You are on page 1of 44

BAB I

KARAKTERISTIK BATUAN RESERVOIR

Karakteristik formasi merupakan faktor yang tidak bisa diubah, sehingga tidak
dapat dikontrol. Batuan formasi mempunyai sifat-sifat atau karakteristik yang secara
umum dikelompokkan menjadi dua, yaitu sifat fisik batuan dan sifat mekanik batuan.
Sifat-sifat fisik batuan meliputi : porositas, saturasi, permeabilitas serta
kompressibilitas, sedangkan sifat-sifat mekanik batuan meliputi : strength (kekuatan)
batuan, hardness (kekerasan) batuan, abrasivitas, elastisitas dan tekanan batuan.

1. KOMPOSISI KIMIA BATUAN RESERVOIR

Batuan adalah kumpulan dari mineral-mineral, sedangkan suatu mineral


dibentuk dari beberapa ikatan komposisi kimia. Banyak sedikitnya suatu komposisi
kimia akan membentuk suatu jenis mineral tertentu dan akan menentukan macam
batuan.
Batuan reservoir umumnya terdiri dari batuan sedimen, yang berupa batupasir,
batuan karbonat dan shale atau kadang-kadang vulkanik.
1.1. BATUPASIR
Menurut Pettijohn, batupasir dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
Orthoquarzites, Graywacke dan arkose.
a. Orthoquarzites, merupakan jenis batuan sedimen yang terbentuk dari proses
yang menghasilkan unsure silica yang tinggi, dengan tidak mengalami
metamorfosa dan pemadatan, terutama terdiri atas mineral kwarsa (quartz)
dan mineral lainnya yang stabil. Material pengikatnya (semen) terutama terdiri
atas carbonate dan silica.
b. Graywacke, merupakan jenis batupasir yang tersusun dari unsur-unsur mineral
yang berbutir besar, terutama kwarsa dan feldspar serta fragmen-fragmen
batuan. Material pengikatnya adalah clay dan carbonate.
c. Arkose, merupakan jenis batupasir yang biasanya tersusun dari quartz
sebagai mineral yang dominan, meskipun seringkali mineral arkose feldspar
jumlahnya lebih banyak dari quartz.
1.2. BATUAN KARBONAT
Terdiri atas limestone, dolomite.
a. Limestone, adalah kelompok batuan yang mengandung paling sedikit 80%
calcium carbonate atau magnesium. Fraksi penyusunnya terutama oleh
calcite.
b. Dolomite, adalah jenis batuan yang merupakan variasi dari limestone yang
mengandung unsure karbonat lebih besar dari 50%. Komposisi kimia dolomite
hampir mirip dengan limestone, kecuali unsure MgO merupakan unsur yang
penting dan jumlahnya cukup besar.

1.3. BATUAN SHALE


Pada umumnya unsur penyusun shale ini terdiri dari lebih kurang 58% silicon
dioxide (SiO2), 15% aluminium oxide (Al 2O3), 6% iron oxide (FeO) dan Fe 2O3, 2%
magnesium oxide (MgO), 3% calcium oxide (CaO), 3% potassium oxide (K 2O), 1%
sodium oxide (Na2O) dan 5% air (H2O). sisanya adalah metal oxide dan anion.

2. SIFAT FISIK BATUAN RESERVOIR

1. POROSITAS
Porositas (Φ) merupakan perbandingan antara ruang kosong (pori-pori) dalam
batuan dengan volume total batuan yang diekspresikan di dalam persen.
Vp
x100 % atau
Vb
Vb Vg
x100 %
Vb
dimana : Vp = volume ruang pori-pori batuan
Vb = volume batuan total (bulk volume)
Vg = volume padatan batuan total (grain volume)
Φ = porositas batuan

Porositas batuan reservoir dapat diklasifikasikan menjadi dua :


a. Porositas absolute, yang merupakan persen volume pori-pori total terhadap
volume batuan total.
volumepori total
x100 %
valumebatu antotal
b. Porositas efektif, yang merupakan persen volume pori-pori yang saling
berhubungan terhadap volume batuan total.
volumepori yangberhub ungan
x100 %
volumebatu antotal
Selain itu, menurut terjadinya, porositas dapat diklasifikasikan menjadi dua,
yaitu :
a. Porositas primer, merupakan porositas yang terbentuk pada waktu batuan
sediment diendapkan.
b. Porositas sekunder, merupakan porositas batuan yang terbentuk sesudah batuan
sediment terendapkan.

