Professional Documents
Culture Documents
True God
Sebuah Kajian
Monoteisme Alkitabiah
B uku yang ditulis oleh Eric H.H. Chang ini, aslinya diterbitkan
sebagai buku cetak (Borobudur Publishing ISBN 978-979-25-
2709-4), sekarang dirilis sebagai ebook PDF gratis. Sekalipun gratis,
ebook ini masih dilindungi hak cipta, dan belum dilepas ke domain
umum. Oleh karena itu, ebook ini tidak boleh didistribusikan
kecuali dengan ketentuan berikut: (i) tidak dikenakan biaya; (ii) file
PDF-nya tidak diubah dengan cara apapun dari bentuk aslinya
seperti yang dirilis oleh website Cahaya Pengharapan Ministries.
Untuk mengunduh salinan resmi yang terbaru, silakan
mengunjungi http://cahayapengharapan.org/ (Di website ini, Anda
akan menemukan materi Alkitabiah yang lain.)
Edisi PDF ini, untuk sementara waktu, mengandung hanya Bab 1
sampai Bab 6 dari buku asli. Bab-bab selanjutnya (7-10), yang
mengkaji Yohanes 1:1,14 dengan rinci, masih ditahap pengerjaan
dan akan dirilis nanti. Para pembaca yang ingin mendapatkan edisi
lengkap ini bisa mengecek website kami dari waktu ke waktu, atau
meninggalkan alamat email di cpm@cahayapengharapan.org.
Para pembaca yang merasa tidak nyaman membaca dari
komputer tablet atau laptop, bisa membeli edisi cetaknya dari
website ini.
Buku ini dirilis ke publik dengan kerinduan yang sama yang
selalu dimiliki Eric Chang, yaitu demi kemuliaan Allah dan
pembangunan umat-Nya dalam Yesus Kristus.
E book PDF ini mengandung teks yang sama seperti buku cetak
yang asli, dengan beberapa perubahan: (i) font dan format yang
baru; (ii) penerjemahan yang lebih jelas; (iii) beberapa kesalahan
pengetikan telah diperbaiki; (iv) bookmark PDF telah ditambahkan.
Selain perbaikan umum yang disebut di atas, terdapat juga tiga
perbaikan khusus yang dilakukan untuk menyelaraskannya dengan
subjek buku, yaitu monoteisme Alkitabiah. Hal ini dilakukan demi
menghindari salah paham.
Yang pertama menyangkut terjemahan kata Lord untuk Yesus.
Kata bahasa Inggris Lord yang sering dipakai untuk menyapa Yesus,
yang sekaligus menjadi gelar kehormatan Yesus seperti dalam “the
Lord Jesus Christ”, merupakan terjemahan dari kata Yunani kurios.
Siapa saja yang mengenal bahasa Inggris dan bahasa Yunani akan
tahu bahwa kata Lord dan kurios memiliki makna yang luas dan
paling tepat diterjemahkan sebagai “Tuan”, tetapi “Tuhan” bukanlah
salah satu maknanya. “Tuan” merupakan sebuah kata yang bebas
diterapkan kepada manusia biasa dalam bahasa apa pun.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti utama bagi
“Tuhan” adalah sesuatu yg diyakini, dipuja dan disembah oleh
manusia sebagai yg Mahakuasa, Mahaperkasa, dsb. Arti
sekundernya didefinisikan sebagai sesuatu yg dianggap sbg Tuhan.
Ini bukan maknanya Lord dalam bahasa Inggris maupun kurios
dalam bahasa Yunani. Padanan Yunani untuk definisi yang
diberikan oleh KBBI adalah theos bukan kurios. Dengan kata lain,
kurios adalah salah satu gelar yang dipakai bagi theos tetapi itu tidak
berarti semua yang disebut kurios itu adalah “Tuhan”.
Atas pertimbangan ini, dan juga demi keselarasan dengan isi dan
maksud buku ini, kata “Tuhan” yang diterapkan pada Yesus dalam
Alkitab Indonesia akan ditulis sebagai “Tu[h]an”.
Yang kedua menyangkut pronomina untuk Yesus. Demi
membedakan Yesus dari Allah, semua pronomina untuk Yesus akan
ditulis dalam huruf kecil sesuai dengan tulisan penulis dan juga
kutipan-kutipan dari Alkitab. Hanya pronomina untuk Allah saja
yang akan ditulis dalam huruf besar. Akan tetapi, apabila buku ini
mengutip dari buku-buku karya orang lain, tidak ada perubahan
akan dilakukan pada pronominanya.
Terakhir, nama “Yahweh” akan dikembalikan kepada kutipan
Perjanjian Lama yang mengandung tetragramaton, YHWH. Semua
kutipan Kitab Suci dalam buku ini diambil dari ALKITAB © LAI
2001 (TB) atau Perjanjian Baru TB Edisi 2 © LAI 1998 (TBR),
kecuali dinyatakan lain.
Selain TB dan TBR, Alkitab yang banyak juga dikutip ialah Kitab
Suci Indonesian Literal Translation (KS-ILT Edisi-2). Kutipan dari
Alkitab ini akan ditandai dengan (ILT). Alkitab ini mengandung
beberapa ciri khas, dan salah satunya ialah pemakaian kata Ibrani
yang tidak diterjemahkan, tetapi ditransliterasikan, Elohim.
Mengingat kata Elohim masih terdengar asing di telinga masyarakat,
kami menghindar dari memakai istilah tersebut dengan mengutip
Alkitab versi ini yang tersedia di program SABDA Version 4.30
sebagai Modified Indonesian Literal Translation. Kutipan dari
program SABDA ini akan ditandai dengan (MILT).
Chuah SC
20 Juni 2016
Buku Sekuel
“The Only Perfect Man” adalah
lanjutan dan pasangan dari karya
Eric H.H. Chang yang sebelumnya,
“The Only True God”. Sementara
karya yang sebelumnya berpusat
pada Yahweh sebagai “satu-
satunya Allah yang benar”
(Yoh.17:3), karya baru ini berpusat
pada Yesus Kristus, Anak Allah
dan satu-satunya manusia
sempurna yang pernah hidup di
muka bumi ini. Lebih dari itu,
Allah telah meninggikan dia di
sebelah kanan-Nya sebagai wakil-
mutlak-Nya. Oleh karena itu, sub
judul buku ini, “Kemuliaan Allah
pada Wajah Yesus Kristus”
(2Kor.4:6).
Edisi 1.0 adalah edisi cetak 2011 yang asli yang diterbitkan oleh
Borobudur Publishing
Edisi 1.1 adalah edisi ebook PDF Juli 2016
B uku ini ditulis bagi pembaca umum. Oleh sebab itu, istilah-
istilah teologis dan teknis sedapat mungkin dihindari. Tujuan
karangan ini adalah untuk mengkaji monoteisme dalam Alkitab,
dengan perhatian khusus kepada ayat-ayat atau teks-teks yang
digunakan untuk menyangga doktrin trinitaris, guna melihat apa
sebenarnya yang dikatakan oleh teks-teks ini bila tidak memasukkan
gagasan-gagasan ataupun memaksakan doktrin-doktrin
kedalamnya. Untuk mengerjakan hal ini dengan baik, biasanya kita
perlu mengkaji Kitab Suci dalam bahasa-bahasa aslinya, dan bukan
hanya melalui berbagai terjemahan saja, karena sebuah terjemahan
tidak dapat sepenuhnya mengeluarkan makna dan nuansa teks asli.
Ketika membahas teks asli dalam bahasa Ibrani dan Yunani,
setiap upaya akan dilakukan untuk menolong para pembaca yang
tidak terbiasa dengan bahasa tersebut supaya dapat memahami alur
pembahasannya. Kata-kata Ibrani dan Yunani akan
ditransliterasikan (kecuali jika kata-kata itu ada dalam teks karya
referensi yang dikutip dalam buku ini) sehingga sang pembaca
mempunyai sedikit gambaran tentang pelafalannya. Namun,
eksegesis yang bersifat teknis sejauh mungkin akan dihindari bila hal
itu dipandang sulit diikuti oleh pembaca umum. Namun, hal ini
kadang-kadang tidak dapat dihindari karena para sarjana, dan orang
lain yang lebih memahami Kitab Suci, juga memerlukan materi yang
relevan untuk melihat keabsahan eksegesis yang disajikan. Sebagian
dari materi ini barangkali terlalu teknis bagi pembaca biasa, yang
mungkin mau melompati bagian-bagian ini dan membaca bagian
selanjutnya. Catatan kaki akan dibuat seminimal mungkin.
Bagi mereka yang memiliki wawasan yang lebih luas dalam
bidang Studi Alkitab, mungkin berguna jika saya menyatakan bahwa
pada umumnya saya sependapat dengan karya Prof. James D.G.
Dunn dari Durham, Inggris. Komitmennya kepada akurasi dalam
eksegesis, bersama dengan penolakannya untuk membiarkan dogma
menguasai eksegesis, merupakan komitmen saya juga. Oleh sebab
itu, tidak heran jika kesimpulan saya sering kali tidak jauh berbeda
dari kesimpulannya. Meskipun saya belum membaca semua buku
karangannya, materi yang relevan untuk buku ini dapat ditemukan
terutamanya dalam karangannya Christology in the Making dan The
Theology of Paul the Apostle. Akan tetapi, pernyataan di atas semata-
mata menyangkut metodologi, dan sama sekali tidak bermaksud
menyiratkan persetujuan total dalam intisari. Prof. Dunn tidak
melihat naskah ini sebelum diterbitkan.
Ketika frekuensi statistik dari kata tertentu diberikan, statistik
tersebut selalu berdasarkan bahasa Ibrani atau Yunani dari teks
aslinya, dan bukan terjemahan Inggrisnya.
Akhirnya, penulis ini menganggap kajian ini sebuah kajian atas
Alkitab sebagai Firman dari Allah, bukan kajian tentang gagasan dan
pendapat dari para pengarang keagamaan zaman purba semata-
mata. Oleh sebab itu, keyakinannya adalah: Allah berbicara kepada
umat manusia melalui orang-orang yang dipilih-Nya, yang dengan
setia menyampaikan pesan dan kebenaran-Nya. Dan hal ini
bersandar pada keyakinan (yang berakar dari pengalaman pribadi)
bahwa Allah itu nyata, dan bahwa Ia terlibat secara pribadi dan aktif
dalam ciptaan-Nya. Keterlibatan dan kegiatan-Nya yang personal
terungkapkan dengan sepenuhnya dan secara unik di dalam Yesus
Kristus, baik dalam perkataan maupun perbuatan.
Pendahuluan
Demikian pula dalam surat Yudas: “Allah (theos) yang esa (monos),
Juruselamat kita melalui Yesus Kristus, Tu[h]an kita, bagi Dialah
kemuliaan, kebesaran, kekuatan dan kuasa sebelum segala abad dan
sekarang dan sampai selama-lamanya. Amin.” (Yud.1:25) Jemaat
awal mengungkapkan iman monoteistiknya dalam doksologi-
doksologi yang amat indah, atau dalam puji-pujian di muka umum
yang dipersembahkan kepada Allah.
Contoh-contoh di atas menunjukkan bahwa Alkitab sama sekali
bersifat monoteistik, dan hal yang terutamanya signifikan bagi umat
Kristen adalah fakta bahwa Yesus sendiri hidup dan mengajar
sebagai seorang monoteis. Meskipun musuh-musuhnya berusaha
keji menghancurkannya dengan tuduhan palsu bahwa ia telah
berhujat (yang mendatangkan hukuman mati di Israel) oleh karena
mengklaim kesetaraan dengan Allah, fakta yang tercantum dalam
kisah-kisah Injil adalah: tidak sekali pun ia pernah mengklaim
dirinya setara dengan Allah. Sesungguhnya, bukti Injil menunjukkan
bahwa musuh-musuhnya mengalami kesulitan besar membuat
Yesus secara terbuka mengakui dirinya sebagai Mesias, yaitu raja
Mesianik yang dinanti-nantikan itu, apalagi sebagai Allah!
Sebagaimana dinyatakan di Filipi 2:6, ia “tidak menganggap bahwa
menjadi setara dengan Allah adalah sesuatu yang harus dirampas”
(MILT). Namun anehnya, inilah tepatnya yang dilakukan oleh para
trinitarian atas nama Yesus! Kita bersikeras memaksakan kepadanya
apa yang ia sendiri tolak! Namun, masalah dasariah yang
ditimbulkan dengan mengangkat Yesus ke tingkat keilahian adalah
terciptanya situasi di mana paling sedikit ada dua pribadi yang
sama-sama Allah; ini membawa trinitarianisme ke dalam konflik
dengan monoteisme Alkitab.
Perkara untuk monoteisme Alkitabiah itu seteguh batu karang
dan tidak memerlukan pembelaan sama sekali. Trinitarianismelah
yang berada dalam posisi bagaikan telur di ujung tanduk, sehingga
tidak heran apabila buku demi buku bersubjek Trinitas telah
Pendahuluan 23
“Anak Allah”
“Anak Allah” adalah gelar mesianik lain yang diturunkan dari
Mazmur 2 (khususnya ay.7,12), di mana raja Daud yang dijanjikan
akan dianugerahi suatu hubungan dengan Allah seperti hubungan
antara seorang anak dengan ayahnya. Tepatnya, hubungan yang
intim antara Yesus dengan Allah dalam Injil Yohanes memberi bukti
yang tak bisa dipungkiri akan dirinya sebagai Mesias; dan memper-
26 The Only True God
“Firman itu”
Kitab-kitab Suci
Mengenai “Kitab Suci” atau “Kitab-kitab Suci”, penting untuk
dipahami bahwa kata-kata ini adalah istilah yang digunakan dalam
Perjanjian Baru untuk merujuk kepada Alkitab Ibrani, yang disebut
“Perjanjian Lama” oleh umat Kristen. Bisa dimaklumi bila kaum
Yahudi merasa keberatan Alkitab mereka disebut demikian karena
kata “lama” cenderung menyiratkan sesuatu yang antik, dan karena
itu kelewahan atau usang. Tentu saja, “lama” bisa juga bermakna
“berasal dari zaman purba” dan karena itu harus diperlakukan
dengan hormat, akan tetapi ini tidak mengesampingkan makna
“lama” lainnya yang lebih kentara. Saya memakai istilah “lama” di
sini dengan kesadaran penuh bahwa istilah tersebut memang tidak
memadai dan tidak pantas. Saya hanya menggunakannya karena
inilah istilah yang secara universal dimengerti oleh umat Kristen,
dan juga karena fakta bahwa pada saat ini tidak ada istilah lain yang
umum diterima di antara umat Kristen sebagai penggantinya. Jika
istilah “Alkitab Ibrani” digunakan tanpa disertai penjelasan lanjutan
maka istilah ini bisa dipahami sebagai Alkitab dalam bahasa Ibrani.
Dewasa ini istilah “Kitab-kitab Suci” (baik dalam bentuk tunggal
30 The Only True God
B uku ini membahas tiga tema utama dalam Alkitab yang paling
berkepentingan bagi umat manusia:
(1) Ada satu, dan hanya satu, Allah yang benar, yang adalah Pencipta
segala yang ada. Penyataan diri dari Allah ini tercatat bagi kita
pertama-tama dalam Alkitab Ibrani (yang disebut “Perjanjian Lama”
oleh umat Kristen), dan berikutnya dalam Perjanjian Baru. Jemaat
Kristen lahir di Yerusalem, dan kelahirannya dilukiskan dalam kitab
Kisah Para Rasul. Jemaat itu adalah jemaat Yahudi, dan oleh kare-
nanya, bersifat monoteistik yang tidak mengenal kompromi.
Namun, jemaat Kristen non-Yahudi, yang tidak mempunyai
komitmen demikian kepada monoteisme, dan yang sejak sekitar
pertengahan abad ke-2 telah lepas dari induk Yahudinya, mulai
mengembangkan suatu doktrin yang menyatakan bahwa ada lebih
dari satu pribadi yang adalah Allah. Gereja non-Yahudi telah
mengambil langkah pertama yang besar untuk menjauhi
monoteisme ketika di Nikea pada 325 M mereka mendeklarasikan
bahwa doktrin ini mewakili iman gerejanya. Buku ini bertujuan
untuk menunjukkan bahwa, baik dalam Perjanjian Lama maupun
32 The Only True God
Baru, sama sekali tidak ada dasar untuk kompromi ini dengan
politeisme, yang menyamar sebagai semacam “monoteisme”.
(2) “Satu-satunya Allah yang benar”, sebagaimana Yesus memanggil
Dia (Yoh.17:3), merupakan Allah yang sangat mempedulikan
ciptaan-Nya, khususnya manusia dan kesejahteraannya. Ia
menciptakan umat manusia dengan suatu rencana kekal. Oleh
karena itu, sejak awal penciptaan manusia kita melihat Dia terlibat
secara intim dengan manusia. Keterlibatan-Nya yang luar biasa
dalam penyelamatan satu umat yang terjerat dalam kesengsaraan
perbudakan di Mesir; dan pemeliharaan-Nya akan segala kebutuhan
mereka selama 40 tahun mengembara di padang gurun Sinai yang
mengerikan, merupakan sebuah kisah yang diceritakan berulang-
ulang, bukan saja di Israel tetapi di seluruh dunia. Dalam kisah
tersebut kita juga mendapati Allah sendiri tinggal bersama dengan
umat Israel, hadirat-Nya diam di antara mereka dalam kemah yang
lebih dikenal dengan sebutan “tabernakel” (atau “Kemah Suci”)
(bdk. Yoh.1:14, “berdiam”, “berkemah”). Ia hadir bersama mereka
dan memimpin mereka melewati padang gurun dalam tiang awan
pada siang hari dan tiang api pada waktu malam. Melalui semua ini
Ia telah menunjukkan bahwa Ia bukan Allah yang transenden dalam
arti Ia menjaga jaraknya dari manusia, tetapi sebaliknya melibatkan
diri-Nya secara sangat “bersahaja” (down to earth).
Tentu saja, Allah sebagai Pencipta seluruh umat manusia tidak
hanya peduli dengan bangsa Israel tetapi dengan seluruh umat
manusia. Oleh sebab itu, terdapat isyarat-isyarat penting,
terutamanya diberikan melalui nabi-nabi Perjanjian Lama, bahwa
Allah akan datang pada suatu saat sedemikian rupa sehingga
“seluruh umat manusia akan melihatnya bersama-sama” (Yes.40:1-
5). Bahkan lebih mengagumkan lagi, Ia akan datang ke dunia dalam
rupa seorang manusia. Ini tampak jelas terungkapkan dalam
pernyataan profetis yang dimasyhurkan oleh kartu-kartu Natal
Pendahuluan 33
(Yesaya 9:5, “Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang
putra telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas
bahunya, dan namanya disebut orang: Penasihat Ajaib, Allah yang
Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai.”).
Namun anehnya, gereja non-Yahudi trinitarian telah
memutuskan bahwa Ia yang datang ke dunia ini bukanlah Dia yang
disebut “satu-satunya Allah yang benar” oleh Yesus (Yoh.17:3), dan
yang secara konsisten dipanggilnya “Bapa”, melainkan seorang
pribadi lain yang disebut “Allah-Anak”—sebuah istilah yang tidak
dapat ditemukan di manapun dalam Alkitab. Tujuan buku ini adalah
untuk menunjukkan bahwa sejumlah kecil ayat dalam Perjanjian
Baru yang dikemukakan para trinitarian untuk mendukung doktrin
mereka itu tidak memberikan bukti eksistensi “Allah-Anak”, atau
bahwa Yesus Kristus adalah Allah-Anak. Tidak diragukan sama
sekali bahwa para penulis Perjanjian Baru adalah orang-orang
monoteis, dan karena itu tidak ada cara yang benar untuk
menghasilkan doktrin trinitaris dari karangan-karangan
monoteistik—kecuali dengan memaksakan penafsiran secara tidak
benar ke dalam teks.
(3) Rencana Allah untuk menyelamatkan manusia dari kesengsaraan
(karena kegagalannya mengakui Dia sebagai Allah, Roma 1:21) bu-
kanlah sebuah rencana yang dirancang secara mendadak tanpa
dipikirkan dahulu, melainkan sesuatu yang telah terpadu ke dalam
rencana kekal-Nya bagi seluruh ciptaan menurut pra-pengetahuan-
Nya. Ini berarti rencana-Nya untuk menyelamatkan manusia sudah
ada “sebelum permulaan zaman” (2Tim.1:9).
Dalam rencana ini tokoh kuncinya ialah seorang manusia yang
telah dipilih-Nya yang diberikan-Nya nama “Yesus” (Mat.1:21;
Luk.1:31). Nama ini penting karena artinya “Yahweh menyela-
matkan” atau “Yahweh adalah keselamatan”. Orang Kristen
berbicara seolah-olah Yesus sendiri adalah penyelamat, tetapi
34 The Only True God
Kesimpulan
ada secara abadi dan bahwa Ia adalah sumber segala yang ada.
Perjanjian Lama mengakui adanya satu Allah yang personal saja,
yaitu Yahweh, sebagai satu-satunya Allah yang benar. Nama-Nya
yang muncul 6828 kali itu adalah sentral kepada keseluruhan Alkitab
Ibrani. Namun, kebanyakan umat Kristen tampaknya sama sekali
tidak menyadari kenyataan sederhana ini.
Yahweh mutlak adalah satu-satunya (monos) Allah (theos) yang
dinyatakan dalam Alkitab. Barangkali ada “banyak ilah dan banyak
tuhan” yang dipercayai orang (1Kor.8:5,6), tetapi sejauh wahyu
Alkitabiah, Yahweh adalah, menurut Yesus, “satu-satunya Allah
yang benar”. Yesus sudah pasti mengajarkan monoteisme, tetapi
pertanyaannya adalah: apakah kita sebagai murid-muridnya
sungguh-sungguh orang monoteis?
Perlu dipahami dengan jelas bahwa monos bukan kata yang dapat
direntangkan maknanya menjadi sebuah kelompok yang terdiri dari
beberapa pribadi, suatu kumpulan yang terdiri dari beberapa entitas,
atau suatu golongan yang terdiri dari sejumlah tokoh. Berikut
definisi monos menurut Kamus PB Yunani-Inggris BDAG yang
berwenang: “1. sebagai satu-satunya entitas dalam suatu golongan,
satu-satunya, sendiri kata sifat a. dengan fokus sebagai satu-satunya.
2. penanda batasan, satu-satunya, sendiri, [monon] jenis netral,
dipergunakan sebagai kata keterangan.”
Kata “Allah” dan istilah “satu-satunya Allah” dalam Perjanjian
Baru, tanpa dapat disangsikan selalu merujuk kepada Allah dari PL,
Yahweh. Lalu mengapa nama “Yahweh” tidak muncul dalam PB
seperti dalam Alkitab Ibrani? Jawaban kepada pertanyaan ini terletak
pada dua kenyataan penting:
(1) Dampak yang meluluh-lantakkan dari Pembuangan ke atas Israel
sebagai sebuah bangsa akhirnya membuat mereka insaf. Bangsa
Israel mulai menyadari bahwa alasan dari pembuangan dahsyat itu
dan kehancuran mereka sebagai sebuah bangsa bersandar pada fakta
40 The Only True God
Untuk alasan ini juga, umat Yahudi sejak berabad-abad yang lalu hingga
1
Riwayat Pribadi
zaman tidak bisa datang dan Yesus tidak bisa kembali, karena Injil
tidak bisa dikabarkan kepada bangsa-bangsa tersebut.
Kebanyakan orang Kristen tampak nyaris tidak menyadari sama
sekali, atau pun mempedulikan hal-hal demikian. Oleh sebab itu,
nyaris tidak ada keprihatinan untuk menjangkau umat Muslim.
Kebanyakan orang Kristen tidak tahu apa-apa tentang agama Islam,
selain itu juga tidak tertarik dengan mereka dan keselamatan
mereka. Pada umumnya hanya ada sedikit semangat atau nyala api
spiritual dalam gereja-gereja. Apakah ada masalah rohaniah yang
lebih mendalam di dalam gereja itu sendiri yang terletak pada
akarnya?
Jika kita mempertimbangkan hubungan antara Islam dengan
Kekristenan dalam sejarah, kita ingat bahwa hanya tiga ratus tahun
setelah Syahadat Nikea ditetapkan dalam gereja (yang memprokla-
mirkan Allah terdiri dari tiga pribadi alih-alih satu), Islam tampil ke
atas pentas sejarah dunia. Sekali lagi Islam memproklamirkan
monoteisme radikal yang telah diproklamirkan dalam Alkitab
Ibrani. Sejak saat itu dan seterusnya, Kekristenan yang telah tersebar
luas dengan cepat ke segala penjuru dunia selama tiga abad pertama,
sekarang terdorong mundur ketika berhadapan dengan kekuatan-
kekuatan Islam monoteistik. Adakah pesan rohaniah untuk kita di
sini? Jika ada, dapatkah kita melihatnya?
Saya mulai sadar bahwa saya perlu menilai kembali apakah kita
orang Kristen sungguh-sungguh adalah orang monoteis. Apakah
kita benar-benar telah setia kepada wahyu Alkitabiah? Banyaknya
buku-buku yang dikarang oleh para teolog Kristen yang berusaha
untuk menerangkan dan membenarkan “monoteisme Kristiani”
menandakan adanya persoalan: Mengapa begitu banyak upaya
dibutuhkan untuk menerangkan atau membenarkan “monoteisme”
macam ini? Pada saat saya sedang memikirkan kembali pertanyaan
“monoteisme Kristiani” ini saya membaca ulang sebuah monograf
akademis yang saya miliki. Monograf ini adalah koleksi esai para
Pendahuluan 47
Yesus sang Anak dan Roh Kudus Allah, tetapi tidak terdapat doktrin
tentang satu Allah dalam tiga pribadi (wujud), tidak ada doktrin
tentang ‘Allah Tritunggal’, ‘Trinitas’.” (Christianity, hlm.95)
juga tidak keberatan memasukkan Yesus sebagai satu ilah di antara banyak
ilah di kuil Romawi. Hal yang membuat mereka marah ialah penolakan orang
Kristen mula-mula untuk mengakui kaisar sebagai ilah. Hal ini berakibat
kepada beberapa peristiwa penganiayaan terhadap orang Kristen, karena
penolakan mereka untuk menyembah kaisar dianggap sebagai bukti
ketidaksetiaan kepada pemerintahan Romawi. Namun, di pihak mereka,
orang Kristen sudah tentu, tidak terlalu merasa senang dengan sebagian orang
Pendahuluan 59
Roma yang tidak keberatan memuliakan Yesus sebagai ilah di samping ilah-
ilah mereka yang lain. Dan jika para pemuja berhala saja rela mengakui
keagungan Yesus dengan memberikannya tempat di antara ilah-ilah mereka,
mengapa orang Kristen (non-Yahudi) tidak rela memuliakan dia dengan cara
yang sama, yaitu, sebagai Allah? Hal ini membantu membuka jalan untuk
trinitarianisme.
3
“Hupostasis dan ousia pada mulanya adalah sinonim, kata yang pertama
Stoa dan yang terakhir Platonis, yang artinya, eksistensi nyata atau esensi, dari
suatu benda.” J.N.D. Kelly, Early Christian Doctrines, hlm.129.
60 The Only True God
individu yang terpisah dan berbeda yang hidup di dalam dia, atau
hidup dengan dia sebagai pribadi yang lain! Sayangnya, ini bisa
dipandang benar untuk orang yang menderita penyakit skizofrenia,
tetapi untuk mengemukakan bila demikian halnya dengan Allah
adalah kegilaan, atau lebih parahnya, penghujatan.
