Professional Documents
Culture Documents
sedang hamil 3 bulan dan seorang kawan di dinding facebook bertanya, "Obat apa yang
aman buat Ibu hamil yang flu?"; Ipar saya bertanya, "Gimana kalo Ti aja yang minum
obat? Kan masuk ke ASI juga.." Pasien saya yang lain sedang gundah karena harus
minum antibiotik sementara Ia sedang menyusui anak umur setahun. Sebenarnya yang
jadi masalah sakitnya atau obatnya?
...........................................
Belajar dari pengalaman tahun 1960-70'an, dunia medis dikejutkan oleh fakta bahwa
thalidomide, obat yang selama ini digunakan untuk mengurangi rasa mual pada ibu
hamil, ternyata berisiko tinggi dengan fokomelia (bayi lahir cacat tanpa lengan atau kaki).
Pengetahuan tentang efek obat terhadap janin belum sepenuhnya diketahui. Diperlukan
waktu lama untuk mengetahui bahaya suatu (kimia) obat. Untuk tahu ada tidaknya efek
obat yang tidak diharapkan, awalnya kita melakukan yang disebut ekstrapolasi data pada
hewan. Namun senyawa kimia yang telah lolos uji eksperimen pada hewan ternyata baru
menimbulkan efek tidak diharapkan saat dipakai manusia. Hal ini diketahui melalui
laporan masyarakat ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat (MESO), BPOM.
Sejak minggu kelima kehamilan ari-ari (plasenta) sudah mulai berfungsi penuh. Ari-ari
adalah organ pertukaran zat antara ibu dan janin, termasuk kimia (obat). Obat melintasi
ari-ari melalui membran, kalau masih ingat pelajaran biologi SMA, secara difusi pasif.
Artinya, obat melintas baik dari ibu ke janin atau janin ke ibu saat kadarnya melebihi
salah satu sisinya.
Organopati terjadi kurang lebih sebelum kehamilan bulan ke-4 atau ke-5. Obat-obatan
yang menimbulkan cacat bentuk (misal, fokomelia) atau fungsi (misal, ketulian, retardasi
mental) pada periode ini disebut teratogenik (Teratogen berasal dari bahasa Yunani yang
berarti monster). Sayangnya kehamilan kurang dari 56 hari bisa jadi tidak kelihatan
tanda-tandanya dan tidak terasa gejalanya (tapi sekarang ibu telat seminggu dari
perkiraan menstruasi saja sudah segera ke dokter kandungan atau setidaknya periksa
urine).
Efek obat terhadap satu kehamilan terhadap kehamilan (orang) lain mungkin berbeda.
Contoh pemberian antibiotik khloramfenikol saat kehamilan berefek buruk (sindrom
grey) terhadap bayi paska kelahiran pada sekelompok kasus tertentu. Ada perbedaan
kecerapan (susceptibility), ada varian genetik, ada hubungan dengan lama dan dosis
pemaparan.
Tidak cuma obat, beratus-ratus pemaparan yang berhubungan dengan proses kehamilan
pun bisa menimbulkan efek berbahaya dengan janin; senyawa kimia, faktor fisika (sinar
X, getaran), dan infeksi (yang terkenal TORCH; Toxoplasma, Others-nya duluan,
Rubella, Cytomegalovirus, Herpes). Suatu zat teratogen dapat menimbulkan banyak
kecacatan sementara satu kecacatan bisa jadi disebabkan beberapa teratogen.
Virus, misal, rubella atau campak jerman (Bedanya campak anak atau rubeola
memperlihatkan ruam merah gelap dan muncul setelah demam reda. Rubella justru
muncul saat demam dan ruamnya berwarna merah terang. Herannya sering terjadi pada
ibu hamil).
Rubella menyebabkan katarak bawaan, tidak menutupnya sekat jantung, ketulian. Jika
terjadi pada trimester pertama bisa mencetuskan keguguran.
