You are on page 1of 17

Draft

Restorasi Indonesia:
Jalan Perubahan bagi Indonesia yang
Bermartabat, Kuat, dan Sejahtera.

Gerakan Perubahan Untuk Restorasi Indonesia Page 1


Pembukaan
Bangsa Indonesia terbentuk dari sejarah solidaritas dan kesamaan cita-cita. Dari sisi asal-
usul, tak kurang dari 300 suku bangsa menyusun Indonesia sebagai satu bangsa kesatuan.
Dengan kata lain, Indonesia memang bukanlah bangsa asli, melainkan bangsa yang dibentuk
berdasar kesepakatan dengan mempertimbangan sejarah solidaritas dan kesamaan cita-cita
politik yang tumbuh dari beragam bangsa yang terhimpun di dalamnya. Fakta itu
menyiratkan bahwa keberadaan bangsa ini akan bertahan ketika nilai solidaritas dan
kesamaan cita-cita itu terus dijaga dan dilestarikan. Dan sebaliknya, ketika solidaritas dan
kesamaan cita-cita itu tidak dipertahankan, maka akan terjadi krisis di dalam bangunan
bangsa ini.
Solidaritas dan cita-cita itu juga lah yang dijadikan sebagai fondasi oleh para ‘Founding
Parents’ ketika mendirikan bangunan kebangsaan Indonesia. Di atas fondasi tersebut,
didirikan empat pilar penyangga republik yang mencakup: Pancasila, Undang-undang Dasar
(UUD) 45, Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI) dan Bhinneka Tunggal Ika.
Pancasila menjadi landasan nilai atau ideologi bangsa, UUD 45 sebagai aturan main
penyelenggaraan negara, NKRI sebagai bentuk negara dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai
sifat kebangsaan kita.
Karakter solidaritas dan cita-cita negara itu juga yang diramu dalam rumusan ideologi dan
konstitusi, yang secara ringkas termuat dalam pembukaan UUD 45. Sebelum perumusan
konstitusi, karakter solidaritas juga sudah terlihat dalam proses merebut kemerdekaan yang
melibatkan segenap ragam lapisan masyarakat Indonesia yang saling menganyam tenaga dan
pikiran untuk mencapai gerbang kemerdekaan tersebut. Dan dalam lingkup lebih luas,
rumusan konstitusi juga mencantumkan nilai solidaritas universal yang ditunjukkan dengan
pendirian Indonesia di lingkungan internasional yang mengakui kemerdekaan sebagai hak
setiap bangsa. Nilai-nilai solidaritas itu juga termuat dalam setiap poin cita-cita kemerdekaan,
yang mencakup:
1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
2. Memajukan kesejahteraan umum
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa
4. Melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial
Secara filosofis, nilai solidaritas bisa dikatakan sebagai pengakuan atas esensi manusia
sebagai makhluk sosial (homo homini socius), bukan sekedar makhluk individu yang saling
memangsa satu sama lain (homo homini lupus).
Teks pembukaan UUD 45 juga menegaskan bahwa gerbang kemerdekaan bukan lah tujuan
akhir solidaritas perjuangan bangsa Indonesia. Justru gerbang itu baru memulai tahap baru
perjalanan menuju cita-cita kemerdekaan. Para “Founding Parents” meyakini bahwa cita-
cita itu hanya akan terwujud setelah terbangunnya negara Indonesia yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur. Di sisi lain, nilai solidaritas atar ragam lapisan masyarakat
Indonesia juga menjadi prasyarat untuk mencapai tujuan kemerdekaan tersebut. Ibarat sebuah
keluarga, maka kemerdekaan itu adalah awal dari pembentukan rumah tangga bernama
Indonesia. Dan solidaritas adalah itikad antar individu dalam keluarga tersebut untuk
menyatukan kekuatan demi tercapainya tujuan bersama.

Gerakan Perubahan Untuk Restorasi Indonesia Page 2


Republik Indonesia Hari Ini
Selain tekad seperti diuraikan di atas, bangsa Indonesia juga dikaruniai modal melimpah, baik
modal ekonomi, modal sosial mau pun modal politik. Dalam permodalan ekonomi, Indonesia
terbangun di atas aset kekayaan alam yang terbentang sejauh 5000 km dari ujung barat Pulau
Sumatera hingga ujung timur di Papua. Dari utara ke selatan, lebar permukaan darat dan laut
negeri ini adalah 2000 km. Total wilayah darat dan laut Kepulauan Indonesia mencapai 10
juta kilometer persegi. Ini adalah 2,5 juta kilometer persegi lebih luas dibanding tanah yang
membentuk kontinental Amerika Serikat tanpa Alaska. Letak geografis Indonesia juga
strategis, yaitu di antara dua benua dan dua samudra yang dilewati oleh kurang-lebih 70%
angkutan laut dari Eropa, Timur Tengah dan Asia Selatan ke wilayah Pasifik, dan sebaliknya.
Wilayah laut Indonesia juga sangat luas dengan 17.500-an pulau-pulau yang memberikan
akses pada sumber daya alam biologis yang bernilai ekonomi tinggi.
Dilihat dari sumber daya politik, Indonesia saat ini terdiri tak kurang dari 235 juta populasi
(BPS 2010). Jumlah tersebut menempatkan Indonesia sebagai Negara dengan jumlah
populasi terbesar keempat setelah China, India dan Amerika Serikat. Dalam batasan paling
primitive, kekuatan politik suatu negara sangat ditentukan oleh jumlah manusia di dalamnya.
Dalam batasan modern sekali pun, besarnya populasi tetap penting, karena roda politik yang
semakin akrab dengan rantai ekonomi saat ini menempatkan peran vital pasar yang berisi
kumpulan manusia. Selain itu, roda produksi ekonomi juga sangat membutuhkan sumber
daya manusia yang memadai. Dalam proses politik sendiri, besarnya populasi manusia juga
memperbesar kemungkinan lahirnya sumber daya berkualitas yang akan berperan dalam
upaya penguatan bangsa dan negara.
Dan yang terakhir terkait sumber daya sosial, kemajemukan yang dimiliki Indonesia
merupakan modal yang tak terhitung nilainya. Ratusan etnis dan bahasa yang dimiliki
Indonesia mengandung nilai kekayaan budaya yang tak terhingga. Namun, yang lebih
mengagumkan yaitu terbangunnya semangat dan kesepakatan politik untuk menyatukan
berbagai keberagaman itu dalam satu bangunan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dan
sebelum itu, kesepakatan politik tersebut juga sudah teruji dalam perjuangan merebut
kemerdekaan, yang sekali lagi menunjukkan bahwa kekuatan solidaritas telah menjadi modal
sosial yang sangat penting bagi pembentukan fondasi bangsa.
Namun, ternyata kebesaran tekad para “Founding Parents” berikut limpahan modal yang
dimiliki bangsa kita belum menjelma menjadi kekuatan aktual saat ini. Bahkan bangsa kita
saat ini tengah mengalami kemandegan, kalau tidak dikatakan kegagalan dalam melanjutkan
tekad besar para “Founding Parents”, mau pun dalam mewujudkan cita-cita besar
kemerdekaan. Kemandegan itu bisa kita temui dalam setiap sektor kehidupan berbanga dan
bernegara, mau pun dalam setiap butir cita-cita kemerdekaan.
Pada wilayah ekonomi, saat ini kita menemui pada kenyataan bahwa 40% dari total populasi
Indonesia masih berpendapatan kurang dari 2 dollar AS per hari. Angka pengangguran pada
tahun 2009 masih menunjukkan angka 8,97 juta jiwa (7,87%). Dan di luar itu 69,5%
angkatan kerja Indonesia masih bersandar pada sektor informal, dengan penghasilan minim
dan tidak disertai perlindungan tenaga kerja mau pun jaminan hari tua. Singkat kata,
mayoritas penduduk Indonesia masih berada pada tingkat perekonomian yang rentan, di mana
mereka bisa bisa bertahan hidup, namun ketika mendapat kontraksi kecil saja dengan mudah
akan terjatuh ke lubang kemiskinan.
Masih dalam skala makro, beberapa faktor menjadi penyebab rendahnya tingkat
kesejahteraan masyarakat Indonesia. Faktor pertama yaitu gejala deindustrialisasi, di mana
sektor manufaktur mengalami penurunan tingkat kontribusinya terhadap PDB, seiring dengan
penurunan tingkat ekspor serta melemahnya penyerapan tenaga kerja. Faktor kedua yaitu