“Allah itu Roh” (Yoh.4:24) sebagaimana dikatakan Yesus, akan
tetapi, tanpa ragu kita menyatakan bahwa Roh Allah, Roh Tuhan,
Roh Kudus itu sebenarnya adalah pribadi yang berbeda dari-Nya.
Malangnya, sebagai orang trinitarian, kita telah begitu terbiasa
dengan pengajaran seperti ini sehingga tidak lagi mampu melihat
kekonyolannya (absurdity). Kita meyakinkan diri sendiri bahwa kita
tentu tidak sebodoh itu. Masalahnya bukan kebodohan melainkan
kebutaan—dan kita mengira hanya orang Yahudi sajalah yang
mengalami kebutaan (Ef.4:18; Rm.11:25, khususnya berkenaan
dengan Yesus sebagai Mesias)!
Oleh karena Alkitab itu nyata-nyata bersifat monoteistik
(sehingga sebuah uraian secara monoteistik atasnya tidak
memerlukan pembenaran apapun), maka berikut ini adalah sebuah
upaya untuk mempelajari bagaimana memahami Kitab Suci dengan
semestinya: secara monoteistik. Ini bukan tugas yang mudah untuk
seorang yang telah berkecimpung dalam trinitarianisme seperti diri
saya. Akan tetapi, hal ini harus dilaksanakan oleh anugerah Allah,
demi menangkap kebenaran-Nya. Sudah saatnya kita “menyelidiki
dan memeriksa hidup kita, dan berpaling kepada TUHAN
(Yahweh)” (Rat.3:40).
“Monoteisme” Trinitaris
titik fokus mana yang kita pilih, titik fokus itu tidak akan bisa
menjadi satu-satunya yang kita pilih, karena itu tidak pernah bisa
sesuai dengan monoteisme Alkitabiah.
Trinitarianisme berbicara tentang tiga pribadi yang semuanya
sama-sama Allah, kemudian mengklaim suatu tempat dalam
monoteisme dengan mengubah definisi Allah menjadi “kodrat
ilahi”, “hakikat” atau “Ke-Allahan” (“Godhead”) yang dibagi oleh
ketiga pribadi itu; yang artinya tentu saja bahwa “Ke-Allahan” ini
sama sekali tidak identik dengan satu-satunya Allah yang personal
dalam Alkitab. Di mana ada kepercayaan kepada lebih dari satu
pribadi sebagai Allah, itulah politeisme menurut definisi. Hal yang
perlu kita sadari adalah bahwa pada hakikatnya trinitarianisme
adalah iman yang berbeda dari monoteisme Alkitabiah. Jadi di sini
kita bukan tengah berurusan dengan masalah penafsiran Alkitabiah
yang relatif sederhana, tetapi dengan masalah iman Alkitabiah yang
jauh lebih dalam. Dengan kata lain, yang menjadi taruhan di sini
adalah iman yang sejati atau palsu, bukan semata-mata penafsiran
Alkitab yang benar atau salah. Iman sejati atau palsu, menurut Kitab
Suci, adalah perkara hidup atau mati.
Jika pengalaman umat Israel dijadikan sebagai titik acuan, maka
transisi dari politeisme dan pemberhalaan ke monoteisme bukanlah
suatu hal yang mudah. Ini jelas melibatkan apa yang oleh Rasul
Paulus disebut “pembaruan pikiran” (Rm.12:1,2). Hal ini bukan
sesuatu yang dapat dicapai hanya dengan mengubah cara berpikir di
tingkat rasional atau intelektual. Yang harus terjadi adalah sebuah
perubahan di tingkat rohaniah, dan ini hanya bisa dilakukan oleh
pekerjaan Allah sendiri di dalam diri kita.
Kita tahu dari pengalaman betapa sulitnya mengubah sebuah
kebiasaan. Sebagai trinitarian kita telah dilatih untuk memahami
setiap nas dalam Alkitab dari sudut pandang trinitaris, yaitu satu-
satunya sudut pandang yang kita ketahui. Kita sudah terbiasa
melihat setiap ayat dari sudut pandang penafsiran trinitaris.
Pendahuluan 71
Monoteisme Yesus
Kristus dan Para-Rasul
yang Eksplisit
(“singleness”). Satu cara yang cepat untuk melihat sendiri fakta ini
adalah dengan mencari kata “single” dalam terjemahan Inggris
seperti ESV dan kemudian melihat kata dalam bahasa Ibraninya
yang diterjemahkan sebagai “single”. Dalam banyak kesempatan
akan terlihat bahwa kata 'ehad-lah yang diterjemahkan sebagai
“single”, tanpa menyiratkan adanya gagasan kesatuan. Berikut ini
adalah beberapa contoh:
Keluaran 10:19, “Not a single locust was left in all the country
of Egypt.” Atau “tidak ada satu belalangpun yang tinggal di
seluruh daerah Mesir.”
Kata “segenap” yang diulang tiga kali ini, yang meliputi diri manusia
secara keseluruhan, tidak lagi menyisakan apa-apa untuk mengasihi
ilah yang lain. Perhatikan bahwa perintah ini tidak memungkinkan
trinitarianisme untuk berfungsi, karena seberapa pun besarnya
usaha kita, kita tidak mungkin dapat mengasihi tiga pribadi yang
berbeda dengan “segenap” kita secara serentak. Kita memang bisa
mengasihi banyak orang, tetapi tidak dalam cara yang dituntut di
sini. Itu sebabnya kenapa kebanyakan orang trinitarian yang paling
bersungguh-sungguh (seperti saya dahulu) akhirnya mengasihi
Yesus secara intens dan terkonsentrasi, menjadikan dia sasaran
utama dari pengabdian dan doa kita. Adalah mustahil dalam praktek
untuk memberikan pengabdian yang sama besarnya kepada Bapa
dan kepada Roh.
Dengan demikian, tanpa disadari kita telah hidup dalam
ketidaktaatan kepada perintah terutama dari pengajaran Kitab Suci,
karena Yesus sang Mesias bukanlah “Yahweh Allahmu”, yang
sendiri seharusnya menjadi satu-satunya sasaran pengabdian kita.
Saya tidak tahu akan adanya sarjana Alkitab yang menegaskan, atau
mau menegaskan, bahwa Yesus adalah Yahweh.
Lebih penting lagi, ketiga Injil Sinoptik semuanya mencatat
bahwa Yesus sendiri mengajarkan Ulangan 6:5 sebagai perintah
agung dan terutama dari “hukum Taurat dan kitab para nabi”
(Mat.22:40): Matius 22:37; Markus 12:30; Lukas 10:27. Namun,
bukannya mengasihi “Yahweh Allahmu”, kita memilih untuk
mengasihi Yesus sebagai sasaran utama dari pengabdian kita, tanpa
menghiraukan pengajarannya. Tidakkah ini seharusnya membuat
kita merenungkan kembali kata-katanya, “Mengapa kamu berseru
kepadaku: Tu[h]an, Tu[h]an, padahal kamu tidak melakukan apa
yang aku katakan?” (Luk.6:46)
Kira-kira apa konsekuensinya dari ketidaktaatan semacam itu?
Yesus tidak membiarkan para pendengarnya berada dalam
kegelapan: “Banyak orang akan berkata kepadaku pada hari itu:
Bab 1 — Monoteisme Yesus yang Eksplisit 83
Syema
Yesaya 45:5, “Akulah Yahweh dan tidak ada yang lain; kecuali
Aku tidak ada Allah.”
Yesaya 45:14, “tidak ada yang lain; di samping Dia tidak ada
Allah!”
tidak terlalu mengejutkan bila dewasa ini tidak banyak orang Kristen
yang menyebut dirinya murid-murid Yesus.
Syema’ (Ul.6:4) mendeklarasikan: “Dengarlah, hai orang Israel:
TUHAN [Yahweh] itu Allah kita, TUHAN [Yahweh] itu esa!”
Di pihak lain, trinitarianisme mendeklarasikan: “Dengarlah hai
Gereja, Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu tiga.” (Makna dasar kata
“Trinitas: 1. tiga: sebuah kelompok yang terdiri dari tiga. 2. ketigaan
(Threeness): kondisi keberadaan sebagai tiga pribadi atau tiga benda
[abad ke-13, Melalui bahasa Perancis Kuno trinite, dari Latin
trinitas, dari trinus ‘lipat tiga’]” Encarta Dictionary, demikian juga
The Concise Oxford Dictionary, dsb.)
Ini merupakan dua pernyataan yang sama sekali berbeda, secara
fundamental tidak kompatibel, dan saling eksklusif. Kesesuaian
macam apa yang mungkin ada antara sebuah syahadat yang di satu
sisi berbicara tentang kesatuan sebuah kelompok yang terdiri dari
tiga pribadi yang sama-sama setara, sama-sama kekal dalam Ke-
Allahan, dan di sisi lain, sebuah deklarasi bahwa Yahweh adalah
satu-satunya Allah tanpa ada yang menyamai? Orang yang
bersikeras akan adanya kesesuaian antara syahadat yang
bertentangan tentang Allah ini pasti sudah kehilangan kemampuan
berpikirnya.
Mengapa Syema’ itu begitu relevan bagi kita? Pertama, karena itu
adalah deklarasi monoteisme yang fundamental, dan kedua, karena
jemaat Allah yang sejati adalah perwujudan “Israel milik Yahweh”
(Gal.6:16); “Lagipula, jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu
juga adalah keturunan Abraham dan ahli waris menurut janji Allah.”
(Gal.3:29); “Sebab orang Yahudi sejati bukanlah orang yang lahiriah
Yahudi dan sunat sejati bukanlah sunat yang dilakukan secara
lahiriah. Tetapi orang Yahudi sejati ialah orang yang tidak tampak
keyahudiannya dan sunat sejati ialah sunat di dalam hati, secara
rohani, bukan secara harfiah. Pujian bagi orang seperti ini datang
bukan dari manusia, melainkan dari Allah.” (Rm.2:28,29)
88 The Only True God
Perintah Pertama
Keluaran 20:3 “Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku.” “Ku”
yang berbicara di sini diperkenalkan di dua ayat pertama:
4
Yesus yang menjadi “satu” dengan Bapa di sini dikaitkan dengan
penerimaan “nama-Mu yang telah Engkau berikan kepadaku”. Yang sama
berlaku untuk murid-muridnya; sebab bagaimana lagi mereka bisa “dipelihara
dalam nama-Mu” kecuali jika mereka ada di bawah Nama-Nya atau menyan-
dang Nama-Nya (kurang lebih seperti istri yang menyandang nama
suaminya)? Menerima Nama-Nya berarti menerima “kemuliaan”-Nya [untuk
persamaan antara “nama” dan “kemuliaan”, bdk. mis. Mzm.102:15; Yes.42:8;
94 The Only True God
43:7; 48:11; 59:19; Yer.13:11; dst.]; Yesus menerima kemuliaan Bapa (Nama)
dan juga memberikannya kepada murid-muridnya: “Aku telah memberikan
kepada mereka kemuliaan yang Engkau berikan kepadaku, supaya mereka
menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu” (Yoh.17:22). Ini penting untuk
pemahaman kita atas Matius 28:19, karena untuk dibaptis dalam, atau ke
dalam, Nama Bapa artinya datang di bawah Nama-Nya sebagai milik
kepunyaan-Nya (1Ptr.2:9), dipersatukan dengan-Nya, dan dengan demikian
berada di bawah pemeliharaan “Nama-Mu (Nya)”.
Bab 1 — Monoteisme Yesus yang Eksplisit 95
tetapi tidak bisa dibuktikan bahwa yang ketiga juga ilahi, maka
jelaslah tidak ada dukungan perkara yang bisa dibuat untuk Trinitas.
Lagipula, hanya istilah “Anak” yang ringkas saja yang muncul dalam
ayat ini; dapatkah diasumsikan begitu saja bahwa yang dimaksud
adalah “Anak Allah”, bukan “Anak Manusia”? Pertanyaan ini
penting pertama-tama karena Yesus tidak pernah berbicara tentang
dirinya sebagai Anak Allah; sebab meskipun istilah “Anak Allah”
muncul 10 kali dalam Injil Matius, di mana 9 kalinya merujuk
kepada Yesus, tetapi tidak satu pun dari pemunculan itu dipakai
oleh Yesus untuk merujuk kepada dirinya sendiri. Oleh sebab itu,
tidak ada alasan untuk menduga bila ia memakai gelar itu untuk
dirinya sendiri di Matius 28:19.
Istilah “Anak Manusia”, yang muncul 28 kali dalam Injil Matius,
merupakan gelar yang dipilih oleh Yesus untuk merujuk kepada
dirinya sendiri. Oleh sebab itu, bukankah wajar inilah yang dimak-
sudkan dengan “Anak” di Matius 28:19?
Sekalipun jika kita berasumsi bahwa yang dimaksud Yesus adalah
Anak Allah, bertentangan dengan pemakaian konsistennya di
Matius, kita masih perlu membuktikan bahwa “Anak Allah” itu
sebuah gelar ilahi. Dengan meneliti bukti dalam Matius, paling
banyak dapat ditunjukkan bahwa itu adalah sebuah gelar
kehormatan dan pengagungan rohani. Kita sama sekali tidak dapat
membuktikan keilahian gelar “Anak Allah” dalam arti merujuk
kepada Allah atau kepada pribadi lain yang setara dengan Dia. Di
Ucapan Bahagia Yesus menyatakan, “Berbahagialah orang yang
membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah”
(Mat.5:9). Perhatikan bahwa dari sembilan contoh, di mana gelar
“Anak Allah” dikenakan kepada Yesus, dua contoh yang pertama
adalah perkataan Iblis yang terkenal “jika engkau adalah Anak
Allah” yang diucapkan pada waktu Pencobaan (Mat.4:3,6); contoh
yang berikutnya diucapkan oleh dua laki-laki yang kerasukan setan
di Matius 8:29; tiga contoh lainnya dipakai dalam bentuk cemoohan
Bab 1 — Monoteisme Yesus yang Eksplisit 99
2Korintus 13:13
Hal yang sama berlaku untuk 2Korintus 13:13: “Anugerah Tu[h]an
Yesus Kristus, dan kasih Allah, dan persekutuan Roh Kudus
menyertai kamu sekalian”. Dalam penulisan Paulus, “Tu[h]an Yesus
Kristus” bukanlah sebuah gelar yang menempatkan dia setara
dengan Allah, tetapi berbeda dari “satu Allah” itu sebagaimana
terlihat di 1Korintus 8:6, di mana ia menyatakan bahwa bagi kita
hanya ada “satu Allah saja, yaitu Bapa, dan satu Tu[h]an saja, yaitu
Yesus Kristus” atau, dengan memakai kata-kata dari 1Timotius 2:5,
“Karena Allah itu esa dan esa pula pengantara antara Allah dan
manusia, yaitu manusia Kristus Yesus”.
2Korintus 13:13 tidak bernilai untuk trinitarianisme karena baik
“Bapa” maupun “Anak” tidak disebut. Fakta bahwa Yesus disebut
sebelum Allah menunjukkan bahwa “anugerah” dan “kasih” di sini
ada hubungannya dengan keselamatan, karena tak seorang pun
datang kepada Bapa kecuali melalui Kristus (Yoh.14:6); karena Allah
dalam hikmat-Nya yang kekal telah memutuskan bahwa “di bawah
kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia
Bab 1 — Monoteisme Yesus yang Eksplisit 101
kita baca dalam kitab-kitab Injil, kita akan melihat bahwa “kesatuan”
dengan Allah yang dibicarakan oleh Yesus bukanlah kesatuan
eksklusif antara dia dengan Bapa, tetapi suatu kesatuan yang
mencakup semua orang beriman; dan justru kesatuan yang inklusif
dari semua orang beriman dengan dirinya dan dengan Allah inilah
yang didoakan oleh Yesus di Yohanes 17:11,22: “supaya mereka
menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu.” Jika kesatuan dengan
Allah berkaitan dengan menjadi Allah, maka semua orang beriman
akan menjadi Allah melalui kesatuan ini!
Yohanes 5
15
Orang itu keluar, lalu menceriterakan kepada para pemuka
Yahudi, bahwa Yesuslah yang telah menyembuhkan dia.
16
Karena itu, para pemuka Yahudi berusaha menganiaya
Yesus, karena Ia melakukan hal-hal itu pada hari Sabat.
17
Tetapi ia berkata kepada mereka: “Bapaku bekerja sampai
sekarang, maka akupun bekerja juga.”
18
Sebab itu, para pemuka Yahudi makin berusaha untuk
membunuhnya, bukan saja karena ia melanggar peraturan
Sabat, tetapi juga karena ia mengatakan bahwa Allah adalah
Bapanya sendiri dan dengan demikian menyamakan dirinya
dengan Allah.
19
Lalu (oun, ‘oleh karena itu’) Yesus menjawab mereka,
“Sesungguhnya aku berkata kepadamu, Anak tidak dapat
mengerjakan sesuatu dari dirinya sendiri, jikalau ia tidak meli-
hat Bapa mengerjakannya; sebab apa yang dikerjakan Bapa, itu
juga yang dikerjakan Anak.”
untuk Allah; frasa ini muncul dalam PL: Yesaya 64:8, “Tetapi seka-
rang, ya TUHAN (Yahweh), Engkaulah Bapa kami! Kamilah tanah
liat dan Engkaulah yang membentuk kami, dan kami sekalian adalah
buatan tangan-Mu”, dan “Aku telah menjadi bapa Israel”, Yer.31:9;
bdk. Mal.1:6. Dan Israel berkali-kali disebut sebagai “anak” Allah
(Kel.4:22,23; Ul.14:1 “anak-anak” dalam teks Ibrani dan Yunani;
demikian juga Yes.1:2).
Allah adalah “Bapa kami” secara kolektif, maka Ia pun “Bapaku”
secara individu; karena bagaimana mungkin Dia dapat disebut
“Bapa kami” jika Dia bukan “Bapaku”? Jadi, Yesus yang menyebut
Allah sebagai “Bapanya” seharusnya tidak menjadi isu untuk orang
Yahudi, selain daripada anggapan bila ia terlalu menekankan bentuk
sapaan untuk Allah ini dalam cara yang bagi mereka dirasakan
terlalu intim sehingga tidak takzim. Namun, ini tidak layak disebut
mengklaim kesetaraan dengan Allah, yang berarti penghujatan. Ini
semua menunjukkan dengan amat nyata bahwa seluruh episode ini
adalah suatu usaha dari para pemimpin bangsa itu untuk dengan
segala cara mengarang tuduhan palsu terhadap Yesus agar ia
dijatuhkan hukuman mati, dan mengenyahkan orang yang mereka
anggap pembuat keonaran besar, sebuah duri dalam daging.
Yohanes 10
27
Domba-dombaku mendengarkan suaraku dan aku
mengenal mereka dan mereka mengikut aku,
28
dan aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan
mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan
seorangpun tidak akan merebut mereka dari tanganku.
29
Bapaku, yang memberikan mereka kepadaku, lebih besar
dari pada siapapun, dan seorangpun tidak dapat merebut
mereka dari tangan Bapa.
30
Aku dan Bapa adalah satu.”
110 The Only True God
31
Sekali lagi orang-orang Yahudi mengambil batu untuk
melempari Yesus.
32
Kata Yesus kepada mereka: “Banyak pekerjaan baik yang
berasal dari Bapaku yang kuperlihatkan kepadamu; pekerjaan
manakah di antaranya yang menyebabkan kamu mau
melempari aku?”
33
Jawab orang-orang Yahudi itu: “Bukan karena suatu
pekerjaan baik maka kami mau melempari engkau, melainkan
karena engkau menghujat Allah dan karena engkau, sekalipun
hanya seorang manusia saja, menjadikan dirimu Allah.”
34
Kata Yesus kepada mereka: “Bukankah ada tertulis dalam
kitab Tauratmu: Aku telah berfirman: Kamu adalah allah?
[Mzm.82:6]
35
Jikalau mereka, kepada siapa firman itu disampaikan,
disebut allah sedang Kitab Suci tidak dapat dibatalkan,
36
masihkah kamu berkata kepada dia yang dikuduskan oleh
Bapa dan yang telah diutus-Nya ke dalam dunia: Engkau
menghujat Allah! Karena aku telah berkata: Aku Anak Allah?
37
Jikalau aku tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan Bapaku,
janganlah percaya kepadaku,
38
tetapi jikalau aku melakukannya dan kamu tidak mau
percaya kepadaku, percayalah akan pekerjaan-pekerjaan itu,
supaya kamu boleh mengetahui dan mengerti, bahwa Bapa di
dalam aku dan aku di dalam Bapa.”
jelas: Tak ada seorang pun yang lebih besar daripada Bapaku? Atau
dengan memakai kata-kata Paulus, Bapa adalah Allah “yang ada di
atas segala sesuatu, yang harus dipuji sampai selama-lamanya”
(Rm.9:5). Dengan menyatakan bahwa “Bapa”, bukan Anak, “lebih
besar daripada siapapun” berarti Yesus telah menutup segala klaim
terhadap kesetaraan. Ia menaruh perkara ini di tempat yang tidak
bisa diperdebatkan lagi ketika menyatakan, “Bapa lebih besar
daripada aku” (Yoh.14:28).
Perhatikan bahwa seluruh isu dalam bagian teks ini dari Yohanes
10 berkisar seputar penghujatan: “Bukan karena suatu pekerjaan
baik maka kami mau melempari engkau, melainkan karena engkau
menghujat Allah, karena engkau, sekalipun hanya seorang manusia
saja, menjadikan dirimu Allah” (ay.33); dan lagi, “Engkau menghujat
Allah” (ay.36), semuanya itu dengan niat yang dinyatakan di depan
umum untuk melempari dia dengan batu sampai mati. Yesus
menolak tuduhan mereka justru karena, bertentangan dengan
tuduhan mereka, ia tidak pernah membuat klaim kesetaraan dengan
Allah.
Yesus menjelaskan apa yang dimaksud dengan “Aku dan Bapa
adalah satu” dengan kata-kata berikut, “supaya kamu boleh
mengetahui dan mengerti, bahwa Bapa di dalam aku dan aku di
dalam Bapa” (ay.38). Namun, penjelasan ini barangkali kurang
terang untuk mereka, setidaknya sampai mereka mendengar
pengajarannya di Yohanes 15:1 dyb. berkenaan dengan kesatuan
hidup dengan Bapa yang mencakup para murid.
Yesus juga menjelaskan bahwa dengan mengatakan “Aku adalah
Anak Allah” ia menunjuk kepada dirinya sebagai dia “yang
dikuduskan oleh Bapa dan yang telah diutus-Nya ke dalam dunia”
(ay.36) dan hal ini, sebagaimana ditunjukkan olehnya, tidak bisa
didakwa sebagai penghujatan. Sebab dalam sejarah Israel ada orang-
orang lain yang juga telah dikuduskan dan diutus oleh Allah kepada
umat-Nya, terutamanya Musa. Akan tetapi, hukum Taurat bahkan
112 The Only True God
”Anak Allah”
I stilah “anak Allah” bukanlah hal baru bagi umat Yahudi. Istilah
ini ditemukan dalam PL, di mana Israel disebut “anak” Allah
(Kel.4:2,23; Yes.1:2; Yer.31:9; Hos.11:1, bdk. Mat.2:15). Jadi, apa
sebenarnya maksud tuduhan yang dibuat-buat ini? Sederhananya
begini: Yesus dituduh telah memakai istilah “anak Allah” bukan
menurut pengertian konvensional tetapi sebagai klaim kesetaraan
dengan Allah—klaim yang menghujat dan ganjarannya adalah
hukuman mati menurut hukum Taurat (Yoh.19:7). Luar biasanya,
trinitarianisme sependapat dengan musuh-musuh Yesus bahwa ia
membuat klaim tersebut! Berdasarkan tuduhan palsu inilah Yesus
dihukum mati melalui penyaliban (Yoh.19:6, juga ay.15 dyb.
Mrk.14:64; Mat.26:65,66). Namun menurut trinitarianisme, tuduhan
terhadap Yesus yang mengklaim kesetaraan dengan Allah itu benar;
jika memang demikian, maka menurut hukum Yahudi ia pantas
disalib, karena klaim Yesus tidak memberikan pilihan lain kepada
Sanhedrin (yakni Mahkamah Agama, badan hukum tertinggi di
Israel) selain menghukum mati Yesus.
Namun cerita-cerita Injili tentang pengadilan Yesus jelas menun-
jukkan bahwa Yesus dihukum dan dieksekusi atas dasar tuduhan-
tuduhan palsu yang dibuat oleh saksi-saksi palsu. Kitab-kitab Injil
tidak ada yang menegaskan bila Sanhedrin berbuat hal yang benar
menurut hukum Taurat. Matius menyatakan hal tersebut dengan
sangat jelas:
Bab 1 — Monoteisme Yesus yang Eksplisit 113
59
Imam-imam kepala, malah seluruh Mahkamah Agama
mencari kesaksian palsu terhadap Yesus, supaya ia dapat dihu-
kum mati, 60 tetapi mereka tidak memperolehnya, walaupun
tampil banyak saksi dusta. (Mat.26:59,60a)
Seharusnya jelas nyata bagi setiap orang yang perseptif bahwa jika
Yesus memang telah mengklaim kesetaraan dengan Allah, maka apa
gunanya mencari bukti palsu dan saksi-saksi palsu? Bahkan saksi-
saksi palsu tidak berhasil mengarang suatu perkara yang
meyakinkan sebagaimana ditunjukkan oleh Matius 26:60 dyb.
Akhirnya, karena frustasi tidak bisa menemukan tuduhan sah atas
Yesus, mereka menuduhnya telah menghujat oleh karena klaimnya
sebagai Mesias—yang di bawah hukum Taurat tidak diganjar dengan
hukuman mati! Berikut ini adalah adegannya sebagaimana
dilukiskan dalam Injil Matius (pasal 26):
62
Lalu Imam Besar itu berdiri dan berkata kepadanya:
“Tidakkah engkau memberi jawaban atas tuduhan-tuduhan
saksi-saksi ini terhadap engkau?”
63
Tetapi Yesus tetap diam. Lalu kata Imam Besar itu kepada-
nya: “Demi Allah yang hidup, katakanlah kepada kami, apakah
engkau Mesias, Anak Allah, atau tidak.”
64
Jawab Yesus: “Engkau telah mengatakannya. Akan tetapi,
aku berkata kepadamu, mulai sekarang kamu akan melihat
Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan
datang di atas awan-awan di langit.”
65
Imam Besar itu mengoyakkan pakaiannya dan berkata: “Ia
menghujat Allah. Untuk apa kita perlu saksi lagi? Sekarang
telah kamu dengar hujatnya.
66
Bagaimana pendapat kamu?” Mereka menjawab: “Ia harus
dihukum mati!”
Perhatikan bahwa Yesus diminta untuk mendeklarasikan di bawah
sumpah apakah ia “Kristus”, yaitu Mesias, Anak Allah (ini adalah
114 The Only True God
gelar lain untuk Mesias, yang akan dibahas dengan lebih menye-
luruh berikut ini). Mengapa imam besar itu tidak menanyakan saja
kepadanya apakah ia mengklaim kesetaraan dengan Allah, yang
memang telah dituduhkan kepadanya di depan umum? Jawabannya
mudah, sebagaimana telah kita lihat, mereka tidak bisa
melemparkan tuduhan ini kepada Yesus meskipun dengan memakai
saksi-saksi palsu; jadi jelaslah bahwa ia tidak pernah membuat klaim
semacam itu, dan akan menyangkalnya lagi jika ditanyai.