Beberapa logam berat berada di sekitar kita; Alumunium (obat maag, vaksin, alat masak),
zinc (suplemen mineral), tembaga (IUD, fungisida, alat masak), timbal (bensin, cat
tembok, pewarna rambut), perak (tetes mata, perhiasan), kadmium (PVC, baterei, rokok),
dan merkuri (tambal gigi, salep anti jamur, kosmetik/blush on, mercurochrom) setidaknya
memiliki potensi buruk bagi janin. Merkuri melalui mekanisme yang tidak sepenuhnya
dipahami, ditengarai menyebabkan autisme pada anak (Kalau membayangkan makan
ikan yang ditangkap di Tanjung Priok, Ih seram juga. Jangan-jangan...)
Di luar negeri sana (saya nggak bilang di Indonesia apalagi di maillist ini), MEROKOK
adalah salahsatu kebiasaan buruk yang tetap dilakukan ibu-ibu meski dalam kondisi
hamil. Sudah banyak yang wanti-wanti bahwa merokok saat hamil berbahaya bagi janin.
Selain nikotin, karbon monoksida dari rokok menyebabkan hipoksia (kekurangan
oksigen). Dalam bahasa sederhana; Ibu hamil yang merokok (menahun) pembuluh darah
ari-arinya sempit. Akibatnya mulai risiko bayi dengan berat badan lahir rendah atau
cacat, terancam pelepasan dini (detachment) ari-ari dari rahim dan konsekuensinya bayi
lahir prematur bahkan keguguran.
Satu lagi pada ibu hamil pecandu narkotik jenis heroin bayinya pun bisa ikut-ikutan
kecanduan, lho! Efek yang sama juga terjadi pada ibu yang hendak menjalani operasi
besar, misal sesar, zat anestesinya bisa membuat bayi stres dan tidak segera refleks
menangis ketika dilahirkan.
Kembali ke Laptop
Harus diakui bahwa selama kehamilannya seorang ibu lebih rentan sakit
Ada beberapa (penyakit) yang dipengaruhi oleh kondisi kehamilan. Hormon estrogen dan
progesteron yang diproduksi ari-ari janin menyebabkan pergerakan usus melambat
sedang hormon hCG menimbulkan rasa mual. Ada-tidaknya penyakit maag sebelum
kehamilan tetap saja minggu-minggu pertama seorang wanita hamil akan merasakan
mual-mual yang disebut morning sickness. Gejala akan bertambah jika Ibu hamil tidak
cukup makan. Beberapa makanan seperti teh, kopi, coklat, dan makanan berlemak tinggi
atau gula dapat menimbulkan mual. Karena kehamilan juga meningkatkan indera
penciuman, berhati-hatilah jika mencium bau parfum suami bahkan membaui ketiaknya!
Ibu hamil juga mengalami penurunan daya tahan tubuh. Sel darah putih jenis limfosit dan
sel natural killer berkurang. Akibatnya tubuh lebih rentan terkena infeksi meski
sebelumnya bukan tipe "penyakitan". Influenza adalah jenis infeksi paling sering pada
ibu hamil.
(Oh ya, Ibu hamil juga cenderung jerawatan. Entah karena karena hormon atau memang
sedang malas merawat tubuh :-)
Penyakit kronis yang diidap ibu sebelum kehamilannya sering kambuh pada saat
kehamilan. Seperti yang sudah diceritakan di atas, hormon estrogen memicu nyeri kepala
migren pada Ibu hamil. Pilek alergik (rhinitis) bersama temannya, asthma dan dermatitis
(ketiganya tergabung kelompok penyakit atopik) menjadi lebih sering dan berat. Ibu yang
gemuk, punya riwayat penyakit kencing manis dalam keluarga berhati-hatilah akan
munculnya diabetes kehamilan; bayinya berisiko lahir besar (lebih dari 4 kilo), ibunya
terancam kebutaan (retinopati diabetes). Hormon kehamilan, HCG, juga disinyalir
merangsang tiroid (kelenjar gondok). Penyakit lainnya; hipertensi, epilepsi, pneumonia
(radang paru-paru), dan infeksi saluran kemih juga berpotensi terjadi semasa kehamilan.
