merangsang
aktivitas gastrointestinal. Norepinefrin, hampir selalu menghambat aktivitas
gastrointestinal. Hal ini juga berlaku pada epinefrin, yang mencapai traktus
gastrointestinal terutama lewat aliran darah setelah disekresikan oleh medula adrenal ke
dalam sirkulasi. Substansi transmiter lain yang disebutkan tadi adalah gabungan dari
bahan-bahan eksitator dan inhibitor. Asetilkolin (Ach) merupakan neurontransmiter yang
dikeluarkan oleh semua serat praganglion otonom, serat pascaganglion parasimpatis, dan
neuron motorik. Epinefrin hormon primer yang dikeluarkan oleh medula adrenal.
2.1.7 Pengaturan Otonom Traktus Gastrointestinal
Jalur saraf otonom terdiri dari suatu rantai dua neuron, dengan neurotransmitter
terakhir yang berbeda antara saraf simpatis dan parasimpatis. Setiap jalur saraf otonom
yang berjalan dari SSP ke suatu organ terdiri dari SSP ke suatu organ terdiri dari suatu
rantai yang terdiri dari dua neuron. Badan sel neuron yang pertama di rantai tersebut
terletak di SSP. Aksonnya, serat preganglion, bersinaps dengan badan sel neuron kedua,
yang terdapat di dalam suatu ganglion di luar SSP. Akson neuron kedua, serat
pascaganglion, mempersarafi organ-organ efektor. Sistem saraf otonom terdiri dari dua
divisi-sistem simpatis dan parasimpatis. Serat-serat saraf simpatis berasal dari daerah
torakal dan lumbal korda spinalis. Sebagian besar serat preganglion simpatis berukuran
sangat pendek, bersinaps dengan badan sel neuron pascaganglion didalam ganglion yang
terdapat di rantai ganglion simpatis yang terletak di kedua sisi korda spinalis. Serat
6
pascaganglion panjang yang berasal dari rantai ganglion itu berakhir di organ-organ
efektor. Sebagian serat praganglion melewati rantai ganglion tanpa membentuk sinaps
dan kemudian berakhir di ganglion kolateral simpatis yang terletak disekitar separuh jalan
antara SSP dan organ-organ yang dipersarafi, dengan serat pascaganglion menjalani jarak
sisanya.
Serat-serat praganglion parasimpatis berasal dari daerah cranial dan sacral SSP.
Serat-serat ini berukuran lebih panjang dibandingkan dengan serat praganglion simpatis
karena serat-serat itu tidak terputus sampai mencapai ganglion terminal yang terletak di
dalam atau dekat dengan organ efektor. Serat-serat pascaganglion yang sangat pendek
berakhir di sel-sel organ yang bersangkutan itu sendiri. Serat-serat praganglion simpatis
dan parasimpatis mengeluarkan neurotransmitter yang sama, yaitu asetilkolin (Ach),
tetapi ujung-ujung pasca ganglion kedua system ini mengeluarkan neurotransmitter yang
berlainan (neurotransmitter yang mempengaruhi organ efektor). Serat-serat pascaganglion
parasimpatis mengeluarkan asetilkolin. Dengan demikian, serat-serat itu bersama dengan
semua serat praganglion otonom, disebut serat kolinergik. Sebaliknya sebagian besar serat
pascaganglion simpatis disebut serat adrenergic, karena mengeluarkan noradrenalin, lebih
umum dikel sebagai norepinefrin. Baik asetilkolin maupun norepinefrin juga berfungsi
sebagai zat perantara kimiawi di bagian tubuh lainnya.
Persarafan Parasimpatis
Persarafan parasimpatis ke usus dibagi atas divisi kranial dan divisi sakral.
Kecuali untuk beberapa serabut parasimpatiske regio mulut dan faring dari saluran
pencernaan, serabut saraf parasimpatis kranial hampir seluruhnya di dalam saraf vagus.
serabut-serabut ini memberi inervasi yang yang luas pada esofagus, lambung, pankreas,
dan sedikit usus sampai separuh bagian pertama usus besar. Parasimpatis sakral bersal
dari segmen sakral kedua, ketiga, dan keempat dari medula spinalis serta berjalan melalui
saraf pelvis ke seluruh bagian distal usus besar dan sepanjang anus. Arean sigmoid,
rektum, dan anus diperkirakan mendapat persarafan parasimpatis yang lebih baik
daripada bagian usus yang lain. Fungsi serabut ini terutama untuk menjalankan reflak
defekasi. Neuron-neuron postganglionik dari sistem parasimpatis gastrointestinal terletak
terutama di pleksus mienterikus dan pleksus submukosa. Perangsangan saraf parasimpatis
ini menimbulkan peningkatan umum dari aktivitas seluruh sistem saraf enterik. Hal ini
kemudian akan memperkuat aktivitas sebagian besar fungsi gastrointestinal.

