You are on page 1of 10

Analisa Artikel Berita

“Tarian Otekapa Kamoro Nyaris Punah”

Nama : Ardi Wahyudi


NIM : 1110015000048
Kelas : Pendidikan IPS 1A

Tugas Ini Diberikan untuk Mata Kuliah


Pengantar Antropologi

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial


Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Tarian Otekapa Kamoro Nyaris Punah
Thursday, 07 October 2010 01:22 WIB
Sumber: http://tabloidjubi.com/index.php/daily-news/seputar-tanah-papua/9214-tarian-otekapa-
kamoro-nyaris-punah

Tarian Otekapa Suku Kamoro

JUBI --- Tarian Otekapa (Tarian Tongkat) asal suku Kamoro Papua kini
hampir punah. Warga setempat mengaku sejak pemerintahan Kabupaten
Mimika terbentuk, tarian Otekapa belum pernah dipertunjukkan ke muka
publik.

Kepala Kampung Amar, Distrik Mimika Barat Kabupaten Mimika, Yulius


Watapoka, Rabu (6/10) mengatakan, hanya 2 kali tarian Otekapa
dipentaskan di muka umum. ”Pertama kami pentas adalah waktu bapak
uskup (Uskup Keuskupan Mimika Mgr Jhon Philip Saklil Pr) mengunjungi
stasi Amar (kampung Amar),” ungkapnya. ”Kali ini merupakan pentas
kedua di tingkat kabupaten,” tambahnya.

Tarian Otekapa menceritakan seorang pria tua berjalan meninggalkan


rumah karena sebuah percekcokan. Makanan yang baik disembunyikan
oleh anak-anaknya, sedangkan makanan yang kurang bagus diberikan
kepada 'sang tua'. Di tengah jalan, ia berusaha menghindari diri dari
setan, penunggu atau roh jahat. Ia berjalan menggunakan tongkat untuk
sampai pada tempat tujuan yakni sungai. ”Ini warisan budaya leluhur
kami, tapi sampai sekarang pemda tidak memperhatikan pesan leluhur
ini,” imbuhnya.

2
Menurut Tokoh adat Kamoro, Philipus Mowawauw, selain Otekapa masih
ada lagi tarian khas lainnya dari kampung Amar, Manuare, dan Kawora.

Atas keluhan tersebut, pemerintah daerah Mimika yang dijumpai JUBI


mengatakan akan memperhatikan kelestarian budaya Kamoro di masa
mendatang. ”Ke depan kami akan usahakan kerja sama dengan berbagai
pihak. Seperti tokoh adat, pemerintah, Gereja untuk mengangkat dan
melestarikan budaya Kamoro,” terang Norman Karupukaro, anggota
Komisi C DPRD Mimika, Rabu siang. (Willem Bobi)

3
Bab 1. Pendahuluan
Indonesia yang membentang luas dari Sabang hingga Merauke
memiliki banyak sekali khazanah warisan budaya sehingga setiap ciri
budaya memiliki eksotisme yang berbeda-beda. Akan tetapi sebuah potret
buram mengenai warisan budaya kini menghantui. Perkembangan zaman
yang sedemikian rupa menyebabkan terkikisnya warisan-warisan budaya
yang eksotik tersebut.
Berita di atas adalah gambaran tentang suatu kebudayaan yang
nyaris punah dewasa ini. Hal ini semakin menampakkan bahwa budaya
yang ada di sekitar kita berada dalam situasi yang mengkhawatirkan.
Berita di atas berasal dari daerah Kabupaten Mimika, Papua. Tarian
Otekapa (Tarian Tongkat) seolah menghilang setelah pemerintahan di
kabupaten itu terbentuk.

4
Bab 2. Pembahasan
2.1. Kebudayaan dan Kesenian
Sebelum membahas lebih jauh mengenai artikel di atas, ada
baiknya kita menjelaskan terlebih dahulu hal-hal yang terkait dalam
pembahasan mengenai analisa artikel di atas agar lebih mudah
dimengerti.
Kata ‘kebudayaan’1 berasal dari bahasa Sanskerta buddhayah, yaitu
bentuk jamak dari buddhi yang berarti ‘budi’ atau ‘akal’. Jadi dengan kata
lain, kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil
karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia
dengan belajar2. Jadi hal yang berkaitan dengan gagasan manusia bisa
dikategorikan sebagai suatu unsur kebudayaan, termasuk salah satunya
adalah kesenian3. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh Edward
B. Tylor (1371) bahwa kesenian merupakan salah satu cakupan dari
kebudayaan4.