Jurnal Kedokteran Inggris, BMJ, melaporkan 9 persen ibu hamil harus mendapatkan
resep dokter untuk penyakit kronis (seperti di atas). Namun bukan itu fokus pembicaraan
kita; tapi berita bahwa 80% ibu hamil menggunakan obat jual bebas. Dan Akademi
Kedokteran Keluarga Amerika, AAFP, memperkirakan hanya 60 persen Bumil yang
berkonsultasi ke tenaga kesehatan profesional sebelum membeli obat jual bebas. Artinya,
sisanya SEMBARANGAN dan SERAMPANGAN. Hal ini sangat mengkhawatirkan
mengingat di eropa saja 1 dari 40 bayi lahir cacat dan sepuluh persennya diakibatkan
paparan (obat) kimia.
Memberi obat pada ibu hamil bukanlah hal yang mudah. Terlebih banyak pihak (ya
Ibunya, ya keluarganya, ya dokter dan apotekernya) terlanjur a priori tentang bahaya
pemberian obat dalam kehamilan terhadap cacat. Akibatnya pemilihan obat menjadi tidak
raisonal dan kesembuhan semakin sulit didapat.
Beberapa prinsip umum pemakaian obat saat hamil juga menyusui; Pertama, hindari
pemakaian obat jika memungkinkan. Jika harus menggunakan obat pilihlah yang tidak
diminum atau tidak diserap luas; Misal, untuk pegal-pegal gunakan krim yang dioles.
Untuk pilek tersedia obat tetes hidung. Yang sebelum hamil sudah punya asthma,
pertimbangkan pemakaian inhaler atau uap (nebulizer). Keluhan (mirip) keputihan
mungkin perlu antibiotik bentuk ovula. Antasida untuk penyakit maag, meskipun
diminum, (cenderung) tidak diserap. Obat hisap lozenge (misal, SP atau FG Tro####)
tetap diserap meski kelihatannya cuma dikemut.
Kedua, mintalah dokter meresepkan obat yang waktu minumnya lebih sedikit (atau lebih
sering ya?), lebih fleksibel dengan waktu menyusui. Obat memiliki waktu paruh dan lama
kerja (duration of action). Kalau dokter meresepkan sehari tiga kali berarti obat bekerja
selama 8 jam sehingga untuk mencapai kadar terapi selama 24 jam diperlukan tiga kali
makan obat dengan jeda waktu 8 jam (Padahal biasanya kita minum obat ngikut jam
makan. Apalagi ada embel-embel dimakan atau diminum sebelum makan atau sesudah
makan. Ya nggak?)
Saya sangat menganjurkan agar tiap keluarga memiliki buku referensi obat, misal,
MIMS/IIMS seri Kesehatan Keluarga atau sejenisnya (Nggak mahal koq. DULU sekitar
Rp.55.000). Tidak cuma informasi penggunaan dalam kehamilan tapi juga semua aspek
obat dan keluarga.
Dalam katalog yang ditulis di IIMS terdapat informasi keamanan obat yang dibuat oleh
Badan Pengawasan Obat dan Makanan Amerika, FDA, yang melabel obat dengan A, B,
C, D, dan X. Sebagian awam mengetahui bahwa sebelum digunakan oleh manusia, obat
diujikan terlebih dahulu pada hewan. Label "A" menandakan penelitian yang terkontrol
pada ibu hamil menunjukkan obat tidak meningkatkan risiko kecacatan pada janin (Baku
sekali bahasanya!). Pokoknya totally completely safe. Label "B" artinya tidak ada bukti
cacat janin pada hewan dan ibu hamil. Label "C" menunjukkan ada efek samping pada
hewan namun penelitian pada manusia tidak membuktikan bahaya bagi janin. Sedang
label "D" berarti obat tersebut berisiko cacat pada bayi namun pemakaiannya dinilai dari
manfaat-ruginya terapi. Ibu yang sebelum hamil sudah menderita diabetes, epilepsi,
hipertensi, gangguan kelenjar gondok (tiroid) serta HIV jauh-jauh hari mendapat "special
precaution" sebelum kehamilan akan berjalan terusnya pengobatan. Adapun obat-obat
yang masuk daftar label "X" sudah bisa ditebak dah!