2. WETTABILITAS
Wettabilitas didefinisikan sebagai suatu kecenderungan dari adanya fluida lain
yang tidak saling mencampur. Apabila dua fluida bersinggungan dengan benda
padat, maka salah satu fluida akan bersifat membasahi permukaan benda padat
tersebut, hal ini disebabkan adanya gaya adhesi. Dalam system minyak-air, benda
padat, gaya adhesi AT yang menimbulkan sifat air membasahi benda padat adalah :

AT so sw wo.cos wo
dimana ;
σso = tegangan permukaan minyak-benda padat, dyne/cm
σsw = tegangan permukaan air-benda padat, dyne/cm
σwo = tegangan permukaan minyak-air, dyne/cm
wo = sudut kontak minyak-air.
Suatu cairan yang dikatakan membasahi zat padat jika tegangan adhesinya
positif ( < 90o), yang berarti batuan bersifat water wet, sedangkan bila air tidak
membasahi zat padat maka tegangan adhesinya negative ( > 90o), berarti batuan
bersifat oil wet.
Pada umumnya, reservoir bersifat water wet, sehingga air cenderung untuk melekat
pada permukaan batuan, sedangkan minyak akan terletak diantara fasa air.

3. TEKANAN KAPILER
Tekanan kapiler (pc) didefinisikan sebagai perbedaan tekanan yang ada
antara permukaan dua fluida yang tidak tercampur (cairan-cairan atau cairan-gas)
sebagai akibat dari terjadinya pertemuan permukaan yang memisahkan mereka.
Perbedaan tekanan dua fluida ini adalah perbedaan tekanan antara fluida “non
wetting fasa” (Pnw) dengan fluida “wetting fasa” (Pw) atau :
Pc Pnw Pw
Di reservoir biasanya air sebagai fasa yang membasahi (wetting fasa),
sedangkan minyak dan gas sebagai non-wetting fasa atau tidak membasahi.
Tekanan kapiler dalam batuan berpori tergantung pada ukuran pori-pori dan
macam fluidanya. Secara kuantitatif dapat dinyatakan dalam hubungan :
2 . cos
Pc .g .h
r
dimana :
Pc = tekanan kapiler r = jari-jari lengkung pori-pori
σ = tegangan permukaan antara Δρ = perbedaan densitas dua fluida
dua fluida g = percepatan gravitasi
cos = sudut kontak permukaan h = tinggi kolom
antara dua fluida
Tekanan kapiler mempunyai pengaruh yang penting dalam reservoir minyak
maupun gas, yaitu :
 Mengontrol distribusi saturasi di dalam reservoir
 Merupakan mekanisme pendorong minyak dan gas untuk bergerak atau
mengalir melalui pori-pori reservoir dalam arah vertical.

4. SATURASI
Saturasi fluida didefinisikan sebagai perbandingan antara volume pori-pori
batuan yang ditempati oleh fluida tertentu dengan volume pori-pori total pada suatu
batuan berpori. Saturasi dapat dinyatakan dalam persamaan dibawah ini :
a. Saturasi minyak (So) adalah :
volum epori poriyangdiisiolehmin yak
So
volum epori poritotal
b. Saturasi air (Sg) adalah :
volum epori poriyangdiisiolehair
Sw
volum epori poritotal
c. Saturasi gas (Sg) adalah :
volum epori poriyangdiisigas
Sg
volum epori poritotal
Jika pori-pori diisi oleh gas-minyak-air, maka berlaku hubungan :
Sg + So + Sw = 1
Jika diisi oleh minyak dan air saja, maka :
So + Sw = 1

5. PERMEABILITAS
Permeabilitas didefinisikan sebagai suatu bilangan yang menunjukkan
kemampuan dari suatu batuan untuk mengalirkan fluida. Teori tersebut
dikembangkan oleh Henry Darcy. Darcy mengungkapkan bahwa kecepatan alir
melewati suatu media yang porous berbanding lurus dengan penurunan tekanan per
unit panjang, dan berbanding terbalik terhadap viskositas fluida yang mengalir.
Persamaan permeabilitas :
PTP2

k dP
V
dL

Dimana :
V = kecepatan aliran, cm/sec
μ = viskositas fluida yang mengalir, cp
dP/dL= penurunan tekanan per unit panjang, atm/cm
k = permeabilitas, darcy