Gerakan Perubahan Untuk Restorasi Indonesia Page 3


ketergantungan Indonesia terhadap luar negeri, terutama dalam pengadaan bahan baku untuk
industri padat karya. Faktor ketiga yaitu, terjadinya kemerosotan kualitas pertumbuhan, yang
terus menunjukkan peningkatan, namun secara riil tidak mempengaruhi kesejahteraan
masyarakat secara signifikan.
Di wilayah politik, 13 tahun era reformasi ternyata diwarnai berbagai adegan yang
mengombang-ambingkan perasaan kebangsaan kita. Evaluasi atas rezim Orde Baru diiringi
berbagai kasus kekerasan yang mengancam kesatuan bangsa. Kasus itu mencuat mulai dari
sentimen etnis, sentimen keagamaan sampai perebutan akses ekonomi mau pun politik. Di
internal suatu agama pun, terjadi berbagai benturan antar kelompok aliran. Sebut saja kasus
terrorisme kelompok islam radikal yang mengancam semua kelompok termasuk kalangan
muslim sendiri. Di sisi lain, tata laksana pemerintahan juga belum menunjukkan efektivitas
kinerjanya. Ambiguitas sistemik terjadi di sana sini. Sistem Presidensil yang dijalankan
seiring pemilihan presiden secara langsung pada tahun 2004, bergesekan dengan model multi
partai ekstrim yang lebih tepat diterapkan dalam sistem parlementer. Pada saat yang sama,
penguatan kewenangan juga terjadi di level legislatif, sehingga terjadi benturan lebih keras
antara dua lembaga tinggi Negara (presiden dan DPR) yang membuat lajur pemerintahan
tersandung oleh politik kepentingan yang kerap berakhir dengan konsesi dagang sapi.
Masih di wilayah politik, tata kelola pemerintahan juga dihiasi berbagai persoalan. Perubahan
manajemen terpusat (sentralistik) menjadi manajemen tersebar (desentralistik) tidak serta-
merta menghasilkan kesejahteraan bagi daerah. Yang terjadi justru meningkatnya intensitas
konflik di daerah akibat perselisihan pilkada, dan berbagai kasus lainnya, antara lain
terbentuknya dinasti-dinasti politik daerah, merebaknya kasus korupsi di daerah dan
sebagainya. Manajemen pelayanan publik juga masih tumpang-tindih, khususnya antara
elemen politik dengan elemen birokrasi, yang seringkali menumbalkan kepentingan sipil atau
kepentingan warga. Bahkan dalam proses Pemilu sebagai periode awal siklus politik pun,
berbagai persoalan sudah terjadi, khususnya terkait tata laksana yang menghasilkan
kekacauan dalam penentuan Daftar Pemilih Tetap, penghitungan sisa suara, dan sebagainya.
Dan yang tak kalah penting, posisi Indonesia di kancah pergaulan dunia tampaknya belum
beringsut menuju jajaran bangsa-bangsa besar yang terhormat. Setidaknya setiap hari kita
masih disuguhi berita tentang kasus ekspor tenaga manusia yang berujung petaka. Untuk
kasus Arab Saudi saja, tercatat 5.336 kasus kekerasan menimpa tenaga kerja Indonesia atau
TKI (migrant care, November 2010). Angka itu belum termasuk data kekerasan terhadap TKI
di Malaysia, dan negara-negara lain. Dan ironisnya, pemerintah kita belum bisa berbuat
banyak terhadap mala petaka itu. Meski pun bukan hal baru, namun sampai saat tindak
kekerasan dn penyiksaan terhadap TKI masih terus terjadi. Di satu sisi, bangsa kita masih
identik dengan eksportir tenaga kerja rendahan ke luar negeri. Di sisi lain, diplomasi Negara
kita dalam memberikan perlindungan terhadap TKI sebagai tumpah darahnya itu terlihat
lemah, sehingga kasus kekerasan tersu terjadi. Kasus lain yang menunjukkan lemahnya
diplomasi internasional kita terlihat pada upaya mempertahankan kedaulatan wilayah, di
mana pulau Sipadan dan Ligitan menjadi contoh rontoknya wilayah perbatasan negeri ini.
Kasus serupa terjadi pada Pulau Ambalat yang masih menyisakan sengketa dengan Malaysia.
Pada ranah budaya dan kepemimpinan, kita juga bisa memilah satu-persatu persoalan bangsa
ini. Pada tataran nilai, terasa jelas bahwa semangat yang terkandung dalam pancasila sebagai
ideologi negara tengah dan telah mengalami pelunturan. Salah satu nilai penting, yaitu
solidaritas yang diwujudkan melalui tradisi gotong-royong, musyawarah mufakat, keadilan,
persatuan dan kemanusiaan terasa semakin jauh dari keseharian. Yang semakin mencolok
dalam wajah bangsa ini yaitu semangat individualisme yang kian membenarkan kelompok
kuat untuk menerkam yang lebih lemah. Hal itu tidak lepas dari tradisi kepemimpinan bangsa
ini yang semakin ingkar terhadap upaya pelestarian karakter dan kebudayaan luhur, dan lebih

Gerakan Perubahan Untuk Restorasi Indonesia Page 4


sibuk dengan pemolesan wajah sendiri serta larut dalam trend yang belum tentu sesuai
dengan karakter luhur bangsa. Cara-cara berpolitik yang diterapkan pun lebih dekat dengan
model transaksi dagang sapi yang hanya melayani kebutuhan sesaat.
Tentu saja kecenderungan di atas sangat berpengaruh terhadap persenyawaan bangsa yang
notabene tersusun atas berbagai elemen yang sangat jamak. Ironisnya, kecenderungan latah
terhadap trend itu bukannya berimbas pada kekuatan untuk berkembang, tapi justru
memperlemah semangat kemandirian. Kecenderungan yang latah itu, hanya mampu
mengikuti perkembangan pada sisi gaya hidup, tanpa mampu menangkap sisi substansial
berupa penguasaan akses ilmu pengetahuan dan teknologi yang bisa memperkuat pengelolaan
sumber daya. Bangsa ini terjerumus pada tradisi parasit, yang hanya menempel pada
kekuatan lain tanpa kemampuan untuk mengembangkan kekuatan sendiri.
Secara ringkas, berbagai persoalan di atas dapat dikaitkan dengan menguapnya nilai
solidaritas yang sekian lama telah menjadi karakter khas bangsa kita. Nilai solidaritas yang
terwujud dalam tradisi musyawarah – mufakat dan gotong royong, dalam konstitusi kita telah
dikombinasikan dengan etos ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, demokrasi dan keadilan
sosial. Namun, ternyata rumusah tersebut telah mulai dilupakan, sehingga karakter
kebangsaan kita pun mulai kehilangan jati dirinya. Sebagai hasilnya, tidak mengherankan jika
sampai saat ini kita belum bisa mencapai cita-cita kemerdekaan itu.
Jika ditilik dari keempat butir cita-cita kemerdekaan, maka paparan di atas secara ringkas
akan menemukan kondisi berikut. Pertama, dalam hal perlindungan warga, kita masih
melihat banyaknya darah yang tercecer tanpa perlindungan memadai dari pemerintah. Kedua,
dalam hal kesejahteraan, kita juga melihat bagaimana mayoritas bangsa kita masih berdiri di
atas titik rawan kemiskinan. Ketiga, dalam wilayah pencerdasan, kita juga masih mendapati
11,7 anak Indonesia putus sekolah pada tahun 2009. Keempat, dalam pergaulan internasional
Indonesia belum bisa berdiri di jajaran Negara besar yang terhormat, bahkan telah dilampaui
oleh Negara-negara yang sebelumnya berada di belakang Indonesia, seperti Malaysia atau
Singapura.
Di saat yang sama, kita masih bisa berbangga mengingat catatan anak-anak bangsa yang bisa
menorehkan prestasi di dunia internasional. Sebutlah, perolehan berbagai medali dari even-
even ilmiah yang disumbangkan pelajar-pelajar kita. Atau prestasi lain yang sudah
disematkan oleh generasi muda bangsa ini semenjak periode-periode terdahulu. Namun, di
sisi lain hal itu justru membuat kita merasa lebih terenyuh lagi ketika mengikuti
perkembangan anak-anak bangsa berprestasi itu, yang ternyata tidak mendapatkan ruang dan
sarana yang memadai untuk menyalurkan bakatnya. Pada akhirnya, tak jarang kelompok-
kelompok muda potensial harus larut dalam tradisi despotik individualistis yang menggurita
dalam mainstream budaya negeri ini. Dan tidak sepenuhnya salah, jika banyak kalangan
merasa khawatir bahwa republik kita saat ini, hanya membuka ruang bagi orang-orang yang
korup.