Luar biasanya, bahkan untuk pertanyaan apakah ia Mesias Yesus
pun menolak memberikan jawaban langsung, menjawab hanya
dengan “Engkau telah mengatakannya”, yakni, itu adalah kata-
katamu, bukan kata-kataku. Dan berpaling dari gelar “Anak Allah”
ia malah merujuk dirinya dengan gelar yang lebih disukainya, yaitu
“Anak Manusia” (ay.64), yang menunjuk kepada nubuatan mesianik
di Daniel 7:13: “Aku terus melihat dalam penglihatan malam itu,
tampak datang dengan awan-awan dari langit seorang seperti anak
manusia”. Bagaimana tepatnya ini bisa menjadi hujatan di bawah
Hukum Yahudi tidak jelas sama sekali, dan berjilid-jilid diskusi
terpelajar tentang pengadilan Yesus tersedia bagi mereka yang ingin
mengejar perkara ini lebih jauh. Namun yang jelas Sanhedrin
bertekad untuk membunuh Yesus dengan atau tanpa bukti yang
diperlukan.
Hal yang penting untuk tujuan kita adalah menunjukkan dari
cerita-cerita Injili bahwa dakwaan-dakwaan yang dituduhkan
kepada Yesus bahwa ia mengklaim kesetaraan dengan Allah tidak
bisa bertahan sekalipun dalam persidangan yang bersikap sangat
bermusuhan dengannya, yakni Sanhedrin. Di dalam cahaya kisah-
kisah Injil, tidak bisa dimengerti bagaimana para trinitarian bisa
mengabaikan bukti dari kitab-kitab Injil dan bersikeras bahwa Yesus
memang mengklaim kesetaraan dengan Allah.
Tentu saja Yesus mengklaim keintiman istimewa dengan Allah
sebagai Bapa karena Logos Allah berinkarnasi di dalam dia
Bab 1 — Monoteisme Yesus yang Eksplisit 115
Dari semua ini jelaslah bahwa “Anak Allah” merupakan sebuah gelar
dari sang Mesias dalam Alkitab, dan jangan dirancukan dengan
“Allah-Anak” trinitaris itu. Beberapa referensi tambahan sudah
cukup untuk menetapkan fakta ini:
berkata pada umat Muslim pada Hari itu, “aku bersih dari darah
siapa pun juga” (Kis.20:26)?
Injil-injil Sinoptik
dengan Allah. Namun kebenaran ini juga muncul pada suatu bagian
dalam Injil Matius: “Semua telah diserahkan kepadaku oleh Bapaku
dan tidak seorangpun mengenal Anak selain Bapa, dan tidak
seorangpun mengenal Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya
Anak itu berkenan menyatakannya” (Mat.11:27; 28:18; bdk.
Yoh.3:35; 5:21-27; 13:3; 17:2; juga Yoh.10:15; 14:9).
Matius 11:27 telah digambarkan ibarat “petir Yohanein di siang
bolong”. Di sini kita melihat cara familier Yesus menyapa Allah
sebagai “Bapaku” seperti di Injil Yohanes. Di sini juga kita lihat
keintiman yang mendalam dari pengenalan timbal-balik yang
ditunjukkan dengan menyebut Allah sebagai “Bapa” (atau Abba).
Sebab, kecuali jika ada pengenalan timbal-balik, maka tidak ada
keintiman yang dapat dibicarakan. Ketika Yesus mewahyukan Bapa
kepada kita, kita dengan demikian ditarik ke dalam pengenalan
timbal-balik itu yang memperkenankan kita memanggil Allah
sebagai “Bapa kami” (sebagaimana diajarkan Yesus kepada murid-
muridnya, Mat.6:9), bukan sekadar formalitas, tetapi dalam
keintiman sebuah hubungan Bapa-anak.
Ayat Matius ini berperan untuk menegaskan bahwa tidak ada
perbedaan esensial antara Sinoptik dan Injil Yohanes berkenaan
dengan perihal siapa Yesus.
(1) Yesus sedang memakai istilah itu secara biasa seperti yang
digunakan dalam percakapan sehari-hari (mis. “Aku adalah seorang
pelajar”, “Aku adalah orang Indonesia”, dst.), dan dengan demikian
ia sedang membuat pernyataan tentang dirinya sebagai sang Mesias,
sang Juruselamat, atau
(2) Yesus sedang memakai “Akulah” dalam arti khusus, yaitu
merujuk kepada Keluaran 3:14 di mana ia tampil sebagai gelar bagi
Yahweh; dan jika demikian halnya, maka entah Yesus sedang
mengklaim sebagai Yahweh, atau Yahwehlah yang sedang berbicara
melalui dia.
Apakah “Akulah” dipahami sebagai (1) atau (2), tak satu pun dari
alternatif ini menyediakan bukti bahwa Yesus adalah Allah (yaitu
Allah-Anak) karena, menurut pemakaian (1), cara biasa, ia berbicara
selaku “manusia Kristus Yesus”, dan menurut pemakaian (2),
rujukan khusus itu adalah untuk Yahweh, Allah Bapa. Oleh karena
itu, ucapan-ucapan “Akulah” Yesus sama sekali tidak menyodorkan
bukti apa-apa tentang keilahian Yesus sebagai Allah-Anak dalam
skema trinitaris.
Sekarang kita akan mempertimbangkan (1) dan (2) dengan lebih
teliti dalam terang bukti Injil. Namun kita juga akan mengingat
kemungkinan Yesus memakai “Akulah” pada beberapa kesempatan
dalam arti biasa atau umum dan pada kesempatan lain dalam arti
khusus.
24
“Karena itu tadi aku berkata kepadamu bahwa kamu akan
mati dalam dosamu; sebab jikalau kamu tidak percaya, bahwa
akulah dia (egō eimi), kamu akan mati dalam dosamu.”
Bab 1 — Monoteisme Yesus yang Eksplisit 131
25
Lalu kata mereka kepadanya: “Siapakah engkau?” Jawab
Yesus kepada mereka: “Apa yang telah kukatakan kepadamu
sejak semula?
26
Banyak yang harus kukatakan dan kuhakimi tentang kamu;
akan tetapi Dia yang mengutus aku, adalah benar, dan apa
yang kudengar dari Dia, itulah yang kukatakan kepada dunia.”
27
Mereka tidak mengerti bahwa ia berbicara kepada mereka
tentang Bapa.
28
Maka kata Yesus: “Apabila kamu telah meninggikan Anak
Manusia, barulah kamu tahu bahwa akulah dia (egō eimi), dan
bahwa aku tidak berbuat apa-apa dari diriku sendiri, tetapi aku
berbicara tentang hal-hal, sebagaimana diajarkan Bapa
kepadaku.”
yang lebih disukai oleh Yesus untuk dirinya sendiri dalam keempat
Injil (semuanya 74 kali: Mat:27 kali; Mrk:14; Luk:22; Yoh:11). Baik
dalam bahasa Aram maupun bahasa Ibrani (juga Ibrani modern)
“anak manusia” adalah istilah lazim untuk “manusia” (bdk. Ef.3:5).
Hal ini tidak diketahui oleh kebanyakan orang Kristen, sehingga
mereka beranggapan bila itu semestinya semacam gelar istimewa,
dalam hal ini, sebuah gelar mesianik. Sebenarnya, secara linguistik
sudah cukup tepat jika Yohanes 8:28 diterjemahkan seperti berikut,
“Apabila kamu telah meninggikan Manusia itu (atau, manusia),
barulah kamu tahu, bahwa akulah dia (egō eimi)”. Entah “anak ma-
nusia” itu sebuah gelar mesianik atau bukan dibahas dalam sejumlah
besar buku dan artikel, tetapi hal itu tidak berkaitan secara langsung
dengan kajian ini. Yang perlu kita camkan di sini adalah bahwa
Yesus jelas menginginkan para pendengarnya (yang kebanyakan,
seperti dirinya, berbicara bahasa Aram sebagai bahasa ibu)
memperhatikan dia menyatakan dirinya sebagai “sang manusia”,
atau “sang Manusia”.
Yang ingin saya tekankan berdasarkan nas ini di Yohanes 8, dan
juga pemakaian lain dari “Akulah” dalam ucapan Yesus, adalah
bahwa “Akulah” dalam Injil Yohanes dengan sendirinya adalah
sebuah pernyataan mesianik justru karena itu menggemakan
“dialah” dari Yohanes 20:31: “tetapi hal-hal ini telah dicatat, supaya
kamu percaya bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya
karena percaya kamu memperoleh hidup dalam namanya”—Dialah
Kristus. Dengan demikian, “akulah” = “dialah”. Jadi, di Yohanes
8:28, misalnya, Yesus adalah Kristus/Mesias terlepas dari apakah
“anak manusia itu” dimengerti sebagai sebuah gelar mesianik atau
bukan. Oleh karena itu, di Yohanes 8 ini, seperti juga dalam nas-nas
lain, “Akulah” merupakan sebuah penegasan mesianik yang implisit,
bukan sebuah klaim terhadap gelar milik Yahweh.
Tentu saja adalah sebuah kesalahan untuk segera berasumsi
bahwa setiap pemunculan dari ke-23 “Akulah” dalam Injil Yohanes
Bab 1 — Monoteisme Yesus yang Eksplisit 133
“Akulah (egō eimi) jalan”? Jika saya berkata “Akulah orang Cina”,
apakah “Akulah” dalam kalimat ini menyiratkan bahwa saya sedang
membuat klaim keilahian? Di Yohanes 9:9, ketika orang-orang
memperdebatkan apakah orang buta itu benar-benar orang yang
disembuhkan oleh Yesus, ia sendiri memastikan fakta tersebut
dengan kata-kata “Akulah (egō eimi)”, yaitu mengatakan secara
tegas, “Akulah orangnya dan bukan orang lain.” Adalah lucu jika ada
yang mengemukakan bahwa dengan mengatakan “Akulah” orang
yang dulunya buta itu sedang membuat klaim implisit sebagai Allah!
Memang benar bahwa dalam bahasa Yunani, “Akulah” dalam
Injil Yohanes mengandung ciri penegas, yang menegaskan bahwa
Yesus merupakan satu-satunya jalan; sama seperti “Akulah pintu”
(Yoh.10:7,9) berarti “akulah orangnya, bukan orang lain, yang
adalah pintu.” Namun, pintu, seperti jalan, merupakan sarana yang
digunakan orang untuk keluar masuk rumah atau lapangan
berpagar. Pintu bukanlah rumah; jika tidak ada rumah atau
lapangan berpagar, maka tidak perlu ada pintu. Demikian juga, bila
tidak ada tempat tujuan, tidak perlu ada jalan.
Mengingat pembahasan di atas, tidak perlu diragukan lagi bahwa
“Akulah” dalam “Akulah jalan” dari Yohanes 14:6 berciri mesianik,
sama seperti Yohanes 8:24 dan 28; dan tentunya bukan klaim
terhadap keilahian.
mati, dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepadaku, tidak
akan mati selama-lamanya. Percayakah engkau akan hal ini?”
Jawaban Marta bukanlah, “Ya, aku percaya engkaulah Allah” tetapi
“Ya, Tu[h]an, aku percaya, bahwa engkaulah Mesias, Anak Allah,
yang akan datang ke dalam dunia.” (Yoh.11:25-27). Dengan kata
lain, Marta tidak melihat perkataan Yesus sebagai suatu klaim
terhadap keilahian melainkan sebuah pernyataan mesianik yang
diiyakannya. Sebagai seorang Yahudi Marta tahu, tidak seperti
kebanyakan orang non-Yahudi yang tidak tahu, bahwa “Anak Allah”
bukanlah sebuah gelar ilahi dalam Alkitab tetapi sebuah gelar Mesias
yang didasari oleh Mazmur 2:7.
Namun bukankah Yesus mengatakan ini pada peristiwa
kebangkitan Lazarus? Tentu saja. Akan tetapi, jika pertanyaan ini
menyiratkan bahwa membangkitkan orang mati adalah bukti
dirinya sebagai Allah, maka ini memperlihatkan ketidaktahuan yang
luar biasa akan Alkitab. Itu bukan satu-satunya peristiwa dalam
Alkitab tentang orang mati dibangkitkan. Sebenarnya ini bukan kali
pertama Yesus membangkitkan orang mati. Jauh sebelum masa
Yesus, Elia juga membangkitkan seorang anak yang sudah mati dan
tidak satu pun orang Yahudi yang pernah menganggap hal itu bisa
digunakan sebagai bukti bahwa Elia adalah tokoh ilahi! Kisah
tentang perbuatan Elia itu tercatat di 1Raj.17:17 dst., dan
mengandung kesamaan dengan kisah Yesus membangkitkan anak
seorang janda di kota Nain sebagaimana dilukiskan di Lukas 7:11-
17. Poin-poin utama dari kesamaan adalah: (1) kedua peristiwa itu
ada hubungannya dengan kehilangan seorang janda; (2) kematian
dari anak satu-satunya; (3) kata-kata pada akhir kisah Injil Lukas
setelah orang mati itu dihidupkan kembali, “Yesus menyerahkannya
kepada ibunya” (Luk.7:15), menggemakan apa yang dilakukan Elia
setelah anak itu dibangkitkan: ia membawanya turun dari kamar
atas, tempat di mana ia membawa anak itu dan berdoa kepada
Yahweh, dan mengembalikannya kepada ibunya. Mungkin saja kata-
Bab 1 — Monoteisme Yesus yang Eksplisit 137
Untuk memahami ayat ini, ada dua pilihan: (1) Mengambil “akulah”
dalam ayat ini sebagai rujukan kepada Keluaran 3:14 atau kepada
Yesaya 43:10,11. Kita harus menyadari bahwa ini berarti kita
mengatakan bahwa Yesus mengklaim dirinya sebagai Yahweh—
yaitu sebuah klaim yang tidak ingin dibuat oleh trinitarian, karena
jika Yahweh memiliki kedudukan dalam Trinitas, maka
kedudukannya adalah sebagai “Allah Bapa”, bukan “Anak”. (2)
Mengambilnya dalam arti Yahweh berinkarnasi di dalam “manusia
Kristus Yesus”, dan di sini Ia dengan gamblang tengah berbicara di
dalam Yesus dan melalui Yesus. Secara eksegetis pilihan yang
terakhir ini tentu saja tidak mustahil; tetapi tetap saja akan
berlawanan dengan trinitarianisme.
Mengapa kita mengatakan bahwa pilihan alternatiflah yang
mungkin, yaitu, bahwa Yahwehlah Dia yang sedang berbicara
melalui Yesus dengan kata-kata, “Sebelum Abraham ada, akulah”?
Hal ini dimungkinkan karena dua alasan terkait:
140 The Only True God
5
Mengenai Yohanes 8:58 baca juga Lampiran 2.
Bab 1 — Monoteisme Yesus yang Eksplisit 141
6
Statistik yang diberikan di sini adalah berdasarkan referensi yang
diberikan dalam Modern Concordance to the New Testament, Michael Darton,
editor, Doubleday, 1976, yang pada dasarnya bisa diandalkan.
Bab 1 — Monoteisme Yesus yang Eksplisit 145
23
Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang bahwa
penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam
roh dan kebenaran; sebab Bapa mencari orang-orang yang
menyembah Dia secara demikian.
Roma 15:6, “sehingga dengan satu hati dan satu suara kamu
memuliakan Allah dan Bapa Tu[h]an kita, Yesus Kristus.”
Efesus 4:6, “satu Allah dan Bapa dari semua, Allah yang di
atas semua dan melalui semua dan di dalam semua.”
Arti ayat ini pada hakikatnya tidak akan terpengaruh jika alih-alih
“Allahku” cukup dibaca “Allah” saja. Jadi, apa yang ditampilkan
dengan jelas sekali adalah penegasan dari Kristus bahwa Allah
adalah Allahnya dalam cara yang paling personal yang dapat
dinyatakan. Hal ini sangat penting untuk memahami Kristologi
kitab Wahyu (bdk. pula 3:2).
Sebagai trinitarian kita berpendapat bahwa frasa “Bapaku dan
Bapamu”, “Allahku dan Allahmu”, membedakan Yesus dari kita
karena ia tidak berkata “Bapa kita”, “Allah kita”. Namun kita menga-
baikan kenyataan bahwa dalam kalimat yang sama ia juga berkata
“pergilah kepada saudara-saudaraku”; apakah ia dengan demikian
juga membedakan dirinya dari mereka? Jika demikian, bagaimana?
154 The Only True God
7
Untuk diskusi yang lebih lengkap tentang konflik trinitaris antara aliran
Aleksandria dan Antiokhia, lihat Lampiran 11.
160 The Only True God
tersedia bagi kita (bdk. “buah Roh”, Gal.5:22) sebagai akibat dari
menjadi manusia baru dalam Kristus (2Kor.5:17).
Dengan demikian, mengatakan bahwa Yesus memiliki kodrat
ilahi tidak sama dengan mengatakan bahwa ia adalah Allah. Jelas
sekali, apa yang disebut “kodrat” oleh trinitarian adalah sesuatu yang
lebih menyerupai “hakikat”. Namun, sekali lagi, Allah bukanlah
sebuah hakikat, demikian juga manusia. Seseorang itu lebih daripada
sekadar “hakikat”nya, apapun itu. Bisa dikatakan bahwa seseorang
itu lebih daripada jumlah hakikat-hakikat, atau kodrat-kodrat, atau
sifat-sifatnya.
Dengan terminologi-terminologi yang kabur seperti “kodrat” dan
“hakikat”, tidaklah mengherankan bila doktrin dua-kodrat Kristus
menjadi masalah berduri dalam gereja sejak masa Nikea dan
seterusnya, yang berakibat pada kerancuan, perselisihan, konflik dan
perpecahan. Adakah jalan keluar untuk masalah yang diciptakan
oleh gereja itu sendiri?
Kitab Suci berbicara tentang “Roh Allah” dan juga “roh manusia”
(Ams.20:27; Pkh.3:21; Za.12:1, dst.). Dapatkah kita berbicara tentang
“roh” dalam istilah “kodrat”? Jika ya, maka “roh manusia” akan
sama dengan “kodrat” manusia, sebagai satu unsur dasariah dari
konstitusi manusia. Akan tetapi, sebagaimana diketahui setiap
orang, dalam konstitusi setiap manusia juga terdapat “daging”, dan
“daging” ini pun merupakan unsur penting dari konstitusi manusia.
Daging begitu mendefinisikan manusia, dan begitu dasariah
terhadap karakter dan sifat manusia, sehingga Alkitab berbicara
tentang eksistensi manusia cukup dengan istilah “daging” (mis.
Yes.40:6; Yoh.1:14). Namun jika “daging” mendefinisikan kehidupan
manusia, dan jika manusia juga memiliki “roh” yang juga integral
kepada “kodrat”nya sebagai manusia, maka manusia memiliki dua
“kodrat”: daging dan roh. Jika memang demikian halnya, ini berarti
Yesus sebagai Allah-manusia memiliki tiga “kodrat”: daging dan roh
manusia ditambahkan kepadanya sebagai Allah-Anak! Ini nyaris
162 The Only True God
N amun masih ada sebuah masalah yang jauh lebih serius yang
ditimbulkan oleh kristologi trinitaris: penyatuan antara Allah
dan manusia yang sedemikian rupa sehingga Allah benar-benar
menjelma ke dalam sebuah tubuh manusia secara permanen, dan
dengan demikian menjadi seorang manusia, sehingga Allah dapat
disebut sebagai manusia—seorang manusia tertentu bernama Yesus
Kristus. Trinitarianisme disajikan sedemikian rupa sehingga
Anselmus dapat berbicara tentang Allah yang menjadi manusia
(dalam bukunya yang terkenal Cur Deus Homo?). Ini jauh
melampaui antropomorfisme. Adalah satu hal untuk berkata bahwa
Allah tampil dalam bentuk manusia di Perjanjian Lama, tetapi untuk
berkata bahwa Allah menjadi seorang manusia seperti yang
dipikirkan oleh trinitarianisme, adalah hal yang sama sekali berbeda.
Ada baiknya kita mempertimbangkan apakah kita telah
melangkah terlalu jauh dengan dogma Kristiani kita, sampai-sampai
melanggar sifat Allah yang transenden; dan apakah imanensi-Nya
telah diseret ke level sehingga para teolog tidak ragu-ragu berbicara
tentang Allah yang tak takluk maut itu disalibkan dan mati di atas
Bab 1 — Monoteisme Yesus yang Eksplisit 165
“Rahasia Kristus”
Allah. Akan tetapi, orang bisa mengambil sesuatu yang telah diwah-
yukan, misalnya Alkitab, dan menjadikannya sasaran penyembahan.
Ini disebut “bibliolatri” (penyembahan Alkitab). Namun, hal ini
relatif jarang terjadi, karena biasanya unsur penting kedua dari pe-
nyembahan berhala adalah ciri antropoidnya (menyerupai manusia),
yaitu, allah buatan manusia pada umumnya memiliki ciri-ciri manu-
sia, sehingga memudahkan manusia untuk beridentifikasi
dengannya.
Dalam kasus Yesus, sesuatu yang sangat halus dan berbahaya bisa
terjadi (dan sudah terjadi). Jika ia adalah sekaligus Allah dan
manusia, maka ini berarti bahwa ia bukan saja manusia, tetapi ia
lebih daripada Allah, sebab Allah itu “hanya” Allah, sedangkan
Yesus itu keduanya Allah dan manusia. Jelas akan lebih sulit untuk
beridentifikasi dengan Allah yang sepenuhnya transenden, tidak
kelihatan, dan tidak terjangkau; tetapi jika Yesus adalah Allah yang
memiliki tubuh manusiawi yang nyata seperti yang kita miliki,
beridentifikasi dengan dia akan jauh lebih mudah. Tidak heran kalau
ia dapat dengan mudahnya menggantikan Bapa dalam doa dan
penyembahan kita.
Kita nyaris tidak perhatikan bahwa kita telah melakukan sesuatu
yang teramat serius, yakni, kini kita melihat Allah sebagai “hanya”
Allah, tetapi Yesus sebagai Allah tambah manusia. Kesempurnaan
Allah, bagi kita, tidak dipandang sempurna karena kekurangan
kualitas manusiawinya. Namun kekurangan ini ditemukan dalam
kesempurnaan Kristus, yang adalah Allah sekaligus manusia dalam
satu pribadi. Trinitarianisme (tanpa disadari tentunya) telah
menciptakan sebuah super-berhala, bahkan lebih hebat daripada
Allah sendiri, karena doktrin ini menyiratkan, hampir tak kentara,
bahwa Allah “disempurnakan” (dari sudut pandang manusiawi) oleh
penambahan kualitas manusiawi itu! Ini merupakan hasil yang tak
terelakkan dari sebuah doktrin yang bersikukuh bahwa Kristus itu
100% Allah (“Allah sejati”) dan 100% manusia (“manusia sejati”)
Bab 1 — Monoteisme Yesus yang Eksplisit 175
kian, “Pemerintahan atas dunia dipegang oleh Tu[h]an kita dan dia
yang diurapi-Nya, dan ia akan memerintah sebagai raja sampai
selama-lamanya” (Why.11:15). Namun, gagasan Yunani tentang
Allah, sang Bapa, sebagai sepenuhnya transenden dan tidak peduli
dengan urusan-urusan dunia, adalah tidak sesuai dengan Kitab Suci,
dan secara efektif mengasingkan Dia dari kita sebagai Sosok yang
jauh dan sulit didekati.
Tidak heran, kita tidak benar-benar beridentifikasi dengan
1Yohanes 1:3, “Dan persekutuan kami adalah persekutuan dengan
Bapa dan dengan Anak-Nya, Yesus Kristus”. Mengingat jauhnya
Bapa seperti yang tersirat dalam ajaran Kristen yang telah kita
terima, bagaimana kita dapat bersekutu dengan sang Bapa? Oleh
karena itu, hampir seluruh umat Kristen Injili sekarang ini bersekutu
dengan sang Anak sambil sesekali berbasa basi (pay lip service)
dengan Bapa sebagai sikap sopan terhadap Dia. Semuanya ini lahir
dari kegagalan kita dalam memahami ajaran Kitab Suci tentang
imanensi Bapa dan keterlibatan-Nya yang mendalam di dalam
keselamatan kita. Akibatnya, kehidupan rohaniah kita tidak lagi
seimbang dan malah menyimpang bila dinilai dalam terang firman
Allah. Jika suatu hari nanti kita, berkat kasih-karunia, dianugrahi
kehormatan diizinkan masuk Surga, barangkali kita akan langsung
menuju kepada Yesus, dan menyembah dia dengan rasa syukur dan
pujian, dan tidak akan (seperti seluruh kumpulan orang banyak
surgawi yang berulang-kali dilukiskan dalam Kitab Wahyu)
menyembah Bapa yang duduk di atas takhta. Betapa tidak sesuainya
kita dengan seluruh kumpulan orang banyak itu di surga—termasuk
Tu[h]an kita Yesus Kristus!
Dan apa tujuan dari salib, yaitu, kematian Yesus? Apakah tujuan
utama Yesus untuk mendamaikan dunia dengan dirinya? Apakah
pengorbanan “Anak Domba Allah” itu untuk mendamaikan umat
manusia dengan Anak Domba alih-alih dengan Allah? Menanyakan
pertanyaan-pertanyaan seperti itu sama saja seperti menjawabnya,
Bab 1 — Monoteisme Yesus yang Eksplisit 183
34
“Sebab bukan Daud yang naik ke surga, malahan Daud
sendiri berkata: Tuhan telah berfirman kepada Tuanku:
35
‘Duduklah di sebelah kanan-Ku, sampai Kubuat musuh-
musuh-Mu menjadi tumpuan kaki-Mu.’ [Mzm.110:1]
36
Jadi seluruh kaum Israel harus tahu dengan pasti bahwa
Allah telah membuat (poieō) Yesus, yang kamu salibkan itu,
menjadi Tu[h]an dan Kristus.”
184 The Only True God
U ntuk memahami apa saja dalam Kitab Suci dengan tepat, kita
harus memulai dengan memahami bahwa Kitab Suci itu Allah-
sentris, yang diungkapkan dengan jelas di Efesus 4:6, “satu Allah dan
Bapa dari semua, Allah yang di atas semua dan melalui semua dan di
dalam semua”; perhatikan keempat “semua”. “Bapa dari semua”
dalam konteks ini berbicara tentang Allah sebagai Bapa semua orang
beriman. “Di atas semua” (epi pantōn) sama persis dengan yang ada
di Roma 9:5 (itu sebabnya Roma 9:5 berlaku kepada “satu Allah dan
Bapa”, bukan kepada Yesus sebagaimana diinginkan oleh trinitarian)
dan berbicara tentang supremasi dan kekuasaan-Nya di atas semua;
“melalui semua” “mengungkapkan hadirat(Nya) yang menyeliputi,
menghidupkan, dan menguasai” (The Expositor’s Gk Testament); “di
dalam semua” hadirat-Nya berdiam oleh Roh-Nya. J.A. Robinson
mengatakannya seperti berikut, “Mahatinggi di atas segalanya, Ia
bergerak melalui segala sesuatu, dan diam di dalam segala sesuatu”
(Commentary on Efesus, Exposition of the Greek Text). Singkatnya, Ia
adalah segalanya atau semuanya dalam setiap hal yang dapat
dibayangkan—Ia mutlak segalanya.
