You are on page 1of 26

ANTIPIRETIK

I. PENDAHULUAN
Temperatur normal tubuh kita adalah 37°C dan temperatur tubuh kita tidak dapat
melebihi dari 41.7°C. Seluruh reaksi didalam tubuh kita baik itu pernafasan,
pencernaan, dan sintesis dari berbagai senyawa berlangsung pada temperatur normal
tubuh. Jika temperatur tubuh kita naik 10°C menyebabkan kecepatan reaksi dari reaksi-
reaksi yang terjadi di dalam tubuh kita menjadi dua kali lebih cepat dari keadaan
normal, bahkan kenaikan 1°C saja sudah cukup mempercepat reaksi kimia di dalam
tubuh kita.
Demam merupakan mekanisme kekebalan tubuh, di mana sedikit kenaikkan
pada temperatur tubuh mempercepat pembunuhan kuman dan bakteri melalui
percepatan reaksi mekanisme kekebalan tubuh. Hal yang penting adalah kenaikkan
temperatur tersebut haruslah sedikit: kenaikkan temperatur tubuh lebih dari 3°C
mempercepat kecepatan reaksi pada signifikasi yang berbahaya.
Seseorang dapat dengan mudah mendeteksi kenaikkan dari reaksi kimia tubuh
ketika pasien menderita demam dengan temperatur tinggi. Denyut nadi bertambah dan
pernafasan menjadi lebih cepat merupakan suatu usaha untuk memperoleh lebih banyak
oksigen guna mempercepat reaksi yang terjadi di dalam tubuh Demam merupakan
gejala dari suatu penyakit. Seseorang dikatakan mengalami Demam apabila suhu badan
lebih dari 37,8oC.Demam merupakan mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi atau
masuknya zat asing ke dalam tubuh. Apabila mengalami Demam, harus diwaspadai
adanya penyakit yang sedang menyerang tubuh. Dengan mengetahui penyebab demam
akan sangat membantu menentukan pengobatan bagi penderita. Gejala yang menyertai
demam tergantung dari penyebabnya, tanda / gejala yang menyertai Demam dapat
meliputi : Berkeringat, menggigil, sakit kepala, sakit otot, kehilangan nafsu makan,
dehidrasi, badan lemah, dll. Demam yang sangat tinggi antara 39,4 – 41,1 oC dapat
menyebabkan halusinasi, kebingungan, mudah marah, bahkan kejang-kejang.
http://www.prodia.co.id
II. TUJUAN PERCOBAAN

1. Mengetahui efek yang ditimbulkan akibat pemberian zat 2,4 dinitrofenol

2. Mengenal manifestasi dari efek yang ditimbulkan akibat pemberian 2,4


dinitrofenol

3. Mengetahui dan mengamati pengaruh pemberian parasetamol terhadap


hewan yang telah diberikan 2,4 dinitrofenol

4. Mengetahui akibat tang terjadi bila tidak diberi parasetamol

III. PRINSIP PERCOBAAN


Pemberian 2,4-dinitrofenol sebagai pirogen eksogen secara intramuskular pada
merpati akan menimbulkan demam yang ditandai dengan kenaikan suhu tubuh merpati,
dan dengan pemberian parasetamol maka demam dapat diatasi di mana setelah
pemberian parasetamol, suhu tubuh merpati akan kembali normal.
IV. TINJAUAN PUSTAKA

Derivat para amino fenol yaitu fenasetin dan asetaminofen dapat dilihat
strukturnya
NHCOCH3 NHCOCH3

H OCH2H5
Asetaminofen Fenasin

Asetaminofen (parasetamol) merupakan metabolit fanasetin dengan yang sama


dan telah digunakan sejak tahun 1893. Efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus
aminobenzen. Asetaminofen di Indonesia lebih dikenal dengan nama Parasetamol, dan
tersedia sebagai obat bebas. Walau demikian laporan kerusakan fatal hefar akibat
overdosis akut perlu diperhatikan. Tetapi perlu diperhatikan pemakai maupun dokter
bahwa efek anti antipiretik inflamasi parasetamol hampir tidak ada.
(Sartono, 1996)

FARMAKODINAMIK

Efek analgesik parasetamol dan fanasetin serupa dengan salisilat yaitu


menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Keduanya menurunkan
suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral seperti
salisilat.

Efek inflamasinya sangat lemah, oleh karena itu parasetamol dan fenasetin tidak
digunakan sebagai antireumatik. Parasetamol merupakan penghambat biosintesis PG
yang lemah. Efek iritasi, erosi dan pendarahan lambung tidak terlihat pada kedua obat
ini, demikian juga gangguan pernafasan dan keseimbangan asam basa.
FARMAKOKINETIK

Parasetamol dan fenasetin diabsorbsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna.
Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan masa paruh plasma
antara1-3 jam. Obat ini tersebar keseluruh cairan tubuh. Dalam plasma 25%
parasetamol dan 30% fenasetin terikat protein plasma. Kebua obat ini dimetabolisme
oleh enzim mikrosom hati.Sebahagian asetaminofen (80%) dikonjugasi dengan asam
glukuronat dan sebahagian kecil lainnya dengan asam sulfat. Selain itu kedua obat ini
dapat menimbulkan methemoglobinemia dan hemolisis eritrosit. Kedua obat ini
diekskresi melalui ginjal. Sebahagian kecil sebagai parasetamol (3%) dan sebahagian
besar dalam bentuk terkonjugasi.

INDIKASI

Di Indonesia penggunaan parasetamol sebagai analgesik dan antipiretik, telah


menggunakan penggunaan salisilat. Sebagai analgesik, parasetamol sebaiknya tidak
diberikan terlalu lama karena kemungkinan menimbulkan hefropati. Analgesik jika
dosis terapi tidak memberi manfaat, biasanya dosis lebih besar tidak menolong.
Penggunaannya untuk meredakan demam tidak seluas penggunaannya sebagai
analgesik.

EFEK SAMPING

Reaksi alergi terhadap derivat para aminofenol jarang terjadi. Manifestasinya


berupa eritem atau urtikaria dan gejala yang lebih berat berupa demam dan lesi pada
mukosa.

