You are on page 1of 4

Ibu selamat, bayi sehat, suami siaga

http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/790-ibu-selamat-bayi-sehat-suami-siaga.html

Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita usia subur disebebkan oleh masalah yang
berkaitan dengan kehamilan dan persalinan, dan nifas. WHO memperkirakan diseluruh dunia setiap
tahunnya lebih dari 585.000 meninggal saat hamil atau bersalin.
Berdasarkan hasil SDKI 2007 derajat kesehatan ibu dan anak di Indonesia masih perlu ditingkatkan,
ditandai oleh Angka Kematian Ibu (AKI) yaitu 228/100.000 Kelahiran Hidup (KH), dan tahun 2008, 4.692 jiwa
ibu melayang dimasa kehamilan, persalinan, dan nifas. Sedangkan Angka Kematian Bayi (AKB) 34/1000
KH, terjadi stagnasi bila dibandingkan dengan SDKI 2003 yaitu 35 per 1000 KH.
Menurut dr. Sri Hermiyanti, penyebab langsung kematian ibu adalah pendarahan 28%, eklamsi 24%,
infeksi 11%, partus lama 5%, abortus 5%, dan lain-lain (SKRT 2001). Sedangkan menurut hasil Riskesdas
2007, penyebab kematian bayi baru lahir 0-6 hari di Indonesia adalah gangguan pernapasan 36,9%,
prematuritas 32,4%, sepsis 12%, hipotermi 6,8%, kelainan darah/ikterus 6,6% dan lain-lain. Penyebab
kematian bayi 7-28 hari adalah sepsis 20,5%, kelainan kongenital 18,1%, pnumonia 15,4%, prematuritas
dan BBLR 12,8%, dan RDS 12,8%. Oleh karena itu, upaya penurunan AKB dan AK Balita perlu memberikan
perhatian yang besar pada upaya penyelematan bayi baru lahir dan penanganan penyakit infeksi (diare dan
pneumonia).
Dr. Sri Hermiyanti mengatakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi terjadinya kematian ibu
maupun bayi adalah kemampuan dan keterampilan penolong persalinan, sesuai dengan pesan pertama
kunci Making Pregnancy Safer (MPS) yaitu setiap persalinan hendaknya ditolong oleh tenaga kesehatan
terlatih. Faktor lainnya karena kurangnya pengetahuan dan perilaku masyarakat yang tidak mengenali tanda
bahaya dan terlambat membawa ibu, bayi dan balita sakit ke fasilitas kesehatan.
Pada tahun 2008 cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan di Indonesia sudah mencapai 80,68%,
sehingga masih ada pertolongan persalinan yang dilakukan oleh dukun bayi dengan cara tradisional.
Untuk memecahkan masalah tersebut Kementerian Kesehatan RI telah diluncurkan Program
Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) dengan stiker yang telah terbukti mampu
meningkatkan secara signifikan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dan Buku KIA
sebagai informasi dan pencatatan keluarga yang mampu meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan ibu,
bayi, dan balita.
dr. Sri Hermiyanti menjelaskan dengan tercatatnya ibu hamil secara tepat dan akurat serta dipantau
secara intensif oleh tenaga kesehatan dan kader di wilayah tersebut, maka setiap kehamilan sampai
persalinan dan nifas diharapkan dapat berjalan dengan aman dan selamat.
Untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi diperlukan kerja keras
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/793-untuk-menurunkan-angka-kematian-ibu-dan-kematian-bayi-perlu-kerja-
keras.html