7
Persarafan Simpatis
Serabut-serabut simpatis yang berjalan ke traktus gastrointestinal bersal dari
medula spinalis antara segmen T-5 dan L-2. Sebagian besar serabut preganglionik yang
mempersarafi usus, sesudah meninggalkan medula, memasuki rantai simpatis yang
terlatak di sisi lateral kolumna spinalis, dan banyak dari serabut ini kemudian berjalan
melalui rantai ke ganglia yang terletak jauh seperti ganglion seliaka dan berbagai
ganglion mesenterica. Kabanyakan badan neuron simpatik postganglionik berada di
ganglia ini, dan serabut-serabut post ganglionik lalu menyebar melalui saraf simpatis
postganglionik ke semua bagian usus. Sistem simpatis pada dasarnya menginervasi
seluruh traktus gastrointestinal, tidak hanya meluas dekat dengan rongga mulut dan anus,
sebagaimana yang berlaku pada sistem parasimpatis. Ujung-ujung saraf simpatis sebagian
besar menyekresikan norepinefrin dan juga epinefrin dalam jumlah sedikit. Pada
umumnya, perangsangan sistem saraf simpatis menghambat aktivitas traktus
gastrointestinal, menimbulkan banyak efek yang berlawanan dengan yang ditimbulkan
oleh sistem parasimpatis. Sistem simpatis menghasilkan pengaruhnya melalui dua cara:
(1) pada tahap yang kecil melalui pengaruh langsung sekresi norepinefrin untuk
menghambat otot polos traktus intestinal (kecuali otot mukosa yang tereksitasi oleh
norepinefrin), dan (2) pada tahap yang besar melalui pengaruh inhibisi dari norepinefrin
pada neuron-neuron pada seluruh sistem saraf enterik. Perangsangan yang kuat pada
sistem simpatis dapat menginhibisi peregerakan motor usus begitu hebat sehingga dapat
benar-benar menghentikan pergerakan makanan melalui traktus gastrointestinal.
2.2 Propulsi dan Pencampuran Makanan Dalam Saluran Pencernaan
Agar makanan dapat dicerna secara optimal dalam saluran pencernaan, waktu yang
diperlukan pada masing-masing bagian saluran bersifat terbatas. Selain itu pencampuran yang
tepat juga harus dilakukan. Tetapi karena kebutuhan untuk pencampuran dan pendorongan
sangat berbeda pada tiap tingkat proses, berbagai mekanisme umpan balik hormonal dan
saraf otomatis akan mengontrol tiap aspek dari proses ini.
2.2.1 Pengaturan Pencernaan Makanan
Mengunyah makanan bersifat penting untuk pencernaan semua makanan, karena
akan membantu pencernaan makanan untuk alasan sederhana berikut : karena enzim-
enzim pencernaan hanya bekerja pada permukaan partikel makanan, kecepatan
pencernaan sangat tergantung pada total area permukaan yang terpapar dengam sekresi
usus. Pada umumnya otot- otot pengunyah dipersarafi oleh cabang motorik dari saraf
kranial kelima, dan proses mengunyah dikontrol oleh nukleus dalam batang otak.