Kesegalaan (Allness) ini diungkapkan dengan cara lain di Roma
11:36, “Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan
kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!” “Dari”,
“oleh”, dan “kepada”—yang melingkupi segalanya.
Maksud dari semuanya ini adalah bahwa mutlak tidak ada
apapun dan siapapun yang berada di luar kesegalaan Allah. Apa saja
yang ada, ada bagi Dia (“yang bagi-Nya dan oleh-Nya segala sesuatu
dijadikan”, Ibr.2:10), oleh karena Dia, dan bergantung kepada
Bab 1 — Monoteisme Yesus yang Eksplisit 187
19
dan betapa hebat kuasa-Nya bagi kita yang percaya, sesuai
dengan kekuatan kuasa-Nya yang besar,
20
yang dikerjakan-Nya di dalam Kristus dengan membang-
kitkan dia dari antara orang mati dan mendudukkan dia di
sebelah kanan-Nya di surga,
21
jauh lebih tinggi dari segala pemerintah dan penguasa dan
kekuasaan dan kerajaan dan tiap-tiap nama yang dapat
disebut, bukan hanya di dunia ini saja, melainkan juga di
dunia yang akan datang.
22
Segala sesuatu telah diletakkan-Nya di bawah kaki Kristus
dan dia telah diberikan-Nya kepada jemaat sebagai Kepala dari
segala yang ada.
23
Jemaat yang adalah tubuhnya, yaitu kepenuhan dia yang
memenuhi semua dan segala sesuatu (bdk. 4:10).”
Ulangan 4:39 Sebab itu ketahuilah pada hari ini dan cam-
kanlah, bahwa Yahwehlah Allah yang di langit di atas dan di
bumi di bawah, tidak ada yang lain.
Yesaya 45:5 Akulah Yahweh dan tidak ada yang lain; kecuali
Aku tidak ada Allah.
Kata “hanya… saja” (monos) tidak muncul baik dalam teks Ibrani
maupun teks Yunani dari ayat ini kendati, mengingat ayat-ayat PL
sebelumnya dan konteks PL secara keseluruhan, kata itu memang
tersirat. Apa yang dilakukan Yesus ialah menyatakan secara eksplisit
dan otoritatif apa yang tersirat dengan menyisipkan kata kritis
“hanya… saja” (monos) ke dalam ayat ini. Dengan demikian,
monoteisme Yesus dibuat sangat jelas.
Bab 1 — Monoteisme Yesus yang Eksplisit 193
Hal yang sama juga terjadi di Lukas 4:8, sehingga tidak bisa
dikatakan bahwa kata “hanya… saja” (monos) ditambahkan oleh
Matius karena Injilnya lebih berciri “Yahudi” dibandingkan dengan
Injil-injil lain.
Hal ini muncul dengan kuat dalam situasi lain, yang disebut
dalam ketiga Injil Sinoptik, ketika Yesus ditanyai tentang hukum
mana yang paling penting.
Hanya Manusia
Sempurna Dapat menjadi
Juruselamat Dunia
B eberapa tahun yang lalu, ketika saya dan istri saya sedang
menjelajahi India (karena didorong oleh kepedulian untuk
menginjili negeri yang besar itu), kami terkesan dengan begitu
banyaknya patung dewa-dewi yang ada di sana; meski hanya
beberapa saja yang menjadi sasaran penyembahan yang lebih
menonjol. Kuil-kuil besar dan kecil terlihat di mana-mana, dan
sering kali dikerumuni banyak pemuja. Mau tidak mau, sebuah
pertanyaan memasuki benak kami: Apakah perlunya
Bab 2 — Manusia Sempurna adalah Juruselamat 197
bahan yang tidak bercacat, akan menyucikan hati nurani kita dari
perbuatan-perbuatan yang sia-sia, supaya kita dapat beribadah
kepada Allah yang hidup”, dan 1Ptr.1:18,19, “Sebab kamu tahu,
bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang
kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang
fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah
yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak
domba yang tak bernoda dan tak bercacat.”
apostellō
Matius: 3 (jika 21:37, dalam sebuah perumpamaan, dihitung)
Markus: 2 (jika 12:6, dalam sebuah perumpamaan, dihitung)
Bab 2 — Manusia Sempurna adalah Juruselamat 207
Lukas: 4
Yohanes: 17
pempō
Sinoptik: 0
Yohanes: 24
Apostellō dan pempō, berkenaan dengan Bapa mengutus Anak,
semuanya dijumlahkan menjadi 41 kali dalam Injil Yohanes.
Penegasan ini mencolok. Hal lain yang mencolok juga adalah
kedua kata itu bukan saja muncul dalam Injil Yohanes, tetapi setiap
referensi ada dalam ajaran Yesus sendiri di dalam Injil tersebut. Dan
seolah-olah ingin memastikan agar kita tidak melewatkan poin ini,
Yesus berkata di Yohanes 13:16, “Sesungguhnya aku berkata
kepadamu: seorang hamba tidaklah lebih tinggi daripada tuannya,
ataupun seorang utusan daripada orang yang mengutusnya”; oleh
karena itu, “Bapa lebih besar daripada aku” (14:28).
Jumlah yang sangat besar ini (41 kali) menunjukkan bahwa hal
tersebut merupakan jantung dan intisari dari ajarannya. Kajian
terhadap setiap ucapan itu akan memberikan rincian ajaran Yesus
dalam Injil Yohanes. Namun hal itu ada di luar lingkup buku ini.
Di sini saya tidak akan berusaha menganalisa perbedaan-
perbedaan semantis (jika ada) antara apostellō dan pempō, kecuali
menyediakan sebuah kutipan dari A Treasury of New Testament
Synonyms (Stewart Custer, Bob Jones University Press, Inc., 1975) di
mana ia memberikan ringkasan dari pembahasannya tentang kedua
kata tersebut sebagai berikut, “Kata ἀποστέλλω (apostellō) menandai
‘aku mengutus dengan sebuah amanat’ atau ‘aku mengutus secara
resmi.’ Πέμπω (pempō) adalah istilah umum untuk ‘aku mengutus.’
Dalam beberapa konteks kata itu sudah pasti berarti ‘aku mengutus
secara resmi,’ tetapi tidak selalu demikian; konteks yang harus
memutuskan.”
208 The Only True God
bergantung pada sang Bapa (διὰ τὸν πατέρα) [dia ton patera], ia
tidak memiliki hidup ataupun wewenang yang mandiri, dan oleh
karena ia tinggal di dalam Bapa, dengan demikian manusia dapat
hidup dengan tinggal di dalam dia” (hlm.248, atas Yoh.6:57; cetak
miring dari saya). M. Dods pula berkata, “Bapa adalah sumber hidup
yang absolut; Anak adalah pembawa hidup itu kepada dunia; bdk.
5:26, yang mengungkapkan ketergantungan yang sama dari Anak
pada Bapa untuk hidup” (Expositor’s Greek Testament, atas Yoh 6:57;
cetak miring dari saya).
Yohanes 5:26: “Sebab sama seperti Bapa mempunyai hidup dalam
diri-Nya sendiri, demikian juga diberikan-Nya Anak mempunyai
hidup dalam dirinya sendiri.” Sang Anak mempunyai hidup dalam
dirinya sendiri, tetapi hanya karena sang Bapa telah memberikan
(ἔδωκεν, edōken aor. dari didōmi) hidup itu kepada Anak. Dan oleh
karena Bapa telah memberikan hidup kepada Anak, maka Anak pun
dapat memberikannya kepada orang lain: “Sebab sama seperti Bapa
membangkitkan orang-orang mati dan menghidupkannya,
demikian juga Anak menghidupkan siapa saja yang dikehendakinya”
(Yoh.5:21). Sang Anak telah dianugrahi wewenang penuh untuk
meneruskan hidup yang telah diberikan oleh Sang Bapa kepadanya.
Yohanes 5:30, “Aku tidak dapat berbuat apa pun dari diriku
sendiri; aku menghakimi sesuai dengan apa yang aku dengar,
dan penghakimanku adil, sebab aku tidak menuruti kehen-
dakku sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus aku.”
Yohanes 6:38, “Sebab aku telah turun dari surga bukan untuk
melakukan kehendakku, melainkan kehendak Dia yang telah
mengutus aku.”
menjadi suatu latihan yang tidak berarti. Apa sudah terjadi dengan
klaim bahwa ia adalah 100% Allah (Allah sejati) dan 100% manusia
sekaligus di waktu yang bersamaan? Bagaimana kita dapat
menafsirkan Kitab Suci dengan tepat dan secara bertanggung jawab
dengan pengajaran seperti ini?
Trinitarianisme ingin mendapatkan keduanya: Yesus, sang Allah-
manusia, adalah satu pribadi tetapi secara fungsional ia sebenarnya
adalah dua pribadi sekaligus, yaitu Allah dan manusia. Jadi
berkenaan dengan hal menghadapi pencobaan, Yesus yang adalah
Allah, sekejap mata beralih menjadi manusia. Beralih bolak-balik
sesuai dengan tuntutan situasi seperti ini adalah cara Kristus
trinitaris berfungsi. Akan tetapi hal itu sendiri menunjukkan bahwa
ia tidak dapat menjadi keduanya Allah dan manusia sekaligus. Sebab,
tak seorang pun bisa dicobai dan sekaligus tidak dapat dicobai,
karena itu mustahil secara logis dan faktual, dan untuk tetap
berpendapat bahwa hal itu mungkin adalah bersikeras untuk
berbicara omong kosong. Apakah memang begitu sulit untuk
melihat bahwa pernyataan apa pun yang kurang lebih mengatakan
bahwa Yesus bisa dicobai tetapi di saat yang sama tidak bisa dicobai
merupakan hal yang tidak masuk akal? Akan tetapi, gaya bicara
ganda (double talk) seperti inilah yang harus dipakai trinitarian
dalam memperdebatkan doktrin Allah-manusia. “Ya” mereka adalah
“tidak”, dan “tidak” mereka adalah “ya” (bdk. Mat.5:37;
2Kor.1:17,19; Yak 5:12)—apa saja yang sesuai dengan tujuan mereka
guna membela sebuah dogma yang pada akhirnya terbukti tidak bisa
dipertahankan baik oleh Kitab Suci maupun oleh logika.
Asal-usul Trinitarianisme
tidak ada yang mustahil bagi Allah, dan ini menjadikannya mungkin
untuk berbicara bahkan tentang absurditas seolah-olah hal yang
absurd juga mungkin bagi Allah.
Yesus memperingatkan kita tentang cara kita merujuk kepada
Allah. Berikut ini, misalnya, adalah alasan di balik peringatannya
untuk tidak bersumpah:
“Karena waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita
orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan oleh Allah.”
(5:6)
“Kristus Yesus, yang telah mati? Bahkan lebih lagi: Yang telah
bangkit, yang juga duduk di sebelah kanan Allah, yang malah
menjadi Pembela bagi kita?” (8:34)
Untuk alasan ini pulalah jemaat disebut “jemaat Allah” (7 kali dalam
PB). Dalam trinitarianisme “Kristosentris” kita selalu berbicara
tentang “jemaat Yesus Kristus”. Betapa terkejutnya saya ketika
mendapati istilah “jemaat Kristus” tidak dapat ditemukan dalam
Perjanjian Baru! Ini mengingatkan saya akan Matius 22:29: “Yesus
menjawab mereka: Kamu sesat, sebab kamu tidak mengerti Kitab
Suci maupun kuasa Allah!”—dan saya telah berasumsi kalau saya
mengenal keduanya itu dengan cukup baik!—sebuah pelajaran
kerendahan hati yang menyakitkan tetapi sangat diperlukan!
Dalam kasih sayang Allah Ia menebus kita melalui Kristus dan
menjadikan kita milik-Nya. Namun, hal yang telah kita lupakan
(atau yang kita pilih untuk diabaikan?) sebagai trinitarian adalah
bahwa bukan hanya kita saja yang menjadi milik-Nya, tetapi Kristus
Yesus Tu[h]an kita juga adalah milik Yahweh sendiri, seperti yang
dinyatakan oleh sang Rasul dengan begitu jelas, “Tetapi kamu adalah
milik Kristus dan Kristus adalah milik Allah” (1Kor.3:23). Akhirnya
saya memahami apa yang selama ini tidak saya pahami oleh karena
Kristologi trinitaris saya: Kristus bukanlah seorang pengantara
mandiri yang berdiri di antara Allah dan manusia; ia adalah milik
Allah. Dengan kata lain, ia bukan pihak ketiga yang datang untuk
bertindak sebagai seorang penengah atau perunding antara Allah
dan manusia. Ia memang seorang pengantara, tetapi hanya dalam
arti sebagai seorang yang diutus Allah dan diangkat oleh-Nya
sebagai imam agung dan juga sebagai kurban; karena Allah
Sendirilah yang ada “di dalam Kristus ketika mendamaikan dunia
dengan diri-Nya sendiri” (2Kor.5:19). “Ia, yang tidak menyayangkan
Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkannya bagi kita semua”
Bab 2 — Manusia Sempurna adalah Juruselamat 229
Yesus pun adalah seorang Penyelamat yang diutus dari Allah, seperti
tertulis di 1Yohanes 4:14, “Dan kami telah melihat dan bersaksi,
bahwa Bapa telah mengutus Anak-Nya menjadi Juruselamat dunia.”
Lagipula, Yesus terus-menerus menegaskan bahwa Bapalah yang
bekerja melalui dia: “Bapa, yang tinggal di dalam aku, Dialah yang
melakukan pekerjaan-pekerjaan-Nya” (Yoh.14:10; bdk. Yoh.5:19);
“Pekerjaan-pekerjaan-Nya” secara khusus adalah segala yang perlu
dilakukan demi keselamatan umat manusia.
“Allah Juruselamatku” (atau “Allah Keselamatanku” dalam
terjemahan lain) kerap muncul dalam PL. Kata “Allah” (elohim) dan
“selamat” (Yasha, akar Ibrani yang membentuk nama “Yeshua”)
muncul bersama-sama tidak kurang dari 70 kali dalam PL; dan kata
“Yahweh” muncul bersama-sama dengan “selamat” sebanyak 131
kali. Akhirnya, tidak ada penyelamat lain selain Yahweh: “Tidak ada
Bab 2 — Manusia Sempurna adalah Juruselamat 231
Allah selain dari pada-Ku! Allah yang adil dan Juruselamat, tidak
ada yang lain kecuali Aku!” (Yes.45:21).
12
Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di
surga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang
sebelum kamu.”
Orang-orang yang mencari pahala atau kemuliaan yang datang dari
Allah sendiri, tidak peduli dengan permusuhan dari manusia, sebab
hasrat mereka satu-satunya adalah hidup untuk Allah dan menye-
nangkan Dia. Dicela dan dianiaya menjadi sebab untuk “bersukacita
dan bergembira”. Pada bagian akhir Injil pembaca akan melihat
bahwa bukan saja para nabi yang dianiaya, tetapi di atas segalanya,
Yesus sendiri; dan demikian juga dengan semua orang yang melaku-
kan kehendak Bapa dan mencari kemuliaan-Nya.
“Kemuliaan” (doxa, δόξα) adalah sebuah kata kunci yang secara
statistik signifikan dalam Injil Yohanes di mana kata ini muncul 19
kali, dibanding 13 kali dalam Injil Lukas (20% lebih panjang), Matius
7 kali, dan Markus hanya 3 kali. Satu-satunya kitab dalam PB di
mana kata doxa muncul sekerap Injil Yohanes adalah kitab Wahyu
(juga sebuah kitab Yohanein), di mana ia muncul 17 kali.
Sekilas pandang pada tempat doxa dalam pengajaran Yesus
membeberkan suatu hal yang amat penting tentang pikiran Kristus
yang teramati oleh sedikit orang:
21
Tetapi sekarang, tanpa hukum Taurat pembenaran oleh
ALLAH telah dinyatakan, seperti yang disaksikan dalam Kitab
Taurat dan Kitab-kitab para nabi,
22
yaitu pembenaran oleh ALLAH melalui iman dalam Yesus
Kristus bagi semua orang yang percaya. Sebab tidak ada
perbedaan.
23
Karena semua orang telah berbuat dosa dan kehilangan
kemuliaan ALLAH,
24
dan oleh anugerah-NYA telah dibenarkan dengan cuma-
cuma melalui penebusan dalam Kristus Yesus.
25
Kristus Yesus telah ditentukan ALLAH menjadi jalan
pendamaian melalui iman, dalam darahnya. Hal ini dibuat-
Nya untuk menunjukkan keadilan-NYA, karena IA telah
membiarkan dosa-dosa yang telah terjadi dahulu pada masa
kesabaran-NYA.
26
Maksud-Nya ialah untuk menunjukkan keadilan-NYA pada
masa ini bahwa IA adil dan juga membenarkan orang yang
percaya kepada Yesus.
“Allah” disebut 10 kali (termasuk kata ganti) dalam 6 ayat ini yang
membahas keselamatan kita, yang membuatnya sangat jelas bahwa
Ia merupakan subjek dalam arti gramatikal. “Yesus” (termasuk
“Kristus Yesus” atau “Yesus Kristus”) disebut 4 kali (termasuk kata
ganti di ay.25). Kebenaran Allah disebut 4 kali, dan “membenarkan”
2 kali; sedangkan “iman” muncul 3 kali. Statistik nas ini memberikan
rangkuman yang bagus atas soteriologi (doktrin keselamatan) kitab
Roma secara keseluruhan. 8
8
Statistik untuk kitab Roma (teks Yunani):
• “Allah”: 153 kali (tidak terhitung kata ganti) dalam 135 ayat.
• “Yesus Kristus” atau “Kristus Yesus”: 31 kali; “Yesus” (sendiri): 5;
248 The Only True God
18
Pada waktu itu orang-orang tuli akan mendengar perkataan-
perkataan sebuah kitab, dan lepas dari kekelaman dan
kegelapan mata orang-orang buta akan melihat.
19
Orang-orang yang sengsara akan tambah bersukaria di
dalam Yahweh, dan orang-orang miskin di antara manusia
akan bersorak-sorak di dalam Yang Mahakudus, Allah Israel!
Saya juga pernah mendengar sebuah diskusi dengan seorang ahli
meteorologis, yang telah mempelajari Danau Galilea selama 25
tahun, untuk mengetahui apakah ada penjelasan ilmiah yang bisa
ditemukan untuk peristiwa Yesus menenangkan angin ribut di
Danau itu (Mat.8:24-27); sang ahli mengaku bahwa tidak ada
penjelasan yang diketahui. Namun mukjizat di “Laut Galilea” ini
merupakan pemeranan dari Mazmur 107:
23
Ada orang-orang yang mengarungi laut dengan kapal-kapal,
yang melakukan perdagangan di lautan luas;
24
mereka melihat pekerjaan-pekerjaan Yahweh, dan perbua-
tan-perbuatan-Nya yang ajaib di tempat yang dalam.
25
Ia berfirman, maka dibangkitkan-Nya angin badai yang
meninggikan gelombang-gelombangnya.
26
Mereka naik sampai ke langit dan turun ke samudera raya,
jiwa mereka hancur karena celaka;
27
mereka pusing dan terhuyung-huyung seperti orang mabuk,
dan kehilangan akal.
28
Maka berseru-serulah mereka kepada Yahweh dalam kesesa-
kan mereka, dan dikeluarkan-Nya mereka dari kecemasan
mereka,
250 The Only True God
29
dibuat-Nyalah badai itu diam, sehingga gelombang-
gelombangnya tenang.
30
Mereka bersukacita, sebab semuanya reda, dan dituntun-
Nya mereka ke pelabuhan kesukaan mereka.
31
Biarlah mereka bersyukur kepada Yahweh karena kasih
setia-Nya, karena perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib
terhadap anak-anak manusia.
Mazmur ini dimulai dan diakhiri dengan kata-kata pujian yang sama
persis kepada Yahweh. Ayat pertama mengatakan, “Ya Yahweh,
Tuhan kami… yang menempatkan keagungan-Mu di atas langit!”
(ILT) Dengan kata lain, kemuliaan Yahweh lebih tinggi daripada
langit; keagungan dan kemuliaan Yahweh yang supernal (dari atas)
disanjung dengan sorak-sorai.
Namun ayat ke-2, berkontras tajam dengan ayat pertama, tiba-
tiba turun ke tingkatan “bayi-bayi dan anak-anak”; dan dari mulut
mereka Yahweh telah “meletakkan dasar kekuatan” dihadapan
musuh-musuh-Nya. Apa yang ditandai oleh kontras ini? Tidakkah
ini mengingatkan kita pada kata-kata “dalam kelemahanlah kuasa-
Ku menjadi sempurna” (2Kor.12:9)? Dan ini membuka jalan untuk
pasangan kontras berikutnya: ay.3 “Jika aku melihat langit-Mu…”
lawan ay.4, “apakah manusia…” Akan tetapi, justru dalam
kelemahan manusialah Yahweh, seperti halnya bayi-bayi dan anak-
anak itu, telah memilih untuk menyatakan kuasa dan kemuliaannya:
“Engkau… telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat”
(ay.5).
Perhatikan bahwa dalam struktur Mazmur ini, ay.5 ada di pusat
Mazmur itu, sebagai ayat pertengahannya. Perhatikan juga,
bagaimana isi ayat itu bersesuaian dengan ayat pertama dan terakhir
dari Mazmur itu, yakni, kemuliaan dan keagungan Yahweh, yang di
ay.5, dikaruniakan ke atas manusia! Perhatikan juga, “manusia”
sama artinya dengan “anak manusia” di ay.4. Jelas sang Pemazmur
tidak tahu apa-apa tentang degradasi manusia sebagaimana
diajarkan dalam doktrin “kebejatan total”. Rasul Paulus pun tidak
mengajarkan doktrin macam itu, karena ia berbicara tentang
manusia sebagai “kemuliaan Allah” (1Kor.11:7), dengan demikian
mewartakan kebenaran yang sama seperti Mazmur ini.
Mari kita pertimbangkan ayat 5 dan 6 dari Mazmur 8 ini dengan
lebih mendalam. Beberapa hal penting dinyatakan dalam ayat-ayat
ini:
254 The Only True God
8
“segala sesuatu telah Engkau taklukkan di bawah kakinya
(Kristus).” Sebab dalam menaklukkan segala sesuatu
kepadanya (Kristus), tidak ada suatupun yang Ia (Allah)
kecualikan, yang tidak takluk kepadanya. Tetapi sekarang ini
kita belum melihat segala sesuatu ditaklukkan kepadanya.
9
Tetapi yang kita lihat ialah bahwa Yesus untuk waktu yang
singkat dibuat sedikit lebih rendah daripada malaikat-malaikat
dan karena penderitaan maut, dimahkotai dengan kemuliaan
dan hormat, supaya oleh anugerah Allah ia mengalami maut
bagi semua manusia.” (Referensi kepada Mazmur 8 terlihat
jelas.)
(3) Mengingat poin-poin di atas, tak pelak Mazmur 8 merupakan
salah satu dari nas-nas dasariah dalam PL untuk memahami pema-
kaian gelar “anak manusia” (Mzm.8:4) oleh Yesus. Ini ditegaskan
dalam ajarannya seperti Matius 11:27 (par. Luk.10:22) dan Matius
28:18; juga Yohanes 3:35; 13:3.
(4) Dari Mazmur 8 dan ayat-ayat terkait, dapat dilihat bahwa Kitab
Suci mempunyai pandangan yang luhur akan manusia dalam
rencana kekal Allah. Semua ini digenapi dengan sepenuhnya dan
dengan sempurna di dalam pribadi Kristus. Di dalam Kristus,
manusia sebagai “gambaran dan kemuliaan Allah” (1Kor.11:7)
mencapai puncak ekspresi gemilang: “Dialah cahaya kemuliaan
Allah dan gambar keberadaan Allah yang sesungguhnya” (Ibr.1:3).
Namun Kristus menyatakan kemuliaan dan kuasa Allah sebagai
manusia, sebab tidak ada artinya untuk mengatakan bahwa Allah
menyatakan kemuliaan Allah, dan juga tidak masuk akal untuk
mengatakan bahwa Allah adalah “gambar keberadaan Allah yang
sesungguhnya”.
Akan tetapi, bertentangan dengan Kitab Suci, Kekristenan
mempunyai pandangan yang rendah terhadap manusia, yang
dipandangnya sebagai seorang berdosa yang bejat, “bobrok sampai
Bab 2 — Manusia Sempurna adalah Juruselamat 257
frasa “di atas awan-awan dari langit” itu sama persis dalam teks
Yunani seperti dalam PL Yunani (LXX). “Datang” adalah kata
Yunani yang sama meskipun dalam kala yang berbeda.
Kaitan antara Daniel 7 dengan Mazmur 8 terlihat dari rujukan
kepada “anak manusia” dalam kedua pasal itu. Namun, lebih
penting dari itu, “kekuasaan” diberikan kepada “anak manusia”
dalam kedua nas itu; Daniel 7:14 mengatakan, “Lalu diberikan
kepadanya kekuasaan dan kemuliaan dan kekuasaan sebagai raja,
maka orang-orang dari segala bangsa, suku bangsa dan bahasa
mengabdi kepadanya. Kekuasaannya ialah kekuasaan yang kekal.”
Di sini, kaitannya dengan Mazmur 110:1 juga terlihat, dengan
demikian mengaitkan ketiga nas tersebut. Nas-nas itu menyediakan
latar belakang untuk memahami apa yang dikatakan Yesus di Matius
24:30.
Daniel 7 adalah pasal yang berciri profetis, yaitu, ia berkenaan
dengan masa depan, bukan masa lalu. Dengan kata lain, pasal ini
berbicara tentang “anak manusia” di masa depan, bukan tentang
pribadi pra-eksisten dengan nama itu. Demikian pula, Mazmur
110:1 juga berkenaan dengan masa depan; itu adalah janji Allah
kepada mesias keturunan Daud. Dengan cara yang sama, perkataan
Yesus tentang kedatangan “anak manusia” berkaitan dengan suatu
kejadian di masa depan yang oleh orang Kristen disebut
“Kedatangan Kristus yang Kedua”. Hal yang sama juga benar dengan
perkataan Yesus di ayat berikut:
Kaitan antara ayat tersebut dengan Daniel 7:13 sekali lagi terlihat
dari frasa “anak manusia” dan “datang di atas awan-awan di langit”,
Bab 2 — Manusia Sempurna adalah Juruselamat 259
“looking for that blessed hope, and the glorious appearing of the
great God and our Saviour Jesus Christ (dengan menantikan
penggenapan pengharapan kita yang penuh berkat dan
penampakan kemuliaan Allah yang Mahabesar dan
Juruselamat kita Yesus Kristus)”.
“looking for the blessed hope and glorious appearing of our great
God and Savior Jesus Christ (dengan menantikan penggenapan
pengharapan kita yang penuh berkat dan penampakan
kemuliaan Allah dan Juruselamat kita yang Mahabesar, Yesus
Kristus)”.
Hal yang sama dilakukan oleh semua terjemahan Inggris utama yang
lebih baru. Dengan cara ini, gelar “Allah yang Mahabesar” dan
“Juruselamat” keduanya disandangkan kepada Yesus.