2.2. Tarian dan Kesenian


Pada bagian sebelumnya, telah dijelaskan mengenai kebudayaan
dan kesenian, yang mana keduanya merupakan hal yang tak terpisahkan
satu sama lain. Mengapa disinggung mengenai kebudayaan dan
kesenian? Karena hal ini berkaitan langsung dengan artikel yang akan
dianalisa. Tarian merupakan salah satu jenis kesenian, jadi tarian—dalam
hal ini tarian Otekapa—merupakan bagian dari suatu kebudayaan
masyarakat.

2.3. Tarian yang Terancam


Hal-hal yang melatarbelakangi terjadinya suatu kepunahan budaya
–dalam hal ini tarian– terjadi akibat banyak hal seperti pengaruh sosial-

1
Koentjaranigrat. Pengantar Antropologi edisi revisi 2009 (Jakarta: Rineka cipta, 2009)
hlm. 146
2
Ibid. hlm. 144
3
Ibid. hlm. 165
4
Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,
2009) hlm. 150
5
budaya yang berkembang saat ini. Karena hal yang menonjolkan
pentingnya pemahaman tentang soal-soal budaya yang melatarbelakangi
berbagai masalah adalah proses sosial-budaya yang berlangsung5.
Dewasa ini, perubahan sosial-budaya dalam masyarakat sudah
sedemikian rupa. Jika kita berbicara dampaknya, maka tak lepas dari dua
hal yaitu dampak positif dan negatif. Dalam pembahasan ini, kita akan
lebih menyorot dampak negatif dari perubahan sosial terhadap
kebudayaan yang ada yang dalam hal ini digambarkan pada artikel di
atas mengenai punahnya tarian Otekapa khas suku Kamoro, Papua.
Pada bagian pertama artikel di atas disebutkan:
“Warga setempat mengaku sejak pemerintahan Kabupaten Mimika
terbentuk, tarian Otekapa belum pernah dipertunjukkan ke muka publik.”
Hal ini menandakan ada suatu hal yang memprihatinkan, suatu
pemerintahan—dalam berita di atas adalah pemerintahan baru—seolah
mengabaikan suatu peran tentang pengenalan budaya ke masyarakat.
Dan semakin dipertegas oleh pernyataan kepala Kampung Amar, Distrik
Mimika Barat Kabupaten Mimika, Yulius Watapoka,
”Kali ini merupakan pentas kedua di tingkat kabupaten,”
Pemerintahan yang baru di Kabupaten Mimika itu seolah tidak peka
bahwa dewasa ini, ancaman terhadap hilangnya suatu kebudayaan—
dalam hal ini tarian Oketapa—adalah hal yang perlu diperhitungkan.
Apakah pemerintah yang baru itu melupakan sesuatu hal yang amat
berharga dari kebudayaan setempat? Jawabannya relatif, bisa iya atau
tidak. Tapi dalam artikel ini, terlihat suatu ‘noda’ dari pemerintahan
setempat yang kurang peka terhadap kebudayaan lokal. Adanya suatu
pemerintahan, tak lepas dari yang namanya politik. Politik 6 adalah segala
sesuatu yang bersangkutan dengan cara-cara kebijaksanaan pemerintah
dalam mengatur negara dan masyarakatnya dalam suatu negara. Merujuk
definisi ini, pemerintah daerah yang notabene berasal dari latar belakang
politik, seharusnya bisa kembali pada definisi awal tadi yang
5
T.O Ihromi, ed. “Pokok-pokok Antropologi Budaya, edisi 12 (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2006) hlm. vii
6
Trisno Wiyono dan Pius Abdullah. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Praktis (Surabaya:
Arkola, 1994) hlm. 331
6
dikemukakan, bahwa pemerintah harus bisa mengatur suatu kebijakan
pada masyarakat tentang pelestarian budaya.