Golongan obat ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam


arakidonat menjadi PGG2 terganggu. Setiap obat menghambat sikloosigenase PG hanya
terjadi bila lingkungannya rendah kadar peroksid yang dihasilkan oleh leukosit. Ini
menjelaskan mengapa efek anti inflamasi parasetamol praktis tidak ada (Ganiswara
1995).
DEMAM
Ada berbagai cara pelepasan panas dari tubuh. Pertama, radiasi. Kehilangan
panas dengan cara radiasi dalam bentuk sinar panas inframerah, suatu jenis gelombang
elektromagnetik yang beradiasi dari tubuh ke sekililingnya, yang lebih dingin daripada
tubuhnya sendiri. Kehilangan ini meningkat bila suhu sekelilingnya menurun. Kedua,
konduksi. Biasanya, hanya sedikit panas dibuang dengan cara konduksi langsung dari
permukaan tubuh ke objek lain, seperti pada kursi atau tempat tidur. Tetapi kehilangan
panas dengan cara konduksi ke udara merupakan bagian kehilangan panas tubuh yang
dapat diukur, bahkan dalam keadaan normal. Ketiga, konveksi. Pergerakan udara
dikenal sebagai konveksi, dan pembuangan panas dari tubuh dengan cara arus udara
konveksi sering dinamakan “kehilangan panas dengan cara konveksi”. Sebenarnya,
panas pertama kali harus dikonduksi ke udara dan kemudian dibawa menuju tubuh oleh
arus konveksi. Keempat, evaporasi atau penguapan. Bila air menguap dari permukaan
tubuh, 0,58 kalori panas hilang untuk setiap gram air yang menguap. Air menguap
secara insensibel dari kulit dan paru dengan kecepatan sekitar 600ml per hari. Hal ini
menyebabkan kehilangan panas secara kontinu dengan kecepatan 12-16 kalori per jam
(Ganong, 1999).
Perangsangan menggigil oleh hipotalamus. Terdapat area yang dinamakan pusat
motorik primer utnuk menggigil pada bagian dorsomedial hipotalamus posterior dekat
dinding ventrikel ketiga. Area ini dalam keadaan normal dihambat oleh isyarat dari area
termostat panas preoptika tetapi dikendalikan oleh isyarat dari kulit dan medula spinalis.
Oleh karena itu, akibat rangsangan dingin, pusat ini menjadi aktif dan menghantarkan
impuls melalui traktus bilateral menuruni batang otak, masuk ke kolumna lateralis
medula spinalis, dan akhirnya, ke neuron motorik anterior. Impuls ini tidak berirama
dan tidak menyebabkan menggigil yang sebenarnya. Sebagai gantinya, impuls ini
meningkatkan tonus otot rangka di seluruh tubuh. Bila tonus otot rangka meningkat di
atas nilai kritis tertentu, mulai timbul menggigil. Hal ini mungkin akibat dari osilasi
umpan-balik mekanisme refleks meregang “muscle spindle”. Waktu menggigil
maksimum, pembentukan panas tubuh dapat meningkat empat hingga lima kali lipat
normal.
Demam, yang berarti suhu tubuh di atas batas normal biasa, dapat disebabkan
oleh kelainan dalam otak sendiri atau oleh zat toksik yang mempengaruhi pusat
pengaturan suhu, penyakit-penyakit bakteri, tumor otak, atau dehidrasi. Banyak protein,
pemecahan protein, dan zat-zat tertentu lain, seperti toksin lipopolisakarida yang
disekresi oleh bakteri dapat menyebabkan titik setel termostat hipotalamus meningkat.
Zat-zat yang menyebabkan efek ini dinamakan pirogen. Terdapat pirogen yang
disekresikan oleh bakteri toksik atau pirogen yang dikeluarkan dari degenerasi jaringan
tubuh yng menyebabkan demam selama sakit. Bila titik setel termostat hipotalamus
meningkat lebih tinggi dari normal, semua mekanisme untuk meningkatkan suhu tubuh
bekerja, termasuk konservasi panas dan peningkatan pembentukan panas. Dalam
beberapa jam setelah termostat diubah ke tingkat yang lebih tinggi, suhu tubuh juga
mencapai tingkat tersebut.
Bila pengaturan termostat dengan mendadak diubah dari tingkat normal ke nilai
yang lebih tinggi dari normal sebagai akibat kerusakan jaringan, zat pirogen, atau
dehidrasi, suhu tubuh biasanya memerlukan beberapa jam untuk mencapai suhu yang
baru. Misalnya, setelan suhu termostat hipotalamus dapat dengan segera meningkat
sampai 103°F. Karena suhu darah lebih rendah daripada setelan suhu termostat
hipotalamus, terjadi respon otonom yang biasanya menyebabkan peningkatan suhu
tubuh. Selama periode ini orang akan menggigil, selama mana ia merasakan sangat
dingin, walaupun suhu tubuhnya sudah melebihi suhu normal. Kulitnya juga dingin
sebab vasokonstriksi, dan ia gemetar karena menggigil. Menggigil terus berlangsung
sampai suhu tubuhnya ke tingkat setting hipotalamus. Kemudian bila suhu tubuh telah
mencapai nilai ini, ia tidak lagi menggigil tetapi sebagai gantinya ia tidak dapat merasa
dingin atau panas. Selama faktor yang menyebabkan termostat hipotalamus di set pada
nilai yang tinggi, efeknya terus berlangsung, suhu tubuh kurang lebih diatur dengan cara
normal, tetapi pada tingkat suhu yang tinggi (Guyton, 2001).
Suhu badan diatur oleh keseimbangan antara produksi dan hilangnya panas. Alat
pengatur suhu tubuh berada di hipotalamus. Pada keadaan demam, keseimbangan ini
terganggu, tetapi dapat dikembalikan ke normal oleh obat mirip aspirin. Ada bukti
bahwa peningkatan suhu tubuh pada keadaan patologik diawali pelepasan suatu zat
pirogen endogen atau sitokin seperti interlekuin-1 (IL-1) yang memacu pelepasan PG
berlebihan di daerah preoptik hipotalamus. Selain itu, PGE2 terbukti menimbulkan
demam setelah diinfuskan ke ventrikel serebral atau disuntikkan ke daerah hipotalamus.
Obat mirip aspirin menekan efek zat pirogen endogen dengan menghambt sintesis PG.
Tetapi demam yang timbul akibat pemberian eningkatan suhu oleh sebab lain seperti
latihan fisik.
Semua obat mirip aspirin berkhasiat antipiretik, analgesik, dan anti-inflamasi.
Ada perbedaan aktivitas di antara obat-obat tersebut, misalnya: parasetamol bersifat
antipiretik dan analgetik tetapi sifat anti-inflamasinya lemah sekali.
Ada berbagai cara pelepasan panas dari tubuh. Pertama, radiasi. Kehilangan
panas dengan cara radiasi dalam bentuk sinar panas inframerah, suatu jenis gelombang
elektromagnetik yang beradiasi dari tubuh ke sekililingnya, yang lebih dingin daripada
tubuhnya sendiri. Kehilangan ini meningkat bila suhu sekelilingnya menurun. Kedua,
konduksi. Biasanya, hanya sedikit panas dibuang dengan cara konduksi langsung dari
permukaan tubuh ke objek lain, seperti pada kursi atau tempat tidur. Tetapi kehilangan
panas dengan cara konduksi ke udara merupakan bagian kehilangan panas tubuh yang
dapat diukur, bahkan dalam keadaan normal. Ketiga, konveksi. Pergerakan udara
dikenal sebagai konveksi, dan pembuangan panas dari tubuh dengan cara arus udara
konveksi sering dinamakan “kehilangan panas dengan cara konveksi”. Sebenarnya,
panas pertama kali harus dikonduksi ke udara dan kemudian dibawa menuju tubuh oleh
arus konveksi. Keempat, evaporasi atau penguapan. Bila air menguap dari permukaan
tubuh, 0,58 kalori panas hilang untuk setiap gram air yang menguap. Air menguap
secara insensibel dari kulit dan paru dengan kecepatan sekitar 600ml per hari. Hal ini
menyebabkan kehilangan panas secara kontinu dengan kecepatan 12-16 kalori per jam
(Ganong, 1999).
Perangsangan menggigil oleh hipotalamus. Terdapat area yang dinamakan pusat
motorik primer utnuk menggigil pada bagian dorsomedial hipotalamus posterior dekat
dinding ventrikel ketiga. Area ini dalam keadaan normal dihambat oleh isyarat dari area
termostat panas preoptika tetapi dikendalikan oleh isyarat dari kulit dan medula spinalis.
Oleh karena itu, akibat rangsangan dingin, pusat ini menjadi aktif dan menghantarkan
impuls melalui traktus bilateral menuruni batang otak, masuk ke kolumna lateralis
medula spinalis, dan akhirnya, ke neuron motorik anterior. Impuls ini tidak berirama
dan tidak menyebabkan menggigil yang sebenarnya. Sebagai gantinya, impuls ini
meningkatkan tonus otot rangka di seluruh tubuh. Bila tonus otot rangka meningkat di
atas nilai kritis tertentu, mulai timbul menggigil. Hal ini mungkin akibat dari osilasi
umpan-balik mekanisme refleks meregang “muscle spindle”. Waktu menggigil
maksimum, pembentukan panas tubuh dapat meningkat empat hingga lima kali lipat
normal.
Demam, yang berarti suhu tubuh di atas batas normal biasa, dapat disebabkan
oleh kelainan dalam otak sendiri atau oleh zat toksik yang mempengaruhi pusat
pengaturan suhu, penyakit-penyakit bakteri, tumor otak, atau dehidrasi. Banyak protein,
pemecahan protein, dan zat-zat tertentu lain, seperti toksin lipopolisakarida yang
disekresi oleh bakteri dapat menyebabkan titik setel termostat hipotalamus meningkat.
Zat-zat yang menyebabkan efek ini dinamakan pirogen. Terdapat pirogen yang
disekresikan oleh bakteri toksik atau pirogen yang dikeluarkan dari degenerasi jaringan
tubuh yng menyebabkan demam selama sakit. Bila titik setel termostat hipotalamus
meningkat lebih tinggi dari normal, semua mekanisme untuk meningkatkan suhu tubuh
bekerja, termasuk konservasi panas dan peningkatan pembentukan panas. Dalam
beberapa jam setelah termostat diubah ke tingkat yang lebih tinggi, suhu tubuh juga
mencapai tingkat tersebut.
Bila pengaturan termostat dengan mendadak diubah dari tingkat normal ke nilai
yang lebih tinggi dari normal sebagai akibat kerusakan jaringan, zat pirogen, atau
dehidrasi, suhu tubuh biasanya memerlukan beberapa jam untuk mencapai suhu yang
baru. Misalnya, setelan suhu termostat hipotalamus dapat dengan segera meningkat
sampai 103°F. Karena suhu darah lebih rendah daripada setelan suhu termostat
hipotalamus, terjadi respon otonom yang biasanya menyebabkan peningkatan suhu
tubuh. Selama periode ini orang akan menggigil, selama mana ia merasakan sangat
dingin, walaupun suhu tubuhnya sudah melebihi suhu normal. Kulitnya juga dingin
sebab vasokonstriksi, dan ia gemetar karena menggigil. Menggigil terus berlangsung
sampai suhu tubuhnya ke tingkat setting hipotalamus. Kemudian bila suhu tubuh telah
mencapai nilai ini, ia tidak lagi menggigil tetapi sebagai gantinya ia tidak dapat merasa
dingin atau panas. Selama faktor yang menyebabkan termostat hipotalamus di set pada
nilai yang tinggi, efeknya terus berlangsung, suhu tubuh kurang lebih diatur dengan cara
normal, tetapi pada tingkat suhu yang tinggi (Guyton, 2001).
Suhu badan diatur oleh keseimbangan antara produksi dan hilangnya panas. Alat
pengatur suhu tubuh berada di hipotalamus. Pada keadaan demam, keseimbangan ini
terganggu, tetapi dapat dikembalikan ke normal oleh obat mirip aspirin. Ada bukti
bahwa peningkatan suhu tubuh pada keadaan patologik diawali pelepasan suatu zat
pirogen endogen atau sitokin seperti interlekuin-1 (IL-1) yang memacu pelepasan PG
berlebihan di daerah preoptik hipotalamus. Selain itu, PGE2 terbukti menimbulkan
demam setelah diinfuskan ke ventrikel serebral atau disuntikkan ke daerah hipotalamus.
Obat mirip aspirin menekan efek zat pirogen endogen dengan menghambt sintesis PG.
Tetapi demam yang timbul akibat pemberian eningkatan suhu oleh sebab lain seperti
latihan fisik.
Semua obat mirip aspirin berkhasiat antipiretik, analgesik, dan anti-inflamasi.
Ada perbedaan aktivitas di antara obat-obat tersebut, misalnya: parasetamol bersifat
antipiretik dan analgetik tetapi sifat anti-inflamasinya lemah sekali.

