Professional Documents
Culture Documents
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pasar modal adalah salah satu lembaga pembiayaan atau wadah untuk mencari dana
bagi perusahaan dan alternatif sarana investasi bagi masyarakat (investor) dimana di
dalamnya terdapat transaksi penawaran umum dan perdagangan efek dari
perusahaan publik kepada masyarakat investor. Kegiatan tersebut dilindungi oleh
payung hukum yang sangat menjunjung tinggi prinsip keterbukaan. Prinsip
keterbukaan adalah persoalan inti dalam pasar modal dan sekaligus merupakan jiwa
pasar modal itu sendiri sebab prinsip tersebut menjadi landasan pertimbangan bagi
para pelaku di pasar modal untuk melakukan aktivitas perpasarmodalan secara
rasional. Namun demikian, masih terdapat banyak pelanggaran terhadap prinsip
keterbukaan di dalam praktek pasar modal di seluruh dunia.
Salah satu bentuk pelanggaran terhadap prinsip keterbukaan di pasar modal adalah
praktek Insider trading. Dalam pasar modal di Indonesia, praktek insider trading
tergolong salah satu pelanggaran yang paling sering dilakukan oleh pihak-pihak
yang terkait di dalam sejumlah skandal, apakah itu yang melibatkan emiten swasta
ataupun BUMN. Hal tersebut terjadi bukan hanya karena sulitnya pembuktian
terjadinya praktek tersebut, tetapi juga karena sanksi yang diberikan selama ini
bersifat kurang tegas. Sanksi yang diberikan terhadap praktek Insider trading
selama ini hanya berupa sanksi administratif yaitu denda. Padahal, di dalam
peraturan perundangan tentang pasar modal (UUPM) disebutkan bahwa praktek
Insider trading termasuk dalam tindak kejahatan pidana. Tindak kejahatan pidana
seharusnya tidak hanya mendapatkan sanksi administrstif, tetapi juga mendapat
sanksi kurungan agar memberikan efek jera kepada pelakunya.
9) investasi;
10) Membina iklim keterbukaan bagi dunia usaha, memberikan akses kontrol sosial;
Prinsip keterbukaan menjadi persoalan inti dalam pasar modal dan sekaligus
merupakan jiwa pasar modal itu sendiri. Keterbukaan tentang fakta materiel sebagai
jiwa pasar modal didasarkan pada keberadaan prinsip keterbukaan yang
memungkinkan tersedianya bahan pertimbangan bagi investor, sehingga ia secara
rasional dapat mengambil keputusan untuk melakukan pembelian atau penjualan
saham.
Setidak-tidaknya ada tiga fungsi prinsip keterbukaan dalam pasar modal menurut
Bismar Nasution yang dituangkan dalam bukunya Keterbukaan Dalam Pasar Modal:
Traditional Insiders
Temporary Insiders
Namun, seperti halnya bentuk kejahatan kerah putih (white collar crime)
lainnya, insider trading amat sulit untuk dibuktikkan karena pembuktian
tindak kejahatan ini memerlukan standard pembuktian yang tinggi. Seperti
yang diungkapkan oleh Mulya Lubis dan Alexander Lay (2008) “Standar
pembuktian praktek Insider trading tidak mudah karena praktek ini termasuk
tindak pidana dalam pasar modal yang memerlukan standar pembuktian
beyond reasonable doubt. Standar pembuktian tersebut memungkinkan pelaku
Insider trading dibebaskan oleh pengadilan karena pengadilan tidak mampu
membuktikan bahwa pelaku bersalah”.
Dalam UUPM Pasal 104 disebutkan bahwa praktek Insider Trading merupakan
tindak kejahatan pidana. Oleh karena itu, dalam pasal tersebut disebutkan
bahwa sanksi hukum atas tindakan tersebut adalah berupa ancaman pidana
penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak lima belas
milliar rupiah.
Sudah hampir lebih dari 31 tahun Pasar Modal Indonesia beroperasi dan
berbagai upaya telah dilakukan untuk memajukan pasar modal sehingga pasar
modal Indonesia dapat berkembang menjadi pendorong berkembangnya dunia
usaha di negara kira. Pasar modal Indonesia telah mengalami serangkaian
reformasi semenjak pertama kali beroperasi hingga sekarang. Bursa efek yang
dulu terbagi menjadi 2, yaitu BEJ dan BES, sekarang telah terintegrasi
menjadi BEI (Bursa Efek Indonesia). Lembaga pengawasan pasar modal yang
dulu belum terintegrasi pun, sekarang sudah terintegrasi menjadi BAPEPAM-
LK (Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan) sejak Desember
2005. Berikut ini bagan yang menggambarkan struktur organisasi pasar
modal yang sekarang.