Sebelum kita meneliti perkara ini dengan lebih dekat, hendaknya
diperhatikan bahwa terjemahan Suriah purba yang disebut Peshitta
menerjemahkannya demikian,
“looking for the blessed hope, and the manifestation of the glory
of the great God, and our Life-giver, Jesus the Messiah”
[terjemahan James Murdock]. (“dengan menantikan
penggenapan pengharapan kita yang penuh berkat, dan
264 The Only True God
kuliah dan menandai Titus 2:13 dalam Alkitab saya dengan huruf-
huruf tebal. Kasihan King James Version abad ke-17 yang, tentu saja,
terlalu dini untuk mengambil manfaat darinya!
Kita hanya bisa bertanya-tanya apa kira-kiranya reaksi Bapa-bapa
Yunani itu seandainya mereka diberitahu bahwa mereka tidak
memahami sebuah kaidah dari bahasa mereka sendiri! Kita
barangkali bisa menduga respon mereka akan kurang lebih sama
dengan respon para pakar bahasa Cina seandainya mereka
diberitahu oleh orang Barat bahwa mereka tidak memahami sebuah
kaidah dari bahasa Cina!
Memang benar bahwa setelah trinitarianisme menetapkan dirinya
sebagai dogma gereja Kristen Barat, terjemahan “Allah dan
Juruselamat kita Yesus Kristus” mulai muncul, dan ditemukan pada
beberapa papirus; namun terlepas dari fakta asal-usulnya yang jelas-
jelas trinitaris dan penanggalan yang lebih kemudian (tidak ada yang
lebih dini dari abad ke-7), jauh sebelum itu bahasa Yunani sudah
tidak lagi menjadi bahasa universal di kekaisaran Roma (Augustinus,
354-430 M, meskipun seorang pemimpin teratas gereja, hampir
tidak tahu bahasa Yunani), jadi tingkat kompetensi dalam bahasa itu
tidak dapat dibandingkan dengan tingkatnya di masa-masa lebih
awal, bahkan dengan asumsi bahwa bahasanya sendiri belum
mengalami perubahan-perubahan signifikan (seperti, misalnya,
dalam hal bahasa Yunani PB dibandingkan dengan bahasa Yunani
klasik, dan bahasa Yunani Modern dibandingkan dengan bahasa
Yunani PB).
Berkenaan dengan terjemahan yang tepat untuk Titus 2:13,
penting untuk dicatat bahwa N.J.D. White, seorang trinitarian yang
menerima keilahian Kristus, menunjukkan dalam The Expositor’s
Greek Testament (di mana ia membahas perkara ini dengan panjang-
lebar) bahwa bukti gramatikal untuk terjemahan “Allah dan
Juruselamat kita Yesus Kristus” sama sekali tidak memadai dan
266 The Only True God
2Petrus 1:1
Sebagaimana bisa diduga, kebanyakan terjemahan bahasa Inggris
utama yang lebih baru atas 2Petrus 1:1 menerapkan “kaidah satu
artikel” yang sama kepada terjemahan mereka atas ayat itu, “the
righteousness of our God and Savior Jesus Christ (kebenaran Allah
dan Juruselamat kita Yesus Kristus)” (kata-kata dalam cetak miring
menerjemahkan τοῦ θεοῦ ἡμῶν καὶ σωτῆρος Ἰησοῦ Χριστοῦ). Akan
tetapi, struktur gramatikal yang sama di 2Tesalonika 1:12 (τοῦ θεοῦ
ἡμῶν καὶ κυρίου Ἰησοῦ Χριστοῦ) justru diterjemahkan sebagai “the
grace of our God and the Lord Jesus Christ (anugerah Allah kita dan
Tu[h]an Yesus Kristus)” oleh versi-versi terjemahan yang sama itu;
mengapa “kaidah satu artikel” dibuang di sini? Apakah karena kata-
kata tersebut telah menjadi bagian dari pengucapan berkat
tradisional yang dipakai dalam ibadah-ibadah gereja yang tidak
ingin mereka ubah atau langgar? Tradisikah yang lagi-lagi
menentukan terjemahannya di sini?
Bab 2 — Manusia Sempurna adalah Juruselamat 269
Yudas 4
Namun pertimbangkan bagaimana ESV (English Standard Version,
2001), seperti kebanyakan versi-versi modern lain, menerjemahkan
frasa terakhir di Yudas 4 sebagai “our only Master and Lord, Jesus
Christ” (τὸν μόνον δεσπότην καὶ κύριον ἡμῶν Ἰησοῦν Χριστὸν:
secara harfiah, the only Master and our Lord Jesus Christ). Teks
Yunaninya (seperti Titus 2:13) hanya mengandung satu artikel
takrif, yang tidak diterjemahkan oleh ESV, tetapi diganti dengan
“our” untuk keduanya “Master” maupun “Lord”. Namun apa
alasannya untuk berbuat seperti itu? Sekali lagi, apakah karena
“kaidah satu artikel” yang ditengarai? Namun, para penerjemah
seharusnya tahu bahwa hal itu tidak dapat dibenarkan karena kata
“our” yang dalam teks Yunani berada tepat di depan “Yesus Kristus”,
dapat menggantikan artikel takrif—yang mereka akui dengan
menggantikan “the” pada awal frasa Yunaninya dengan “our”. Sekali
lagi mereka tidak segan-segan menyalahgunakan “kaidah satu
artikel” untuk memperoleh terjemahan trinitaris mereka.
Tak pelak, terjemahan King James Bible memberikan susunan
kalimat yang benar: “the only Lord God, and our Lord Jesus Christ.”
Terjemahan ini dituruti oleh New King James Bible. Demikian juga
dengan Peshitta: “him who is the only Lord God and our Lord, Jesus
the Messiah” (Murdoch). Tyndale, yang jelas-jelas belum pernah
mendengar adanya “kaidah satu artikel” ini, menerjemahkannya
sebagai “God the only Lorde and oure Lorde Iesus Christ.” (Tyndale’s
New Testament, 1534)
Ayat ini mungkin tidak terlihat relevan untuk diskusi kita saat ini
karena ayat ini tidak menyebut Yesus sebagai Allah. Namun
masalahnya tidak sesederhana itu karena frasa “satu-satunya
Penguasa”. Jika Yesus Kristus adalah satu-satunya Penguasa dan
Tu[h]an kita, maka ini jelas tidak menyisakan ruang untuk Allah
Bapa! Kekristenan Barat selama ini telah menggusur Allah sang Bapa
270 The Only True God
hakiki (sebab Allah tidak dapat berbuat dosa), dan bukan karena
kemenangan atas dosa dan daging. Ajaran Kitab Suci dengan
demikian dinyatakan salah, sebab akan bertentangan dengan fakta
yang dirangkum dalam pernyataan di Roma 5:19, “Jadi, sama seperti
melalui ketidaktaatan satu orang banyak orang telah menjadi orang
berdosa, demikian pula melalui ketaatan satu orang [Yesus] banyak
orang menjadi orang benar.” Ini adalah prinsip dasariah soteriologi
PB, dasar yang pokok dari keselamatan kita: ketaatan dari “satu
orang” itu.
Semuanya bergantung pada ketaatan Kristus sebagai manusia. Ini
bukan soal ketaatan Allah kepada Allah yang dibutuhkan untuk
keselamatan manusia. Ini adalah perkara ketaatan manusia kepada
Allah yang digenapi oleh Kristus dengan “taat sampai mati, bahkan
sampai mati di kayu salib” (Flp.2:8). Kita harus memahami dengan
baik bahwa kasih dari dia “yang telah mengasihi aku dan
menyerahkan dirinya untuk aku” adalah kasih dari manusia Kristus
Yesus. Kembali kita menanyakan: Apakah kasih ini berkurang
nilainya karena itu adalah kasih dari manusia Kristus Yesus? Bagi
saya tentu saja tidak; Yesus tidak menjadi kurang berharga bagi saya
jika ia “hanya” seorang manusia. Kasihnya untuk kita mutlak amat
dibutuhkan demi keselamatan kita.
Yesus dapat tetap tidak berdosa tentunya bukan semata-mata
karena upayanya sendiri tanpa bantuan, tetapi karena kepenuhan
Yahweh tinggal atau “bertabernakel (berkemah, Yoh.1:14:)” di dalam
dirinya secara jasmaniah (Kol.2:9). Kita pun, dengan cara yang
kurang lebih sama, dapat menang atas dosa melalui hadirat Allah
yang tinggal di dalam kita sebagai bait-Nya (1Kor.3:16; 6:19). Di
1Yohanes 3:9 kita membaca, “Setiap orang yang lahir dari Allah,
tidak terus menerus berbuat dosa; sebab benih ilahi tetap ada di
dalam dia dan ia tidak dapat terus menerus berbuat dosa, karena ia
lahir dari Allah.” Jika ayat ini beraplikasi kepada kita, betapa lagi
Kristus, sang “Anak tunggal”?
Bab 2 — Manusia Sempurna adalah Juruselamat 273
adalah satu-satunya manusia sejati yang pernah ada di atas bumi ini,
karena ia adalah satu-satunya pribadi yang sempurna dan tanpa
dosa yang pernah hidup.
Dengan demikian, sejauh Kitab Suci, tidak ada keraguan sama
sekali tentang Yesus sebagai manusia dan, sesungguhnya, sebagai
satu-satunya pribadi yang sungguh-sungguh manusia. Disinilah
letak keunikan mutlaknya; ia tak tertandingi. Justru karena inilah
hanya dia saja yang bisa menjadi juruselamat dunia. Sebab,
masalahnya dengan manusia adalah keegoisan dan dosa kerap kali
membuat mereka berkelakuan kurang dari manusia, kurang dari
maksud Allah untuknya. Sayangnya, inilah hal yang dialami oleh
banyak orang di tingkatan personal dan sosial, demikian juga di
tingkatan internasional—sesuatu yang diingatkan kepada kita setiap
hari melalui berita dunia serta mendengar tentang konflik dan
peperangan tak berkesudahan yang sedang berkecamuk di dunia.
Namun dalam Kristus ada harapan, karena di dalam dia Yahweh
Allah akan mendamaikan segala sesuatu dengan Diri-Nya (Kol.1:20
Pewahyuan Alkitabiah membawa kita kepada kesadaran bahwa
hanya ada satu Allah sejati dan juga hanya ada satu manusia sejati.
Lagipula, sebagaimana dapat diduga, di antara mereka terdapat
suatu hubungan kesatuan yang unik, yang berulang-kali dibicarakan
oleh Yesus. Kesatuan ini dilukiskannya dengan istilah “tinggal” atau
keberdiaman timbal balik: “Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam
aku” (Yoh.14:11). Karena hanya Yesus saja yang tanpa dosa, hanya
dia sajalah “tempat” (Yoh.2:19) di mana Allah yang kudus bisa
tinggal dalam kepenuhan-Nya. Kepenuhan ilahi ini diwakili oleh
Firman Allah (Yoh.1:1) yang, sebagaimana kata-kata, bisa
digambarkan sebagai sesuatu yang melimpah keluar dari kedalaman
yang paling dalam dari diri-Nya dan tampil kemuka untuk berdiam
di dalam satu manusia sejati itu, dan di dalam Kristus untuk
berdiam di antara kita (Yoh.1:14).
278 The Only True God
Menilai Kembali
Pemahaman Kristen
akan Manusia
Gambaran Allah
definisi, adalah suatu salinan atau turunan yang berasal dari yang
aslinya, misalnya foto atau patung; dan jika Anak adalah turunan
dari Bapa sehingga menjadi gambaran-Nya, maka ia jelas lebih
inferior dibanding Bapa. Lantas, atas dasar apa trinitarian menolak
subordinasi sang Anak? Begitu pula, sepatah kata diturunkan dari
pembicaranya, jadi bagaimana mungkin Firman Allah dikatakan
setara dengan Allah Sendiri?
Penting untuk diperhatikan bahwa tulisan-tulisan Yohanein, yang
menjadi sumber favorit teks-teks bukti trinitaris, menutup surat
pertamanya dengan sebuah peringatan tentang penyembahan
berhala dalam ayat penutupnya: “Anak-anakku, waspadalah
terhadap segala berhala” (1Yoh.5:21). Kita harus dengan sukacita
dan rasa syukur menghormati dan mencintai, memuji dan memuja,
Tu[h]an kita Yesus Kristus, tetapi ada sebuah garis yang tidak dapat
dilewati tanpa terjatuh ke dalam dosa pemberhalaan yang
menjijikkan.
Kita melampaui garis itu ketika kita mewartakan Kristus sebagai
Allah, setara dalam setiap hal dengan sang Bapa, dan karena itu
harus disembah seyogyanya Allah. Dalam kitab Wahyu, kitab di
mana Allah disembah sebagai Wujud yang tertinggi, Allah (Yahweh)
secara mutlak menjadi Pusat dan satu-satunya Objek penyembahan,
sedangkan Yesus diberi pemujaan dan pujian di beberapa tempat,
sebagai “Anak Domba”.
berarti Set bisa berkata, “Siapa saja yang telah melihat aku, ia telah
melihat bapaku”? Ini mengingatkan kita akan ucapan Yesus di
Yohanes 14:9, “Siapa saja yang telah melihat aku, ia telah melihat
Bapa.” Yesus jelas tengah berbicara tentang dirinya sebagai gambar
Allah. Ini bukan klaim bahwa ia adalah Allah tetapi, sebaliknya,
klaim sebagai manusia sejati, “Adam yang akhir” (1Kor.15:45), dia
yang betul-betul mewakili umat manusia sebagaimana manusia
dimaksudkan oleh Allah, yakni, sebagai gambaran yang melaluinya
Allah mewahyukan diri-Nya.
Kedua kata ini, “rupa” dan “gambar”, diterapkan kepada manusia
di Kejadian 1:26; dan seperti yang telah kita lihat, keduanya bisa
merujuk kepada kemiripan seorang anak dengan ayahnya, sebagai-
mana halnya Set. Bukankah ini menerangkan mengapa Adam,
karena ia diciptakan dalam gambaran Allah, disebut “anak Allah”
(Luk.3:38)? Manusia itu tidak lain tidak bukan adalah representasi
Allah akan diri-Nya untuk dilihat oleh seluruh penciptaan, di surga
dan di bumi. Betapa luhurnya tujuan Allah bagi manusia!
Di Bilangan 33:52 kata Ibrani yang sama untuk “gambar” seperti
di Kej.1:26,27 dipakai untuk berhala-berhala yang terbuat dari logam
yang mewakili allah yang disembah oleh penduduk setempat. Kata
itu kerap dipakai untuk “patung-patung” berhala (2Raj.11:18;
2Taw.23:17; Yeh.7:20; Am.5:26), dan untuk “patung-patung
manusia” atau “patung-patung lelaki” (Yeh.16:17; 23:14). Dari sini
terbukti bahwa “patung-patung” itu sering dibuat dalam bentuk
manusia. Yesaya 44:13 melukiskan seorang pengrajin yang sedang
membuat berhala semacam itu, “Tukang kayu merentangkan tali
pengukur dan membuat bagan sebuah patung dengan kapur merah;
ia mengerjakannya dengan pahat dan menggarisinya dengan jangka,
lalu ia memberi bentuk seorang laki-laki kepadanya, seperti seorang
manusia yang tampan, dan selanjutnya ditempatkan dalam kuil”.
Kata-kata “bentuk seorang laki-laki” dalam bahasa Yunani adalah
Bab 3 — Menilai Kembali Pemahaman Kristen 293
akan menjadi serupa dengan dia yang adalah gambaran Allah yang
sempurna, sebagaimana dinyatakan di ayat berikut ini:
Nya [tunggal] mereka”. Kata kerja “cipta” (בָּ ָרא, bārā) muncul 3 kali
dalam bentuk tunggal—seolah-olah untuk penekanan! Hal yang
sama juga benar dalam teks Yunaninya. Akan tetapi, orang tidak
akan mengetahui hal ini dari terjemahan Inggris [dan Indonesia]
karena entah “mereka menciptakan” atau “ia menciptakan” tidak
ada bedanya dalam kedua bahasa itu untuk bentuk kata kerja “cipta”.
Di Kejadian 9:6, “Allah membuat [tunggal] manusia itu menurut
gambar-Nya sendiri”, kata kerja “membuat” di sini sama dengan
kata yang dipakai di Kejadian 1:26 dan berbentuk tunggal. Juga,
dalam semua referensi berikutnya tentang tindakan Allah
menciptakan manusia, Kitab Suci selalu menyatakannya dalam
bentuk tunggal baik dalam kitab Kejadian (5:1; 9:6) maupun dalam
bagian Kitab Suci selebihnya (Ayb.35:10; Mzm.100:3; 149:2; Yes.64:8;
Kis.17:24; dst.).
Menariknya, kata kerja yang sama yāsah (“membuat”) yang
dipakai di Kejadian 1:26 dalam bentuk jamak ini dipakai di Kejadian
9:6 dalam bentuk tunggal. Jadi, barangkali kata “Kita” di Kejadian
1:26 yang memungkinkan Amsal 8:30 berbicara tentang Hikmat
sebagai terlibat dalam pembuatan dan pembentukan segala sesuatu
yang diciptakan, meskipun mungkin tidak secara langsung terkait
dengan penciptaan mereka.
Sehubungan dengan perbedaan makna antara kedua kata yang
diterjemahkan sebagai “menjadikan/membuat” (yāsah) dan “cipta”
(bārā), Theological Wordbook of the OT (TWOT) mengatakan
demikian: ‘Akar kata bārā mempunyai makna dasar “menciptakan.”
Kata ini berbeda dari yāsah “membentuk” karena yang terakhir
menekankan pembentukan sebuah obyek sedangkan bārā menekan-
kan awal mula eksistensi obyek itu.’ Jadi ini menunjukkan bahwa
peranan Hikmat adalah dalam pembentukan dari apa yang telah
diciptakan. Hal ini dikonfirmasi melalui deskripsi Hikmat sebagai
“kepala pekerja” (Ams.8:30 ILT); yang bekerja di samping Yahweh
(“Aku berada di samping-Nya”, Ams.8:30; BIS) dalam pembuatan
298 The Only True God
Yesaya 9:5
“Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera
telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas
bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib,
Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai.”
Jadi, “anak” atau “putera” di 9:5 ini adalah pewaris takhta Daud
sebagaimana dijelaskan oleh ay.6. Kepada pewaris inilah kata-kata di
Bab 3 — Menilai Kembali Pemahaman Kristen 299
Ada dua hal yang menonjol: (1) Yahweh tidak memiliki “rupa” yang
dapat dilihat (tmunah “rupa, bentuk”), ay.15. (2) Empat kata dipakai
di ayat selanjutnya untuk mencakup semua pilihan: “patung”,
“berhala”, “menyerupai”, dan “berbentuk”. Tidak ada bentuk atau
bayangan yang luput dari larangan membuat objek penyembahan
apapun selain Allah yang hidup, Yahweh.
Kita perlu menyadari bahwa di sini kita sedang membahas
Perintah yang pertama dari Sepuluh Perintah; hal ini dijabarkan di
Ulangan 5:
6
“Akulah Yahweh, Allahmu, yang membawa engkau keluar
dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan.
7
Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku.
8
Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun
yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah,
atau yang ada di dalam air di bawah bumi.
9
Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah
kepadanya, sebab Aku, Yahweh Allahmu, adalah Allah yang
cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-
anaknya dan kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari
orang-orang yang membenci Aku,
10
tetapi Aku menunjukkan kasih setia kepada beribu-ribu
orang, yaitu mereka yang mengasihi Aku dan yang berpegang
pada perintah-perintah-Ku.”
304 The Only True God
merupakan kata kunci dalam kitab Wahyu; kata ini muncul 3 kali
lebih banyak di Wahyu daripada kitab-kitab lain dalam PB.
Di Wahyu 13:15 patung binatang itu diberi nafas hidup, artinya,
patung itu dibuat hidup dan tampil sebagai gambaran hidup dari
binatang itu; ini jelas sebuah imitasi yang disengaja dari kenyataan
bahwa manusia (dan Kristus “manusia terakhir”) adalah gambaran
Allah yang hidup (Kej.1:26,27; 1Kor.11:7; bdk. 2Kor.3:18 dan
1Kor.15:49). Penyembahan kepada binatang dan/atau gambarannya
adalah pemberhalaan yang dipaksakan kepada umat manusia oleh si
binatang sebagai sebuah ekspresi pemberontakan terbesar melawan
Allah sang Pencipta dan Penebus.
Wahyu 14 ayat 9 dan 11 berbicara tentang penyembahan
binatang dan gambarannya. Wahyu 16:2 dan 19:20 berbicara tentang
gambaran itu sendiri sebagai sasaran penyembahannya; menerima
tanda dari binatang itu dan menyembah gambarannya merupakan
hal yang tak dapat dipisahkan. Menolak menyembah gambaran
binatang itu akan diganjar dengan hukuman mati, 13:15. Dan
Wahyu 20:4 menunjukkan bahwa penyembahan kepada binatang itu
ataupun kepada gambarannya sebenarnya adalah satu dan hal yang
sama. Dari semuanya ini jelas bahwa memaksa orang ke dalam
pemberhalaan merupakan tujuan utama dari “tanda dari binatang
itu”, dan hal itu meringkaskan tujuan kampanye anti-Allah binatang
itu. Mereka yang belum disesatkan ke dalam pemberhalaan akan
dipaksakan ke dalamnya, atau dibunuh.
Dalam kitab Wahyu mereka yang menyembah binatang itu
ataupun gambarannya sama-sama bersalah di hadapan Allah, dan
akan menghadapi murka-Nya. Menyembah gambaran binatang itu
atau menyembah binatang itu sendiri pada dasarnya adalah hal yang
sama. Apakah hal yang sama juga berlaku dalam prinsip (sekalipun
sasaran penyembahannya berbeda) mengenai penyembahan kepada
Allah ataupun penyembahan kepada gambaran-Nya? Maksudnya:
Pada dasarnya apakah menyembah Allah dan menyembah
306 The Only True God
Nas ini dimulai dan diakhiri dengan Yahweh, dan tidak ada pribadi
lain yang disebut dalam keempat ayat ini. Perhatikan juga bahwa
kalimat, “semua orang akan bertekuk lutut di hadapan-Ku, dan akan
bersumpah setia dalam segala bahasa” merupakan kalimat yang
dikutip di surat Filipi. Namun kalimat ini adalah isi dari sumpah
yang diucapkan oleh Yahweh Sendiri, sehingga tidak mungkin
berlaku kepada siapa pun juga selain Yahweh. Lalu bagaimana ayat-
ayat ini bisa bersangkutan dengan Yesus dalam Surat Filipi?
Jawabannya tidak sulit ditemukan jika kita tidak membiarkan
dogma mengaburkan persepsi kita. Perbandingan yang cermat
antara nas dalam surat Filipi dengan nas dalam kitab Yesaya
memberikan jawabannya. Ada sebuah perbedaan penting antara
kedua nas itu: Di kitab Yesaya tertulis “dihadapan-Ku (yaitu
Yahweh)” semua orang akan bertekuk lutut, tetapi di Filipi 2:10
tertulis “dalam nama Yesus” atau “en tō onomati Iēsou”. Sekarang
maknanya menjadi jelas: Dalam, oleh, atau pada saat nama Yesus
disebut segala lutut akan bertekuk kepada Yahweh, “dihadapan-Ku”.
Demikian pula, “segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah
‘Tu[h]an’,” bagi kemuliaan Allah, Bapa (yaitu, Yahweh)” (Flp.2:11).
Bukan kepada Yesus segala lutut akan bertekuk, melainkan
kepada Yahweh segala lutut akan bertekuk “dalam nama Yesus”,
atau pada saat nama Yesus disebut. Inilah caranya BDAG Greek-
English Lexicon (onoma) menerjemahkan kalimat ini, “ketika nama
Yesus disebut segala lutut harus bertekuk”. BDAG memberikan
banyak contoh tentang hal ini; salah satunya adalah, “Bersyukur
kepada Allah ἐν ὀν. Ἰησοῦ Χρ. sambil menyebut nama Yesus Kristus,
Ef.5:20”, yang pada dasarnya berarti bersyukur kepada Allah oleh
karena Yesus. BDAG juga memberi komentar menarik tentang
“melalui” atau “oleh nama”: “efek yang ditimbulkan oleh nama itu
disebabkan oleh pengucapannya”. Jadi efek yang ditimbulkan oleh
pengucapan nama Yesus adalah segala lutut akan bertekuk di
Bab 3 — Menilai Kembali Pemahaman Kristen 311
Dari beberapa baris pertama definisi yang diberikan oleh BDAG kita
melihat bahwa referensi primernya adalah kepada “bentuk tubuh”,
yang dalam hal ini jelas tidak berlaku. Namun definisi berikutnya,
“Tentang bentuk atau rupa patung” menunjukkan bahwa kata itu
bisa berarti “rupa” dalam arti sebuah “gambar”. Namun oleh karena
bentuk jasmaniah Allah tidak dipertimbangkan di sini, maka
maknanya harus menunjuk kepada gambaran Allah yang spiritual,
dan PB (dan Paulus sendiri) memang berbicara tentang Yesus
sebagai gambaran Allah (2Kor.4:4; Kol.1:15).
Pemakaian kata “rupa” sehubungan dengan membuat patung
dapat dilihat di Yesaya 44:13, “Tukang kayu merentangkan tali
pengukur dan membuat bagan sebuah patung dengan kapur merah;
ia mengerjakannya dengan pahat dan menggarisinya dengan jangka,
lalu ia memberi bentuk (morphē, μορφή) seorang laki-laki
kepadanya, seperti seorang manusia yang tampan, dan selanjutnya
ditempatkan dalam kuil.” Konteksnya menceritakan tentang
pembuatan (pembentukan) patung-patung berhala. Lihat seluruh
bagian teks Yes.44:13-17; Baca ay.17, “Dan sisa kayu itu
dikerjakannya menjadi allah, menjadi patung sembahannya; ia sujud
kepadanya, ia menyembah dan berdoa kepadanya, katanya:
‘Tolonglah aku, sebab engkaulah allahku!’” Jelas, “rupa”
bersangkutan dengan patung, dalam hal ini sebuah berhala.
Gagasan “rupa” dalam arti “gambaran”, dapat dilihat juga melalui
pemakaian kata kerja morphoō oleh Paulus di Galatia 4:19, “Hai
anak-anakku, karena kamu aku menderita sakit bersalin lagi, sampai
rupa (morphoō) Kristus menjadi nyata di dalam kamu.” Paulus
berjuang dengan susah payah demi jemaat di Galatia melalui doa
dan pengajaran sampai akhirnya mereka “dibentuk” atau dijadikan
serupa dengan gambaran Kristus.
Bab 3 — Menilai Kembali Pemahaman Kristen 313
9
Kristologi Adam mewakili usaha mempelajari Kristus sebagai manusia,
“Adam”, yang adalah kata Ibrani untuk “manusia”. Namun pandangan yang
rendah terhadap manusia yang pada umumnya dianut oleh umat Kristen
berarti Kristologi macam ini tidak disambut oleh kebanyakan dari mereka.
Dalam percakapan saya dengan seorang profesor teologi beberapa waktu yang
lalu, ia menggambarkan Kristologi Prof. Dunn sebagai “rendah”. Ini
dikarenakan manusia dalam teologi Kristiani dipandang “rendah”.