Suhu badan diatur oleh keseimbangan antara praduksi dan hilangnya panas. Alat
pengatur suhu tubuh berada di hipotalamus. Pada keadaan demam keseimbangan ini
terganggu tetapi dapat dikembalikan pada keadaan normal oleh obat mirip aspirin. Ada
bukti bahwa peningkatan suhu tubuh pada keadaan patologik diawali penglepasan suatu
zat pirogen endogen atau sitokin seperti Interleukin-1 (1L-1) yang memacu penglepasan
PG yang berlebihan diadaerah preoptik hipotalamus. Selain itu PGE2 terbukti
menimbulkan demam setelah diinfuskan ke ventrikel serebrul atau disuntikan ke daerah
hipotalamus. Obat mirip aspirin ,menekan efek zat pirogen endogen dengan
menghambat sintesis PG, tetapi demam yang ditimbulkan akibat pemberian PG tidak
dipengaruhi,demikian pula peningkatan suhu oleh sebab lain seperti latihan fisik

(Ganiswara, 1995)

Prostaglandin adalah senyawa mediator yang penting pada kejadian nyeri dan
radang. Secara kimia ia adalah turunan asam prostanoat yang dibentuk invivo dari asam
arakhidoklat, suatu asam lemak C-20 dengan empat ikatan rangkap oksidasi dan
siklisasi asam arakidonat yang dikatalisis oleh protagladin sintetase, menghasilkan suatu
endoperoksida siklik yang sebagai zat kunci diisomerisasi menjadi prostagladin E 2
(PGE2) atau menjadi prostagladin lain. Zat seperti asam asetil salisilat atau indometasin
mewujudkan kerja analgetik dan antiflogistiknya pada dasarnya melalui hambatan
prostagladin sintetase yang terdapat pada jaringan perifer.