8
Menelan adalah suatu aksi fisiologis yang kompleks terutama karena faring pada
hampir setiap saat melakukan beberapa fungsi lain di samping menelan dan hanya diubah
dalam beberapa detik ke dalam traktus untuk mendorong makanan. Yang terutama
penting adalah bahwa respirasi tidak terganggu akibat menelan. Pada umumnya menelan
dapat dibagi menjadi (1) tahap volunter, yang mencetuskan proses menelan, (2) tahap
faringeal, yang bersifat involunter dan membantu jalannya makanan melalui faring ke
dalam esofagus, dan (3) tahap esofageal, fase involunter lain yang mempermudah
jalannya makanan dari faring ke lambung. Proses menelan secara otomatis diatur dalam
urutan yang teratur oleh daerah-daerah neuron di batang otak yang didistribusikan ke
seluruh substantia retikularis medula dan bagian bawah pons. Impuls motorik dari pusat
menelan ke faring dan esofagus bagian atas yang menyebabkan penelanan dijalarkan oleh
saraf kranial ke-5, ke-9, ke-10, dan ke-12 serta bahkan beberapa saraf servikal superior,
seperti tampak pada. Ringkasnya, tahap faringeal dari penelanan pada dasarnya
merupakan suatu refleks. Sewaktu gelombang peristaltik esofagus berjalan ke arah
lambung, timbul suatu gelombang relaksasi, yang dihantarkan melalui neuron peghambat
mienterikus, mendahului peristaltik, Selanjutnya seluruh lambung dan sedikit lebih luas,
bahkan duodenum menjadi terelaksasi sewaktu gelombang ini mencapai bagian akhir
esofagus dan dengan demikian mempersiapkan lebih awal untuk menerima makanan yang
didorong ke bawah esofagus selama proses menelan.
2.2.2 Pengaturan Fungsi Motorik Lambung
Fungsi motorik dari lambung ada tiga : (1) penyimpanan sejumlah besar makanan
sampai makanan dapat diproses di dalam duodenum, (2) pencampuran makanan ini
dengan sekresi dari lambung sampai membentuk suatu campuran setengah cair yang
disebut kimus, dan (3) pengosongan makanan dengan lambat dari lambung ke dalam usus
halus pada kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan absorpsi yang tepat oleh usus
halus. Saat lambung berisi makanan, gelombang konstriktor peristaltik yang lemah
(gelombang pencampur) mulai timbul dibagian tengah dinding lambung dan bergerak ke
arah antrum sepanjang dinding lambung sekitar satu kali setiap 15 sampai 20 detik.
Sewaktu gelombang konstriktor berjalan dari korpus ke dalam antrum, gelombang
menjadi lebih kuat, beberapa menjadi sangat kuat dan menimbulkan cincin konstriktor
peristaltik yang kuat yang mendorong isi antrum di bawah tekanan tinggi ke arah
pilorus.
Pengosongan lambung ditimbulkan oleh kontraksi peristaltik yng kuat pada
antrum lambung. Kecepatan pengosongan lambung diatur oleh sinyal dari lambung dan
9
duodenum. Akan tetapi duodenum memberi sinyal yang kebih kuat, selalu mengontrol
pengosongan kimus ke dalam duodenum pada kecepatan yang tidak melebihi
kecepatan kimus dicerna dan diabsorbsi dalam usus halus.
2.3 Fungsi Sekresi dari Saluran Pencernaan
Di sepanjang traktus gastrointestinal , kelenjar sekretoris mempunyai dua fungsi utama.
Pertama, enzim-enzim pencernaan disekresi pada sebagian besar daerah rongga mulut sampai
ujung distal ileum. Kedua, kelenjer mukus, dari rongga mulut sampai ke anus, mengeluarkan
mukus untuk melumaskan dan melindungi semua bagian saluran pencernaan.
2.3.1 Mulut dan Esofagus
Di dalam mulut, melalui proses pengunyahan, makanan bercampur dengan saliva
dan didorong melalui proses menelan ke dalam esofagus . Gelombang peristaltik di
esofagus menggerakkan makanan ke dalam lambung.
2.3.2 Lambung
Motilitas dan sekresi lambung diatur oleh mekanisme persarafan dan humoral.
Komponen saraf adalah refleks otonom lokal, yang melibatkan neuron-neuron kolinergik,
dan impuls-impuls dari SSP melalui nervus vagus. Rangsang vagus meningkatkan sekresi
gastrin melalui pelepasan gastrin - releasing peptide. Serat-serat vagus lain melepaskan
asetilkolin, yang bekerja langsung pada sel-sel kelenjar di korpus dan fundus untuk
meningkatkan sekresi asam dan pepsin. Rangsang nervus vagus di dada atau leher
meningkatkan sekresi asam dan pepsin, tetapi vagotomi tidak menghilangkan respons
sekresi terhadap rangsang lokal. Untuk memudahkan pengaturan fisiologik sekresi
lambung biasanya dibahas berdasarkan pengaruh otak ( sefalik ), lambung, dan usus.