Bab 3 — Menilai Kembali Pemahaman Kristen 315
10
Meskipun Allah sebagai Roh itu tanpa morphē, tanpa “bentuk badani
atau eksternal”, sehingga kita tidak dapat berbicara tentang “rupa Allah”
dengan tepat kecuali menurut pengertian Alkitabiah tentang “gambar Allah”,
kita tidak perlu menyangkal bahwa Allah bisa mengambil “rupa” jika Ia
memilih untuk berbuat demikian. Barangkali “malaikat Tuhan” merupakan
sebuah contoh dalam PL. Barangkali kitab Wahyu merupakan contoh lain,
jika kita tidak merancukan yang rohaniah dengan yang jasmaniah. Dalam
kitab Wahyu, Yang Mahakuasa “terlihat” duduk di atas takhta (disebut 12
kali). Dalam penglihatan Yohanes di Apokalypsis, makhluk-makhluk surgawi
dibuat “kelihatan” dalam cara tertentu guna menyampaikan pesan ilahi
kepada Yohanes; kemungkinan lain adalah Yohanes dianugerahi penglihatan
rohaniah, karena tidak bisa melihat apa yang tak kelihatan oleh mata
jasmaniah sebab, sebagaimana Paulus berkata, “Yang kelihatan adalah
sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal” (2Kor.4:18).
Bab 3 — Menilai Kembali Pemahaman Kristen 317
11
Sebenarnya ini bukan kata yang lazim untuk perampasan dalam bahasa
Yunani; Woodhouse's English-Greek Dict. memuat harpagē sebagai padanan
kata dari “perampasan”, bukan harpagmos.
12
“(Yesus) yang, walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap
kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan”
(Flp.2:6).
322 The Only True God
Kita telah menyimpang dari tujuan awal seluruh nas ini ketika
kita hanyut ke dalam spekulasi-spekulasi teologis, sementara
melupakan panggilannya untuk menjalani kehidupan seperti
Kristus. Namun jika Kristus itu Allah menurut nas ini, bagaimana
tepatnya ia dapat berfungsi sebagai teladan untuk manusia? Kita
tidak memiliki “hak-hak prerogatif ilahi” untuk ditanggalkan, dan
sesungguhnya kebanyakan orang tidak memiliki hak prerogatif yang
nyata atau bahkan istimewa untuk dilepaskan. Sebagian orang yang
termasuk dalam kelas terpandang mungkin bisa memilih untuk
melepaskan sebagian dari hak istimewa mereka, tetapi bagaimana
dengan mayoritas orang? Penerapan praktis seperti apa yang ada di
benak Paulus, mengingat kebanyakan orang beriman pada masanya
bisa digolongkan sebagai “orang biasa”?
Di sinilah kaitan penting antara Filipi 2:17 (“dicurahkan”) dan 2:7
sering dilewatkan, walaupun kaitan semantis antara “dikosongkan”
(kenoō) dan “dicurahkan” (spendomai) seharusnya cukup jelas,
karena sebuah bejana yang telah dicurahkan akan menjadi kosong.
Paulus selalu memastikan ia mengajar melalui teladan; apa yang
dikatakannya tentang Kristus di 2:7 ia terapkan kepada dirinya
sendiri dalam lingkup 10 ayat!
Namun sama pentingnya juga, Filipi 2:17 menerangkan makna
ay.7, karena dalam terang inilah makna “mengosongkan dirinya”
menjadi jelas, terlebih lagi karena, maknanya diterangkan di ay.8, “ia
telah merendahkan dirinya dan taat sampai mati”. Ketaatan sampai
mati inilah, pencurahan diri inilah yang tepatnya ditiru oleh Paulus
dalam kesiapannya untuk membiarkan darahnya dicurahkan demi
Allah dan jemaat-Nya. Di 2Timotius 4:6, ia “sudah mulai dicurahkan
(spendomai, kata yang sama di Flp.2:17)… saat kematianku sudah
dekat”. Tujuan praktis yang hendak ditekankan oleh Paulus di Filipi
2 dapat diringkas oleh perkataan berikut, “Ikutilah teladanku, sama
seperti aku juga mengikuti teladan Kristus” (1Kor.11:1).
Bab 3 — Menilai Kembali Pemahaman Kristen 325
Filipi 2:6-11
Filipi 2:6-8
Sebagai trinitarian yang dibesarkan dalam doktrin dosa asali dan
kebejatan total, kita benar-benar bingung bagaimana memahami
pernyataan Paulus bahwa manusia “menyinarkan gambaran dan
kemuliaan Allah” (1Kor.11:7). Kata “menyinarkan” dalam teks
Yunani ada dalam kala masa kini, bukan kala masa lalu (yaitu
sebelum “Kejatuhan Manusia”)! Tentu saja, kita tidak punya alasan
Bab 3 — Menilai Kembali Pemahaman Kristen 327
Filipi 2:
6
(Kristus), yang meskipun ada dalam rupa Allah, tidak men-
ganggap bahwa menjadi setara dengan Allah adalah sesuatu
yang harus dirampas. (MILT)
7
melainkan telah mengosongkan dirinya sendiri, dan
mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan
manusia.
8
Dan dalam keadaan sebagai manusia, ia telah merendahkan
dirinya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu
salib.
13
“Kristus Yesus” muncul 95 kali dalam PB, “Yesus Kristus” 135 kali,
sedangkan “Yesus” 917 kali.
Bab 3 — Menilai Kembali Pemahaman Kristen 329
Masalahnya ialah gelar “Mesias” ini nyaris tidak berarti apa-apa bagi
seorang non-Yahudi dan itu sebabnya ia membaca “Kristus” (bentuk
Yunani dari “Mesias”) sebagai sebuah nama personal. Rasul Paulus
adalah seorang Yahudi dan tentunya ia tidak berpikir tentang
“Kristus” sebagai semacam nama personal. Bagi dia, sebagaimana
kebanyakan orang Yahudi pada masanya, gelar “Mesias” mengan-
dung signifikansi sebagai penyelamat/raja yang dinanti-nantikan.
Namun kaum Yahudi tidak berpikir tentang Mesias sebagai pribadi
ilahi. Pentingnya gelar “Kristus” untuk Paulus dapat dilihat dari
perbandingan statistik:
Dalam surat yang relatif pendek seperti surat Filipi ini, Christos
(Mesias, Kristus) muncul 37 kali dalam 104 ayat (35,6% atau rata-
rata lebih daripada satu kali per 3 ayat); di Roma kata itu muncul 65
kali dalam 432 ayat (15,04% atau rata-rata satu kali per 6,6 ayat);
bandingkan dengan Yohanes: 18 kali dalam 878 ayat (2,05% atau
satu kali per 48,7 ayat), dan Matius 16 kali dalam 1068 ayat (1,49%
atau satu kali per 66,7 ayat). Secara statistik, gelar “Mesias” atau
“Kristus” jauh lebih sering muncul dalam surat Filipi dibandingkan
dengan kitab lain; dari segi persentase, dua kali lebih banyak
daripada surat Roma. Hal ini jelas menandakan bahwa penekanan
pada Kristus sebagai sang Mesias, juruselamat dan raja yang
diharapkan manusia, merupakan sebuah kunci untuk memahami
Filipi 2:6-11.
Kata Ibrani “Mesias” (Yunani, “Kristus”) berarti “yang diurapi”.
Untuk menjelaskan pentingnya gelar ini saya akan mengutip dari
ISBE [International Standard Bible Encyclopedia]:
14
Kuberikan tempatmu dekat kerub yang berjaga, di gunung
kudus Allah engkau berada dan berjalan-jalan di tengah batu-
batu yang bercahaya-cahaya.
15
Engkau tak bercela di dalam tingkah lakumu sejak hari
penciptaanmu sampai terdapat kecurangan padamu.
16
Dengan dagangmu yang besar engkau penuh dengan
kekerasan dan engkau berbuat dosa. Maka Kubuangkan
engkau dari gunung Allah dan kerub yang berjaga
membinasakan engkau dari tengah batu-batu yang bercahaya.
17
Engkau sombong karena kecantikanmu, hikmatmu kaumus-
nahkan demi semarakmu. Ke bumi kau Kulempar, kepada
raja-raja engkau Kuserahkan menjadi tontonan bagi matanya.
18
Dengan banyaknya kesalahanmu dan kecurangan dalam
dagangmu engkau melanggar kekudusan tempat kudusmu.
Maka Aku menyalakan api dari tengahmu yang akan
memakan habis engkau. Dan Kubiarkan engkau menjadi abu
di atas bumi di hadapan semua yang melihatmu.
19
Semua di antara bangsa-bangsa yang mengenal engkau kaget
melihat keadaanmu. Akhir hidupmu mendahsyatkan dan
lenyap selamanya engkau.
Nas ini berbicara tentang raja negeri Tirus. Seorang raja Tirus lain
bernama “Hiram” disebut sebelumnya dalam PL sebagai orang yang
membantu menyediakan kayu aras untuk pembangunan Bait Suci
pertama (2Sam.5:11; 1Raj.5:1; dst.). Usaha untuk mengartikan nas
dalam kitab Yehezkiel ini sebagai pernyataan-pernyataan harfiah
berarti tidak ada manusia yang cocok dengan gambaran yang
diberikan, sehingga nas ini diterapkan kepada Iblis.
Ada banyak masalah dengan gagasan ini, sebab tidak di mana pun
dalam Alkitab Iblis secara khusus terkait dengan Tirus, apalagi seba-
gai rajanya. Untuk masalah interpretatif lainnya, kita dapat merujuk
kepada buku tafsiran yang lebih terpelajar atau bahkan tafsiran
Bab 3 — Menilai Kembali Pemahaman Kristen 333
14
Baca lebih lanjut di Lampiran 8: “Lebih banyak bukti dari Alkitab
Ibrani”.
Bab 3 — Menilai Kembali Pemahaman Kristen 339
tidak bisa begitu saja diasumsikan tertulis dalam bahasa Yunani dari
semulanya, sebagaimana diperkirakan oleh sebagian sarjana.
Bukannya tidak beralasan untuk mempertimbangkan kemungkinan
bahwa lagu tentang (bukan untuk) Kristus ini ditulis dalam bahasa
Aram atau Ibrani dalam jemaat Yahudi awal, dan kemudian
diterjemahkan oleh seseorang ke dalam bahasa Yunani. Mungkin
juga Paulus sendiri yang menerjemahkannya (setahu saya tak
seorang sarjana pun yang mengemukakan bahwa Paulus sendiri
yang menyusunnya).
Mengingat pengamatan di atas, penting untuk mengingat latar
belakang Semitisnya, terutamanya yang dari PL, karena nas tersebut
penuh dengan kiasan-kiasan kepada nas-nas PL sebagaimana telah
ditunjukkan oleh James Dunn (dikutip di atas). Asal-usul
Semitisnya, termasuk kepengarangan Paulus—kita selalu lupa bahwa
ia adalah seorang Yahudi, dan ia tidak malu mengumumkan dirinya
“orang Ibrani asli”, yang ia nyatakan justru dalam surat Filipi ini
(3:5!)—nyaris “menjamin” monoteisme nas ini. Jika kita masih
berkeras memaksakan penafsiran trinitaris yang politeistis ke dalam
Filipi 2:6dyb. dengan mengklaim bahwa nas itu berbicara tentang
Yesus sebagai “pribadi ilahi kedua”, maka dalam terang semua bukti
yang terkumpul, itu sudah tentu adalah “memalsukan (doloō, juga
memutarbalikkan, menyelewengkan) firman Allah” (2Kor.4:2) untuk
disesuaikan dengan dogma kita.
Kesimpulan
Ketaatan Kristus
Penafsiran trinitaris untuk Filipi 2:6 adalah bahwa pada suatu ketika
dalam kekekalan Kristus yang pra-eksisten menolak “mempertahan-
kan” kesetaraan dengan Allah, melainkan mengosongkan, atau
merendahkan, dirinya sehingga menjadi manusia. Pengosongan-diri
15
Judul lengkap karya Jastrow: Dictionary of the Targumim, the Talmud
Babli and Yerushalmi, and the Midrashic Literature, oleh Marcus Jastrow.
16
Kata Ibrani mana yang akan digunakan oleh terjemahan Ibrani modern
untuk menerjemahkan “rupa” di Filipi 2:6? The Salkinson-Ginsberg Hebrew
NT menerjemahkan “dalam rupa Allah” sebagai בִ ְדמוּת ְ ֶא�הִ יםbduth elohim.
Kata bduth didefinisikan sebagai “rupa, kemiripan, dari penampilan luar”
dalam BDB, di mana Kejadian 1:26 (manusia dibuat dalam “rupa” Allah;
“gambaran” dan “rupa” digunakan sebagai sinonim) dikutip sebagai contoh.
342 The Only True God
Filipi 2.9-11
9
Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan dia dan menga-
runiakan kepadanya nama di atas segala nama,
10
supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di
langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi,
11
dan segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah Tu[h]an”,
bagi kemuliaan Allah, Bapa!
Nya? Dan mengakui sebagai Tu[h]an dia yang telah dipilih Bapa
sebagai Tu[h]an, berarti mengakui kedaulatan Bapa atas pilihan
keputusan-Nya. Semuanya ini jelas-jelas “bagi kemuliaan Allah,
Bapa”.
Sebuah gambaran adalah cerminan dari apa yang diwakili oleh
gambaran itu. Jadi hormat yang diberikan kepada gambaran adalah
hormat yang diberikan kepada apa yang diwakili oleh gambaran
tersebut. Inilah tujuan yang dimaksudkan untuk Adam, tetapi Adam
gagal oleh karena ketidaktaatan. Akan tetapi, justru inilah yang
dicapai Yesus melalui ketaatannya yang mutlak, sehingga dia
menjadi gambaran Allah yang sempurna, memancarkan kemuliaan
Allah serta menarik semua orang kepada-Nya. Dengan cara ini
bagian pertama dari kutipan Yesaya telah digenapi di dalam Kristus
Yesus, “Berpalinglah kepada-Ku (Yahweh) dan biarkanlah dirimu
diselamatkan, hai ujung-ujung bumi!” (Yes.45:22). “Kristus
juruselamat kita” (Tit.1:4; 3.6 dst.) adalah cerminan yang sama persis
dari “Allah Juruselamat kita” (Tit.1:3; 2:10; 3:4 dst.). Dalam rencana
keselamatan Allah sebagaimana diwahyukan dalam PB, manusia
ditarik kepada “satu-satunya Allah yang benar” (Yoh.17:3) melalui
Kristus Yesus Tu[h]an. Yahweh Allah dipuja dan dimuliakan
melalui gambaran-Nya; sebab prinsip dasariah dalam Kitab Suci
adalah segala sesuatu datang kepada kita dari Allah melalui Kristus.
Allah adalah sumber utama segalanya; dan Ia telah menunjuk
Kristus sebagai salurannya. Karena itu, Allah adalah sumber
keselamatan, dengan demikian, Ia adalah “Allah juruselamat kita”;
Kristus adalah orang yang melaluinya keselamatan Allah datang
kepada kita, karena itu ia adalah “Kristus juruselamat kita”. Paulus
mengatakannya seperti ini: “bagi kita hanya ada satu Allah saja, yaitu
Bapa, yang dari Dia berasal segala sesuatu dan yang untuk Dia kita
hidup, dan satu Tu[h]an saja, yaitu Yesus Kristus, yang melalui dia
segala sesuatu telah dijadikan, dan yang karena dia kita hidup.”
(1Kor.8:6).
346 The Only True God
17
Bagaimana caranya trinitarianisme memuliakan Allah ketika mereka
berkeras bahwa Yesus sebagai sang Anak setara dalam segala hal dengan sang
Bapa sepanjang kekekalan, dan sekadar menyerahkan kemuliaannya untuk
sementara waktu pada saat inkarnasi? Sebab, jika demikian halnya, sang Bapa
cuma mengembalikan kepada sang Anak apa yang memang sudah menjadi
miliknya sejak kekekalan. Bagaimana hal ini dapat memuliakan Bapa?
Namun, bagaimanapun juga, trinitarian tidak terlalu peduli dengan
kemuliaan Bapa karena ia sudah menggantikan Bapa dengan Anak sebagai
pusat utama dari agama Kristen, yang mereka wartakan sebagai Kristosentris.
Bab 3 — Menilai Kembali Pemahaman Kristen 347
Penuhanan Trinitaris
akan Kristus
Kolose 1
12
dan mengucap syukur dengan sukacita kepada Bapa, yang
melayakkan kamu untuk mendapat bagian dalam apa yang
ditentukan untuk orang-orang kudus di dalam terang.
13
Ia (Bapa, ay.12) telah melepaskan kita dari kuasa kegelapan
dan memindahkan kita ke dalam Kerajaan Anak-Nya yang
kekasih;
14
di dalam dia (Anak) kita memiliki penebusan kita, yaitu
pengampunan dosa.
15
Dialah (Anak) gambar Allah yang tidak kelihatan, yang
sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan,
16
karena di dalam dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang
ada di surga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang
tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik peme-
rintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan [melalui]
dia dan untuk dia.
17
Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu
menyatu di dalam dia.
Bab 4 — Penuhanan Trinitaris akan Kristus 351
18
Dialah kepala tubuh, yaitu jemaat. Dialah yang sulung, yang
pertama bangkit dari antara orang mati, sehingga dialah yang
lebih utama dalam segala sesuatu.
19
Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan tinggal di dalam
dia,
20
dan melalui dialah Allah memperdamaikan segala sesuatu
dengan diri-Nya, baik yang ada di bumi, maupun yang ada di
surga, sesudah Ia mengadakan pendamaian dengan darah salib
Kristus.
pernyataan yang ada dalam nas di surat Kolose ini harus dipahami
sehubungan dengan konsep penebusan.
18
TB dan beberapa terjemahan Inggris lain menerjemahkan Wahyu 13:8
seperti ini, “yaitu setiap orang yang namanya tidak tertulis sejak dunia
dijadikan di dalam kitab kehidupan dari Anak Domba, yang telah
disembelih.” Ini berarti nama-nama orang beriman telah tertulis dalam kitab
kehidupan sebelum mereka ada di dunia ini. Ini berarti ayat ini mengatakan
sesuatu yang mirip dengan Efesus 1:4. Akan tetapi, bagaimana versi-versi
Alkitab itu menghasilkan terjemahan ini? Caranya adalah dengan
menyisipkan sebuah padanan tanda koma ke dalam teks Yunani sesudah kata
“disembelih”; pembacaan seperti ini tampaknya serampangan.
Bab 4 — Penuhanan Trinitaris akan Kristus 357
19
Dapatkah kita membangun pra-eksistensi Anak Domba berdasarkan
Wahyu 13:8? Jika ya, maka kita pun dapat menetapkan pra-eksistensi kita sen-
diri berdasarkan Efesus 1:4 (dan Wahyu 13:8, jika kita menerima terjemahan
TB).
358 The Only True God
Seperti yang dapat kita lihat sekarang, penekanan ini tidak sesuai
dengan PB.
Oleh karena kelima ayat yang berkaitan dengan penciptaan ini
“tersisip” di antara ayat-ayat tentang keselamatan, tentu saja pantas
ditanyakan apakah ayat-ayat itu harus dipahami sehubungan dengan
karya penebusan Allah di dalam Kristus.
20
Wikipedia, di bawah “Sel (biologi)”, mengatakan bahwa tubuh manusia
Bab 4 — Penuhanan Trinitaris akan Kristus 367
21
7 milyar di akhir 2011, Wikipedia, “Populasi Dunia”.
372 The Only True God
10
sebagai persiapan kegenapan waktu untuk mempersatukan
di dalam Kristus sebagai Kepala segala sesuatu, baik yang di
surga maupun yang di bumi.
Mari kita amati bahwa (1) di sini juga, penciptaan dan penebusan
dikaitkan, dan (2) semua ini terjadi “di dalam dia” atau “di dalam
Kristus” (muncul 3 kali dalam 4 ayat ini).
Oleh karena itu, di dalam Kristus segala sesuatu dalam penciptaan
dipersatukan ke dalam sebuah kesatuan yang koheren. BDAG juga
memberikan definisi berikut untuk sunistēmi (συνίστημι): “sampai
pada keadaan koherensi, terus-menerus, bertahan, eksis, menyatu
bersama-sama pres. med. dan akt. pf.” yang tentu saja sesuai dengan
definisi terdahulu. Definisi ini dinyatakan berlaku untuk kata-kata
dalam bentuk present medium dan aktif perfek dari kata kerja itu.
Bentuk yang terakhir yang dipakai di Kolose 1:17. Perhatikan juga
bahwa hanya definisi “menyatu bersama-sama” saja yang diberikan
dalam terjemahan yang dikutip di atas (pada judul). Namun BDAG
menunjukkan bahwa “keadaan koherensi” juga meluas ke gagasan
kesinambungan, daya tahan, dan bahkan eksistensi. Seperti itulah
kuasa, sifat, dan lingkup, dari kesatuan penebusan di “dalam
Kristus”!
2Korintus 8:9
“Karena kamu telah mengenal anugerah Tu[h]an kita Yesus
Kristus bahwa sekalipun ia kaya, oleh karena kamu ia menjadi
miskin, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-
nya.”
di surat Filipi itu salah, maka ayat itu tidak bisa digunakan di sini.
Lagipula, dalam surat-surat Korintus tidak ada apa-apa yang
membenarkan pemahaman semacam itu.
Pertama-tama, kita perlu menanyakan kekayaan dan kemiskinan
macam apa yang tengah dipertimbangkan di sini. “Supaya kamu
menjadi kaya” pasti tidak merujuk kepada kekayaan material
sebagaimana sudah jelas dari dua ayat pertama pasal ini:
1Timotius 3:16
Sesungguhnya agunglah rahasia ibadah kita: “Dia, yang telah
menyatakan diri-Nya dalam rupa manusia, dibenarkan dalam
Roh; yang menampakkan diri-Nya kepada malaikat-malaikat,
diberitakan di antara bangsa-bangsa; yang dipercayai di dalam
dunia, diangkat dalam kemuliaan.”
Mengenai 1Timotius 3:16, tentu saja kita tahu ayat itu biasanya
digunakan oleh trinitarian untuk merujuk kepada Kristus, sekalipun
Kristus tidak disebut dalam konteks langsung sehubungan dengan
ayat ini. Misalnya, The Expositor’s Greek Testament membuat asumsi
tersebut hanya berdasarkan sebuah dugaan: “sulit untuk
menghindari kesimpulan bahwa yang menyusul adalah sebuah
kutipan oleh Santo Paulus dari sebuah syahadat primitif… tentang
Yesus Kristus”. Kesimpulan semacam ini yang murni dugaan harus
dihindari, terutamanya ketika tidak sepotong bukti pun yang
diberikan untuk membuktikan eksistensi “syahadat primitif” yang
ditengarai ini. Sebenarnya ada sejumlah naskah di mana dijumpai
pembacaan “Allah telah dinyatakan dalam daging”, tetapi resensi ini
bisa jadi karya trinitarian yang berusaha “membuktikan” keilahian
Kristus. Namun, kemungkinannya tetap ada bahwa pernyataan
“Allah telah dinyatakan dalam daging” menggemakan Yohanes 1:14
yang mengatakan bahwa “Firman (‘Memra’, metonim bagi Yahweh)
menjadi daging”.
1Yohanes 5:7,8
“Sebab ada tiga yang memberi kesaksian: Roh dan air dan
darah dan ketiganya adalah satu”.
7
Sebab ada tiga yang memberi kesaksian (di dalam surga:
Bapa, Firman dan Roh Kudus; dan ketiganya adalah satu.
8
Dan ada tiga yang memberi kesaksian di bumi): Roh dan air
dan darah dan ketiganya adalah satu.
1Yohanes 5:20
“Akan tetapi, kita tahu bahwa Anak Allah telah datang dan
telah mengaruniakan pengertian kepada kita, supaya kita
mengenal Yang Benar; dan kita ada di dalam Yang Benar, di
dalam Anak-Nya Yesus Kristus. Dialah Allah yang benar dan
hidup yang kekal.”
382 The Only True God
K ita sudah melihat sebuah contoh dari hal ini di Filipi 2:10-11,
yang mengandung referensi jelas kepada Yesaya 45:22,23.
Bagaimanakah ayat-ayat itu harus dimengerti? Jawaban bagi perta-
nyaan ini sebenarnya relatif mudah karena pilihan logis yang
tersedia sangat terbatas: (a) “Manusia Kristus Yesus” (1Tim.2:5;
Rm.5:15,17; Kis.4:10) adalah Yahweh—identifikasi yang mustahil
sebab Yahweh adalah “Allah, bukan manusia” (Hos.11:9;
1Sam.15:29; Ayb.9:32; dst.), atau (b) Yesus adalah pengejawantahan
kemuliaan Allah (Ibr.1:3; Yoh.1:14, dst.), kepenuhan Allah (Kol.2:9;
1:19; Yoh.2:21, dst.); ia adalah orang yang di dalamnya sang Bapa
tinggal dan bekerja (Yoh.14:10). Jelas, (b) merupakan satu-satunya
pilihan yang tepat.
Namun jika Yesus bukan (a) ataupun (b) maka menerapkan ayat-
ayat mengenai Yahweh dalam PL kepada Yesus akan berarti ia
adalah Yahweh kedua yang, menurut Alkitab, betul-betul mustahil;
malah lebih buruk, dapat dianggap penghujatan. Lagipula,
mengidentifikasi Yesus sebagai Yahweh tidak menolong
trinitarianisme sedikitpun karena Yahweh adalah sang Bapa, bukan
sang Anak, jadi ayat-ayat Yahweh itu tidak dapat membuktikan
eksistensi “pribadi ilahi kedua”.
Penerapan ayat-ayat Yahweh kepada Yesus memberikan
konfirmasi lanjutan bahwa “kepenuhan” Allah datang ke dunia
secara badaniah, bahwa “Allah ada di dalam Kristus ketika
mendamaikan dunia dengan diri-Nya sendiri” (2Kor 5:19 MILT).
Israel harus tahu dengan pasti bahwa Allah telah membuat Yesus,
yang kamu salibkan itu, menjadi Tu[h]an dan Kristus” (ay.36). Hal
yang sama dinyatakan di sini: Allah telah melantik Yesus sebagai
duta-Nya yang berkuasa penuh. Ini berarti bahwa “Tu[h]an” akan
bertindak atas nama “TU[H]AN (yaitu Yahweh)”. Oleh karena itu,
“Hari Tu[h]an” merujuk kepada salah satu ataupun keduanya tanpa
perbedaan penting.
Sedangkan untuk pertanyaan kedua, tampaknya tidak terdapat
kaitan logis antara keimaman Melkisedek dengan Yesus yang dipan-
dang sebagai “manusia sekaligus ilahi”. Surat Ibrani tidak berbicara
tentang Yesus sebagai keturunan Melkisedek secara jasmani, jadi
entah Melkisedek itu ilahi atau tidak, tidak ada pengaruhnya atas
pribadi Yesus. Sebenarnya dalam surat Ibrani tidak didalilkan
adanya kaitan personal yang langsung antara Melkisedek dan Yesus.
Hanya keimamannya saja yang dibahas di situ, dan ia menjawab
sebuah permasalahan serius bagi umat Yahudi (Ibrani): Bagaimana
mungkin Yesus seorang imam, apalagi imam besar (tema utama
dalam surat Ibrani), sedangkan ia bukan keturunan suku Lewi?
Jawaban penulis surat Ibrani adalah bahwa hal itu telah dinubuatkan
(Mzm.110:4, sebuah Mazmur mesianik), bahwa raja Mesianik
keturunan Daud itu juga adalah seorang imam—Mesias akan
menggabungkan kedudukan sebagai raja dan imam dalam dirinya—
tetapi sebagai seorang dari suku Yehuda ia tidak mungkin adalah
imam dari suku Lewi, tetapi keimamannya akan seperti keimaman
Melkisedek yang adalah raja sekaligus imam. Namun semua ini tidak
ada kaitannya dengan apakah Yesus itu manusia sekaligus ilahi.