Daya kerja antipiretik bertentangan dengan efek analgetik dan antipiretik,


dikembalikan pada penghambatan mekanisme sentral. Bila pusat panas yang terletak
dihipotalamus dianggap sebagai termostat, maka zat-zat yang menimbulkan demam
(pirogen) bekerja meninggikan nilai ambang melalui stimulasi sintesis prostagladin.
Penurunannya dan dengan demikian penurunan suhu tubuh dapat diharapkan dari zat zat
inhibiton prostagladin-sintetase yang dapat mempermeasi dengan baik ke dalam SSP.

Asam Arakidonat Andoperaksida Prostagladin E2


Siklik ( PGE2 )

( Walter Schunack, 1990 )

MODEL AKSI ANTIPIRETIK

Salisilat menurunkan suhu badan bila demam, tetapi efeknya kecil untuk suhu
normal. Penurunan suhu adalah akibat pengaturan kembali pusat kontrol hipotalamik
pada SSP tetapi dibatasi buluh darah perifer dengan kenaikan hilangnya panas juga
terlibat

( Moch, Somhoedi Reksobddiprodjo, 1994 )

Rasa Sakit bukan penyakit tapi tanda atau gejala bahwa kesehatan seseorang
terganggu. Pada umumnya, rasa sakit kurang mempunyai arti sebagai tanda peringatan
maupun dalam membantu penegakkan diagnosis. Dan rasa sakit dapat dikelompokan
kedalam tiga golongan yaitu, rasa sakit dipermukaan, rasa sakit didalam dan rasa sakit
somatik. Rasa sakit dipermukaan dirasakan dibahagian kulit atau selaput lendir, dan
pada bahagian tertentu. Sakitnya sangat terasa. Rasa sakit didalam dirasakan pada organ
–organ tubuh yang terdiri atas otot polos. Kedua golongan rasa sakit ini biasanya
memerlukan obat-obat yang dapat.diperoleh dengan resep dokter.
Rasa sakit soamtik, dirasakan di bagian-bagian otot rangka, sendi dan pembuluh-
pembuluh yang tidak jelas letaknya. Rasa sakit somatik antara lain sakit kepala, sakit
gigi, pegal=pegal,artritis, dan sebagainya. Rasa sakit somatik yang tidak berat, biasanya
dapat dihilangkan dengan obat-obat penghilang rasa sakit yang dapat diperoleh tanpa
resep dokter, atau dijual bebas. Obat penghilang rasa sakit atau obat golongan
analgetika dapat dibagi kedalam dua golongan yaitu golongan analgetika-antipiretik
(selain menghilangkan rasa sakit, juga menurunkan suhu tubuh). Dan golongan
analgetika-anti radang (selain menghilangkan rasa sakit juga untuk mengatasi radang).

Pengobatan dengan Analgetik-Antipiretik (pereda demam)

Mekanisme Kerja: menghambat produksi prostaglandin. Parasetamol, aspirin, dan obat


anti inflamasi (peradangan) non-steroid (OAINS) lainnya adalah antipiretik yang
efektif.

Parasetamol

Parasetamol adalah obat pilihan utama untuk anak-anak karena lebih aman
hampir tanpa efek samping (bila diminum sesuai aturan).

Sebagian kecil parasetamol direaksikan oleh tubuh membentuk intermediet


(turunan, berupa senyawa antara) aril yang hepatotoksik (menjadi racun untuk hati).
Karena itu tidak boleh digunakan terus menerus dalam waktu yang lama (hitungan
bulan, misalnya).

Aspirin

Merupakan antipiretik yang efektif namun penggunaannya pada anak dapat


menimbulkan efek samping yang serius. Aspirin bersifat iritatif terhadap lambung
sehingga meningkatkan resiko luka pada lambung, perdarahan (akibat dihambatnya
aktivitas trombosit), hingga perforasi (terbentuknya lubang di dinding lambung).

Pemberian aspirin pada anak dengan infeksi virus terbukti meningkatkan resiko
Sindrom Reye, yang ditandai dengan kerusakan hati dan ginjal. Oleh karena itu, tidak
dianjurkan untuk anak berusia < 16 tahun.
Sebagai antipiretik, obat mirip aspirin akan menurunkan suhu badan hanya pada
keadaan demam. Walaupun kebanyakan obat ini memperhatikan efek antipiretik in
vitro, tidak semuanya berguna sebagai antipiretik karena bersifat toksik bila digunakan
secara rutin atau terlalu lama. Fenilbutazon dan obat antireumatik lainnya tidak
dibenarkan digunakan sebagai antipiretik (Wilmana, 1995).

Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS)

Jenis OAINS yang paling sering digunakan pada anak adalah ibuprofen. Dosis
sebesar 5-10 mg/kg/kali mempunyai efektifitas antipiretik yang setara dengan aspirin
atau parasetamol.

OAINS dan aspirin memiliki kesamaan, yaitu bisa menyebabkan luka lambung,
perdarahan, dan perforasi, meskipun komplikasi ini jarang pada anak-anak. Ibuprofen
juga tidak direkomendasikan untuk anak demam yang mengalami diare dengan atau
tanpa muntah.

Jenis lainnya

Turunan pirazolon seperti fenilbutazon dan dipiron, efektif sebagai antipiretik tetapi
jauh lebih beracun.