Pengaruh / fase sefalik adalah respons yang diperantarai oleh nervus vagus yang diinduksi
oleh aktivitas di SSP. Pengaruh lambung terutama adalah respons-respons refleks lokal
dan respons terhadap gastrin. Pengaruh usus adalah efek umpan balik hormonal dan
refleks pada sekresi lambung yang dicetuskan dari mukosa usus halus.
 Pengaruh Sefalik
Adanya makanan dalam mulut secara refleks merangsang sekresi lambung. Serat-
serat eferen untuk refleks ini adalah nervus vagus. Peningkatan sekresi lambung yang
diperantarai oleh vagus mudah dilatih. Pada manusia, sebagai contoh : melihat,
mencium bau dan memikirkan makanan akan meningkatkan sekresi lambung.
Peningkatan ini disebabkan oleh refleks bersyarat saluran cerna yang telah
berkembang sejak awal masa kehidupan. Rangsang hipotalamus anterior dan bagian-
bagian korteks frontalis orbital di sekitarnya meningkatkan aktivitas eferen vagus dan
10
sekresi lambung. Pengaruh otak menentukan sepertiga sampai separuh dari asam yang
disekresikan sebagai respons terhadap makanan normal.
 Respons Emosi
Keadaan kejiwaan memiliki pengaruh terhadap sekresi dan motilitas lambung
yang terutama diperantarai oleh nervus vagus. Rasa cemas dan depresi menurunkan
sekresi lambung dan aliran darah serta menghambat motilitas lambung.
 Pengaruh Lambung
Adanya makanan dalam lambung mempercepat peningkatan sekresi lambung
yang disebabkan oleh penglihatan atau bau makanan dan adanya makanan di
mulut.Reseptor di dinding lambung dan mukosa berespons terhadap peregangan dan
rangsang kimia, terutama asam-asam amino dan produk pencernaan terkait lain. Serat-
serat dari reseptor masuk ke dalam pleksus submukosa, tempat badan sel neuron
reseptor berada. Serat-serat tersebut bersinaps pada neuron parasimpatis postganglion
yang berakhir di sel-sel parietal dan merangsang sekresi asam. Neuron-neuron
postganglion dalam lengkung refleks lokal aalah neuron yang sama dengan yang
dipersarafi oleh neuron preganglion vagus desendens dari otak yang memperantarai
fase sefalik sekresi. Produk-produk pencernaan protein juga menyebabkan
peningkatan sekresi gastrin, dan hal ini meningkatkan aliran asam.
 Pengaruh Usus
Walaupun di mukosa usus halus dan lambung terdapat sel-sel yang berisi gastrin,
pemberian asam amino langsung ke dalam duodenum tidak meningkatkan kadar
gastrin dalam darah. Lemak, karbohidrat, dan asam dalam duodenum menghambat
sekresi asam lambung dan pepsin serta motilitas lambung melalui mekanisme saraf
dan hormonal. Identitas enterogastron yakni sebagai hormon usus berperan dalam
inhibisi belum jelas diketahui. Sekresi asam lambung meningkat setelah sebagian
besar usus halus diangkat. Hipersekresi, yang secara kasar setara dengan jumlah usus
yang diangkat, sebagian mungkin disebabkan oleh hilangnya sumber hormon-hormon
yang menghambat sekresi asam.
2.3.3 Usus Halus
Sejauh ini cara terpenting untuk mengatur sekresi usus halus adalah dengan berbagai
refleks saraf setempat terutama refleks yang dimulai oleh rangsangan taktil dan iritasi
serta oleh peningkatan aktifitas saraf enterik yang berhubungan dengan gergerakan
gastrointestinal. Oleh karena itu dihampir semua tempat, sekresi pada usus halus terjadi
hanya sebagai respons terhadap keberadaan kimus dalam usus - semakin banyak jumlah
11
kimus semakin banyak sekresinya. Beberapa hormon yang dapat merangsang sekresi
didaerah manapun pada traktus gastrointestinal juga dapat meningkatkan sekresi usus
halus khususnya sekretin dan kolesistokinin. Beberapa eksperimen menunjukkan bahwa
zat-zat hormonal yang diekstraks dari mukosa usus halus oleh kimus mungkin membantu
mengontrol sekresi. Pada umumnya mekanisme refleks enterik setempat hampir selalu
ikut memegang peranan yang dominan.