Dasar Pemikiran: Reinkarnasi Semangat Kebangsaan


Setelah memilah satu-persatu kondisi republik saat ini, kita dihadapkan pada beberapa
pertanyaan. Puaskah kita dengan hasil yang dicapai republik saat ini? Kalau kita menjawab
puas, tentu yang perlu dilakukan hanyalah menunggu nasib dan membiarkan republik ini
menjadi apa pun, termasuk menjadi debu yang terberai akibat keruntuhannya. Namun, ketika
kita menjawab tidak, pertanyaan lain akan muncul, yaitu apa yang harus kita lakukan? Dan
ketika kita masih mengaku sebagai kaum republiken, yang peduli pada nasib bangsa ini, dan
kemaslahatan umum, tentu saja secara bijak kita akan menjawab tidak. Sub bab ini akan
mengulas konsekuensi dari ketidakpuasan itu. Konsekuensi sederhananya, berang tentu

Gerakan Perubahan Untuk Restorasi Indonesia Page 5


melakukan koreksi atas kesalahan-kesalahan yang ada, kemudian menjadikan hasil koreksi
tersebut sebagai bahan baku untuk menyusun pembenahan.
Pada bagian terdahulu, telah diuraikan adanya kesenjangan antara semangat pendirian
republik dengan kondisi kekinian, antara keberlimpahan modal potensial dengan capaian
aktual. Jalan ringkas yang bisa dicapai untuk merubah kondisi tersebut yaitu, dengan
mengembalikan semangat pendirian republik dan mengoptimalkan tata kelola potensi yang
berlimpah itu. Keduanya merupakan sepasang kunci yang tidak bisa dipisahkan. Di satu sisi,
semangat untuk mencapai cita-cita semata tidak lah cukup tanpa adanya potensi yang
memadai. Begitu juga sebaliknya, limpahan potensi sebesar apa pun tidak akan mencapai
hasil yang memuaskan tanpa dilandasi oleh semangat besar untuk meraih yang terbaik bagi
republik ini.
Dari dua titik itu lah kemajuan republik ini harus dimulai, yaitu: revitalisasi atau
pengembalian semangat kebangsaan yang telah luntur, dan peningkatan kapasitas atau
kemampuan tata kelola potensi negeri yang melimpah ini. Dua hal itu, secara umum
melibatkan tiga dimensi waktu, yaitu dimensi masa lalu, masa sekarang dan masa mendatang.
Unsur masa lalu yang diambil yaitu, penggalian kembali sejarah kejayaan masa lalu.
Penggalian kejayaan masa lalu ini tidak semata-mata romantisme mengenang sesuatu yang
telah berlalu. Lebih dari itu, sejarah kejayaan adalah bagian dari jati diri yang turut
mempengaruhi keberadaan bangsa Indonesia saat ini. Dengan begitu, penggalian kejayaan
masa lalu lebih bersifat menimba pelajaran untuk menerapkan praktik-praktik terbaik yang
pernah ada, agar bangsa ini tidak secara latah menggantinya dengan nilai lain yang belum
tentu lebih baik. Meski pun begitu, tentu saja penggalian sejarah tersebut tidak bermaksud
memindah masa lalu menuju kondisi kekinian.
Maka, perubahan atau perbaikan kondisi kebangsaan tersebut juga membutuhkan unsure
kekinian. Dalam hal ini, diperlukan suatu proses yang menyeluruh untuk mensketsa kondisi
aktual bangsa Indonesia saat ini. Pemetaan itu mencakup berbagai kelebihan dan kekurangan
yang dimiliki bangsa kita saat ini, mencakup sector ekonomi, politik mau pun budaya.
Berbagai kelebihan yang ada akan menjadi modal dasar untuk menggerakkan perubahan,
sementara kelemahan-kelemahan yang ada menjadi pekerjaan mendesak untuk dibenahi.
Dalam naskah ini, gambaran besar tentang kondisi aktual tersirat pada bab terdahulu tentang
kondisi Indonesia dalam masing-masing sector kehidupan berbangsa.
Dan yang terakhir, unsur masa depan akan menjadi penuntun arah perubahan yang ingin
dicapai. Dalam konteks ini, unsur masa depan atau tujuan perubahan secara umum sudah
tercantum dalam cita-cita kemerdekaan yang tersurat dalam pembukaan UUD 45. Meski pun
rumusan itu disusun pada masa 65 tahun silam, namun jangkauannya yang bersifat masa
depan membuat rumusan itu masih relevan untuk dijadikan sebagai penuntun arah perubahan.
Meski pun begitu, rumusan tersebut belum bersifat operasional, sehingga perlu dibedah lagi
menjadi kerangka kerja yang sistematis, disertai dengan jangkauan waktu yang terukur dan
terencana.
Pada level terakhir itu lah, terdapat lubang besar menganga, sehingga perlu upaya untuk
menambalnya. Dalam perjalanan awal bangsa ini, kita mengenal adanya rumusan naskah-
naskah BPUPKI yang menjadi landasan pembentukan republik. Kurang lebih dua puluh
tahun kemudian, ketika rezim Orde Lama berakhir, bangsa ini disambut dengan seminar
angkatan darat yang menyusun berbagai skema besar penyelenggaraan republik. Hasil
rumusan dari seminar itu yang mempengaruhi penyusunan langgam pembangunan Indonesia
mulai dari pembangunan lima tahunan, hingga periode lepas landas dua puluh lima tahunan.
Pada era reformasi ini, terutama setelah diterapkannya pemilihan presiden secara langsung,
skema penyelenggaraan negara melulu bertumpu pada janji kampanye presiden, yang tentu

Gerakan Perubahan Untuk Restorasi Indonesia Page 6


saja hanya bersifat jangka menengah (5 tahun) dan tidak dilengkapi dengan skema jangka
panjang yang menjamin terlaksananya pembangunan yang berkesinambungan.
Hal yang sangat berbeda terlihat ketika kita menengok negeri Cina, yang sudah memiliki
skema perencanaan jangka panjang hingga tahun 2080, dan itu pun dipandang belum
mencukupi, sehingga masih disusun perencanaan untuk jangkauan lebih ke depan. Dan dalam
hal pencapaian, tak satu negara pun di dunia ini yang meragukan perkembangan Cina sebagai
negara adikuasa baru. Di bidang ekonomi, Cina memiliki tingkat pertumbuhan tinggi dan
peningkatan kesejahteraan yang signifikan. Pun di bidang politik, yang meski pun banyak
dikritik terkait model demokrasi terpusatnya, namun secara riil Cina benar-benar dihormati
dan diperhitungkan dalam tataran internasional. Dan dalam budaya pun, Cina mampu
mempertahankan jati diri kebangsaannya di tengah pergaulan internasional, sembari
mengikuti perkembangan zaman tanpa harus terombang-ambing oleh trend budaya yang ada.
Meski pun begitu, penekanan pada pelajaran Cina ini bukanlah pada model sentralisasai atau
pun isolasi budaya yang kerap mendapat kritikan, tapi pada upaya konservasi nilai yang
dilakukan sembari mengikuti perkembangan zaman. Dua hal itu yang menjadi poin penting
pelajaran Cina dalam memajukan bangsanya.
Dan dalam proses pembangunan dan pengembangan bangsa itu, perlu dirumuskan suatu
langkah besar yang akan menjadi gerakan kebangsaan untuk memperbaiki kondisi aktual
yang belum memuaskan itu. Dalam ranah gerakan ini, satu lagi pengalaman menarik
dipraktikkan oleh bangsa Jepang, dengan gerakan Restorasi Meiji. Gerakan Restorasi Meiji
terjadi sebagai puncak dari keinginan masyarakat Jepang untuk mewujudkan cita-cita ideal
masyarakat kekaisaran yang sejahtera, di tengah situasi politik dalam negeri yang memburuk
akibat politik militer feodal Tokugawa, dan dari luar negeri terdapat ancaman pengaruh Barat
yang semakin menguat dan berpotensi untuk mengambil alih kedaulatan Jepang. Dalam pola
geraknya, Restorasi Meiji juga mengkombinasikan beberapa unsur dimensi kesejarahan itu
dalam konteks kejayaan kaisar masa lalu, kekuatan samurai muda yang sedang mengalami
kemerosotan kelas dan cita-cita masa depan tentang Jepang yang cerah, sehingga perlu
melakukan adopsi dan adaptasi terhadap kemajuan dan perkembangan zaman.
Untuk konteks Indonesia, gerakan seperti itu juga yang saat ini dikumandangkan oleh
Nasional Demokrat sebagai upaya untuk membangkitkan kembali kebesaran bangsa
Indonesia dalam dunia baru yang semakin sarat kompetisi dan membutuhkan kekuatan besar
untuk membangun jalan perubahan yang megah, yang bernama Restorasi Indonesia. Tentu
saja, jalan Restorasi ini tidak akan semata-mata menjiplak pengalaman Jepang untuk
diterapkan secara mentah-mentah di Indonesia, sehingga diperlukan upaya yang lebih
menyeluruh untuk menyusunnya.