Kasus itu bermula dari anjloknya harga saham PGN sebesar 23,32% dari
Rp9.650 menjadi Rp7.400 per saham pada 12 Januari. Setelah melalui
penyelidikan oleh Bapepam, diketahui bahwa anjloknya harga saham PGN
dikarenakan oleh insider trading. Informasi material yang dikuasai ‘orang
dalam’, yaitu keterlambatan penyelesaian proyek SSWJ (South Sumatera
West Java) dan informasi tentang pengurangan volume gas yang dapat
dialirkan melalui proyek tersebut, diduga digunakan sebagai dasar dalam
pelepasan saham PGAS pada bulan Januari. Walaupun demikian kasus ini
tidak dilanjutkan ke proses litigasi. Pihak PGN hanya dikenai sanksi
administratif sebesar Rp35.000.000 dan Direksi serta karyawan PGN yang
diduga melakukan transaksi penjualan saham sebelum anjloknya harga saham
hanya dikenai sanksi sebesar lima miliar rupiah.
Kasus ini terjadi baru mencuat ke permukaan umum pada tahun 2005.
Diduga tellah terjadi indikasi praktek insider trading yang dilakukan oleh
direksi Sari Husada. Akar dari kasus ini adalah ketika manajemen Sari Husada
mengeluarkan kebijakan ESOP (Empoyee Stock Option Program, yaitu
kebijakan penjualan saham perusahaan kepada karyawan dengan harga yang
lebih murah) sebesar 5% (94 juta lembar) dari keseluruhan sahamnya. Saham
dari ESOP yang seharusnya dibeli oleh karyawan, malah mayoritas dibeli
pihak komisaris, direksi, dan manajer senior (dengan rincian 3 komisaris
(44,8%), 5 direksi (42,5%), dan para manajer (12,7%)). Namun, selang
berapa waktu kemudian manajemen sari Husada mengeluakan kebijakan
Share Buy Back (pembelian kembali) sebesar 10% dari saham yang
diterbitkan. Dari dua kebijakan yang saling bertolak belakang tersebut timbul
celah yang menguntungkan bagi pembeli saham ESOP kerena harga
pembelian kembali lebih tinggi daripada harga penjualan (selisih tersebut
sebesar Rp365,6 per lembar saham). Dari kasus ini, Bapepam hanya
memberikan sanksi administratif sebesar 2.885 miliar kepada 9 pihak orang
dalam yang memperoleh keuntungan dari praktek tersebut.
----------------------------------------------------------------------------
III. PENUTUP
Solusi
Perlu di adakan revisi UU Pasar Modal agar kasus dugaan insider trading
dapat lebih mudah dibuktikan. Revisi ini perlu dilakukan karena selama ini
hukum tertulis Indonesia hanya menganut asas pembuktian yang terbatas.
Hal tersebut dapat dilakukan dengan penerapan civil penalty (yang sudah
diterapkan di AS) yaitu mekanisme campuran antara hukum pidana dan
perdata, dimana sanksi hukuman menganut hukum pidana (yang lebih berat
hukumannya) tetapi mengugunakan standar pembuktian untuk kasus perdata
biasa yang dikenal engan istilah balance of probabilities.
Kesimpulan
Penegakan hukum terhadap kasus insider trading di pasar modal Indonesia
kurang tegas karena proses peradilan tindak pidana pasar modal memakan waktu
dan biaya yang besar dan juga pembuktian yang rumit. Untuk itu perlu diadakan
pengawasan yang lebih ketat, sanksi yang tegas, serta alternatif-alternatif lain dalam
penegakan hukum tersebut seperti civil penalty dan out of court settlement demi
Pasar Modal Indonesia yang sehat dan dapat membawa arus positif dalam
perekonomian nasional Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Kaligis, O.C. 2003. Insider Trading Dan Manipulasi Pasar Di Dalam Praktek
Pasar Modal Di Indonesia. Jakarta
Tumangor, M.S. 2005. ”Kajian Hukum Atas Insider Trading Di Pasar Modal
Suatu Antisipasi Terhadap Pengembangan Ekonomi Indonesia”. Dalam Warta
Bapepam, edisi 8 Agustus 2005. Jakarta
Rizqi, Yanuar. 2007. ”30 Tahun Pasar Modal Kita”. Dalam Majalah Trust, 7
Mei 2007. Jakarta.
Mulya T, Lubis dan Alexander Lay. 2008. Penegakan Hukum Pasar Modal dan
Civil Penalty. Dalam Bisnis Indonesia., 26 Februari 2008.Jakarta.
Sumber Lain:
www.kompas.com
www.sinarharapan.com
www.tempointeraktif.com
www.hukumonline.com
www.detiknet.com
www.kapanlagi.com
www.korantempo.com