Sampai di sini, banyak sekali disebut senyawa-senyawa kimia ya? Inilah -salah satunya-
mengapa kita wajib mengetahui nama generik obat yang -akan- kita konsumsi.
Keterangan tentang 'kata-kata sulit' mohon pelajari sendiri di halaman statis yang
ditautkan. (http://lita.inirumahku.com)
6.4. Pembahasan
Suhu tubuh normal merpati berkisar antara 38-39°C. Namun pada percobaan
suhu tubuh merpati normal yang diperoleh rata-rata untuk merpati I :37,5°C ; merpati II
adalah 39,9°C; dan merpati III : 37,1°C. Hal ini mungkin disebabkan karena keadaan
lingkungan merpati sebelum dibawa ke dalam laboratorium telah menyebabkan suhu
tubuhnya naik.
Setelah diberikan 2,4-dinitrofenol, masing-masing merpati mengalami kenaikan
suhu tubuh. Hal ini disebabkan karena 2,4-dinitrofenol merupakan zat asing yang dapat
mempengaruhi proses metabolisme tubuh sehingga merangsang terbentuknya pirogen
endogen yang dapat meningkatkan nilai ambang suhu di hipotalamus sehingga
menimbulkan demam. Dalam hal ini demam menunjukkan bahwa tubuh sedang
melakukan pertahanan terhadap zat asing seperti 2.4-dinitrofenol.
Menurut Guyton (2001), demam, yang berarti suhu tubuh di atas batas normal
biasa, dapat disebabkan oleh kelainan dalam otak sendiri atau oleh zat toksik yang
mempengaruhi pusat pengaturan suhu, penyakit-penyakit bakteri, tumor otak, atau
dehidrasi. Banyak protein, pemecahan protein, dan zat-zat tertentu lain, seperti toksin
lipopolisakarida yang disekresi oleh bakteri dapat menyebabkan titik setel termostat
hipotalamus meningkat. Zat-zat yang menyebabkan efek ini dinamakan pirogen.
Terdapat pirogen yang disekresikan oleh bakteri toksik atau pirogen yang dikeluarkan
dari degenerasi jaringan tubuh yng menyebabkan demam selama sakit.
Pemberian suspensi kosong pada merpati 1 tidak mengalami penurunan suhu
malah meningkat menjadi 38,8°C, tetapi pada menit ke 10 sampai ke50 suhu tubuhnya
semakin turun tetapi suhu tubuhnya tetap berada di atas suhu tubuh normalnya. Pada
percobaan merpati 2 juga mengalami penurunan suhu tubuh, bahkan melewati suhu
normal. Hal ini mungkin disebabkan karena, ketidaktelitian dalam mengukur suhu
tubuh merpati, di mana termometer rektal yang digunakan belum tepat ditempatkan
pada rektalnya sehingga suhu tubuh yang sebenarnya tidak dapat diukur dengan akurat.
Pada percobaan merpati 3, dengan pemberian suspensi parasetamol pada, juga
memberikan efek penurunan suhu juga, bahkan melewati suhu normal. Hal ini juga
mungkin disebabkan karena, ketidaktelitian dalam mengukur suhu tubuh merpati, di
mana termometer rektal yang digunakan belum tepat ditempatkan pada rektalnya
sehingga suhu tubuh yang sebenarnya tidak dapat diukur dengan akurat.
Menurut Sartono asetaminofen atau yang biasa disebut parasetamol, mempunyai
daya kerja anlgetik dan antipiretik sama dengan asetosal, meskipun secara kimia tidak
berikatan. Tidak seperti asetosal, asetaminofen tidak mempunyai daya kerja antiradang,
dan tidak menimbulkan iritasi dan perdarahan lambung.
Sebagai obat antipiretik, dapat digunakan baik asetosal, salisilat maupun
asetaminofen. Diantara ketiga obat tersebut asetaminofen mempunyai efek samping
yang paling ringan dan aman untuk anak-anak. Untuk anak-anak dibawah umur 2 tahun
sebaiknya digunakan asetaminofen, kecuali ada pertimbangan khusus lainnya dari
dokter. Dari penelitian pada anak-anak dapat diketahui bahwa kombinasi asetosal
dengan asetaminofen bekerja lebih efektif terhadap demam daripada jika diberikan
sendiri-sendiri. (Sartono,
1996)
Pemberian suspensi obat X pada merpati 3, pada awalnya dapat menurunkan
suhu tubuh merpati. Selanjutnya, secara bertahap suhu tubuh merpati terus menurun.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa obat X dapat menurunkan suhu tubuh merpati,
yang berarti bahwa obat X mempunyai khasiat antipiretik. Hal ini mungkin disebabkna
karena pada obat x terdapat zat-zat tambahan yang mempunyai efek antipiretik yang
lebih kuat dibandingkan asetaminofen dalam bentuk tunggal.
Bila dibandingkan antara merpati 2 dan 3 yang telah diberikan DNF
sebelumnya, terlihat bahwa penurunan suhu tubuh pada merpati 3 lebih cepat daripada
merpati 2. Namun demikian, kerja dari kedua obat tidak begitu berbeda. Hal ini dapat
dilihat dari skala penurunan suhu tubuhnya yang tidak berbeda jauh. Pada akhir
pengamatan, suhu tubuh kedua merpati sudah kembali pada suhu normalnya. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa khasiat kedua obat hampir sama.
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
- Demam merupakan gejala suatu penyakit dan bukan merupakan suatu penyakit,
demam dapat disebabkan oleh pirogen, degenerasi jarngan, infeksi dan
dehidrasi.
- Mekanisme terjadinya demam adalah adanya peningkatan aktivitas
metabolisme di dalam tubuh akibat kehadiran suatu zat asing (pirogen eksogen,
seperti DNF) yang dapat merangsang keluarnya pirogen endogen dalam tubuh
yang mengakibatkan pelepasan prostaglandin berlebihan pada pusat pengaturan
suhu di hipotalamus sehingga menimbulkan demam.
- Mekanisme pelepasan panas meliputi radiasi, evaporasi, konduktor
dan konveksi
- 2,4 dinitrofenol merupakan pirogen eksogen yang merangsang pembentkan
pirogen yang pada akhirnya meningkatkan suhu tubuh
- Parasetamol merupakan senyawa antipiretik yang dapat menutunkan suhu tubuh,
dapat diberikan secara oral dan rectal pada manusia
- Mekanisme kerja parasetamol adalah dengan menghambat
biosintesis prostaglandin melalui penghambatan kerja enzim siklooksigenase.