2.3.4 Usus Besar
Mukosa usus besar, seperti pada usus halus mempunyai banyak kriptus lieberkuhn,
tetapi pada mukosa ini, berbeda dengan usus halus, tidak memiliki vili. Sel-sel epitel
hampir tidak mengandung enzim. Sebaliknya sel ini terutama mengandung sel-sel mukus
yang hanya mensekresi mukus. Mukus dalam usus besar jelas melindungi dinding usus
terhadap ekskoriasi, tetapi selain itu, juga menghasilkan media yang lengket untuk
melekatkan bahan feses bersama- sama. Lebih lanjut mukus melindungi dinding usus dari
sejumlah besar aktifitas bakteri yang berlangsung di dalam feses, dan menambah sifat
basa dari sekresi ( pH 8,0 yang disebabkan oleh sejumlah besar natrium bikarbonat)
menyediakan suatu sawar untuk menjaga agar asam yang terbentuk didalam tinja tidak
menyerang dinding usus.
Apabila suatu segmen usus besar menjadi sangat teriritasi, seperti yang terjadi bila
infeksi bakteri berlangsung menyeluruh selama enteritis, mukosa mensekresikan sejumlah
besar air dan elekrolit selain sekresi larutan mukus alkali yang kental dan normal. Sekresi
ini berfungsi untuk mengencerkan faktor pengiritasi dan menyebabkan pergerakan tinja
yang cepat menuju anus. Hal ini biasanya menyebabkan terjadinya diare, disertai
kehilangan sejumlah air dan elektrolit. Tetapi diare juga menyapu bersih faktor iritan,
yang menimbulkan pemulihan penyakit lebih cepat daripada bila terjadi sebaliknya.
2.4 Pencernaan dan Absorbsi dalam Traktus Gastrointestinal
2.4.1 Pencernaan Berbagai Makanan Melalui Hidrolisis
 Hidrolisis Karbohidrat
Bila karbohidrat dicernakan, karbohidrat diubah menjadi monosakarida. Enzim
khusus di dalam getah pencernaan pada traktus gastrointestinal mengembalikan
ion hidrogen dan hidroksil air ke polisakarida dan dengan demikian memisahkan
monosakarida satu sama lain.
 Hidrolisis Lemak
Hampir semua gugus lemak di dalam diet terdiri atas trigliserida (lemak netral),
yang merupakan gabungan dari tiga molekul asam lemak yang berkondensasi
12
dengan satu molekul gliserol. Selama proses kondensasi, tiga molekul air
dikeluarkan.
 Hidrolisis Protein
Protein dibentuk dari beberapa asam amino yang saling berikatan bersama-sama
melalui ikatan peptida. Pada setiap ikatan, satu ion hidroksil dipindahkan dari satu
asam amino, dan satu ion hidrogen dipindahkan dari asam amino berikutnya; jadi,
asam amino berturutan dalam rantai protein juga saling berikatan melalui proses
kondensasi dan pencernaan terjadi melalui efek pembalikan : hidrolisis. Yaitu,
enzim proteolitik mengembalikan ion hidrogen dan ion hidroksil dari molekul air
ke molekul protein untuk memecahnya menjadi unsur-unsur pokok asam amino.
2.4.2 Prinsip-Prinsip Dasar Absorpsi Gastrointestinal
 Dasar Anatomi Absorpsi
Jumlah cairan total yang harus diabsorpsi setiap hari oleh usus sebanding dengan
cairan yang dicerna (kira-kira 1,5 liter) ditambah dengan cairan yang disekresikan
oleh bermacam-macam sekresi gastrointestinal (kira-kira 7 liter). Jadi, jumlah totalnya
8 sampai 9 liter. Semua kecuali kira-kira 1,5 liter dari cairan ini diabsorpsi di usus
halus, dan menyisakan hanya 1,5 liter untuk melalui katup ileosekal ke dalam kolon
setiap harinya.
Lambung merupakan daerah saluran pencernaan yang absorpsinya buruk karena
tidak memiliki jenis vili yang khas dari membran pengabsorpsi, dan juga karena taut
antar sel-sel epitel merupakan taut yang ketat. Hanya ada beberapa zat yang sangat
larut dalam lemak, seperti alkohol dan beberapa obat seperti aspirin, dapat diabsorpsi
dalam jumlah kecil.