Restorasi Indonesia:
Membangkitkan Kejayaan Masa Lalu dalam Gua Garba Masa
Depan
Hampir setiap negara bangsa memiliki pengalaman mengenai konservasi nilai, identitas, serta
jati diri kebangsaannya di tengah laju roda jaman yang terus bergerak ke depan. Dalam uraian
di atas telah dicontohkan sekilas pengalaman Restorasi Meiji di Jepang. Di dalam negeri,
kita masih ingat bagaimana kondisi politik nasional di akhir dasawarsa 1950-an yang
menghasilkan konflik antar kelompok sehingga lahir desakan untuk kembali kepada UUD
1945.
Secara umum, situasi yang melatarbelakangi gerakan Restorasi yaitu hilangnya basis-basis
kebangsaan yang berbenturan dengan perkembangan zaman, sehingga memunculkan
semangat baru untuk menemukan kembali nilai-nilai kebangsaan. Dalam arti harfiah,
Gerakan Perubahan Untuk Restorasi Indonesia Page 7
Restorasi yang berasal dari kata “Restore” bermakna pengembalian atau mengembalikan.
Pengembalian dalam hal ini yaitu, upaya untuk menghadirkan kembali, kejayaan bangsa yang
pernah ada, atau menghadirkan kembali nilai-nilai penting yang dianggap mulia atau
berharga untuk menandai identitas suatu bangsa. Namun, seperti disebutkan di depan,
Gerakan Restorasi tidak hanya bersandar pada unsur masa lalu semata, melainkan juga unsur
masa depan, terkait dengan adopsi perkembangan zaman, serta cita-cita kejayaan bangsa.
Satu argumen penting yang melatarbelakangi pilihan Restorasi yaitu, pandangan bahwa jati
diri suatu bangsa merupakan modal yang sangat penting untuk mendorong pencapaian cita-
cita kemajuan dan kejayaan. Hal itu lebih relevan lagi dalam konteks Indonesia, mengingat
bangsa ini terbentuk oleh kemajemukan yang sangat beragam, sehingga konsesi sosial-politik
yang telah terbangun sebagai identitas dan jati diri bangsa bisa menjadi fondasi dan pilar
utama penyangga kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan kata lain, tanpa pelestarian
jati diri dan identitas kebangsaan tersebut, maka bangsa semajemuk Indonesia akan terancam
keruntuhan.
Titik tekan terhadap jati diri kebangsaan itu lah yang secara khas menandai sebuah gerakan
Restorasi, dan sekaligus membedakan dengan bentuk-bentuk gerakan lain. Dua model
gerakan yang cukup popular dalam khasanah perubahan sosial dan gerakan politik, yaitu
model revolusi dan reformasi. Revolusi yaitu model gerakan yang bertujuan untuk mencapai
perubahan mendasar terhadap tatanan suatu masyarakat atau bangsa, dan dilakukan dengan
cara yang radikal. Hal yang hampir pasti terjadi dalam gerakan revolusi yaitu, benturan keras
antara kelompok yang menghendaki perubahan dengan kelompok yang tidak menghendaki
perubahan. Bukan hanya itu, benturan keras biasanya juga terjadi antara kelompok yang
berbeda cara dalam merintis jalan perubahan tersebut. Dengan kondisi itu, maka revolusi
selalu identik dengan jatuhnya korban dalam skala yang besar, sebagai tumbal gerakan
perubahan radikal tersebut.
Sementara itu, gerakan reformasi secara substansial menghendaki adanya suatu perubahan
yang sistematis, khususnya terkait hal-hal yang dianggap menghambat perkembangan suatu
bangsa. Perbedaannya dengan revolusi adalah, bahwa gerakan reformasi lebih menginginkan
metode yang bertahap, gradual, tidak secara radikal dan disertai dengan proses demokratisasi
dan pembenahan melalui jalur kelembagaan. Meski pun begitu, reformasi tetap menempatkan
kelompok-kelompok yang saling berhadap-hadapan yang biasa disebut sebagai kelompok
reformis dan kelompok status quo. Kedua kelompok ini lah yang saling berhadap-hadapan
dalam menjalankan agenda perubahan dalam suatu negeri.
Dalam hal metode gerakan Restorasi lebih dekat dengan metode reformasi, di mana keduanya
sama-sama dijalankan dengan cara damai, atau menghindari benturan kekuatan secara
radikal. Namun, perbedaan gerakan restorasi dengan reformasi adalah penekanan pada unsure
jati diri kebangsaan, serta pendekatan rekonsiliasi yang menempatkan elemen bangsa sebagai
kesatuan kekuatan untuk merintis perubahan. Dengan batasan tersebut, maka gerakan
Restorasi memiliki beberapa kecenderungan sifat yang spesifik sebagai berikut:
1. Menempatkan jati diri dan identitas kebangsaan sebagai unsure penting penggerak
perubahan
2. Menekankan pendekatan rekonsiliasi atau penyatuan kekuatan nasional sebagai modal
utama perubahan
3. Berorientasi pada kajayaan bangsa, dan menempatkan kemajuan dan perkembangan
zaman sebagai instrument penting mencapai tujuan bangsa.
Dari karakter gerakan Restorasi tersebut, maka hasil yang ingin dicapai yaitu kejayaan dan
keutuhan suatu bangsa di satu sisi, dengan memperkecil peluang atas terjadinya disintegrasi
dan atau perpecahan di dalam bangsa itu sendiri. Tentu saja, setiap gerakan pasti akan