7.2. Saran
- Sebaiknya praktikan teliti dalam mengukur suhu tubuh merpati agar diperoleh
suhu tubuh yang sesuai dengan keadaan tubuh merpati.
- Sebaiknya praktikan hati-hati dalam memberikan suntikan DNF pada merpati
karena penyuntikan secara intramuskular melalui otot dada kemungkinan dapat
menembus ke dalam paru-paru merpati.
- Sebaiknya praktikan cermat dalam melakukan pengukuran suhu tubuh merpati
agar sesuai dengan selang waktu yang telah ditetapkan.
- Sebaiknya dalam percobaan dapat digunakan termometer yang berbeda utnuk
setiap merpati agar lebih efektif dalam pengukuran suhu tubuhnya.
DAFTAR PUSAKA

Guyton, Arthur C., (1995), “FISIOLOGI MANUSIA DAN MEKANISME


PENYAKIT”, Edisi ketiga, Cetakan IV, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta, Halaman : 643-644.
Ganiswara, Sulistia G., (1995), “FARMAKOLOGI DAN TERAPI “, Edisi IV, Buku
Bagian Farmakologi FK-UI, Jakarta, Halaman : 209-214.
Moch, Somhoedi Reksohadipiodjo., (1994), “PUSAT PENELITIAN OBAT MASA
KINI”, Cetakan I, Gadjah Mada University press: 112.
Sartono., (1996), “ OBAT-OBAT BEBAS DAN TERBATAS “, Edisi Kedua, Penerbit
PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Halaman 6-8, 17.
Walter Schunak., (1990), “ SENYAWA OBAT “,Edisi Kedua, Gadjah Mada University
Press, Halaman : 290.
http://www.prodia.co.id/info_terkini/isi_demam.html
http://www.epa.gov/ttn/atw/hlthef/dinitrop.html
http://lita.inirumahku.com/health/lita/jangan-takut-demam/
LEMBAR ACC

Lembar Persetujuan Dan Nilai Laporan Praktikum


Judul Percobaan : Antipiretik

Medan, 25 April 2007

Tanggal ACC :

Asisten, Praktikan,

(Abdi Wira) (Ayu Afriza)


Perbaikan :

1. Perbaikan I, Tanggal:
Telah Diperbaiki :
2. Perbaikan I, Tanggal:
Telah Diperbaiki :
3. Perbaikan I, Tanggal:
Telah Diperbaiki :
4. Perbaikan I, Tanggal:
Telah Diperbaiki :
5. Pergantian Jurnal :

Nilai:
LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM FARMAKOLOGI FARMASI
“ANTIPIRETIK”

NAMA : Ayu Afriza


NIM : 030814002
PROGRAM : FARMASI S1
KELOMPOK/HARI : I / Sabtu
ASISTEN : Abdi Wira
TGL PERCOBAAN : 21 Maret 2007

LABORATORIUM FARMAKOLOGI FARMASI


DEPARTEMEN FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVESITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2007

Below is a cache of http://www.epa.gov/ttn/atw/hlthef/dinitrop.html. It's a snapshot of


the page taken as our search engine crawled the Web. We've highlighted the words: 2 4
dinitrophenol

Rules &
  Implementation 2,4-Dinitrophenol
National-Scale 51-28-5
Air
  Toxics
Assessment Hazard Summary-Created in April 1992; Revised in January 2000
Urban, Great
Waters,
  Regional 2,4-Dinitrophenol is used in the manufacture of dyes, wood preservatives, and
Programs as a pesticide.  The acute (short-term) effects of 2,4-dinitrophenol in humans
Education & through oral exposure are nausea, vomiting, sweating, dizziness, headaches,
Outreach and loss of weight.  Chronic (long-term) oral exposure to 2,4-dinitrophenol in
About Air humans has resulted in the formation of cataracts and skin lesions, weight
Toxics loss, and has caused effects on the bone marrow, central nervous system
Pollutants & (CNS), and cardiovascular system.  Limited or no information is available on
Sources the developmental, reproductive, or carcinogenic effects of 2,4-dinitrophenol
State, Local, in humans.  EPA has not classified 2,4-dinitrophenol for carcinogenicity.
  Tribal
Resources
Publications Please Note: The main sources of information for this fact sheet are EPA's Integrated
Contacts Risk Information System (IRIS), which contains information on the oral chronic
Technical toxicity of 2,4-dinitrophenol and the RfD, and the the Agency for Toxic Substances
Resources and Disease Registry's (ATSDR's) Toxicological Profile for Dinitrophenols.
ATW Home
TTN Home Uses

   2,4-Dinitrophenol is used in the manufacture of dyes and wood preservatives,


as a pesticide, and as an indicator for the detection of potassium and
ammonium ions. (1,6)
 During the 1930s, 2,4-dinitrophenol was used as a diet pill, but this use was
stopped in 1938. (1)

Sources and Potential Exposure

 Exposure to 2,4-dinitrophenol occurs from pesticide runoff to water and from


releases to the air from manufacturing plants. (1)
Assessing Personal Exposure

 2,4-Dinitrophenol can be measured in the blood, urine, and tissues of exposed


persons. (1)

Health Hazard Information

Acute Effects:
 Acute oral exposure to high levels of 2,4-dinitrophenol in humans has resulted
in increased basal metabolic rate, nausea, vomiting, sweating, dizziness,
headache, loss of weight, and other symptoms. (1,2)
 2,4-Dinitrophenol is considered to have high acute toxicity, based on short-
term animal tests in rats and mice. (3)

Chronic Effects (Noncancer):


 Chronic oral exposure to 2,4-dinitrophenol in humans and animals has
resulted in the formation of cataracts and skin lesions and has caused effects
on the bone marrow, CNS, and cardiovascular system. (1,2)
 The Reference Dose (RfD) for 2,4-dinitrophenol is 0.002 milligrams per
kilogram body weight per day (mg/kg/d) based on cataract formation in
humans. The RfD is an estimate (with uncertainty spanning perhaps an order
of magnitude) of a daily oral exposure to the human population (including
sensitive subgroups), that is likely to be without appreciable risk of deleterious
noncancer effects during a lifetime. It is not a direct estimator of risk but
rather a reference point to gauge the potential effects. At exposures
increasingly greater than the RfD, the potential for adverse health effects
increases. Lifetime exposure above the RfD does not imply that an adverse
health effect would necessarily occur. (4)
 EPA has low confidence in the study on which the RfD was based since this
study only describes anecdotal data; low confidence in the database since the
supporting database is meager; and, consequently, low confidence in the RfD.
(4)
 EPA has not established a Reference Concentration (RfC) for 2,4-
dinitrophenol. (4)

Reproductive/Developmental Effects:
 Case reports of women taking 2,4-dinitrophenol orally for weight loss suggest
that it may affect the female reproductive system, but the limited information
is inconclusive. (1)
 One study reported an increased incidence of stillborn animals and increased
pup mortality in the offspring of animals exposed to 2,4-dintrophenol by
gavage. (1)

Cancer Risk:
 No information is available on the carcinogenic effects of 2,4-dinitrophenol in
humans. (1)
 One study reported that 2,4-dinitrophenol did not promote tumor development
in mice. (1,5)
 EPA has not classified 2,4-dinitrophenol for potential carcinogenicity. (4)

Physical Properties

 The chemical formula for 2,4-dinitrophenol is


C<SUB>6</SUB>H<SUB>4</SUB>N<SUB>2</SUB>O<SUB>5 and the
molecular weight is 184.11 g/mol. (6)
 The vapor pressure for 2,4-dinitrophenol is 1.42 × 10-7 mm Hg at 25 °C, and
its log octanol/water partition coefficient (logK<SUB>ow) is 1.91. (7)
 2,4-Dinitrophenol exists as yellowish crystals, is slightly soluble in water, and
is volatile with steam. (6)
 The odor threshold for 2,4-dinitrophenol is not available.