Untuk mencapai sasaran Millenium Development Goals (MDGs) yaitu Angka Kematian Ibu (AKI)
sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup (KH) dan Angka Kematian Bayi (AKB) menjadi 23 per 1.000 KH
pada tahun 2015, perlu upaya percepatan yang lebih besar dan kerja keras karena kondisi saat ini, AKI 307
per 100.000 KH dan AKB 34 per 1.000 KH.
Menurut Menkes, Kementerian Kesehatan telah melakukan berbagai upaya percepatan penurunan
AKI dan AKB antara lain mulai tahun 2010 meluncurkan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) ke
Puskesmas di Kabupaten/ Kota yang difokuskan pada kegiatan preventif dan promotif dalam program
Kesehatan Ibu dan Anak.
Kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, tekanan darah yang tinggi saat hamil (eklampsia),
infeksi, persalinan macet dan komplikasi keguguran. Sedangkan penyebab langsung kematian bayi adalah
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan kekurangan oksigen (asfiksia). Penyebab tidak langsung kematian ibu
dan bayi baru lahir adalah karena kondisi masyarakat seperti pendidikan, sosial ekonomi dan budaya.
Kondisi geografi serta keadaan sarana pelayanan yang kurang siap ikut memperberat permasalahan ini.
Beberapa hal tersebut mengakibatkan kondisi 3 terlambat (terlambat mengambil keputusan, terlambat
sampai di tempat pelayanan dan terlambat mendapatkan pertolongan yang adekuat) dan 4 terlalu (terlalu
tua, terlalu muda, terlalu banyak, terlalu rapat jarak kelahiran), tambah Menkes.
Keterlambatan pengambilan keputusan di tingkat keluarga dapat dihindari apabila ibu dan keluarga
mengetahui tanda bahaya kehamilan dan persalinan serta tindakan yang perlu dilakukan untuk
mengatasinya di tingkat keluarga, ujar Menkes.
Menkes menambahkan, salah satu upaya terobosan dan terbukti mampu meningkatkan indikator
proksi (persalinan oleh tenaga kesehatan) dalam penurunan Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi
adalah Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K). Program dengan
menggunakan “stiker” ini, dapat meningkatkan peran aktif suami (suami Siaga), keluarga dan masyarakat
dalam merencanakan persalinan yang aman. Program ini juga meningkatkan persiapan menghadapi
komplikasi pada saat kehamilan, termasuk perencanaan pemakaian alat/ obat kontrasepsi pasca persalinan.
Selain itu, program P4K juga mendorong ibu hamil untuk memeriksakan kehamilan, bersalin,
pemeriksaan nifas dan bayi yang dilahirkan oleh tenaga kesehatan terampil termasuk skrining status
imunisasi tetanus lengkap pada setiap ibu hamil. Kaum ibu juga didorong untuk melakukan inisiasi menyusu
dini (IMD) dilanjutkan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan.
“P4K berperan dalam pencapaian salah satu target program 100 hari Kementerian Kesehatan yaitu
terdatanya ibu hamil di 60.000 desa di seluruh Indonesia. Saat sudah terdata 3.122.000 ibu hamil di 67.712
desa,” papar Menkes.
Perencanaan persalinan dapat dilakukan manakala ibu, suami dan keluarga memiliki pengetahuan
mengenai tanda bahaya kehamilan, persalinan dan nifas; asuhan perawatan ibu dan bayi; pemberian ASI;
jadwal imunisasi; serta informasi lainnya. Semua informasi tersebut ada di dalam Buku KIA yang diberikan
kepada ibu hamil setelah didata melalui P4K. Buku KIA juga berfungsi sebagai alat pemantauan
perkembangan kesehatan ibu hamil serta pemantauan pertumbuhan bayi sampai usia 5 tahun. Buku ini
dapat diperoleh di Puskesmas, jelas Menkes.
Lima strategi operasional turunkan angka kematian ibu
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1387-lima-strategi-operasional-turunkan-angka-kematian-ibu.html