Sepengamatan saya hampir jarang obat diberi label "A", kecuali oralit. TIDAK ADA
OBAT YANG SERATUS PERSEN AMAN BAGI JANIN. Penilaian ini bersifat politis
karena seiring waktu obat dengan label "B" bisa turun peringkat menjadi "C" atau
sebaliknya saat bukti di laboratorium lebih lengkap atau fakta pemakaian di masyarakat
terungkap.
Yang harus diwaspadai ibu hamil adalah obat flu yang mengandung dekongestan
pseudoefedrin (****fed, ****drin, In**). Pemakaian pseudoefedrin terutama pada
trimester pertama dilaporkan gagal tutupnya perut (gastroschisis). Satu lagi yang masih
saya kejar referensinya; Fenilpropanolalamin atau PPA (Neo***, St** **ld, Tria*****).
PPA sempat diblacklist karena kejadian trombosis vena dalam (DVT) pada lansia.
Setelah dikurangi dosisnya menjadi 15 mg, PPA dirilis ulang sebagai obat flu jual bebas.
Mengingat cara kerjanya yang mirip pseudoefedrin, menghindarinya akan lebih
"muakkad" (Wah, saya bisa dituntut menyebarkan hoax dan pendapat yang menghasut
gara-gara tulisan ini..)
Sayang sekali saat membuka MIMS saya tidak dapat menemukan LASERIN atau
OBHerba (begitu pula Antangin JRG). Padahal keduanya diracik dari tanaman berkhasiat
obat dan diakui sebagai cough remedy. LEBIH MEYAKINKAN diklaim keamanannya.
Sampai perkembangan pengetahuan lebih lanjut, "saya rekomendasikan keduanya
sebagai obat batuk pilihan untuk ibu hamil".
Batuk tidak selalu ditangani oleh obat. Dalam ilmu kedokteran modern terdapat metode
yang disebut fisioterapi. Fisioterapi menggunakan manipulasi fisik untuk menghasilkan
efek kesembuhan. Dengan metode fisioterapi, pasien yang menderita batuk kadang diuap
(nebulizer) kadang pula direposisi. Inilah cara sederhana yang hendak saya sampaikan.
Penguapan mungkin cara yang sudah sering dipraktikkan orang awam. Tidak perlu beli
inhaler merek Vi**s atau OM*** yang harganya 1,2 juta; cukup sebaskom kecil air
hangat. Dekatkan muka anda (kadang kepala sembari ditutupi handuk). Uapnya saja
sudah mengencerkan lendir. Terlebih kalo ditambahi resep nenek; daun mint, camomile,
citrus (lemon?), cengkeh, atau sekedar sereh dari halaman rumah.
Setelah lendir encer bagaimana? Tinggal dialirkan dengan prinsip mengatur kepala yang
letaknya harus lebih rendah daripada dada (namanya perasat Trandelenburgh). Caranya
seperti orang sujud! (di atas tempat tidur). Di rumah sakit, paru-paru pasien di dengarkan
dengan stetoskop; mana yang dahaknya banyak. Kalo yang kiri grok-grokan berarti tidur
miring kanan. Begitu pula sebaiknya (Ya, gampang karena ranjangnya tinggal dilipat).
Alternatifnya disangga oleh bantal guling (tapi ini nggak praktis buat ibu yang perutnya
sudah bunting besar di depan).
Mengikuti gravitasi, sepanjang malam lendir akan mengalir turun hingga tenggorokan.
Dari sini tinggal latihan napas pendek hak..hak.. Ingat! Dahak tidak boleh ditelan lagi...
ASTHMA
Asthma adalah penyakit kronis yang sering diderita ibu hamil. Penyakit asthma-nya
sendiri bisa berpengaruh buruk terhadap kehamilan; preeklampsi (penyakit kehamilan
yang ciri-cirinya hipertensi, bengkak kaki, air kencing berbuih tanda banyak protein
hingga komplikasi kejang), berat badan rendah pada bayi lahir, kematian bayi muda,
hingga cacat. Sayangnya
obat asthma yang utama, kelompok obat beta agonis (****asma, Ven*****), bisa
menyebabkan tokolitik (mengurangi kontraksi sehingga proses kelahiran lebih lama)--
tentunya saat akan melahirkan. Sehingga pilihan pengobatan beralih ke kromolin dan
kortison (jangan tanya obat macam apa!) juga teofilin (****solvan) dalam dosis
terpantau. Kalaupun terpaksa menggunakan beta agonis maka pilihlah pemakaian yang
dihisap (inhaler)
ANTASID
Antasid, berasal dari kata anti acid = anti asam (lambung). Antasid adalah obat maag
(dulu namanya gastritis, sekarang dikenal sebagai dispepsia) yang populer dijual bebas.