2.4. Kebudayaan dan Globalisasi


Globalisasi7 yang mengancam tiga sisi kehidupan yakni
perekonomian, politik dan budaya (Waters). Dalam hal budaya inilah,
seolah pemerintah perlu disadarkan bahwa suatu budaya bisa saja hilang
tanpa jejak. Dalam globalisasi, ancaman terhadap budaya datang
dari difusi budaya asing. Lambat laun, perlahan tapi pasti, budaya asing
yang tersebar di Indonesia mulai menggeser kebudayaan lokal yang
semestinya dijaga. Jika tidak ada langkah pasti dalam menjaga budaya
lokal, bukan tak mungkin tarian Oketapa lenyap dari bumi Papua.
Budaya asing yang terdifusi di Indonesia memang tidak seluruhnya
bersifat negatif, akan tetapi kekhawatiran akan bergesernya budaya lokal
oleh budaya asing selalu muncul, terlebih lagi, budaya asing lebih mudah
‘dicerna’ oleh masyarakat khususnya generasi muda. Pada umumnya
generasi muda dianggap sebagai individu-individu yang cepat menerima
unsur-unsur budaya asing yang masuk melalui proses akulturasi8
sehingga mengakibatkan generasi muda semakin jauh dari identitas
kebudayaan lokalnya, misalnya dalam melestarikan tarian.
Budaya tarian asing seperti tarian Hip-hop dari ‘Negeri Paman Sam’,
Amerika Serikat atau tarian Capoeira dari Brazil, nampak dipandang lebih
modern dibanding tarian lokal. Memang tidak bisa digeneralisir bahwa
generasi muda sekarang semuanya lebih memilih budaya asing dibanding
budaya lokal—dalam hal ini tarian—tetapi tetap saja jika dirata-rata,
kecenderungan yang memilih budaya asing lebih banyak. Hal-hal seperti
inilah yang harusnya jadi perhatian pemerintah dalam hal pelestarian
budaya, memberikan semacam sosialisasi tentang kebudayaan lokal,
khususnya kepada generasi muda dan bukan malah melakukan hal
sebaliknya, yakni melupakan nilai-nilai budaya lokal.

7
Kamanto Sunarto. Pengantar Sosiologi edisi revisi (Jakarta:LP-FEUI, 2004) hlm. 210
8
Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar. Hlm. 169
7
2.5. Peran Aktif Pemerintah dalam Pelestarian Budaya Lokal
Pada paragraf akhir berita di atas, dituliskan:
Atas keluhan tersebut, pemerintah daerah Mimika yang dijumpai
JUBI (lembaga penyaji berita di atas-pen) mengatakan akan
memperhatikan kelestarian budaya Kamoro di masa mendatang. ”Ke
depan kami akan usahakan kerja sama dengan berbagai pihak. Seperti
tokoh adat, pemerintah, gereja untuk mengangkat dan melestarikan
budaya Kamoro,” terang Norman Karupukaro, anggota Komisi C DPRD
Mimika.
Hal seperti inilah yang harusnya direalisasikan, bukan hanya
sekedar janji-janji manis saja atau retorika manis pihak berwenang saja.
Dalam berita di atas juga disebutkan tentang adanya sinergi antara tokoh
adat, pemerintah dan otoritas keagamaan setempat, hal ini merupakan
hal yang baik dan memang harus seperti inilah suatu pelestarian budaya
agar sosialisasi ke masyarakat jauh lebih efektif lagi terlebih khusus
kepada generasi muda, agar mereka tidak melupakan kebudayaan yang
seharusnya menjadi tugas mereka sebagai generasi penerus bangsa.

8
Bab 3. Kesimpulan
Kebudayaan dan kesenian, keduanya hal yang berkaitan, yang
mana kesenian itu merupakan bagian dari budaya itu sendiri. Pada berita
di atas, dibahas tentang berita ancaman terhadap punahnya suatu
kebudayaan lokal, di bidang kesenian yakni Tarian Otekapa asal Mimika,
Papua.
Tarian Otekapa itu terancam punah oleh sikap pemerintah daerah
setempat yang seolah melupakannya. Jika tidak ada langkah pasti dalam
menjaga budaya lokal, bukan tak mungkin tarian Oketapa lenyap dari
bumi Papua.
Namun dalam hal ini, pemerintah daerah Kabupaten Mimika, Papua
berjanji akan bersinergi dengan elemen masyarakat untuk melestarikan
kebudayaan setempat. Hal seperti inilah yang harusnya direalisasikan,
bukan hanya oleh pemerintah Mimika, tapi oleh seluruh pemerintah yang
ada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan disertai oleh
peran aktif dari seluruh lapisan masyarakat agar tidak ada kebudayaan
khas Indonesia yang hilang ditelan arus globalisasi sekarang ini.

9
Daftar Pustaka
 Ihromi, T.O. ed. Pokok-pokok Antropologi Budaya edisi 12. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 2006
 Koentjaraningrat. Pengantar Antropologi edisi revisi 2009. Jakarta:
Rineka cipta. 2009
 Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. (Jakarta: PT.Raja
Grafindo Persada, 2009) hlm. 150
 Sunarto, Kamanto. Pengantar Sosiologi edisi revisi. Jakarta: LP-
FEUI.2004
 Wiyono , Trisno dan Abdullah, Pius. Kamus Lengkap Bahasa
Indonesia Praktis. Surabaya: Arkola. 1994
 “Tarian Otekapa Nyaris Punah”. Jubi Online. Artikel diakses tanggal
07 Oktober 2010 dari: http://tabloidjubi.com/index.php/daily-
news/seputar-tanah-papua/9214-tarian-otekapa-kamoro-nyaris-
punah

10

You might also like