Dalam rangka menurunkan angka kematian ibu (AKI) di Indonesia, Kementerian Kesehatan
menetapkan lima strategi operasional yaitu penguatan Puskesmas dan jaringannya; penguatan manajemen
program dan sistem rujukannya; meningkatkan peran serta masyarakat; kerjasama dan kemitraan; kegiatan
akselerasi dan inovasi tahun 2011; penelitian dan pengembangan inovasi yang terkoordinir.Hal itu
disampaikan Menteri Kesehatan, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH dalam paparan yang
berjudul “Kebijakan Dan Strategi Pembangunan Kesehatan Dalam Rangka Penurunan Angka Kematian Ibu”
kepada para peserta Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pembangunan Kependudukan dan Keluarga
Berencana di kantor BKKBN Jakarta, 26 Januari 2011.
Pertama, kerjasama dengan sektor terkait dan pemerintah daerah telah menindaklanjuti Inpres no. 1
Tahun 2010 Tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional dan Inpres No. 3 tahun
2010 Tentang Program Pembangunan Yang Berkeadilan melalui kegiatan sosialisasi, fasilitasi dan advokasi
terkait percepatan pencapaian MDGs. Akhir tahun 2011, diharapkan propinsi dan kabupaten/kota telah
selesai menyusun Rencana Aksi Daerah dalam percepatan pencapaian MDGs yaitu mengentaskan
kemiskinan ekstrim dan kelaparan, mengurangi tingkat kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu,
memerangi HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya.
Kedua, pemberian Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), mulai tahun 2011 setiap Puskesmas
mendapat BOK, yang besarnya bervariasi dari Rp 75 juta sampai 250 juta per tahun. Dengan adanya BOK,
pelayanan “outreach” di luar gedung terutama pelayanan KIA-KB dapat lebih mendekati masyarakat yang
membutuhkan.
Ketiga, menetapkan Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) berupa indikator komposit
(status kesehatan, perilaku, lingkungan dan akses pelayanan kesehatan) yang digunakan untuk menetapkan
kabupaten/kota yang mempunyai masalah kesehatan. Ada 130 kab/kota yang ditetapkan sebagai DBK yang
tahun ini akan didampingi dan difasilitasi Kementerian Kesehatan.
Keempat, penempatan tenaga strategis (dokter dan bidan) dan penyediaan fasilitas kesehatan di
Daerah Terpencil, Perbatasan, Kepulauan (DTPK), termasuk dokter plus, “mobile team”.
Kelima, akan diluncurkan 2 Peraturan Menteri Kesehatan terkait dengan standar pelayan KB
berkualitas, sebagaimana diamanatkan UU no 52 tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga.
Selain itu menurut Menkes, pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan akan meluncurkan Jaminan
Persalinan (Jampersal) yang mencakup pemeriksaan kehamilan, pelayanan persalinan, nifas, KB pasca
persalianan, dan neonatus. Melalui program ini, persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan
kesehatan diharapkan meningkat, demikian pula dengan pemberian ASI dini, perawatan bayi baru lahir,
pelayanan nifas dan KB pasca persalinan.
Sasaran Jampersal adalah 2,8 juta ibu bersalin yang selama ini belum terjangkau oleh jaminan
persalinan dari Jamkesmas, Jamkesda dan asuransi kesehatan lainnya. Ruang lingkupnya adalah :
pelayanan persalianan tingkat pertama, tingkat lanjutan, dan persiapan rujukan di fasilitas kesehatan
Pemerintah dan Swasta. Kelompok inilah yang akan ditanggung Jampersal. Pelayanan yang dijamin melalui
Jampersal yaitu: pemeriksaan kehamilan 4 kali, pertolongan persalinan normal dan dengan komplikasi,
pemeriksaan nifas 3 kali termasuk pelayanan neonatus dan KB paska persalinan, pelayanan rujukan
ibu/bayi baru lahir ke fasilitas kesehatan lebih mampu.
Menurut Menkes terkait strategi penguatan Puskesmas dan jaringannya dilakukan dengan
menyediakan paket pelayanan kesehatan reproduksi (kespro) esensial yang dapat menjangkau dan
dijangkau oleh seluruh masyarakat, meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, yaitu:
Kesehatan ibu dan bayi baru lahir, KB, kespro remaja, Pencegahan dan penanggulangan infeksi menular
seksual (IMS) dan HIV/AIDS; dan mengintegrasikan pelayanan kespro dengan pelayanan kesehatan lainnya
yaitu dengan program gizi, penyakit menular dan tidak menular.

AKI Menurun

Menkes juga mengatakan kemajuan yang dicapai dalam program kesehatan ibu yaitu penurunan
AKI sebesar 41% dari 390 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1991 menjadi 228 per 100.000 kelahiran
hidup tahun 2007. Sedangkan target MDGs pada tahun 2015, AKI dapat diturunkan menjadi 102 per
100.000 kelahiran hidup.
Kematian ibu di rumah sakit disebabkan karena banyaknya kasus kegawat-daruratan pada
kehamilan, persalinan dan nifas. Penyebab langsung kematian ibu yang terbanyak adalah: perdarahan,
hipertensi pada kehamilan, partus macet, infeksi dan komplikasi aborsi.
Persalinan di rumah dan ditolong oleh dukun, merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
masih tingginya AKI di Indonesia. Data Riskesdas 2010 memperlihatkan bahwa persalinan di fasilitas
kesehatan 55,4% dan masih ada persalinan yang dilakukan di rumah (43,2%). Pada kelompok ibu yang
melahirkan di rumah ternyata baru 51,9% persalinan ditolong oleh bidan, sedangkan yang ditolong oleh
dukun masih 40,2%, ujar Menkes.
Kondisi tersebut masih diperberat dengan adanya faktor risiko 3 Terlambat yaitu terlambat
mengambil keputusan di tingkat keluarga, terlambat merujuk/ transportasi dan terlambat menangani dan 4
Terlalu yaitu melahirkan terlalu muda (dibawah 20 tahun), terlalu tua (diatas 35 tahun), terlalu dekat (jarak
melahirkan kurang dari 2 tahun) dan terlalu banyak (lebih dari 4 kali).
Terkait dengan faktor risiko tersebut, data Riskesdas 2010 memperlihatkan bahwa secara nasional
ada 8,4% perempuan usia 10-59 tahun melahirkan 5-6 anak, bahkan masih 3,4% perempuan usia 10-59
tahun yang melahirkan anak lebih dari 7. Kelompok perempuan yang tinggal di perdesaan, tidak bersekolah,
pekerjaannya petani/nelayan/buruh, dan status ekonomi terendah, cenderung mempunyai lebih dari 7, lebih
tinggi dari kelompok lainnya.

You might also like