Antasid yang berisi alumunium (Plantacid, Polycrol, Waisan), magnesium (Myloxan,
Madrox, Promag), kalsium Karbonat (Aludonna), dan simethicon (Mylanta) relatif aman
untuk dianjurkan kepada ibu hamil. Obat penghambat produksi asam lambung jenis lain
harus dikonsultasikan.
MUAL
Tidak perlu disebutkan jenisnya, obat kimia pereda mual umumnya aman namun
hendaknya dihindari. Beberapa kandungan (kimia) yang lebih ramah seperti vitamin B6
dan B12, kafein (kopi) mampu mengurangi mual dan berisiko rendah. Pesan nenek
(lagi...); campuran jahe dalam makanan dapat mengatasi mual. Jahe boleh dikonsumsi
dalam bentuk teh, essence (sari), kapsul, tablet, biskuit dan kue.
Selain itu makanlah sesuatu sebelum tidur agar tidak bangun di pagi hari dengan lambung
penuh asam. Atur makanan dengan diet ransum kecil tapi sering. Cemil-lah (bahasa apa
nih?) makanan ringan seperti kue-kue kering atau buah-buahan. Hindari suplemen zat
besi (termasuk susu yang mengandung zat besi) karena bisa memancing rasa mual.
Bila mual datang, cobalah duduk dan tekuk badan ke depan sehingga kepala berada di
kedua paha.
DIARE
Seorang dewasa disebut diare bila dalam satu hari buang air besar lebih dari tiga kali--
padat apalagi cair. Oralit adalah obat standar untuk diare juga muntah. Jangan terpancing
anjuran sesat untuk minum "arang" (No***) bila belum benar-benar tahu keracunan
makanan. Kaolin dan Pektin (Neo Kaominal) serta attapulgit (Fitodiar, Enterostop) boleh
diberikan pada Ibu hamil. Antidiare lainnya (***dium dsb.) lebih baik jangan... (lagipula
bukan obat jual bebas, yey!)
ANTIBIOTIK
To the point aja; antibiotik yang aman buat ibu hamil dan janinnya... Amoksisilin (Udah
pada tahu kan?). Kalau pun kumannya bukan yang jenis sensitif amoksisilin maka jangka
waktunya harus lebih lama. Misal, demam tifoid, pemberian amoksisilin bukan 3 hari tapi
7 hari.
KEPUTIHAN
Sub tema ini kurang tepat karena banyaknya kondisi yang menyangkut keluhan dari area
"V". Jumlahnya sering, dilaporkan sampai 20% dari ibu hamil. Risikonya juga tidak
main-main--kemungkinan pecahnya ketuban sehingga janin lahir dini! Sekedar tahu saja,
hormon kehamilan menyebabkan banyaknya produksi lendir. Bakteri, jamur, dan parasit
senang tumbuh di area berbasah-basahan.
Thank's God ada anti bakteri dan parasit (metronidazole) serta anti jamur (nistatin) dalam
bentuk ovula (Flagystatin). Oval seperti suppositoria (yang dimasukkan ke anus) tapi ini
langsung ke "V" (daleman dikit lah..) sebaiknya sesudah buang air (kecil dan besar). Oh
ya, jangan lupa plastiknya dikupas hingga obat teraba seperti lilin (Soalnya ada cerita
lucu pasien yang masukkan ovula seplastik-plastiknya. Ya mana lumer obatnya?)
KONTRASEPSI
Obat (KB) kontrasepsi hormonal, pil maupun vial suntikan, jelas dilarang nagi Ibu hamil.