Gerakan Perubahan Untuk Restorasi Indonesia Page 8


mengalami konflik kepentingan. Namun, konflik kepentingan dalam gerakan Restorasi
dilokalisir pada konflik dengan kelompok yang telah nyata-nyata bersikap parasit terhadap
perkembangan bangsa, yaitu kelompok yang telah mengingkari jati diri kebangsaan. Dengan
begitu, ideologi yang mendasari gerakan Restorasi adalah ideologi kebangsaan itu sendiri.
Dalam konteks Indonesia, tak bisa dipungkiri bahwa Pancasila sebagai ekspresi dari nilai-
nilai kebangsaan telah menjadi ideologi kebangsaan. Oleh karena itu, proses konservasi nilai-
nilai kebangsaan ini mau tak mau harus kembali mengacu kepada Pancasila sebagai senjata
spiritual, dan menempatkan keberadaan rakyat Indonesia sebagai senjata material. Secara
lebih luas, tujuan Restorasi Indonesia juga harus beriringan dengan muatan nilai yang
terkandung dalam Pancasila sendiri. Dalam hal ini, tujuan Restorasi Indonesia yaitu:
“Mewujudkan bangsa yang bermartabat, Negara yang kuat, dan Rakyat yang Sejahtera”.
Kejayaan dari tiga elemen di atas merupakan harga mati bagi Restorasi Indonesia. Dan dalam
praktiknya, memang ketiganya tidak bisa dipisah-pisahkan. Di satu sisi, bangsa yang
bermartabat akan mendorong terbangunnya negara yang kuat, dan negara yang kuat akan
mampu menciptakan kesejahteraan bagi rakyat. Di sisi lain, sebuah negara hanya akan kuat
ketika rakyatnya sejahtera, dan martabat suatu bangsa juga akan terwujud ketika terbentuk
negara yang kuat sehingga mampu melakukan konservasi terhadap nilai-nilai penting yang
meneguhkan identitas dan jati diri bangsa yang menyokongnya.
Dengan argumen tersebut, maka dipastikan bahwa suatu gerakan Restorasi hanya akan
terwujud dan mampu mencapai tujuannya ketika digerakkan oleh unsur negara. Dalam hal
ini, pemegang kekuasaan tertinggi atas suatu perubahan adalah negara itu sendiri. Maka,
gerakan Restorasi tidak menempatkan posisi vis – a – vis atau saling berhadapan antara
Negara dan rakyat. Namun, gerakan Restorasi Indonesia akan menghimpun kekuatan rakyat
untuk menjadikan semangat Restorasi sebagai metode perjuangannya, dan di sisi lain
mendesak Negara untuk menjadikan jalan Restorasi Indonesia sebagai peta jalan menuju
kemajuan bangsa.
Dalam menentukan basis kekuatan, gerakan Restorasi juga perlu melihat sekali lagi elemen
penting yang akan berpengaruh terhadap kekuatan Restorasi. Dalam hal ini, kelompok
pemuda lah kekuatan penting itu, mengingat generasi ini adalah lapisan masyarakat yang
berkembang di tengah proses ideologisasi Pancasila. Meski pun begitu, sekali lagi prioritas
penggerak ini tidak selalu mempertentangkan secara frontal antara kelompok pemuda dengan
kelompok tua. Kelompok pemuda merupakan kekuatan utama yang harus berperan aktif
dalam gerakan Restorasi Indonesia, dan di sisi lain menjadi lokomotif dalam melibatkan
elemen-elemen, mencakup kelompok orang tua, kelompok perempuan dan kelompok lain
untuk membangun budaya gotong royong, ekonomi emansipatoris, dan politik solidaritas.
Dalam sektor lain, gerakan ini juga tidak bermaksud mempertentangkan kelompok orang
kaya dengan orang miskin, kelompok pemerintah dengan warga, dan sebagainya. Sebaliknya,
sinergi antar berbagai kelompok adalah jalan yang ditempuh cara Restorasi untuk
membangun bangsa yang jaya.
Tiga sektor di atas itu juga akan menjadi pilar gerakan Restorasi, yang secara lebih lugas
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Budaya Gotong Royong
Bangunan tradisi dan karakter bangsa yang menjunjung tinggi pluralisme, kebebasan
berekspresi, solidaritas sosial (tolong-menolong), penghargaan terhadap budaya lokal,
mengembangkan ilmu pengetahuan berbasis warisan budaya bangsa, perkembangan
IPTEK yang tepat guna, dan kelestarian ekologi.
2. Politik Solidaritas

Gerakan Perubahan Untuk Restorasi Indonesia Page 9


Bangunan demokrasi yang didasarkan pada mekanisme partisipasi rakyat dari tingkat
lokal hingga terbentuknya solidaritas nasional melalui jalur partai politik dan non
partai politik dengan berbasis nilai kesetaraan antar sektor dan elemen sosial.
3. Ekonomi Emansipatoris dan Partisipatoris
Mekanisme menggerakkan potensi manusia yang produktif (perluasan kesempatan
lapangan kerja disertai kemampuan kewirausahaan dan akses permodalan untuk
mengelola sumberdaya dan sumber daya social yang selaras dengan tradisi gotong-
royong, bernilai tambah, dan berwatak nasional.
Untuk membangun ketiga pilar di atas, berikut adalah rekomendasi untuk Visi Restorasi
Indonesia:
1. Membangun Kemandirian
Tidak akan ada kemadirian politik tanpa kemandirian ekonomi. Maka Indonesia perlu
membangun kemandirian dengan cara mengefektifkan setiap potensi bangsa, dengan
disertai kerja keras yang terarah bukan dengan mengobarkan semangat anti asing atau
dengan retorika yang memicu konflik antar kelompok dalam negeri.
2. Revitalisasi Pancasila sebagai landasan filosofis berbangsa
Setiap ideologi selalu berdialektika dalam mengembangkan dirinya, adaptif dengan
kondisi zaman dan tetap berorientasi ke masa depan. Revitalisasi pancasila perlu
menekankan pada orientasi ideologi yang mewujudkan kemajuan yang pesat,
peningkatan kesejahteraan yang tinggi dan persatuan yang mantab dari seluruh rakyat
Indonesia.
3. Penyehatan Kehidupan Politik
Penyatuan antara tradisi intelektual, kebesaran hati, dan moral kepemimpinan ideal
menjadi prasyarat penting dalam mekanisme politik. Sehingga dari sikap ini kita akan
mampu melahirkan beberapa karya politik yang akan memacu budaya politik yang
sehat dan memajukan kehidupan ekonomi kearah yang produktif
4. Meneruskan kembali cita-cita kemerdekaan dan melanjutkan semangat konstitusi
dasar 1945
Dalam bidang politik bertujuan untuk mengisi kekosongan politik harian yang
ditinggalkan oleh hiruk pikuk politik lima tahunan. Jalan Restorasi Indonesia
menegaskan bahwa politik bukan hanya hajatan elektoral berkala, tapi lebih mulia
adalah politik keseharian yang membentuk karakter dan arah bangsa dan
menghadirkan kembali politik kenegaraan, kebangsaan dan kerakyatan dalam
kehidupan keseharian rakyat Indonesia. Dalam bidang budaya bertujuan untuk
memunculkan kepemimpinan yang menjadikan kebudayaan dan sejarah sebagai ciri
keberpihakan kepada rakyat, memprioritaskan pendidikan nasional sebagai
mekanisme utama dalam pembangunan karakter kepribadian bangsa dan kebanggan
nasional.

Jalan Restorasi Indonesia:


Menuju Budaya Gotong-Royong, Politik Solidaritas, dan Ekonomi
Emansipatoris – Partisipatoris

Gerakan Perubahan Untuk Restorasi Indonesia Page 10


Untuk menjalankan tujuan Restorasi tersebut, diperlukan serangkain langkah yang akan
menjadi jalan bagi tercapainya cita-cita Restorasi. Jalan Restorasi tersebut, dibedakan ke
dalam tiga sektor kehidupan berbangsa dan bernegara, mencakup sektor politik, sektor
ekonomi dan sektor kebudayaan. Rincian Jalan Restorasi dari setiap sektor tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Jalan Restorasi Budaya Indonesia
a. Memperkuat Nation Building dan Character Building
Bung Karno selalu menekankan perlunya pembangunan bangsa (nation-building),
yang jauh-jauh hari telah mewanti-wanti arti pentingnya “Nation-building and
character-building. Demikianlah, pembangunan karakter adalah prasayarat sine
qua non munculnya sikap kemandirian diri kita sebagai sebuah bangsa. Tanpa
pembangunan karakter bangsa kita menjadi kehilangan visi, orientansi, dan tujuan
dari keberadaan diri kita sebagai sebuah bangsa yang merdeka.
b. Restorasi Kepemimpinan Bangsa
Kepemimpinan yang berkarakter adalah manusia Indonesia yang menghayati
nilai-nilai bangsa Indonesia. Nilai-nilai itu kita baca dalam Pancasila. Nilai-nilai
itu adalah religiositas terbuka, kemanusiaan yang adil dan beradab, komitmen
kepada bangsa, kerakyatan yang melawan feodalisme, dan solidaritas dengan
mereka yang menderita dan dalam bahaya tersingkir dan tertindas. Bersikap
manusiawi, adil, dan beradab dalam kondisi apa pun, merupakan tanda karakter
yang luhur.
c. Restorasi Pendidikan Nasional
Yang paling penting untuk Indonesia adalah bahwa selain ada pemahaman
terhadap budaya sendiri, harus juga ditumbuhkan pemahaman dan penerimaan
terhadap budaya lain, yaitu adalah kebanggaan bahwa biarpun ada ragam budaya
(multikultur) ini, makin perlu ditumbuhkan kebanggaan bahwa kita yang sangat
beragam itu adalah satu bangsa. Karenanya, pendidikan multikultural harus
berespons terhadap kebutuhan pendidikan sesuai Dana Alokasi Pendidikan, yang
secara implisit mencakup realitas sosio-historis dan sosio-ekonomis, etnis, rasial
dari ragam budaya kita. Dengan demikian, tuntutan yang paling besar dan
mendasar adalah pendidikan berkarakter, yang sepatutnya menjadi bahan
pertimbangan yang sungguh-sungguh, dan tidak sekadar merupakan “tamsil”
penghias bibir belaka.
d. Menajamkan Spirit Bhinneka Tunggal Ika
Salah satu langkah penting dan strategis untuk menata kembali persatuan dan
kesatuan bangsa yang semakin rapuh saat ini adalah upaya revitalisasi, reposisi,
reaktualisasi, dan tentu Restorasi ”Bhinnekaa Tunggal Ika” sebagai basis
komitmen dan gerakan sosio-politik dan kultural dalam kehidupan barbangsa dan
bernegara bagi seluruh warga negara Indonesia.
e. Kekuatan Kearifan Lokal
Keanekaragaman budaya bangsa bisa dibuktikan menyimpan potensi yang begitu
dahsyat. Potensi yang sebenarnya muncul sudah sejak ratusan tahun yang lalu di
tengah-tengah kita. Pada kurun waktu terakhir ini terus terjadi klaim pihak asing
terhadap kekayaan budaya bangsa, mulai dari batik, tari Reog Ponorogo, lakon
Ilagaligo, masakan rendang, ukiran Jepara, tari Pendet dan lain sebagainya.