Conversion Factors:
To convert concentrations in air (at 25 °C) from ppm to mg/m<SUP>3: mg/m<SUP>3
= (ppm) × (molecular weight of the compound)/(24.45). For 2,4-dinitrophenol: 1 ppm
= 7.53 mg/m<SUP>3.

Health Data from Oral Exposure

LD<SUB>50 (Lethal Dose<SUB>50)--A calculated dose of a chemical in water to


which exposure for a specific length of time is expected to cause death in 50% of a
defined experimental animal population.
LOAEL--Lowest-observed-adverse-effect level.
The health values cited in this factsheet were obtained in December 1999.
a
Health numbers are toxicological numbers from animal testing or risk assessment
values developed by EPA.
b
Regulatory numbers are values that have been incorporated in Government
regulations, while advisory numbers are nonregulatory values provided by the
Government or other groups as advice.
c
The LOAEL is from the critical study used as the basis for the EPA RfD.

Berikut ini adalah isi tembolok G o o g l e untuk http://www.republika.co.id/suplemen/cetak_detail.asp?


mid=2&id=132102&kat_id=105&kat_id1=150&kat_id2=190 yang direkam pada 20 Jan 2007 01:03:40
GMT.
Tembolok G o o g l e adalah salinan dari laman web yang kami ambil ketika menelusuri web.
Laman ini mungkin telah berubah sejak saat itu. Klik di sini untuk laman yang sekarang tanpa stabilo.
Laman tembolok ini bisa saja acuan gambarnya sudah tak tersedia lagi. Klik di sini untuk melihat
tembolok versi teks.
Untuk menautkan atau menandai situs ini, gunakan URL berikut:

Selasa, 15 Juli 2003


Antipiretik
Antipiretik adalah golongan obat yang dipergunakan untuk menurunkan suhu tubuh bila
demam. Cara kerja antipiretik antara lain dengan melebarkan pembuluh darah di kulit,
sehingga terjadi pendinginan darah oleh udara luar. Sebagian obat antipiretik juga
merangsang berkeringat.

Penguapan keringat turut menurunkan suhu badan. Diduga kerja obat antipiretik adalah
mempengaruhi bagian otak yang mengatur suhu badan. Bagian ini terletak di dasar otak.
Obat antipiretik juga bersifat analgesik dan oleh karena itu biasa disebut golongan obat
analgesik-antipiretik.

Analgesik adalah golongan obat yang dapat menghilangkan rasa nyeri seperti nyeri kepala,
nyeri gigi, nyeri sendi, dan lain-lain. Contoh obat analgesik misalnya aspirin, parasetamol,
antalgin, dan lain-lain. Ada juga analgesik potent yang biasanya termasuk golongan opium
seperti morfin, pethidin, fentanil, dan lain-lain.

Obat antipiretik pada umumnya dipergunakan untuk mengobati penyakit dengan gejala
demam dan nyeri seperti influensa dan salesma. Obat analgesik-antipiretik terdiri atas
empat golongan yaitu golongan salisilat (aspirin, asetosal), golongan paraaminofenol
(parasetamol), golongan pirazolon (metamizol), dan golongan asam (asam-mefenamat).mag
()

Penggunaan Lama Parasetamol Bahayakan Ginjal

Parasetamol atau yang disebut juga Asetaminofen, sering digunakan sebagai obat penghilang rasa nyeri
atau penurun demam. Ternyata obat ini berbahaya bagi ginjal bila digunakan dalam waktu yang lama.
Kebiasaan menggunakan Parasetamol, terutama bagi kaum wanita untuk menghilangkan nyeri seperti
pada saat haid, dapat berbahaya, karena akan menurunkan fungsi ginjalnya.

Penelitian ini dilakukan terhadap 1.700 wanita yang diteliti selama lebih dari 11 tahun, yang mengalami
penurunan fungsi filtrasi ginjal sebesar 30 persen. Dari penelitian terlihat bahwa wanita yang
mengkonsumsi Parasetamol sebanyak 1.500 - 9.000 butir selama hidupnya, berisiko untuk mengalami
gangguan ginjal sebesar 64 persen.Sedang untuk mereka yang mengkonsumsi lebih dari 9.000 tablet,
risiko ini meningkat hingga dua kali lipat. Tapi penelitian ini tidak menunjukkan adanya hubungan antara
gangguan fungsi ginjal dengan Aspirin atau obat pereda nyeri/inflamasi lainnya seperti golongan anti
inflamasi non steroid.

Penelitian ini bukan untuk menghentikan penggunaan Parasetamol. Tapi untuk berhati-hati dalam
menggunakannya untuk jangka panjang. Selain itu bagi para peneliti, diperlukan penelitian lebih lanjut
untuk mendapatkan pengobatan lain dalam mengatasi rasa nyeri, yang tidak berbahaya bila digunakan
untuk waktu yang lama.

Berikut ini adalah isi tembolok G o o g l e untuk


http://www.prodia.co.id/info_terkini/isi_demam.html yang direkam pada 10 Mar 2007 06:33:09
GMT.
Tembolok G o o g l e adalah salinan dari laman web yang kami ambil ketika menelusuri web.

Demam merupakan gejala dari suatu penyakit. Seseorang dikatakan mengalami demam
apabila suhu badan lebih dari 37,8oC.

Mengapa Demam Perlu Diwaspadai ?

Demam merupakan mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi atau masuknya zat asing
ke dalam tubuh. Apabila mengalami demam, harus diwaspadai adanya penyakit yang sedang
menyerang tubuh. Dengan mengetahui penyebab demam akan sangat membantu menentukan
pengobatan bagi penderita.

Gejala yang menyertai Demam ?


Tergantung dari penyebabnya, tanda / gejala yang menyertai demam dapat meliputi :

Berkeringat, menggigil, sakit kepala, sakit otot, kehilangan nafsu makan, dehidrasi, badan
lemah, dll

Demam yang sangat tinggi antara 39,4 – 41,1 oC dapat menyebabkan halusinasi, kebingungan,
mudah marah, bahkan kejang-kejang.

Penyakit yang sering berkaitan dengan Demam ?


Penyakit infeksi seperti demam berdarah, tifus, malaria, peradangan hati, dan penyakit
infeksi lain merupakan contoh penyakit yang sering mempunyai gejala demam.