Bagi bayi disusui, pil progesteron aman namun dianjurkan tidak pada usia dua bulan
pertama. Terlebih KB hormonal bisa mengurangi ASI (toh, menyusui juga kontrasepsi
alami!)
................................
Berbeda dengan efek obat-obatan yang masuk ari-ari; Obat-obatan yang mengalir ke ASI
haruslah bersifat asam dan larut lemak. Obat yang terminum melalui ASI tidak sebanyak
yang masuk ari-ari. Artinya, lebih sedikit kemungkinan efek samping pada bayi disusui.
Namun juga berarti kadarnya tidak konstan. Jadi bukanlah solusi jika si Bayi sakit tapi
Ibu yang minum obat.
Dalam realitanya, paparan obat ke dalam ASI terbatasi dengan daya serap usus bayi yang
belum mumpuni. Metabolisme bayi baru lahir juga belum sempurna. Konsekuensinya
obat bisa jadi lebih aman atau lebih berbahaya. Obat yang aman bagi kehamilan bisa jadi
berbahaya bagi bayi disusui. Lagipula hanya bayi kecil yang mungkin sangat bergantung
pada ASI. Anak yang lebih besar sudah makan Pendamping ASI, PASI. Tapi jangan
jadikan momen ibu sakit minum obat sebagai kesempatan untuk menyapih anak ya!
Kalau boleh saya ambil benang merah tentang polemik minum obat saat menyusui; bukan
soal obat yang masuk ASI yang harus dikuatirkan tapi kira-kira bayi terpengaruh nggak
dengan obat dalam ASI yang terminum.
Daftar obat yang larut dalam ASI dan berbahaya bagi bayi disusui tidak sebanyak obat-
obatan yang dilarang saat kehamilan. Yang lebih banyak lagi adalah obat-obatan yang
sedikit terdapat di ASI dan efeknya bagi bayi tidak diketahui. Dari kategori obat di atas,
kuranglebih yang harus diwaspadai adalah (tentu) antibiotik, obat pilek, obat asthma, obat
demam dan nyeri.
Sama dengan prinsip penggunaan obat dalam kehamilan, sekali lagi "OBAT BOLEH
DIGUNAKAN JIKA MANFAATNYA TERHADAP IBU LEBIH BESAR DARI
RISIKO TERHADAP BAYI YANG DISUSUI"
Hampir terlewat... Ketiga, informasikan kehamilan juga proses menyusui anda kepada
dokter atau apoteker. Kesadaran ini akan membantu pengambil keputusan apakah obat
yang akan diresepkan boleh atau tidak diberikan pada ibu hamil atau menyusui. Ini cerita
beneran; Ada Ibu hamil yang berobat ke (nggak perlu disebutkan namanya) minta
dikuruskan badannya. Alih-alih tablet urus-urus yang terjadi seluruh "isi perutnya" keluar
(alias keguguran). Atau kasus hamil muda; si Ibu dan si pengobat ini sama-sama tidak
tahu. Ya kebayang deh efeknya dikasih kontrasepsi.
Beritahukan pula usia kehamilan atau pola menyusui si buah hati. Obat pereda nyeri
mungkin aman bila diberikan pada trimester 1 dan 2. Tapi jika pada trimester 3 berhati-
hatilah! Begitu juga obat asthma, obat hipertensi, antasida yang mengandung magnesium.
Terakhir, obat pasti punya label informasi (meski minim). Baca baik-baik;
"Hati-hati digunakan, terutama pada trimester pertama..."
"Belum ada bukti obat aman pada kehamilan manusia..."
"Jangan gunakan obat ini pada Ibu hamil kecuali dengan alasan tepat..."
"Manfaat obat ini harus dipertimbangkan dengan efek yang belum diketahui pada
janin..."
Selama masa kehamilan juga menyusui, janin dan bayi adalah subjek (?) "penderita" yang
paling pasif dalam menerima paparan. Oleh karenanya, gunakan obat secara bijak ketika
manfaat jauh lebih besar dari risiko. Informasi adalah hal yang paling penting; baca
referensi, komunikasikan dengan tenaga kesehatan profesional, dan waspada terhadap
efek yang tidak diharapkan mudah-mudahan dapat membantu ibu hamil atau menyusui
menemani buah hatinya menuju kelahiran bayi yang aman dan sehat serta pertumbuhan
anak yang paripurna. (Meniru jargon suatu partai) "PEMIMPIN YANG BERKUALITAS
LAHIR DARI IBU YANG CERDAS". Tetap kritis, keep Smart!