Gerakan Perubahan Untuk Restorasi Indonesia Page 11


f. Restorasi Paradigma Budaya Maritim
Kita perlu mengembalikan maritim pada ranah budaya pengetahuan. Local
wisdom knowledge base kita perlu lebih maju. Karena itu budaya maritim kita
tujuannya dan arahnya harus jelas. Gerakan kultural harus dibangun. Kita juga
perlu hidupkan dunia maritim dengan dunia literer. Perlu sintesa kebudayaan
bukan invasi kebudayaan. Ketajaman visi serta kesadaran terhadap posisi strategis
maritim Nusantara tersebut tentu saja tidak muncul begitu saja. Semua itu
berproses pada perkembangan karakter dan kesadaran bangsa maritim yang kuat
dan dilandasi seperangkat nilai dan budaya yang senantiasa berkembang.

2. Jalan Restorasi Politik Indonesia

a. Pengembalian gotong royong, musyawarah mufakat dan nilai-nilai Pancasila


yang lain sebagai mainstream setiap regulasi konstitusional.
Sebagai mainstream nilai sekaligus ideologi dasar yang menjiwai keberadaan
bangsa dan negara indonesia, maka setiap sila dan pancasila harus dijadikan
sebagai rujukan dalam penyusunan konstitusi dan semua kebijakan publik. Dalam
hal ini, setiap pasal dan ayat dalam berbagai regulasi harus ditinjau kesesuaiannya
dengan nilai-nilai pancasila. Salah satunya bisa diterapkan dengan melakukan
mainstreaming musyawarah dan mufakat dalam setiap regulasi yang mengatur
tentang pengambilan keputusan.
b. Melakukan Rekonsiliasi Nasional
Sebagai bangsa yang sedang berada dalam masa transisi, rekonsiliasi menjadi
kebutuhan mendesak untuk memastikan bahwa setiap elemen di bawah bangunan
kebangsaan kita bisa hidup berdampingan dengan satu arah yang sama, yaitu cita-
cita kemerdekaan. Dalam hal ini, perlu dirunut secara tegas berbagai hal yang
berpotensi menjadi pemicu disintegrasi bangsa, dan ditindaklanjuti dengan
langkah rekonsiliasi, bukan dengan tekanan represif. Hal ini perlu dilakukan,
khususnya antara kelompok yang selama ini terlibat berbagai konflik, baik konflik
kepentingan riil mau pun konflik kepentingan non materiil yang acap kali terjadi.
Hal ini merupakan salah satu perwujudan dari nilai luhur pancasila yang
mengedekankan muasyawarah mufakat dalam pengambilan keputusan.
c. Memperkokoh Supremasi Hukum
Sebagai Negara konstitusi, maka hokum menjadi aturan main yang penting dalam
penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam konteks sekarang
ini, pengembaliuan supremasi hokum menjadi sangat vital, mengingat banyaknya
kasus yang telah mengikis kepercayaan masyarakat terhadap Negara dan
konstitusi kita. Dalam hal ini, penegakan hokum tanpa pandang bulu dan berbasis
pada rasa keadilan warga menjadi poin yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.
d. Pembumian konstitusi sebagai kitab suci kebangsaan dan kenegaraan
Minimnya pemahaman warga terhadap konstitusi menunjukkan adanya jurang
antara pemahaman warga dengan aturan main berbangsa dan bernegara. Oleh
karena itu, perlu dilakukan langkah kongkrit untuk menjadikan konstitusi sebagai
pegangan dasar warga. Menyediakan aksesibilitas yang luas bagi setiap teks dan
pemahaman dasar terhadap konstitusi, sehingga konstitusi dasar negara menjadi
pemahaman dan pengetahuan hukum minimal yang wajib dikuasai oleh setiap
warga negara.

Gerakan Perubahan Untuk Restorasi Indonesia Page 12


e. Mempertegas Sistem Presidensialisme untuk Mendukung Keleluasaan Eksekutif
dalam Fungsi Penyelenggaraan Negara
Untuk menjamin efektivitas kinerja presiden, maka sistem pemerintahan perlu
dipertegas menjadi sistem presidensil yang lebih menjamin keluwesan kinerja
eksekutif. Untuk melakukan kontrol terhadap kinerja presiden, perlu dipersiapkan
mekanisme dan instrumen pengukur yang bisa memastikan bahwa program-
program presiden dijalankan dengan efektif, dan tidak menjadi jargon semata.
Alat ukur kinerja itu harus dirumuskan secara lengkap, dan disidangkan dalam
periode tahunan, atau dalam periode tertentu untuk melihat bobot kinerja
eksekutif. Meski pun bukan bertujuan untuk menyerang presiden, tapi mekanisme
ini bisa menjadi kontrol selain pelanggaran hukum, yaitu ketika kinerja eksekutif
terpilih sangat jauh dari harapan, atau secara umum dikatakan gagal (bisa dengan
ketentuan prosentase tertentu) maka parlemen berhak melakukan impeachment.
f. Membatasi perluasan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat untuk Menghindari
Kecenderungan Euforia Legislatif Heavy (terlalu kuatnya kekuasaan legislatif)
Untuk menjamin efektivitas kinerja presiden, maka sistem pemerintahan perlu
dipertegas menjadi sistem presidensil yang lebih menjamin keluwesan kinerja
eksekutif. Untuk melakukan kontrol terhadap kinerja presiden, perlu dipersiapkan
mekanisme dan instrumen pengukur yang bisa memastikan bahwa program-
program presiden dijalankan dengan efektif, dan tidak menjadi jargon semata.
Alat ukur kinerja itu harus dirumuskan secara lengkap, dan disidangkan dalam
periode tahunan, atau dalam periode tertentu untuk melihat bobot kinerja
eksekutif. Meski pun bukan bertujuan untuk menyerang presiden, tapi mekanisme
ini bisa menjadi kontrol selain pelanggaran hukum, yaitu ketika kinerja eksekutif
terpilih sangat jauh dari harapan, atau secara umum dikatakan gagal (bisa dengan
ketentuan prosentase tertentu) maka parlemen berhak melakukan impeachment.
g. Memperluas Skema Desentralisasi dari Politik menuju Desentralisasi
Administratif dan Desentralisasi Fiskal
Desentraslisasi yang baru diterapkan dalam ranah politik harus segera
disempurnakan untuk menghentikan berbagai praktik oligarkhi di tingkat lokal.
Dan sebagai skema lanjutan, perlu segera disusun skema penerapan desentralisasi
administrasi dan desentralisasi fiskal. Dua skema terakhir bertujuan untuk
mendistribusikan kapasitas teknis dan kapasitas manajemen yang lebih luas
terhadap daerah, sehingga pemerintahan daerah benar-benar bisa menjalankan
peran distribusi kekuasaan dan distribusi kewenangan negara di level daerah.
h. Membangun Sinergi antara Kekuatan Politik, Kekuatan Teknokrat dan Kekuatan
Sipil dalam Tata Kelola Pemerintahan
Salah satu kendala sistemik terjadi antara kelompok politik, birokrasi dan
masyarakat sipil dalam pelaksanaan perencanaan pembangunan. Kelompok sipil
melakukannya melalui melalui jalur partisipasi Musrenbang, kelompok birokrasi
melalu pendekatan observasi lapangan, dan kelompok politikl melalui mekanisme
jaring aspirasi masyarakat di DPR. Dalam hal ini, masing-masing kelompok
berjalan sendiri, tidak sinergis bahkan ada kecenderungan saling mencari
keuntungan sendiri. Untuk mengatasi hal itu, selayaknya ketiga jalur perencanaan
pembangunan tersebut dijalankan secara sinergis. Dalam hal ini, mekanisme
partisipasi sebagai mainstreaming proses pembangunan harus menjadi pijakan
utama. Dengan kata lain, baik program jaring asmara mau pun perencanaan oleh
birokrat, harus dilaksanakan seiring dengan mekanisme partisipasi warga. Dengan