2.4.3 Absorpsi dalam Usus Halus
Absorpsi dari usus halus setiap hari terdiri atas beberapa ratus gram karbohidrat,
100 gram atau lebih lemak, 50 sampai 100 gram asam amino, 50 sampai 100 gram ion, dn
7 sampai 8 liter air. Kapasitas absorpsi normal usus halus jauh lebih besar dari nilai ini :
sebanyak beberapa kilogram karbohidrat per hari, 500 gram lemak per hari, 500 sampai
700 gram asam amino per hari, dan 20 liter air atau lebih per hari.
2.4.4 Absorpsi dalam Usus Besar : Pembentukan Feses
Kira-kira 1500 milimeter kimus secara normal melewati katup ileosekal ke dalam
usus besar setiap harinya. Sebagian besar air dan elektrolit di dalam kimus ini diabsorpsi
di dalam kolon, biasanya meninggalkan kurang dari 100 milimeter cairan untuk
diekskresikan dalam feses. Juga,pada dasarnya semua ion diabsorpsi hanya meninggalkan
13
1 sampai 5 miliekuivalen dri masing-masing ion natrium dan klorida untuk hilang dalam
feses.
Sebagian besarr absorpsi dalam usus besar terjadi pada pertengahan proksimal
kolon, sehingga bagian ini dinamakan kolon pengabsorpsi, sedangkan kolon bagian distal
pada prinsipnya berfungsi sebagai tempat penyimpanan feses sampai waktu yang tepat
untuk ekskresi feses dan oleh karena itu disebut kolon penyimpanan.
2.5 Fisiologi Gangguan Gastrointestinal
2.5.1 Gangguan Menelan dan Gangguan Esofagus
 Paralisis Mekanisme Menelan
Kerusakan saraf otak V, IX atau X dapat menyebabkan paralisis bagian yang
bermakna dari mekanisme menelan. Juga, beberapa penyakit seperti poliomyelitis atau
ensefalitis, dapat menghalangi proses menelan yang normal dengan merusak pusat
menelan pada batang otak. Akhirnya, kelumpuhan otot-otot menelan seperti yang terjadi
pada distrofi otot atau pada kegagalan transmisi neuromoskular pada miastenia gravis
atau botulisme, juga dapat menghalangi proses menelan yang normal.
 Akalasia dan Megaesofagus
Akalasia adalah keadaan sfingter esophagus inferior yang gagal berelaksasi selama
menelan. Sebagai akibatnya, makanan yang ditelan ke dalam esophagus gagal untuk
melewati esophagus masuk ke dalam lambung. Penelitian patologi telah menunjukkan
kerusakan pada jaringan kerja saraf pleksus mienterikus pada dua pertiga bagian bawah
esophagus. Hasilnya perototan esophagus bagian bawah tetap berkontraksi secara spastis,
dan pleksus mienterikus kehilangan kemampuannya untuk mentransmisikan sinyal yang
menimbulkan “relaksasi reseptif’ dari sfingter gastroesofageal ketika makanan mencapai
sfingter ini selama menelan.
2.5.2 Gangguan-Gangguan Lambung
 Gastritis (Peradangan Mukosa Lambung)
Peradangan dari gastritis dapat hanya superficial dan oleh karena itu tidak begitu
berbahaya, atau dapat menembus secara dalam ke dalam mukosa lambung, pada kasus-
kasus yang berlangsung lama, menyebabkan atrofi mukosa lambung hampir lengkap.
Pada beberapa kasus, gastritis dapat menjadi sangat akut dan berat, dengan ekskoriasi
ulserativa mukosa lambung oleh sekresi peptic lambung sendiri. Penelitian menunjukkan
bahwa banyak gastritis disebabkan oleh infeksi bacterial mukosa lambung yang kronis.
Gangguan ini dapat diobati sempurna dengan suatu rangkaian pengobatan antibiotika
yang intensif.