Ada yang mengatakan bahwa USG tidak perlu dilakukan terlalu sering. Tetapi ada juga
yang bilang, USG aman sepanjang paparannya tak terlalu lama. Mana yang benar?
Menurut Dr. Carolina Tirtajasa, Sp.OG, dokter spesialis kebidanan dan penyakit
kandungan, USG selama kehamilan terbukti aman berdasarkan penelitian. Bahkan, bisa
dilakukan pada kehamilan kecil, tidak seperti radiologi yang menggunakan radiasi sinar
X yang bisa menimbulkan kecacatan pada bayi.
Ada keuntungan yang bisa didapat dari pemeriksaan USG selama kehamilan. Dengan
USG, dokter dapat mengukur perkembangan panjang tulang-tulang vital, diameter kepala
bayi, lingkar perut serta berat badan janin. Semua itu biomarker tumbuh-kembang janin.
Bila sampai ada keterlambatan pertumbuhan, bisa dideteksi dini dan diterapi. Selain itu,
dengan USG kita juga bisa melihat letak dan gradasi plasenta, lilitan tali pusat, serta
jumlah air ketuban. Ketiga hal ini faktor yang sangat penting dalam keberhasilan
persalinan. Jumlah air ketuban juga merupakan cerminan kesejahteraan bayi di dalam
rahim.
Terbilang ini sudah menjadi kebiasaan bagi para ibu - ibu yaitu kerokan disaat pegal -
pegal, capek, meriang, dsb. Namun kerokan itu ternyata ada bahaya juga loh? Apalagi
pada saat ibu sedang hamil, bisa menyebabkan bayi lahir prematur.
Berikut ini adalah penjelasan dari dokter spesialis Kebidanan dan Kandungan divisi
Fetomaternal dr. Ali Sungkar SpOG :
Sebagian orang cenderung belum lega kalau badannya belum dikerokin pada saat mereka
merasa pegal- pegal, capek, dan meriang. Biasanya bagian - bagian yang sering dikerokin
adalah punggung, leher belakang, bahu, pinggang, dada dan lengan atas.
Kulit bekas kerokan tadi bisa terjadi inflamasi dan mengalami peradangan. Sehingga
pembuluh darah terbuka dan aliran darah menjadi lancar. Karena lebih banyak oksigen
dan nutrisi yang tersedia untuk jaringan otot.
Zat yang menyebabkan rasa pegal akan segera dibawa oleh aliran darah untuk dibuang
dan dinetralkan. Selain itu inflamasi juga dapat meredakan nyeri otot, juga memicu reaksi
kardiovaskuler. Tandanya adalah peningkatan suhu tubuh secara ringan antara 0,5-1
celcius.
Terjadi reaksi terhadap inflamasi tubuh yang akan dilepas oleh mediator anti inflamasi
dan keluar zat yang dikenal Cytokines (sel yang memperkuat sistem kekebalan tubuh saat
virus memasuki badan). Zat tersebut akan merangsang pelepasan Prostaglandin yaitu zat
yang menyebabkan kontraksi pada rahim. Bila dilakukan pada ibu hamil maka akan
terjadi persalinan dini/pres term.
Jadi, dikerok dibagian tubuh mana saja, akan terjadi hal yang sama yakni efek lokal
dengan manifestasi sistemik.
Maka dari itu, sebaiknya hindari kerokan selama hamil karena reaksi inflamasinya bisa
memicu kontraksi dini. Efeknya ke janin memang tidak secara langsung, namun resiko
persalinan prematurlah yang dikhawatirkan.
Nah, untuk ibu - ibu hamil, berhati - hatilah. Utamakan kesehatan dan keselamatan buah
hati menjelang hamil maupun pada saat persalinan. Berikan yang terbaik bagi buah hati
anda.