Gerakan Perubahan Untuk Restorasi Indonesia Page 13


begitu, proses perencanaan pembangunan bisa berjalan padu di satu sisi, dan di
sisi lain kelompok teknokrat (birokrat) dan kelompok politik juga bisa
berdialektika secara langsung dengan kelompok warga dalam melakukan proses
pembangunan.
i. Penyederhanaan Partai Politik Peserta Pemilu
Kebutuhan membatasi jumlah partai politik sudah selayaknya menjadi
pertimbangan serius. Pembatasan ini harus dilakukan secara demokratis dan
konstitusional. Pembatasan dilakukan tidak dengan melarang pendirian partai
politik, tapi dengan membatasi peluang sebuah partai politik untuk berkiprah di
gedung DPR, yaitu dengan menerapkan ambang batas parlementer. Jika pada
tahun 1999 ambang batas ditetapkan sebesar 2,5%, pada tahun 2014 ini perlu
dinaikkan menjadi 5% misalnya, dan berikutnya dinaikkan menjadi 10% dan terus
dinaikkan sehingga akan mendukung terbentuknya dua partai besar saja dalam
kompetisi Pemilu.
j. Membenahi Penerapan Electoral Sistem dalam Pemilu
Electoral sistem harus diterapkan secara tegas untuk mengakomodasi kebutuhan
representasi di satu sisi, sekaligus mendukung mekanisme pemerintahan yang
sudah ditetapkan. Dalam hal ini, model proporsional bisa menjadi pilihan sistem
pemilihan. Meski pun begitu, berbagai regulasi harus ditetapkan secara tegas agar
tidak terjadi salah interpretasi atau penafsiran ganda dalam pelaksanaannya. Selain
itu, penyelenggaraan Pemilu juga harus mendapat jaminan profesionalitasnya.
k. Pemantapan Posisi Indonesia di Dunia Internasional
Sebagai mandat Pembukaan UUD 1945, negara Indonesia hadir dan berperan aktif
dalam menciptakan perdamaian dunia dan mendukung hak kemerdekaan setiap
bangsa. Jalan restorasi Indonesia menegaskan penguatan peran tersebut melalui
dua jalan; berperan lebih pro aktif dalam berbagai upaya mediasi perdamaian,
serta dalam upaya penentangan dan perlawanan terhadap penindasan suatu bangsa
terhadap bangsa lain. Dalam konteks ini, indonesia harus memiliki pendirian yang
lebih tegas dalam setiap sikap politiknya, sehingga kalangan internasional juga
akan menghargai indonesia sebagai bangsa yang layak diperhitungkan, kaena
memiliki pendirian yang konsisten terhadap cita-citanya sendiri. Kedua adalah
menguatkan pengaruh Indonesia di kawasan regional dan internasional melalui
reformasi korps diplomatik Indonesia, korps diplomatik haruslah mampu menjadi
garda terdepan politik Internasional Indonesia, menegakkan kewibawaan nasional
di luar negeri dan juga meningkatkan pengaruh melalui diplomasi internasional
yang elegan dan berwibawa.

3. Jalan Restorasi Ekonomi Indonesia


a. Diplomasi Ekonomi
Diplomasi ekonomi tidak bermaksud untuk membangun sentiment anti asing
(chauvinis), melainkan justru aktif dan terlibat dalam pergaulan Internasional
dengan tetap mengutamakan kedaulatan dan kepentingan nasional. Pemerintah
harus mengoreksi keikutsertaan dalam kesepakatan-kesepakatan internasional,
mengoreksi kesepakatan-kesepakatan dengan perusahaan-perusahan asing
(termasuk tambang) yang dinilai merugikan kepentingan nasional, termasuk di
dalamnya mengoreksi berbagai UU yang tidak selaras dengan ekonomi berbasis
emansipasi, seperti UU Penanaman Modal. Untuk mendukung langkah itu,

Gerakan Perubahan Untuk Restorasi Indonesia Page 14


pemerintah harus memiliki diplomat-diplomat ekonomi yang nasionalis, tangguh
dan tidak lembek dalam negosiasi-negosiasi internasional.
b. Kebijakan Moneter
Pemerintah harus dapat menciptakan tingkat suku bunga yang kompetitif untuk
merangsang investasi sekaligus mengurangi beban bunga. Nilai tukar harus dijaga
agar tetap stabil, dan Hot money yang masuk untuk investasi di pasar modal harus
seluruhnya menjadi cadangan devisa, sehingga apabila hot money tersebut ditarik
secara tiba-tiba tidak membuat gejolak nilai rupiah. Selain itu, pemerintah juga
harus dapat mengendalikan tingkat inflasi: apabila Struktur Industri sudah cukup
kuat dan efisien (diversity), maka ekonomi nasional akan lebih steril terhadap
ketergantungan barang impor sehingga tingkat inflasi karena pengaruh fluktuasi
nilai tukar akan lebih mudah dikendalikan.
c. Kebijakan Fiskal terkait Investasi
Pemerintah harus dapat menciptakan iklim investasi yang menarik bagi investasi
asing maupun investasi dalam negeri di sektor-sektor yang dapat menciptakan
Struktur Industri yang terintegrasi dan efisien melalui berbagai kebijakan
perpajakan baik pajak perusahaan, pajak pertambahan nilai maupun bea masuk.
Sebagai contoh, Thailand memberlakukan tax holidays bagi industri seperti
elektronik, otomotif dan banyak lainnya yang mempunyai karateristik increasing
returns. Tarif Pajak Pertambahan Nilai bagi industri domestik juga harus
terintegrasi agar harga barang dalam negeri lebih murah dan meningkatkan daya
saing terhadap produk luar negeri.
d. Kebijakan Fiskal terkait Pembaharuan dan Inovasi teknologi
Teknologi maju merupakan faktor utama untuk meningkatkan produktivitas. Oleh
karena itu, Pemerintah, melalui kebijakan fiskal, harus dapat mendorong agar
pembaharuan dan inovasi teknologi maju dapat diterapkan pada industri-industri
dalam negeri. Misalnya, biaya Litbang dapat menjadi pengurang pajak
perusahaan, bukan hanya tax deductable tetapi tax double-deductable. Artinya,
pemerintah ikut menanggung biaya litbang sebesar tarif pajak, yaitu 28% saat ini.
Pemerintah juga harus dapat berperan aktif baik secara langsung mau pun melalui
universitas negeri dan BPPT sebagai motor pengembangan teknologi industri.
e. Kebijakan Fiskal terkait Pendidikan Keterampilan
Pendidikan formal sangat penting untuk jangka panjang. Tetapi, untuk jangka
pendek pemerintah harus mampu menciptakan tenaga siap pakai sesuai keperluan
industri tertentu melalui Pendidikan Keterampilan. Pemerintah dapat bekerja sama
dengan perusahaan atau asosiasi industri menyusun kurikulum Pendidikan
Keterampilan tersebut serta memberi insentif pengurangan pajak melalui tax
double-deductable bagi perusahaan yang turut berpartisipasi.

f. Kebijakan Perdagangan
Mengurangi atau eliminasi tarif bea masuk untuk barang mentah, barang setengah
jadi serta mesin dan perlengkapan mesin agar produksi barang jadi lebih murah.
Tarif bea masuk sementara bagi produk impor yang merupakan saingan produk
industri baru (infant industry) perlu dinaikkan. Di sisi lain perlu diberi insentif
pajak untuk ekspor barang jadi misalnya tax rebate atau penurunan tarif pajak