14
 Ulkus Peptikum
Ulkus peptikum adalah suatu daerah ekskoriasi mukosa lambung atau usus yang
terutama disebabkan oleh kerja pencernaan getah lambung atau sekresi usus halus bagian
atas. Tempat yang paling sering terkena adalah pada jarak beberapa sentimeter dari
pylorus. Sebagai tambahan, ulkus peptikum sering terjadi di sepanjang kurvatura minor
ujung antral lambung atau yang lebih jarang pada ujung bawah esophagus tempat getah
lambung sering masuk kembali. Jenis ulkus peptikum yang disebut ulkus marginalis juga
sering terjadi jika suatu pembukaan melalui pembedahan seperti gastro-yeyunostomi
dibuat antara lambung dan yeyunum usus halus. Penyebab umum dari ulserasi peptikum
adalah ketidakseimbangan antara kecepatan sekresi getah lambung dan derajat
perlindungan yang diberikan oleh (1) sawar mukosa gastroduodenal dan (2) netralisasi
asam lambung oleh getah duodenum.
2.5.3 Gangguan Pada Usus Halus
 Pankreatitis
Pankreatitis berarti peradangan pancreas, dan ini dapat terjadi baik dalam bentuk
pancreatitis akut maupun pancreatitis kronis. Penyebab yang paling umum dari
pancreatitis adalah minum alcohol berlebihan dan penyebab kedua yang paling umum
adalah sumbatan papilla Vateri oleh batu empedu; dua hal ini bersama-sama merupakan
lebih dari 90% penyebab dari semua kasus. Jika batu empedu menghambat papilla Vateri,
batu ini akan menghambat duktus sekretorius utama dari pancreas dan duktus biliaris
komunis. Enzim pancreas kemudian terbendung di dalam duktus dan asinus pancreas.
Akhirnya, banyak tripsinogen yang tertumpuk sehingga menutupi tripsin inhibitor pada
sekresi, dan sejumlah kecil tripsinogen yang teraktivasi membentuk tripsin.
 Malabsorpsi Oleh Mukosa Usus Halus (Sprue)
 Sprue Nontropis
Satu jenis sprue , disebut secara bervariasi dengan nama sprue idiopatik,
penyakit seliak (pada anak-anak) atau enteropati gluten, terjadi akibat efek
toksik dari gluten yang terdapat pada beberapa tipe padi-padian tertentu,
terutama gandum dan gandum hitam. Hanya beberapa orang yang rentan
terhadap efek ini, tetapi pada orang-orang yang rentan, gluten mempunyai efek
destruktif langsung pada sel-sel enterosit usus.
 Sprue Tropis

15
Tipe yang berbeda dari sprue, yang disebut sprue tropis, terjadi pada daerah
tropis dan sering dapat diterapi dengan agen-agen antibakteri. Meskipun tidak
ada bakteri spesifik yang ditemukan sebagai penyebab, dianggap bahwa sprue
jenis ini sering disebabkan oleh peradangan mukosa usus akibat agen infeksi
yang belum dapat diidentifikasi.
 Malabsorpsi Pada Sprue
Pada tahap awal sprue, absorpsi usus terhadap lemak lebih terganggu daripada
absorpsi produk pencernaan lainnya. Lemak yang tampak pada tinja hampir
seluruhnya dalam bentuk garam asam lemak dan bukan bentuk lemak yang tak
tercerna, menggambarkan bahwa masalahnya adalah absorpsi dan bukannya
pencernaan. Sebenarnya kondisi tersebut seringkali disebut steatore. Yang
berarti lemak berlebihan dalam tinja. Pada kasus sprue yang sangat berat,
selain malabsorpsi lemak terdapat pula gangguan absorpsi protein,
karbohidrat, kalsium, vitamin K, asam folat dan vitamin B12.

2.5.4 Gangguan Pada Usus Besar


 Konstipasi
Konstipasi berarti pelannya pergerakan tinja melalui usus besar, dan sering
disebabkan sejumlah besar tinja yang kering dank eras pada kolon descenden yang
menumpuk karena absorpsi cairan yang berlebihan. Kelainan patologi apapun pada usus
yang menghambat pergerakan isi usus, seperti tumor, perlekatan yang menyempitkan
usus, atau ulkus, dapat menyebabkan konstipasi. Penyebab fungsional konstipasi yang
sering adalah kebiasaan buang air besar yang tidak teratur, yang berkembang selama
kehidupan akibat penghambatan refleks defekasi normal. Kadang seseorang menderita
konstipasi yang begitu parah sehingga pergerakan usus hanya terjadi beberapa hari sekali
atau kadang hanya sekali dalam seminggu. Tampaknya ini menyebabkan sejumlah besar
feses menumpuk di kolon, kadang-kadang menyebabkan distensi kolon dengan diameter
3 sampai 4 inchi. Keadaan ini disebut megakolon atau penyakit Hirschsprung.