22
Baca juga “Catatan atas eksegesis Yohanes 12:41”, Lampiran 5.
392 The Only True God
Yohanes 6:46, “Hal itu tidak berarti bahwa ada orang yang
telah melihat Bapa. Hanya dia yang datang dari Allah, dialah
yang telah melihat Bapa.”
23
Di sisi lain, ucapan-ucapan tentang “melihat” itu bisa juga dianggap
contoh-contoh dari Logos (seperti Hikmat, Mat.11:19; Luk.7:35 bdk. 11:49)
yang berbicara melalui Kristus.
Bab 4 — Penuhanan Trinitaris akan Kristus 393
Yesus dapat berkata, “Segala sesuatu yang Bapa miliki adalah milik-
ku”—sebab ia adalah ahli waris Allah oleh karena menjadi Anak-
Nya. Nah, oleh anugerah Allah, kita dapat berkata bersama dengan
Kristus, “Segala sesuatu yang Bapa miliki adalah milikku” karena Ia
telah menjadikan kita ahli waris bersama-sama dengan Kristus.
Melalui dia kita menjadi ahli waris Allah!
Semua kebenaran yang menakjubkan dan penting ini memampu-
kan kita untuk lebih memahami signifikansi perkataan Yesus di
Yohanes 16:15 (“Segala sesuatu yang Bapa miliki adalah milikku”),
yang jelas menunjukkan bahwa ayat itu tidak membuktikan keseta-
raan Kristus yang inheren dengan Bapa. Yang dibuktikan adalah
kasih Bapa kepadanya, sama seperti 1Korintus 3:21 membuktikan
kasih Bapa yang menakjubkan untuk kita.
Hal yang biasanya diabaikan adalah bahwa untuk mengatakan
Kristus merupakan ahli waris Allah adalah sama dengan
mengatakan bahwa segala sesuatu yang dimiliki Kristus diberikan
kepadanya oleh Bapa, dan bahwa ia tidak memiliki apa-apa selain
dari apa yang diberikan kepadanya. Justru hal inilah yang ditegaskan
oleh Yesus sendiri dalam pengajarannya kepada murid-muridnya:
Yohanes 17:7 “Sekarang mereka tahu bahwa semua yang Engkau
berikan kepadaku itu berasal dari Engkau.” Barrett menulis bahwa
hal itu bisa diungkapkan dengan “‘Semua yang kumiliki berasal dari
Engkau’… Yohanes seperti biasa menekankan ketergantungan
Yesus, dalam misi duniawinya, kepada Bapa” (tentang Yoh.17:7).
Demikian pula, mengatakan bahwa kita adalah ahli waris bersama-
sama dengan Kristus, sama juga dengan mengatakan bahwa apa pun
yang kita miliki, kita terima dari Bapa oleh karena kasih-Nya yang
tidak terduga untuk kita. Kita, dengan sendirinya, tidak memiliki
apa-apa sama sekali.
Bab 4 — Penuhanan Trinitaris akan Kristus 395
Yohanes 17:5
“Dan sekarang, ya Bapa, muliakanlah aku di hadirat-Mu
sendiri dengan kemuliaan yang kumiliki di hadirat-Mu
sebelum dunia ada.”
dan makhluk rohaniah lain pun pra-eksisten dalam arti mereka eksis
sebelum dunia diciptakan, sebagaimana terlihat dari fakta bahwa
mereka tidak disebut diciptakan sebagai bagian dari ciptaan materiil
di Kejadian 1. (c) Frasa “di hadirat-Mu” (dalam “kemuliaan yang
kumiliki di hadirat-Mu sebelum dunia ada”) bukanlah kesejajaran
langsung dengan Yohanes 1:1 (“Firman itu bersama-sama dengan
Allah”) di mana kata “bersama-sama dengan” dalam bahasa
Yunaninya adalah pros; di Yohanes 17:5 adalah para seperti di Amsal
8:30 tentang Hikmat, “aku ada di sisi-Nya (para) sebagai kepala
pekerja” (Ams.8:22-31 ILT). Ini mungkin mengusulkan bahwa di
sini Logos di dalam Kristus tengah berbicara sebagai Hikmat.
Namun ini berarti kita harus memahami “kemuliaan” dalam arti
yang berbeda dari yang digunakan Yesus tentang dirinya.
Untuk menghindar dari membacakan pemikiran kita sendiri ke
dalam teks, kita perlu memeriksa dengan hati-hati konsep pra-
eksistensi sebagaimana ia muncul dalam PB. Rasul Paulus menyata-
kannya dengan jelas dan ringkas seperti berikut di Roma 8 (ILT):
29
Sebab, mereka yang telah Dia kenal sebelumnya, juga telah
Dia pratetapkan serupa dengan gambar Putra-Nya, sehingga
dia menjadi yang sulung di antara banyak saudara. 30Dan
mereka yang telah Dia tetapkan sebelumnya, mereka juga
telah Dia panggil, dan mereka yang telah Dia panggil, mereka
juga telah Dia benarkan, dan mereka yang telah Dia benarkan,
mereka juga telah Dia muliakan.
Wahyu 13:8, “Dan semua orang yang diam di atas bumi akan
menyembah si binatang—setiap orang yang namanya tidak
tertulis di dalam kitab kehidupan Anak Domba yang telah
disembelih sejak dunia dijadikan. {Atau, tidak tertulis sejak
dunia dijadikan di dalam kitab kehidupan Anak Domba yang
telah disembelih}” (NIV).
400 The Only True God
Matius 25:34, “Lalu Raja itu akan berkata kepada mereka yang
di sebelah kanannya: Mari, hai kamu yang diberkati oleh
Bapaku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu
sejak dunia dijadikan.” Kerajaan itu disediakan bagi “kamu”
jauh sebelum “kamu” ada, sesungguhnya, sudah “sejak dunia
dijadikan”!
Jika Paulus memahami hal ini, tidakkah Yesus juga tahu tentang
hal itu? Tentu saja. Ini terlihat dari Yohanes 17:5, “Dan sekarang, ya
Bapa, muliakanlah aku di hadirat-Mu sendiri dengan kemuliaan
yang kumiliki di hadirat-Mu sebelum dunia ada”. Mengingat
pembahasan terdahulu, sekarang kita siap untuk menyimpulkan
kajian kita atas ucapan Yesus yang signifikan ini:
(1) “Dan sekarang, ya Bapa, muliakanlah aku di hadirat-Mu sendiri”,
yang mengawali kalimat itu, jelas menunjukkan bahwa Yesus sedang
bersiap-siap untuk memasuki hadirat Bapa melalui kematian dan
kebangkitannya: Bdk. “Aku pergi kepada Bapa” (Yoh.16:10), “Aku
pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu” (Yoh.14:2,3), “Aku
belum naik kepada Bapa” (Yoh.20:17), tetapi ia akan segera naik.
(2) “Muliakanlah aku”; kita telah melihat makna khusus dari
“kemuliaan” dan “mempermuliakan” dalam Injil Yohanes. Hal yang
perlu diamati di sini adalah, “muliakanlah” berbentuk aktif, menun-
jukkan bahwa pemuliaan ini merupakan tindakan Bapa: Yesus yang
“ditinggikan”, kematiannya di kayu salib untuk dosa adalah, pada
akhirnya, hasil usaha Allah, bukan manusia; kematian Kristus demi
keselamatan kita adalah rencana Allah, bukan manusia. Yesus adalah
“Anak Domba Allah”. Imam di bait suci yang menyembelih anak
domba itu sekadar bertindak atas nama orang yang mempersem-
bahkan anak domba itu; anak domba itu bukan anak domba imam.
“Anak Domba Allah” disebut demikian karena ia dipersembahkan
oleh Allah untuk keselamatan kita: “Inilah kasih itu: Bukan kita yang
telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan
mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita”
(1Yoh.4:10). Oleh karena itu, kematian Kristus sebagai kurban
pendamaian bagi kita terutamanya adalah perbuatan Allah. Jika kita
gagal melihat hal ini kita akan secara keliru menyalahkan orang
Romawi atau Yahudi atas kematiannya yang hanya berfungsi sebagai
alat dalam rencana Allah demi keselamatan umat manusia.
404 The Only True God
19
Imannya tidak menjadi lemah, walaupun ia mengetahui
bahwa tubuhnya sudah sangat lemah, karena usianya telah
kira-kira seratus tahun, dan bahwa rahim Sara telah tertutup.
20
Tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena
ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia
memuliakan Allah,
21
serta berkeyakinan penuh bahwa Allah berkuasa untuk
melaksanakan apa yang telah Ia janjikan.
Bab 4 — Penuhanan Trinitaris akan Kristus 405
22
Karena itu hal ini diperhitungkan kepadanya sebagai
kebenaran.”
Lebih luar biasa lagi adalah keyakinan Yesus yang tak tergoyahkan
atas rencana keselamatan Bapa yang sedang dilaksanakan melalui
dia, khususnya sekarang ketika saat pemuliaannya semakin
mendekat. Dalam cahaya inilah kita mulai memahami kedalaman
dan kuasa dari perkataannya di Yohanes 17:5. Dengan tabah Yesus
meminta kepada Bapa untuk “memuliakan aku” sekarang, dan
kemuliaan apa lagi yang bisa diberikan kepadanya di saat genting
dalam “sejarah keselamatan” itu selain “peninggian”-nya melalui
kematian di kayu salib, yang selanjutnya akan dibenarkan dengan
“dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa”
(Rm.6:4)? Kata “sekarang” (nun, “pada saat ini”) yang mengawali
kalimat di Yohanes 17:5 (“Dan sekarang, ya Bapa, muliakanlah aku
di hadirat-Mu”), bukan sekadar kata pengantar hiasan, tetapi
menunjuk secara khusus kepada momen saat itu: ia meminta supaya
pemuliaannya menurut rencana Yahweh, yang ditetapkan “sebelum
dunia ada”, untuk dimulai sekarang. 24 Di sini kita melihat kelayakan
Kristus untuk menerima hormat dari khalayak di surga yang
memberitakan, “Anak Domba yang disembelih itu layak untuk
menerima kuasa, dan kekayaan, dan hikmat, dan kekuatan, dan
hormat, dan kemuliaan, dan puji-pujian!” (Why.5:12)
24
Faktor waktu juga terlihat dalam kalimat sebelumnya: “Aku telah
memuliakan Engkau di bumi dengan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau
berikan kepadaku untuk kulakukan”, Yoh.17:4.
406 The Only True God
NJB: “My brothers, do not let class distinction enter into your
faith in Jesus Christ, our glorified Lord.”
Yohanes 20:28
20
“Semoga dari tempat kediaman-Mu di surga Engkau
mendengar dan mengampuni aku serta umat Israel, umat-Mu
itu, apabila kami menghadap rumah ini dan berdoa kepada-
Mu.”
26
“Apabila umat-Mu berdosa kepada-Mu dan Engkau
menghukum mereka dengan tidak menurunkan hujan, lalu
mereka bertobat dari dosa mereka dan menghormati Engkau
sebagai TUHAN, kemudian menghadap ke Rumah-Mu ini
Bab 4 — Penuhanan Trinitaris akan Kristus 419
Roma 9.5
“Theirs (i.e. of the Jews) are the patriarchs, and from them is
traced the human ancestry of Christ, who is God over all, for-
424 The Only True God
ever praised! {Or Christ, who is over all. God be forever praised!
Or Christ. God who is over all be forever praised!} Amen.”
(2) Kata-kata pujian yang persis sama seperti di Roma 9:5, “yang
harus dipuji sampai selama-lamanya”, merujuk kepada Yahweh
Allah di teks Yunani dari 2Korintus 11:31, “Allah, yaitu Bapa dari
Yesus, Tu[h]an kita, yang terpuji sampai selama-lamanya”. Oleh
karena itu, kata-kata tersebut tidak ditujukan kepada Yesus di Roma
9:5; Yesus adalah penyebab pujian itu, bukan sasaran. Agar mudah
membandingkan, kedua teks itu ditempatkan berdampingan:
gunakan frasa ini khusus untuk “Allah, yaitu Bapa dari Yesus” di
2Korintus 11:31, maka tidak ada alasan untuk mengira ia merujuk
kepada Yesus sebagai “Allah di atas segala sesuatu” di Roma 9:5.
Frasa semacam ini tidak akan diterapkan kepada siapa pun juga oleh
orang Yahudi mana saja, termasuk Paulus, selain kepada Yahweh.
(3) Memeriksa soal tersebut di dalam surat Roma itu sendiri, hal
yang membuatnya tidak terbantahkan adalah (a) frasa yang sama
yang diterjemahkan di sini sebagai “dipuji selama-lamanya”
(eulogētos eis tous aiōnas) juga diterapkan kepada Yahweh Allah
sebagai sang Pencipta “yang harus dipuji selama-lamanya. Amin”
(Rm 1:25). Dan (b) kata penutup “Amin” merupakan fitur istimewa
dari pujian kepada Yahweh Allah dalam surat Roma yang muncul
lima kali. Terlepas dari Roma 1:25 dan 9:5, ada pula yang berikut ini:
Dalam semua ayat di surat Roma ini, Yahweh Allah adalah sasaran
pujian, dan tidak ada alasan apa pun untuk menduga bila Roma 9:5
merupakan sebuah pengecualian.
Surat Ibrani
“Your divine throne endures for ever and ever. Your royal
scepter is a scepter of equity (Takhta ilahimu tetap untuk
selama-lamanya. Tongkat kerajaanmu adalah tongkat
keadilan)” (RSV)
“Your throne is from God, for ever and ever, the sceptre of your
kingship a sceptre of justice (Takhtamu berasal dari Allah,
untuk selama-lamanya, tongkat kerajaanmu adalah tongkat
keadilan)” (NJB)
cara yang lazim digunakan oleh Kitab Suci untuk merujuk kepada
manusia (Ibr.2:14; Mat.16:17; 1Kor.15:50; Ef.6:12). Dari sini terlihat
jelas bahwa kemanusiaan Kristus secara mutlak esensial untuk
“mengadakan penyucian dosa” demi keselamatan umat manusia.
Bertolak-belakang dengan ini, tidak pernah dikatakan di manapun
dalam surat Ibrani, ataupun dalam PB, bahwa Yesus harus menjadi
Allah dalam rangka mengadakan penyucian dosa atau “memberikan
nyawanya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Mat.20:28;
Mrk.10:45).
Yesus, yang diutus secara khusus oleh dia. Malaikat Yesus inilah
yang memerintahkan Yohanes untuk menyembah Allah sendiri.
Instruksi ini konsisten dengan pemakaian kata “menyembah”
(proskuneō) dalam kitab Wahyu secara keseluruhan, di mana Tuhan
Allah Mahakuasa selalu menjadi sasaran sentral dari penyembahan
(4:10; 7:11; 11:16; 14:7; 15:4; 19:4,10; 22:9). Monoteisme Kitab
Wahyu yang konsisten itu sekarang seharusnya terlihat sangat jelas
kepada kita; dan kita tidak perlu terkejut ketika menjumpai hal yang
sama juga benar dengan seluruh tulisan Yohanein. 25
25
Catatan atas Wahyu 22:8: kita sudah melihat bahwa dalam kitab Wahyu
kata “menyembah” tidak pernah digunakan kecuali sehubungan dengan Allah
sendiri, tetapi anehnya Yohanes berkata: “aku sujud di depan kaki malaikat,
yang telah menunjukkan semuanya itu kepadaku, untuk menyembahnya”
(Why.22:8). Hal ini tampaknya nyaris tidak terpahami, terutamanya
mengingat fakta bahwa penyembahan kepada malaikat merupakan salah satu
hal yang dikutuk di Kolose 2:18,19; dan hal itu pun sama sekali tidak cocok
dengan monoteisme kitab Wahyu sendiri. Tampaknya satu-satunya cara hal
itu bisa dipahami dalam konteks ini adalah dalam cahaya yang dikatakan
segera sebelum ini, “Tuhan, Allah yang memberi roh kepada para nabi, telah
mengutus malaikat-Nya untuk menunjukkan kepada hamba-hamba-Nya apa
yang harus segera terjadi” (Why.22:6). Tampaknya Yohanes mungkin
mengira bahwa apa yang ditunjukkan oleh kata-kata itu adalah bahwa
malaikat yang berdiri di depan dia itu tidak lain dan tidak bukan adalah
“malaikat Yahweh”, yang sering disebut dalam PL, yang merupakan
pengejawantahan dari Yahweh Sendiri. Sekitar 8 ayat kemudian barulah
dinyatakan kepada Yohanes bahwa malaikat itu sebenarnya adalah malaikat
yang diutus oleh Yesus (Why.22:16); jadi malaikat ini tentu saja adalah salah
satu dari malaikat Allah tetapi bukan “malaikat Yahweh” itu yang terkenal
dalam PL.
436 The Only True God
Wahyu 1
• Daniel 10:5, “ikat pinggang dari emas murni” (BIS), bdk. Wahyu
1:13, “Di dadanya ia memakai tutup dada emas” (BIS) bdk.
“dadanya berlilitkan ikat pinggang dari emas”.
• Daniel 10:6: “kakinya seperti kilau tembaga yang digilap” bdk.
Wahyu 1:15: “kakinya berpijar seperti tembaga yang dibakar”
(BIS) bdk. “kakinya mengkilap bagaikan tembaga membara di
dalam perapian”.
• Daniel 10:6, “suaranya terdengar seperti suara orang banyak”
(BIS) bdk. “suara ucapannya seperti gaduh orang banyak”, bdk.
Wahyu 1:15 “suaranya bagaikan desau air bah”. Kata-kata yang
diterjemahkan dengan “suara orang banyak” bisa merujuk kepa-
da suara kerumunan orang, bunyi air (mis. hujan), atau bahkan
bunyi roda kereta, sebagaimana disebutkan di The Expositor’s
Commentary.
Dengan demikian, Wahyu 1 tentu saja melukiskan Kristus yang
bangkit itu dalam istilah kemegahan dan kemuliaan makhluk
surgawi tetapi tidak menyediakan dasar untuk keilahiannya.
Sebenarnya seorang malaikat lain dilukiskan dengan kata-kata yang
hampir sama dengan Wahyu 10. Lagi-lagi saya mengutip The
Expositor’s Commentary atas Daniel 10:4dyb.: “Perhatikan Wahyu
10:1, di mana malaikat itu dilukiskan berselubungkan awan, dengan
pelangi di atas kepalanya, mukanya bersinar seperti matahari, dan
kakinya bagaikan tiang api—sebuah deskripsi dengan persamaan
mencolok dengan deskripsi di kitab Daniel.”
Oleh karena The Expositor’s Commentary telah menyinggung
Wahyu 10:1, perhatikan pula, bahwa deskripsi malaikat ini mengata-
kan bahwa “mukanya sama seperti matahari”, yang adalah gambaran
dari muka Kristus, sebagaimana dilukiskan di Wahyu 1:16.
Namun persamaan antara penglihatan di Daniel 10 dan Wahyu 1
semakin meluas. Terdapat juga persamaan dari segi dampaknya
438 The Only True God
kepada Daniel dan Yohanes: “dan tidak ada lagi kekuatan padaku…
jatuh pingsanlah aku tertelungkup dengan mukaku ke tanah” Daniel
10:8,9, yang tidak terlalu berbeda dari “sujudlah aku di depan
kakinya sama seperti orang yang mati” (Why.1:17). Lagi-lagi, dalam
kedua kejadian itu, sebuah tangan di taruh ke atas mereka sementara
orang yang mereka lihat itu berbicara kepada mereka.
Mengingat semua ini, tak pelak bila Kristus dilukiskan dengan
menggunakan istilah-istilah malaikat di Wahyu 1. Namun termasuk-
nya gelar “Aku adalah Yang Awal dan Yang Akhir” (Why.1:17), yang
kemungkinan adalah sebuah gelar ilahi, bisa mengusulkan bahwa
sebuah referensi kepada “malaikat Tuhan” PL dimaksudkan. Akan
tetapi, “Yang Awal dan Yang Akhir” adalah sebuah gelar yang
dipakai untuk Kristus pada tiga kesempatan (1:17; 2:8; 22:13),
meskipun tidak pernah kepada Allah dalam kitab Wahyu.
Namun kemungkinan ada sebuah hubungan dengan Yesaya 41:4,
“Aku, Yahweh, yang pertama dan yang terakhir, Akulah Dia” (ILT),
tetapi, pelbagai terjemahan menggarisbawahi ketidakpastian
maknanya, seperti: “Aku, TUHAN, yang terdahulu, dan bagi mereka yang
terkemudian Aku tetap Dia juga” (LAI) dan “Aku, TUHAN, Akulah
yang pertama, dan tetap ada sampai penghabisan” (BIS). Meskipun
demikian, terdapat kesejajaran yang amat dekat antara Yesaya 44:6
dan 48:12 dalam susunan kata.
Namun kita perlu berhati-hati ketika mencoba membuktikan satu
pokok teologis dengan menggunakan gelar-gelar serupa. Misalnya,
setiap murid sejati disebut “terang dunia” oleh Yesus (Mat.5:14), dan
ia juga menyebut dirinya sendiri dengan gelar yang sama persis,
“terang dunia” (Yoh.8:12; 9:5). Berdasarkan hal ini dapatkah kita
memperdebatkan bahwa jika Yesus itu Allah, maka kita pun adalah
Allah? Jika tidak, lalu mengapa diasumsikan bahwa ketika sebuah
gelar ilahi dikenakan kepada Kristus, hal itu mesti berarti ia adalah
Allah? Jika dalam hal “terang dunia”, kita mengerti bahwa kita
adalah “terang dunia” karena Roh Kristus yang mendiami kita
Bab 4 — Penuhanan Trinitaris akan Kristus 439
K
indah.
ita bisa melihat dalam kitab Wahyu bagaimana frasa “bagi
kemuliaan Allah, Bapa” (Flp.2:11) dinyatakan dengan kejelasan
seperti kristal dan mengalir dari takhta Allah dan Anak Domba itu”
(Why.22:1; BIS, bdk. ay.3). Pembagian takhta Allah ini menggenapi
apa yang dikatakan oleh Yesus di Wahyu 3:21, “Siapa yang menang,
ia akan kududukkan bersama-sama dengan aku di atas takhtaku,
sebagaimana akupun telah menang dan duduk bersama-sama
dengan Bapaku di atas takhta-Nya.” Ini juga berarti takhta yang
dikaruniakan kepada Yesus pada dasarnya adalah takhta Bapa. Frasa
“takhta Allah dan Anak Domba itu” hanya muncul dalam dua ayat
kitab Wahyu ini.
Seperti sudah kita catat sebelumnya, “Anak Domba” sebagaimana
diterapkan kepada Yesus muncul 28 kali (4x7) dalam kitab Wahyu
dan, oleh karena itu, merupakan salah satu kata kunci. Anak Domba
yang disembelih itu melukiskan Kristus sebagai kurban penghapus
dosa melalui kematian dan kebangkitannya. Setelah menunaikan
dengan setia misi yang dipercayakan kepadanya oleh Allah Bapa
kita, ia dikaruniakan untuk duduk di atas takhta Allah (bdk. Flp.2:9-
11 lagi), sama seperti mereka semua yang menang akan dikaruniai
tempat di atas takhta Kristus (Why.3:21). Petrus di Kisah 2:36 mem-
beritakan bahwa “Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan
itu, menjadi Tu[h]an dan Kristus”, yang menyebabkan Paulus
berbicara tentang Yesus sebagai “Tu[h]an Yesus Kristus”. Perhatikan
lagi bahwa Allah yang telah menjadikan dia Tu[h]an. Kekuasaan
sebagai Tu[h]an dianugerahkan kepadanya oleh Allah, demikian
pula dengan kemesiasannya (Kristus). Kita yang dibesarkan sebagai
trinitarian tidak boleh melupakan hal ini jika kita tidak ingin
menyimpang lagi dari kebenaran firman Allah.
Dalam Kitab Wahyu, sasaran utama dari penyembahan adalah
Allah, Bapa kita. Hal ini secara khusus dinyatakan, sesungguhnya,
diperintahkan di Wahyu 22:9, “Sembahlah Allah”. Ini menjadi lebih
signifikan ketika kita menyadari bahwa di sini Kristuslah yang
tengah berbicara melalui malaikatnya (Why.22:16).
442 The Only True God
H al ini dibuat jelas pada bagian paling awal dari kitab Wahyu:
“Anugerah dan damai sejahtera menyertai kamu, dari Dia,
yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang” (Why.1:4) dan
juga di ay.8, “Tuhan Allah, yang ada dan yang sudah ada dan yang
akan datang, Yang Mahakuasa.” Hal ini mudah dikenali, seperti
yang diamati oleh para komentator Alkitab, sebagai padanan dari
Keluaran 3:14, “Firman Allah kepada Musa: ‘AKU ADALAH AKU’.
{Atau AKU AKAN MENJADI APA YANG AKU AKAN MENJADI}
Lagi firman-Nya: Beginilah kaukatakan kepada orang Israel itu:
‘AKULAH AKU’ telah mengutus aku kepadamu”. Hal ini juga
mengingatkan kita kepada deskripsi Allah seperti “dari selama-
lamanya sampai selama-lamanya Engkaulah Allah” (Mzm.90:2);
“Semuanya itu akan binasa, tetapi Engkau tetap ada… dan tahun-
tahun-Mu tidak berkesudahan” (Mzm.102:26,27); dan “Bahwasanya
Aku, Yahweh, tidak berubah” (Mal.3:6).
Bab 4 — Penuhanan Trinitaris akan Kristus 443
contoh ini, mau tidak mau kita dikejutkan oleh keakraban “yang
Mahakuasa” berhubungan dengan manusia kendati keagungan serta
kuasa-Nya yang tak terbayangkan. Hal ini menjadi ciri menyolok
dari Yahweh yang jelas terlihat di sepanjang Alkitab. Dalam kitab
Wahyu kita melihat sang Mahakuasa dengan akrab terlibat dengan
kejadian-kejadian di dunia ini, dan Ia menggunakan sarana-sarana
yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan-tujuan-Nya bagi umat
manusia.
Kita sudah mencatat bahwa “takhta” adalah salah satu kata kunci
dalam kitab Wahyu. Konsep Allah yang duduk di atas takhta-Nya
dan memerintah atas dunia dan alam semesta kerapkali muncul
dalam PL, khususnya kitab Mazmur: “Yahweh sudah menegakkan
takhta-Nya di sorga dan kerajaan-Nya berkuasa atas segala sesuatu”
(Mzm.103:19); “Engkau, ya Yahweh, bertakhta selama-lamanya,
takhta-Mu tetap dari masa ke masa!” (Rat.5:19) Di Matius 5:34 Yesus
berbicara tentang langit sebagai “takhta Allah” dan bumi sebagai
“tumpuan kaki-Nya” (Mat.5:34,35).