Gerakan Perubahan Untuk Restorasi Indonesia Page 15


perusahaan. Dan terakhir, pemerintah juga perlu memberi fasilitas currency swap
yang dapat membantu pengusaha menghindari fluktuasi nilai tukar.
g. Peran BUMN
Pemerintah harus dapat meningkatkan peran BUMN, artinya memperbesar skala
ekonomis produksi untuk dapat menjadi motor pembangunan maupun
kepanjangan tangan pemerintah dalam menjalankan kebijakan ekonominya,
terutama untuk industri strategis, industri infrastruktur dan industri dengan
karakteristik increasing returns. BUMN harus dapat berperan aktif mempercepat
pembaharuan dan inovasi teknologi di industri masing-masing, baik bekerja sama
dengan universitas negeri maupun BPPT. Dan (Sebagian atau seluruh) keuntungan
(dividen) dari BUMN harus dapat digunakan untuk meningkatkan usaha kecil dan
sektor pertanian melalui pendidikan keterampilan atau bantuan teknologi untuk
meningkatkan produktivitas yang tercermin dalam APBN – redistribusi
pendapatan pemerintah dari BUMN ke masyarakat kecil.
h. Peran Pemerintah Pusat dan Daerah
Pemerintah Pusat dan Daerah bertanggung jawab atas pembangunan infrastruktur
sehingga tidak tergantung atau mengurangi ketergantungan dari pihak swasta,
seperti infrastruktur jalan, listrik, air bersih, pelabuhan, komunikasi maupun alat
transportasi. Hal ini dapat dilakukan melalui BUMN: Jasa Marga, Adhi Karya,
Widya Karya, PLN, PDAM, Pelindo, Telkom atau INKA. BUMN dalam bidang
energi seperti Bukit Asam juga harus diberi misi untuk membangun energi
terbarukan atau energi gas yang berasal dari batu bara yang lebih ramah
lingkungan dan murah (konversi batu bara menjadi gas: coal gasification atau
coal-to-methane). Apabila ada peraturan Pemerintah Pusat dan Daerah ada yang
bertentangan maka peraturan Pemerintah Pusat yang berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan undang-undang yang berlaku untuk menjamin kepastian
peraturan atau hukum. Pemerintah harus dapat menjamin pengurusan ijin investasi
secara cepat. Untuk investasi asing, ijin tenaga asing dapat dikeluarkan oleh
BKPM. Dan nyang terakhir, perlu dilakukan pemberdayaan BPPT agar lebih aktif
dalam melakukan inovasi teknologi yang dapat diterapkan di berbagai industri
untuk meningkatkan produktivitas dan menurunkan biaya produksi. BPPT diberi
tanggung jawab terhadap kesenjangan teknologi (technology gap) antara industri
dalam negeri dan industri luar negeri.
i. Pembangunan industri nasional dengan menekankan pada aspek:
Pembangunan industri dasar, antara lain industri logam (baja), industri listrik,
energi, kimia dasar, dsb guna menjamin ketersediaan bahan baku dan bahan bakar
industri. Revitalisasi dan industrialisasi pertanian guna menjamin ketersediaan
pangan bagi rakyat. Pembangunan industri barang-barang modal, yakni industri
mesin-mesin, industri pengangkutan, dsb. Ketersediaan sumberdaya alam sebagai
bahan baku dan sumber energi (alternatif) untuk segala jenis industri yang
memenuhi kebutuhan primer masyarakat.
Hal penting yang juga perlu digarisbawahi dalam pelaksanaan jalan Restorasi ini yaitu bahwa
setiap poin dari Jalan Restorasi di atas harus disinergikan dengan poin-poin yang lain. Dan
dalam lingkup yang lebih besar, setiap pilar Restorasi yang mencakup pilar kebudayaan,
perekonomian dan politik, bukan lah satu bagian terpisah dari pilar yang lain, sehingga juga
harus berjalan secara sinergis satu sama lain.

Gerakan Perubahan Untuk Restorasi Indonesia Page 16


Peran - Posisi Nasional Demokrat:
Pelopor Gerakan Perubahan untuk Restorasi Indonesia
Hal terakhir yang perlu diuraikan dalam naskah ini, adalah siapa aktor yang akan
menggerakkan Restorasi Indonesia? Di depan telah disinggung bahwa hanya Negara yang
direpresentasikan melalui pemerintah lah yang bisa menjamin efektivitas pelaksanaan agenda
Restorasi tersebut. Meski pun begitu, kita juga tidak bisa bersikap mistis dengan semata-mata
menunggu Negara melalui pemerintah sebagai perwakilannya untuk tiba-tiba tergerak
menjalankan berbagai agenda Restorasi dengan sendirinya. Di sini lah kita akan berbicara
tentang kekuatan pendorong. Yang perlu digarisbawahi adalah, bahwa untuk mendorong
pemerintah melakukan agenda Restorasi, maka diperlukan blok politik yang kuat, dan bisa
mempersatukan berbagai kelompok kepentingan baik itu partai politik mau pun kelompok
non partai politik.
Blok politik inilah yang akan menjadi lokomotif untuk mendorong isu Restorasi menjadi
mainstream agenda besar gerakan sosial-politik dalam negeri. Blok politik ini harus mampu
mempersatukan sekat antar berbagai kelompok ideologi, lapisan sosial mau pun ikatan
primordial ke dalam satu ideologi kebangsaan yang padu, dalam hal ini Pancasila. Hal ini
sangat memungkinkan, mengingat sampai usianya yang ke-65 ini, ideologi Pancasila dan
juga semangat para “founding parents” masih diakui sebagai spirit dalam menjalankan
kehidupan. Jika kita melihat pada praktik yang lebih empiris, maka bisa dipastikan bahwa
hamper semua masyarakat Indonesia masih mengakui Pancasila sebagai rumusan nilai luhur.
Di sisi lain, hampir semua masyarakat Indonesia juga masih mengakui jasa besar para
founding parents dalam menjemput kemerdekaan dan mendirikan negara republik ini.
Hal itu menunjukkan, bahwa secara ideologi tidak ada masalah dengan bangsa Indonesia.
Yang menjadi masalah adalah, ketidakmampuan pemerintah dalam menerjemahkan rumusan
ideologi bangsa tersebut dalam kehidupan sehari-hari berbangsa dan bernegara. Dan ketika
pemerintah tidak mampu melakukan itu, maka gerakan Restorasi Indonesia ini lah yang akan
menjadi pemicu bagi bergulirnya pengembalian jati diri bangsa seiring dengan upaya
memajukan republik menuju kejayaannya di masa depan. Gerakan perubahan akan terus
menerus dijalankan, sampai pemerintah sebagai representasi negara mengakomodasi dan
menerapkan butir-butir Restorasi dalam penyelenggaran negara.
Kembali pada pertanyaan awal, siapa yang akan menjadi agen untuk mendorong Restorasi
Indonesia? Dalam hal itu pulalah Nasional Demokrat didirikan. Pembacaan tentang kondisi
aktual yang berjarak dengan cita-cita pendirian bangsa ini telah mendorong para pediri
Nasional Demokrat untuk berjibaku mengabdikan tenaga, waktu dan pikiran demi tegaknya
Jalan Restorasi di Indonesia. Meski pun begitu, Nasional Demokrat juga menyadari bahwa
bangsa ini sangat besar, sehingga dibutuhkan sinergi antar kelompok untuik mendorong
agenda Restorasi tersebut. Untuk itu, Nasional Demokrat selalu terbuka bagi setiap elemen
masyarakat di Indonesia baik itu partai politik mau pun non partai politik untuk menyatukan
kekuatan demi mendorong pemerintah untuk menjalankan agenda Restorasi tersebut. Dalam
hal ini, pembangunan blok politik bersama untuk mengusung agenda Restorasi merupakan
hal penting yang harus diutamakan oleh setiap elemen masyarakat Indonesia, dan Nasional
Demokrat siap bekerja sama dengan setiap kelompok yang mau menyingsingkan lengan baju
untuk mendorong agenda Restorasi tersebut.

Gerakan Perubahan Untuk Restorasi Indonesia Page 17

You might also like