Penyebabnya adalah tidak adanya atau defisiensi sel-sel ganglion pada pleksus
mienterikus dalam sebuah segmen kolon sigmoid.
 Diare
Diare terjadi akibat pergerakan yang cepat dari materi tinja sepanjang usus besar.
Beberapa penyebab diare dengan sekuele fisiologis yang penting adalah sebagai berikut :
1. Enteritis
16
Enteritis merupakan peradangan yang biasanya disebabkan baik oleh virus
maupun oleh bakteri pada traktus intestinalis.
2. Diare psikogenik
Tipe diare ini disebut diare emosional psikogenik yang disebabkan oleh stimulasi
berlebihan dari sistem saraf parasimpatis.
3. Kolitis Ulserativa
Kolitis ulserativa adalah penyakit peradangan dan ulserasi daerah yang luas dari
usus besar. Motilitas dari kolon yang mengalami ulserasi sering begitu besar
sehingga perpindahan massa terjadi seharian, dibandingkan dengan keadaan biasa
yaitu 10 sampai 30 menit. Sekresi kolon juga meningkat. Akibatnya, pasien
mengalami gerakan usus bersifat diare yang berulang.
2.5.5 Gangguan Umum dari Traktus Gastrointestinal
 Muntah
Muntah merupakan suatu cara traktus gastrointestinal membersihkan dirinya sendiri
dari isinya ketika hampir semua bagian atas traktus gastrointestinal teriritasi secara
luas, sangat mengembang, atau bahkan terlalu terangsang. Distensi atau iritasi yang
berlebihan dari duodenum menyebabkan suatu rangsangan khusus yang kuat untuk
muntah.
 Mual
Mual adalah pengenalan secara sadar terhadap eksitasi bawah sadar pada daerah
medulla yang secara erat berhubungan dengan atau merupakan bagian dari pusat
muntah, dan mual dapat disebabkan oleh (1) Impuls iritatif yang datang dari traktus
gastrointestinal, (2) Impuls yang berasal dari otak bawah yang berhubungan dengan
motion sickness, atau (3) Impuls dari korteks serebri untuk mencetuskan muntah.
Muntah kadang terjadi tanpa didahului perangsangan prodromal mual, yang
menunjukkan bahwa hanya bagian-bagian tertentu dari pusat muntah yang
berhubungan dengan perangsangan mual.
 Obstruksi Gastroinestinal
Traktus gastrointestinabrl dapat mengalami obstruksi pada hampir semua bagian
sepanjang perjalanannya. Beberapa penyebab umum obstruksi adalah (1) kanker, (2)
konstriksi fibrotic yang merupakan akibat dari ulserasi atau dari pelekatan
peritoneum, (3) spasme dari suatu segmen usus, dan (4) paralisis suatu segmen usus.
2.5.6 Gas dalam Traktus Gastrointestinal : “Flatus”

17
Gas yang disebut flatus dapat memasuki traktus gastrointestinal dari tiga sumber
yang berbeda : (1) udara yang ditelan, (2) gas yang terbentuk di dalam perut sebagai hasil
kerja bakteri, atau (3) gas yang berdifusi dari darah ke dalam traktus gastrointestinal.
Kebanyakan gas dalam lambung adalah campuran nitrogen dan oksigen yang berasal dari
udara yang ditelan. Pada orang secara umum, kebanyakan gas ini dikeluarkan lewat
sendawa. Hanya sejumlah kecil gas yang umumnya muncul dalam usus halus, dan banyak
dari gas ini merupakan udara yang berjalan dari lambung masuk ke dalam traktus
intestinalis.

18
DAFTAR PUSTAKA

Guyton dan Hall .2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. EGC, Jakarta.

Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 2 Edisi
6. EGC, Jakarta.

Sidharta, Priguna. 2009. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Dian Rakyat, Jakarta.

Sudoyo, Aru W., dkk, 2007, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. FKUI, Jakarta.

19

You might also like