Hal yang secara khusus relevan untuk kitab Wahyu adalah
penglihatan Yesaya akan Allah yang duduk di atas takhta-Nya,
“Dalam tahun matinya raja Uzia aku melihat Tuhan duduk di atas
takhta yang tinggi dan menjulang, dan ujung jubah-Nya memenuhi
Bait Suci” (Yes.6:1); dan terlebih lagi oleh karena ay.3, “Dan mereka
(yaitu para Serafim, ay.2) berseru seorang kepada seorang, katanya:
‘Kudus, kudus, kuduslah Yahweh semesta alam, seluruh bumi penuh
kemuliaan-Nya!’”; kata “Kudus” yang diulang tiga kali ini
digemakan di Wahyu 4:8: “dan dengan tidak berhenti-hentinya
mereka berseru siang dan malam: ‘Kudus, kudus, kuduslah Tuhan
Allah, Yang Mahakuasa, yang sudah ada dan yang ada dan yang
akan datang!’”. Takhta itu (Yeh.1:26), dalam penglihatan yang sering
disebut sebagai “penglihatan kereta” Yehezkiel, adalah juga suatu
penglihatan akan takhta Yahweh: “Seperti busur pelangi, yang
terlihat pada musim hujan di awan-awan, demikianlah kelihatan
Bab 4 — Penuhanan Trinitaris akan Kristus 445
anak, maka Allah telah menyuruh Roh Anak-Nya ke dalam hati kita,
yang berseru (krazō adalah kata yang kuat, mengungkap intensitas):
‘ya Abba, ya Bapa!’” Kata-kata ini menerangkan bahwa jika Roh
Kristus ada di dalam kita, kita akan memanggil atau berseru dari hati
kita, “ya Abba, ya Bapa”. Penting juga untuk diperhatikan bahwa
ayat ini menyatakan bahwa bukan Anak yang mengutus Roh-Nya ke
dalam hati kita, tetapi Allah Bapa kita Sendirilah yang melakukan
hal ini.
Lebih lanjut, kita bisa belajar merenungkan hal-hal surgawi
dengan merenungkan, misalnya, adegan surgawi yang dilukiskan di
Wahyu 4 dan 5, dengan memperhatikan bagaimana khalayak di
surga menyembah “Dia yang duduk atas takhta” (Yahweh Allah,
sang Bapa, dilukiskan dengan cara ini sebanyak 12 kali dalam kitab
Wahyu). “Takhta” adalah salah satu kata kunci dalam kitab Wahyu,
yang muncul 47 kali (dari semuanya itu, 14 kali di Wahyu 4, dan 5
kali di Wahyu 5). Sebagaimana disebutkan di atas, Anak Domba
dikaruniakan untuk duduk dengan Allah Bapa kita di atas takhta-
Nya, sama seperti para pemenang akan dikaruniakan untuk berbagi
takhta Kristus dengan dia (Why.3:21). Sesudah pembukaan meterai
di Wahyu 5, Anak Domba dipuji dan dipuja bersama-sama dengan
Allah. Dengan membayangkan adegan penyembahan yang indah itu,
dan dengan mempelajari makna doksologi yang disebut di
dalamnya, kita bisa belajar untuk menyembah dengan cara surgawi
itu, sebab bukankah hal-hal ini dituliskan sebagai pelajaran bagi
kita? Paulus menasihati kita untuk memikirkan perkara yang di atas
(Kol.3:2). Wahyu 4 dan 5 tentu saja bisa menbantu kita melakukan
hal ini secara lebih mendalam.
Mungkin penglihatan surgawi tentang penyembahan seperti
itulah yang mengihami Paulus untuk menulis doksologi yang
demikian indah, “Hormat dan kemuliaan sampai selama-lamanya
bagi Raja segala zaman, Allah yang kekal, yang tidak tampak dan
yang esa! Amin” (1Tim.1:17). Kita mungkin bertanya-tanya apa
450 The Only True God
Nama “Yahweh”
Akibat dari rasa takut bangsa Yahudi untuk melafalkan Nama Allah
adalah bahwa pelafalan Nama-Nya tidak lagi dikenal seiring dengan
waktu, atau setidaknya, menjadi tidak pasti. Nama Allah sekarang
umumnya tidak dikenal oleh kebanyakan orang Yahudi dan umat
Kristen. Bagi mereka, Allah itu tidak bernama! Namun Kitab Suci
berkata, “barangsiapa yang berseru kepada nama Yahweh akan
diselamatkan” (Yl.2:32; Kis.2:21; Rm.10:13). Bukankah seharusnya
Bab 5 — Yahweh dalam Alkitab Ibrani 455
Makna “Yahweh”
(Koehler dan Baumgartner): “אֶ הְ יֶה ְאַשֶׁ ר אֶ הְ יֶה, I shall be who I shall
prove to be, Keluaran 3:14.”
Dalam bagian terdahulu, perhatian diberikan kepada pengamatan
penting dalam The Theological Wordbook of the Old Testament
(TWOT) bahwa Nama “Yahweh” menandakan imanensi-Nya,
kedekatan-Nya dengan manusia: “Kitab Suci berbicara tentang
Tetragrammaton [YHWH, Yahweh] sebagai ‘nama yang mulia dan
dahsyat [menakjubkan]’ (Ul.28:58), atau hanya dengan ‘nama itu’
(Im.24:11). Namun nama itu menandakan kedekatan Allah,
kepedulian-Nya kepada manusia, dan penyataan janji penebusan-
Nya.” (TWOT, ( יָהּyāh) Yahweh)
Tentang Keluaran 3:14, TWOT menyimpulkan bahwa Nama
“Yahweh” mengungkapkan “hadirat setia”-Nya dengan umat-Nya:
27
Pemberitaan ganda dari Nama Yahweh seperti ini tidak dijumpai di
manapun juga. Hal ini unik dalam PL. Fakta bahwa ia diberitakan oleh
Yahweh Sendiri menandakan signifikansi luar biasa dari penyataan-diri yang
tercatat dalam nas ini.
462 The Only True God
Nah.1:3.
Bab 5 — Yahweh dalam Alkitab Ibrani 463
1990, hlm.12). Buku Bloom yang lebih baru adalah Jesus and
Yahweh, The Names Divine (Riverhead Books, 2005; Bloom adalah
Professor of Humanities pada Yale University). Dalam buku yang ini
ia menyatakan bahwa ia bukan seorang percaya; jadi dengan cara
apa lagi ia membaca Alkitab selain sebagai karya sastra? Apakah kita
dapat mendemitologisasi bahasa Alkitabiah, dan jika demikian, apa
artinya itu? Makna atau signifikansi apa yang dimilikinya sebagai
karya sastra?
Hal yang diakui oleh Prof. Bloom adalah bahwa serangan
terhadap “antropomorfisme” Alkitabiah berakar dalam pemikiran
Yunani:
mereka percaya bahwa bagi Allah segala sesuatu itu mungkin? Dia
itu transenden, tetapi apakah tidak imanen?
Tidak lama sebelum naskah buku ini dikirim ke penerbit, saya
menjumpai karya yang menarik oleh James L. Kugel (Professor of
Hebrew Literature pada Harvard University) berjudul The God of
Old: Inside the Lost World of the Bible, 2003, tepat pada waktunya
untuk menyisipkan sebuah referensi dari karya itu di sini.
Sebagaimana ditunjukkan dari judul dan sub-judul bukunya, tesis
buku ini mengatakan bahwa konsep Allah sebagaimana terlihat di
bagian awal Alkitab, di mana Allah berinteraksi dengan manusia,
belakangan digantikan oleh konsep Allah yang kosmis dalam arti Ia
menjadi terlalu besar untuk berinteraksi dengan manusia lemah
dalam cara yang dilakukan oleh “Allah purba”. Karena itu, Allah
Alkitab yang bisa dan akan muncul kapan saja dalam dunia manusia
telah menjadi suatu ide dari “dunia Alkitab yang telah hilang”.
Begini caranya Kugel melukiskan dunia Alkitab:
Transendensi-imanensi
Allah. Dan jika kita masih belum menangkapnya, hal ini diulangi
lagi di akhir ay.8:
beberapa perbuatan-Nya yang lain yang ajaib. Saya rasa inilah yang
ingin dicapai oleh Firman-Nya untuk setiap dari kita, yaitu,
memimpin kita ke dalam suatu pengalaman akan Dia sebagai Allah
yang hidup, yang mengasihi dan yang kreatif.
Jika Allah tidak peduli dengan manusia, lantas mengapa Ia
menghabiskan waktu-Nya untuk kita? Mengapa Ia tidak mengu-
capkan perkataan-Nya yang mahakuasa saja, dan sim salabim,
jadilah seorang manusia? Akan tetapi, itu bukan artinya kata
“membentuk”. Agaknya, Ia bisa saja berbuat demikian, tetapi Ia
memilih untuk tidak melakukannya. Cerita dalam kitab Kejadian
jelas memperlihatkan betapa pedulinya Allah dengan manusia.
Untuk alasan ini pula, Allah tidak putus-putusnya berbicara
kepada manusia, dan perhatikan di sini, “TUHAN Allah”—Yahweh
Allah—“memberi perintah”:
yang telah diajarkan kepada saya sejak semula, saya mulai melihat
hal-hal yang tidak saya lihat sebelumnya. Misalnya, kita membaca,
Itu percakapan yang cukup luar biasa dengan Kain. Dan yang
menakjubkan adalah Yahweh melindungi Kain sehingga ia tidak
terbunuh. Mengapa Yahweh berbuat demikian? Tidakkah hukum
Taurat berkata bahwa jika Anda membunuh seseorang, Anda harus
membayarnya dengan nyawa Anda sendiri? Itulah hukum Taurat
Yahweh. Namun, Yahweh melindungi Kain dari kematian, dengan
484 The Only True God
yang luar biasa. Saya tidak tahu mengapa saya tidak bisa melihat
semua itu sebelumnya.
Semua ini sudah terlihat dalam cerita Alkitab yang paling awal.
Hukum Taurat dan sistim kurban dalam Perjanjian Lama itu tidak
muncul begitu saja, tetapi sudah ada di kitab Kejadian dalam bentuk
bibit. Bahkan lebih mencengangkan lagi, sekarang kita menyadari
bahwa semua ini mempertandakan rencana keselamatan Allah yang
telah dicapai oleh-Nya untuk umat manusia ketika Ia “menyerahkan
Anak-Nya bagi kita semua” (Rm.8:32), dan membebaskan kita oleh
“darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak
bernoda dan tak bercacat” (1Ptr.1:19).
Apakah air mata kita tidak mengalir memikirkan Adam dan
Hawa—yang dibentuk Yahweh dengan jari-jari-Nya sendiri, dan
demi mereka Ia membuat taman dan memberikan kehidupan indah
di taman itu—mereka bisa berbuat dosa? Seandainya Yahweh itu
seperti kebanyakan orang (jadi mungkin Ia transenden dalam arti Ia
tidak seperti kebanyakan orang), Ia sudah meledak dalam
kemarahan: “Baiklah, Aku sudah selesai dengan kalian berdua!”
Tidak! Sebaliknya, Ia mengambil seekor binatang, menyembelihnya,
dan mengambil kulitnya untuk menutupi Adam dan Hawa.
Menakjubkan! Namun bukankah kita membacanya dengan terlalu
harfiah? Dapatkah kita membacanya secara non-harfiah atau
simbolis dan tetap mengeluarkan kekayaan makna dari nas itu? Saya
belum menemukan cara lain.
Apa yang dilakukan Yahweh untuk menutupi serta melindungi
Kain dari maut bukanlah suatu hal baru. Ia sudah melakukan hal
semacam ini untuk orangtua Kain. Ia telah menyediakan sebuah
penutup, sebuah pendamaian, untuk Adam dan Hawa. Tentu saja Ia
tidak bisa membiarkan mereka tetap tinggal di taman itu. Mereka
harus menanggung konsekuensi serius dari dosa mereka. Mereka
harus meninggalkan taman itu, tetapi mereka meninggalkan taman
itu dengan mengenakan penutup yang telah diberikan Yahweh.
Selama sisa hidup mereka pakaian itu akan mengingatkan mereka,
“Yahweh mengasihani kami. Kami tidak mati pada hari kami
488 The Only True God
Dan yang masuk itu adalah jantan dan betina dari segala yang
hidup, seperti yang diperintahkan Allah kepada Nuh; lalu
Yahweh menutup pintu bahtera itu di belakang Nuh.
(Kej.7:16)
tentang Henokh, yang berjalan dengan Allah selama 300 tahun dan
diangkat oleh-Nya. Bagi Henokh, apa artinya berjalan dengan Allah?
Berjalan selama 300 tahun! Bukan hanya beberapa hari saja. Selama
300 tahun ia berjalan dengan Yahweh. Sungguh suatu pengalaman,
sungguh suatu petualangan! Tidak heran bila ia diangkat!
Kemudian tampil Abraham, dan ia dikenal sebagai sahabat
Yahweh. Apakah Allah membutuhkan seorang sahabat? Apakah Ia
membutuhkan Anda dan saya? Tidak, Ia tidak membutuhkan kita,
tetapi Ia ingin kita menjadi sahabat-Nya; bukan karena Ia
membutuhkan kita. Allah menemukan seorang sahabat di dalam diri
Abraham. Seluruh kisah ini betul-betul indah: Abraham tengah
duduk di pintu kemahnya waktu hari panas terik (Kej.18). Ia
mungkin sedang menyejukkan dirinya dengan tiupan angin sepoi-
sepoi di depan pintu kemah itu. Dan ia melihat tiga lelaki berjalan ke
arahnya. Sebagai seorang yang ramah, ia keluar dari kemahnya dan
sujud dengan mukanya sampai ke tanah, kurang lebih sama seperti
kaum Muslim dewasa ini ketika mereka berdoa. Abraham bersujud
dengan mukanya sampai ke tanah ketika ia menyambut ketiga lelaki
tadi. Dan salah satu dari mereka ternyata adalah Yahweh,
sebagaimana dinyatakan oleh kisah itu.
Kemudian diceritakan kisah menakjubkan di mana Abraham
tawar-menawar dengan Yahweh mengenai kota Sodom yang akan
segera dihancurkan. “Jika ada 50 orang saleh, akankah Engkau
mengampuni Sodom?” “Maaf, jangan marah denganku, Yahweh,
tetapi bagaimana kalau 40?” Ia tawar-menawar dengan Yahweh
seperti di pasar tradisional. Dan dengan sabar Yahweh menuruti dia.
“Yahweh, kumohon, jangan marah denganku. Akankah Engkau
mengampuni Sodom dengan 30?” Yahweh berkata, “Ya, 30, akan
Kuampuni.” Satu kali lagi: “20?” “Oke.” “Kumohon, tolonglah,
bersabarlah denganku, tapi bagaimana kalau 10?” Ia berkata, “Ya,
10.” Kasihan, Abraham tidak berani menawar lebih rendah dari
sepuluh. Ketika Anda tawar-menawar di pasar pun, Anda harus
492 The Only True God
cengli. Maksud saya, jika ia meminta satu juta rupiah, apakah Anda
memberinya 20,000 rupiah? Ayolah, jangan konyol. Anda dapat
menawar dari 50 menjadi 30 dan 20 dan akhirnya 10. Ayolah, ini
adalah seluruh kota—Anda tidak bisa menawar lebih rendah dari 10,
bukan? Namun Yahweh berkata, “Ya, bahkan 10”. Abraham
berpikir, “Baiklah, aku puas. Pasti ada sepuluh orang baik di kota
Sodom.”
Namun sepuluh pun tidak ada. Dan sekalipun Abraham menawar
lebih rendah, hal itu tidak akan menolong karena yang ada hanya
satu orang saja: Lot. Itu tidak berkata banyak tentang istri Lot; ia
berubah menjadi tiang garam. Tidak ada seorang yang baik pun
tersisa di seluruh Sodom kecuali satu. Dapatkah Anda
membayangkan hal itu? Kisah yang indah tentang Abraham tawar-
menawar dengan Yahweh ini menunjukkan kesabaran-Nya yang
luar biasa! Apa yang membuat kita mengira Ia itu hakim yang
pemarah, Allah yang pemurka di surga di atas, yang siap
menghancurkan semua orang berdosa? Lagipula, apakah orang
berdosa justru bertobat karena ditakut-takuti oleh kotbah kita
tentang murka Allah? Atau, apakah Allah tidak menarik kita dengan
kasih-Nya, sebagaimana terlihat dalam Injil? Ia sama sekali tidak
berusaha menakut-nakuti kita dengan kuasa-Nya. Apakah orang
berdosa benar-benar merasa takut, atau lebih tertarik oleh kasih?
Seraya kita melihat gambaran panorama Yahweh dalam
hubungan-Nya dengan manusia sebagaimana terlihat dalam Alkitab,
kita mulai mendapati bahwa, seperti halnya kota Sodom, hanya ada
begitu sedikit orang benar sehingga nyaris tak ada yang bisa diajak
berbicara oleh Yahweh. Tidak ada sama sekali! Kemudian tampillah
Musa, dan dikatakan bahwa Allah berbicara dengannya “muka
dengan muka” (Kel.33:11; Ul.34:10). Bukankah itu hal yang indah?
Dan di situ Anda melihat cerita bagaimana Yahweh Allah membawa
umat-Nya—umat Israel—keluar dari Mesir. Lagi-lagi yang Anda
lihat bukanlah Allah yang transenden dalam arti terpencil,
Bab 5 — Yahweh dalam Alkitab Ibrani 493
tidak ada lagi. Setelah nabi terakhir, Maleakhi, yang ada hanya
kesunyian—kesunyian selama 400 tahun. Firman Tuhan tidak lagi
berbicara. Agaknya, tidak ada seorang pun yang bisa diajak
berkomunikasi oleh Yahweh. Adakah seseorang dalam generasi ini
yang bisa diajak berkomunikasi oleh Yahweh? Namun janji-janji itu
tetap ada:
Seorang anak akan lahir tetapi, yang luar biasa, anak itu akan
menyandang nama-nama ilahi:
Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah
diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas
bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib,
Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai. (Yes.9:5)
keluar dari langit melingkupi bumi. Dalam Kitab Suci Allah tidak
pernah dapat dianggap terbatas pada langit. Menurut Kitab Suci,
adalah keliru untuk mengira bahwa “langit” merujuk kepada tran-
sendensi-Nya, sementara bumi menyatakan “imanensi”-Nya menu-
rut perkiraan umum. Pemikiran ini juga diruntuhkan oleh ayat
seperti berikut:
Kasih Yahweh
21
‘Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan
menamakan dia Yesus, karena dialah yang akan menye-
lamatkan umatnya dari dosa-dosa mereka.’
22
Hal itu terjadi supaya digenapi yang difirmankan Tuhan
melalui nabi:
23
“Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan mela-
hirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan
dia Imanuel” (Yang berarti: Allah menyertai kita.) [Yes.7:14]
Mengingat rujukan eksplisit kepada Yahweh di Yesaya 40:3-5, dan
mengingat “Allah menyertai kita (Imanuel)” melalui kelahiran
Kristus, kita dapat menyimpulkan dari ayat-ayat tersebut bahwa
Yahwehlah yang dinubuatkan datang ke dunia di dalam Kristus. Jika
kesimpulan ini ditolak maka satu-satunya pilihan yang tersisa adalah
menghilangkan makna substantif “Imanuel” dengan membuatnya
terdengar seperti dalam sapaan-sapaan yang artinya kurang lebih
“semoga Allah menyertai kita”; dalam arti itu “Imanuel” tidak lebih
berarti dari “Allah akan menyertai Yesus secara khusus”. Akan
tetapi, kata itu tidak berarti Allah akan menyertai Yesus melainkan,
di dalam Yesus, Allah akan “menyertai kita”. Dengan kata lain, Allah
akan hadir di dalam Yesus sedemikian rupa sehingga Ia menjadi
Allah yang hadir dengan kita. Trinitarian, tentu saja, menerima
pemahaman “Imanuel” ini, tetapi mereka mengartikan “Allah”
sebagai “Allah-Anak”, bukan “satu-satunya Allah yang benar”,
Yahweh. Namun, pilihan itu tidak tersedia bagi mereka dengan
alasan yang sekarang semestinya cukup jelas: dalam Kitab Suci tidak
ada pribadi yang disebut “Allah-Anak”.
Malaikat Tuhan
29
Istilah ini dipakai 54 kali; tetapi rujukan di Hagai 1:13 adalah kepada
nabi sebagai utusan Yahweh, dan di Maleakhi 2:7 kepada imam yang adalah
utusan-Nya.
Bab 5 — Yahweh dalam Alkitab Ibrani 509
Kasih-setia Yahweh
Kekristenan telah
Kehilangan Akar
Yahudinya:
Konsekuensi Serius
J emaat yang kita lihat dalam kitab Kisah Para Rasul adalah jemaat
Yahudi pada th. 30-an dan 40-an abad pertama yang tumbuh
subur dalam kuasa Allah yang dinamis di bawah kepimpinanan
Yahudi. Salah seorang yang paling dinamis dan terpelajar dari para
pemimpin mula-mula itu, tentu saja, adalah Rasul Paulus, “rasul
untuk bangsa-bangsa bukan Yahudi” (Rm.11:13); ia adalah tokoh
sentral dalam kitab Kisah Para Rasul, dan kegiatan penginjilannya
menjadi subjek sebagian besar dari kitab itu. Namun umat non-
518 The Only True God
sebagai kepalanya, tidak ada perbedaan etnis, budaya, atau sosial apa
pun, karena di sini Kristus adalah segala sesuatu yang penting untuk
setiap orang. Di dalam konteks manusia baru itu Kristus adalah
semua dan di dalam segala sesuatu.
Efesus 2:15 membicarakan isu yang sama (juga Kis.15:5dyb.)
dengan menggunakan kata-kata, “untuk menciptakan keduanya
(Yahudi dan bukan Yahudi) menjadi satu manusia baru di dalam
dirinya, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera”. Kristuslah
yang paling penting dalam konteks semua relasi di dalam jemaat.
Hal yang sama ini ditegaskan lagi di Galatia 3:28, “Dalam hal ini
tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau
orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu
semua adalah satu di dalam Kristus Yesus.” Semua ini menerangkan
dengan jelas bahwa “Kristus adalah semua” merupakan sebuah
pernyataan yang dibuat di dalam konteks hubungan (relasi) di dalam
jemaat, terutamanya antara orang Yahudi dan bukan Yahudi, dan
karena itu akan diterapkan secara salah jika dijadikan prinsip
universal atau kosmis. Pada akhirnya, Yahweh Allah saja yang akan
menjadi “semua di dalam semua” (1Kor.15:28).
Alasan lain atas kegagalan dalam memahami ayat-ayat seperti
Kolose 3:11 secara tepat adalah bahwa umat bukan Yahudi, yang
umumnya tidak mempunyai dasar kuat dalam PL, biasanya tidak
terlalu menghargai signifikansi dari Mesias dalam Kitab Suci. Dan
walaupun “Kristus”, seperti “Mesias”, berarti “yang diurapi”,
signifikansinya pun telah menguap. Tak ada orang Yahudi yang
akan menganggap Mesias sebagai Allah, tetapi orang bukan Yahudi
tanpa ragu-ragu siap memberitakan “Yesus Kristus adalah Allah”.
Berikut ini adalah Kolose 3:11 menurut Peshita Syriak kuno
(Murdock), “tiada orang Yunani atau orang Yahudi, tiada orang
bersunat atau orang tak bersunat, tiada orang Yunani atau orang
barbar, tiada budak atau orang merdeka; tetapi Mesias adalah semua,
dan di dalam semua.”
Bab 6 — Akar Yahudi Kekristenan 533
yang setara, dan bahwa Roh-Nya bukanlah pribadi yang berbeda dan
terpisah dari-Nya. Tentu saja kita dapat memanggil Dia “Bapa”,
tetapi bukan dalam arti trinitaris dari kata itu. Sayangnya,
trinitarianisme bahkan telah merusak kata “Bapa” sehingga kita
harus mendefinisikan dalam arti apa kata tersebut dikenakan kepada
Allah.
Dan hal yang sama juga benar berkenaan dengan “Anak”, sebuah
istilah dalam Kitab Suci yang diterapkan kepada Mesias (artinya
“yang diurapi” Allah) di Mazmur 2:2, yang disebut Yahweh sebagai
(ay.7): “Anak-Ku engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari
ini.” “Hari ini” menandakan sebuah kejadian dalam sejarah, bukan
kekekalan (“lahir secara kekal”), dan kejadian ini disinggung di ayat
sebelumnya, “Akulah yang telah melantik raja-Ku di Sion, gunung-
Ku yang kudus!” Yahweh melantik raja mesianik-Nya untuk
berkuasa atas semua bangsa di dunia ini, bahkan sampai ke “ujung
bumi” (ay.8dyb.). Inilah dasar pernyataan Yesus di Matius 28:19.
Jadi istilah “Anak” itu menggambarkan sang Mesias, dan bukan
“Anak yang kekal”.
Jemaat perlu kembali kepada Yahweh dan mengakhiri semua
penyimpangan terhadap konsep Allah. Hanya dengan demikian kita
dapat diselamatkan dari kejahatan pemalsuan dan kembali kepada
kebenaran yang hanya bisa ditemukan dalam Yahweh. “Aku,
Yahweh, selalu berkata benar, selalu memberitakan apa yang lurus”
(Yes.45:19). “Tunjukkanlah kepadaku jalan-Mu, ya Yahweh, supaya
aku hidup menurut kebenaran-Mu; bulatkanlah hatiku untuk takut
akan nama-Mu” (Mzm.86:11).
Karena kata “Allah” dan “Bapa” telah dirusak oleh
trinitarianisme, kedua istilah itu perlu didefinisikan ulang bila
maksudnya adalah untuk merujuk kepada “satu-satunya Allah yang
benar” (Yoh.17:3). Trinitarianisme bahkan telah merampas dari kita
kosakata yang digunakan untuk merujuk kepada satu-satunya Allah!
Monoteisme Alkitabiah tidak dapat diungkapkan dengan
Bab 6 — Akar Yahudi Kekristenan 535
nya salah satu alasan mengapa Nama Yahweh begitu sering muncul
dalam Kitab Suci—umat-Nya senang mengucapkan Nama-Nya.
17
Karena itu, apabila beberapa cabang telah dipatahkan dan
kamu sebagai tunas liar telah dicangkokkan sebagai gantinya
dan turut mendapat bagian dalam akar pohon zaitun yang
penuh getah,
18
janganlah bermegah terhadap cabang-cabang itu! Jikalau
kamu bermegah, ingatlah bahwa bukan engkau yang
menopang akar itu, melainkan akar itu yang menopang
engkau (Rm 11).
538 The Only True God
23
Tetapi mereka pun akan dicangkokkan, jika mereka tidak
tetap dalam ketidakpercayaan mereka, sebab Allah berkuasa
untuk mencangkokkan mereka kembali.
24
Sebab jika engkau sebagai cabang pohon zaitun liar, telah
dipotong, dan bertentangan dengan keadaanmu itu kamu
telah dicangkokkan pada pohon zaitun sejati, terlebih lagi
mereka ini, sebagai cabang-cabang yang asli, mereka akan
dicangkokkan pada pohon zaitun mereka sendiri.
bukan saja adalah Allah umat Yahudi tetapi juga adalah Allah semua
orang yang termasuk ke dalam “Israel milik Allah” (Gal.6:16), yaitu
Israel yang rohaniah. Sayangnya, kebanyakan orang Kristen hampir
tidak mengenal Nama-Nya, tetapi seorang Israel sejati akan bertekad
untuk mengasihi Dia dengan segenap hati (Mrk.12:30, dst.) dan
belajar untuk menghormati nama-Nya, sebab nama itu nama yang
“ajaib” (bdk. Hak.13:18; Yes.28:29, dst.).
Indeks Ayat