DEMAM DENGUE dan DEMAM BERDARAH DENGUE

 Penyebab : virus Dengue


 Penularan : melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang membawa virus

 Gejala Demam Dengue :

o bervariasi tergantung umur penderita

o pada bayi dan anak kecil, demam tidak spesifik dengan bintik merah pada kulit

o pada anak yang lebih besar dan dewasa, umumnya terjadi demam tinggi mendadak,
sakit kepala, nyeri belakang mata, nyeri otot & sendi, ruam, serta dapat timbul
perdarahan kulit. Biasanya ditemukan sel darah putih & trombositnya menurun.

 Gejala Demam Berdarah Dengue : mirip dengan Demam Dengue namun disertai
kecenderungan perdarahan
 Pemeriksaan laboratorium : Hematologi Rutin, Anti Dengue IgG & IgM

PENYAKIT TIFUS

 Penyebab : bakteri Salmonella typhi


 Penularan : melalui makanan/minuman yang terkontaminasi
 Gejala Tifus : tidak enak badan, demam, sakit perut, sakit kulit tidak menetap,
pembesaran limpa, jumlah sel darah putih normal atau rendah, dapat menyebabkan
komplikasi berbahaya yaitu perdarahan dan luka pada usus
 Pemeriksaan laboratorium : Widal & Gal Kultur

MALARIA

 Penyebab : parasit plasmodium


 Penularan : melalui gigitan nyamuk Anopheles yang membawa parasit
 Gejala Malaria : menggigil, demam > 37,5 - 40 oC (pola demam periodik berhubungan
dengan tipe malaria), berkeringat, sering disertai sakit kepala, mual, muntah,
kadang-kadang diare dan nyeri otot atau pegal-pegal pada orang dewasa, terdapat
pembesaran limpa dan hati, dll
 Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan malaria

 INFEKSI LAIN
Hepatitis

 Penyebab : virus hepatitis (sebagian besar)


 Penularan : melalui suntikan, tato, tusukan jarum, makanan/minuman yang
terkontaminasi, kegiatan seksual, dll
 Gejala hepatitis : sering tidak disadari, dpat berupa demam, kurangnya nafsu makan,
mual, muntah, kembung, warna urine menjadi kuning tua seperti air teh, mata
kuning, dll
 Pemeriksaan laboratorium : GOT, GPT, penanda virus hepatitis, dll

Infeksi pada ginjal/saluran urine

 Pemeriksaan laboratorium : Urine Rutin


 Penanda infeksi secara umum : CRP

 Hampir semua penyakit infeksi di tandai dengan demam termasuk dengue, penyakit tifus,
malaria, dan hepatitis. Oleh karena itu untuk mengetahui penyebabnya dengan tepat
diperlukan bantuan pemeriksaan laboratorium.

Berikut ini adalah isi tembolok G o o g l e untuk http://lita.inirumahku.com/health/lita/jangan-


takut-demam/ yang direkam pada 18 Apr 2007 20:36:37 GMT.
Tembolok G o o g l e adalah salinan dari laman web yang kami ambil ketika menelusuri web.

PENGOBATAN dengan Antipiretik (pereda demam)

Mekanisme Kerja: menghambat produksi prostaglandin. Parasetamol, aspirin, dan obat anti inflamasi
(peradangan) non-steroid (OAINS) lainnya adalah antipiretik yang efektif.

Parasetamol

Parasetamol adalah obat pilihan utama untuk anak-anak karena lebih aman hampir tanpa efek samping
(bila diminum sesuai aturan).
Sebagian kecil parasetamol direaksikan oleh tubuh membentuk intermediet (turunan, berupa senyawa
antara) aril yang hepatotoksik (menjadi racun untuk hati). Karena itu tidak boleh digunakan terus
menerus dalam waktu yang lama (hitungan bulan, misalnya).

Aspirin

Merupakan antipiretik yang efektif namun penggunaannya pada anak dapat menimbulkan efek samping
yang serius. Aspirin bersifat iritatif terhadap lambung sehingga meningkatkan resiko luka pada
lambung, perdarahan (akibat dihambatnya aktivitas trombosit), hingga perforasi (terbentuknya lubang
di dinding lambung).

Pemberian aspirin pada anak dengan infeksi virus terbukti meningkatkan resiko Sindrom Reye, yang
ditandai dengan kerusakan hati dan ginjal. Oleh karena itu, tidak dianjurkan untuk anak berusia < 16
tahun.

Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS)

Jenis OAINS yang paling sering digunakan pada anak adalah ibuprofen. Dosis sebesar 5-10 mg/kg/kali
mempunyai efektifitas antipiretik yang setara dengan aspirin atau parasetamol.

OAINS dan aspirin memiliki kesamaan, yaitu bisa menyebabkan luka lambung, perdarahan, dan
perforasi, meskipun komplikasi ini jarang pada anak-anak. Ibuprofen juga tidak direkomendasikan
untuk anak demam yang mengalami diare dengan atau tanpa muntah.

Jenis lainnya

Turunan pirazolon seperti fenilbutazon dan dipiron, efektif sebagai antipiretik tetapi jauh lebih
beracun.

Sampai di sini, banyak sekali disebut senyawa-senyawa kimia ya? Inilah -salah satunya- mengapa kita
wajib mengetahui nama generik obat yang -akan- kita konsumsi. Keterangan tentang 'kata-kata sulit'
mohon pelajari sendiri di halaman statis yang ditautkan.

TERAPI pendukung

Terapi yang Direkomendasikan

Tingkatkan asupan cairan (ASI -dan hanya ASI untuk bayi < 6 bulan-, susu, air, kuah sup, atau jus
buah). Minum banyak juga mampu menjadi pelega saluran napas dengan mengurangi produksi lendir
di saluran napas.

Jarang terjadi dehidrasi berat tanpa adanya diare dan muntah terus-menerus. Hindari makanan
berlemak atau yang sulit dicerna karena demam menurunkan aktivitas lambung.

Kenakan pakaian tipis dalam ruangan yang ventilasi udaranya baik. Tidak harus terus berbaring di
tempat tidur, tetapi jangan melakukan aktivitas berlebihan.Mengompres dengan air hangat dapat
dilakukan jika anak rewel (karena merasa sangat tidak nyaman), umumnya pada suhu sekitar 40 C.
Umumnya demam akan turun dalam 30-45 menit. Namun jika anak merasa semakin tidak nyaman
dengan berendam, jangan lakukan hal ini.Terapi yang Tidak Direkomendasikan

Upaya ‘mendinginkan’ badan dengan melepas pakaian, mandi atau berbasuh air dingin, atau
mengompres dengan alkohol. Jika nilai-ambang hipotalamus sudah direndahkan dengan antipiretik,
upaya tersebut akan membuat tubuh menggigil sebagai usaha untuk menjaga temperatur pusat berada
pada nilai-ambang yang telah disesuaikan. Selain itu alkohol dapat pula diserap melalui kulit masuk ke
dalam peredaran darah dan beresiko keracunan.

You might also like