6. KOMPRESSIBILITAS
Menurut Geertsma, terdapat tiga macam kompressibilitas pada batuan yaitu :
a. Kompressibilitas matriks batuan, yaitu fraksional perubahan volume dari material
padatan batuan (grain) terhadap satuan perubahan tekanan.
b. Kompressibilitas batuan keseluruhan, yaitu fraksional perubahan volume dari
volume batuan terhadap satuan perubahan tekanan.
c. Kompressibilitas pori-pori batuan, yaitu fraksional perubahan volume pori-pori
batuan terhadap satuan perubahan tekanan.
Batuan yang berada pada kedalaman tertentu akan mengalami dua macam
tekanan, yaitu ;
 Internal stress yang berasal dari desakan fluida yang terkandung di dalam
pori-pori batuan (tekanan hidrostatik fluida formasi)
 External stress yang berasal dari pembebanan batuan yang ada di atasnya
(tekanan overburden)
PTP2

BAB II
KARAKTERISTIK FLUIDA RESERVOIR

Fluida reservoir berupa hidrokarbon yang memiliki sifat-sifat fisik yaitu :


viscositas, faktor volume formasi, densitas dan compresibilitas.
Sifat fisik ini sangat dipengaruhi oleh perubahan tekanan dan temperatur
reservoirnya. Kegunaan mengetahui sifat-sifat hidrokarbon antara lain untuk
memperkirakan cadangan akumulasi hidrokarbon, menentukan laju aliran minyak
atau gas dan sebagainya.

1 Sifat Fisik Minyak


Dengan mengetahui sifat-sifat fisik minyak kita dapat memperkirakan dan
merencanakan pemboran, penyelesaian sumur, produksi serta sistem pengiriman
yang efisien dan aman.
1.1. Densitas Minyak.
Berat jenis minyak atau oil density didefinisikan sebagai perbandingan berat
minyak terhadap volume minyak. Densitas minyak dinyatakan dengan spesific
gravity. Hubungan berat jenis minyak dengan spesific gravity didasarkan pada berat
jenis air, dengan Persamaan :
BJ min yak
SGMinyak ………………………………………………………… (1-1)
BJair

Didalam dunia perminyakan, spesific gravity minyak sering dinyatakan dalam satuan
o o
API (American Petroleum Instute). Hubungan SG minyak dengan API dapat
dirumuskan sebagai berikut :
141,5
o
API 131,5 ………………………………………………………………… (1-2)
SG
Harga-harga oAPI untuk beberapa jenis minyak :
- minyak ringan, ≥ 30 oAPI
- minyak sedang, berkisar 20 - 30 oAPI
- minyak berat, berkisar 10 - 20 oAPI

1.2. Viscositas Minyak


Viscositas minyak sangat dipengaruhi oleh temperatur, tekanan dan jumlah
gas yang terlarut dalam minyak tersebut. Hubungan antara viscositas minyak (μo)
terhadap tekanan dapat dijelaskan sebagai berikut:
PTP2

Bila tekanan mula-mula di atas tekanan gelembung, maka penurunan tekanan


akan menyebabkan viscositas minyak berkurang, karena pengembangan volume
minyak, berarti gas yang terkandung di dalam minyak cukup besar. Kemudian bila
tekanan diturunkan sampai tekanan gelembung, maka penurunan tekanan di
bawah tekanan gelembung (Pb) akan menaikkan viscositas minyaknya, karena
pada keadaan ini mulai dibebaskan sejumlah gas dari larutan minyak.

1.3. Kelarutan Gas Dalam Minyak (Rs)


Kelarutan gas dalam minyak (Rs) didefinisikan sebagai banyaknya SCF gas
yang terlarut dalam 1 STB minyak pada kondisi standart 14.7 psia dan 60 oF, ketika
minyak dan gas masih berada dalam tekanan dan temperatur reservoir.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan gas dalam minyak antara lain :
a. Tekanan reservoir
Bila temperatur dianggap tetap maka Rs akan naik bila tekanannya naik, kecuali
jika tekanan gelembung (Pb) telah terlewati.
b, Temperatur reservoir
Jika tekanan dianggap tetap maka Rs akan turun jika temperatur naik.
c. Komposisi gas
Pada tekanan dan temperatur tertentu Rs akan berkurang dengan naiknya berat
jenis gas.
d. Komposisi minyak
Pada temperatur dan tekanan tertentu Rs akan naik dengan turunnya berat jenis
minyak atau naiknya oAPI minyak.
Kelarutan gas dalam minyak sangat dipengaruhi oleh cara bagaimana gas
dibebaskan dari larutan hidrokarbon.

1.4. Faktor Volume Formasi Minyak (Bo)


Faktor volume formasi minyak didefinisikan sebagai volume dalam barrel pada
kondisi reservoir yang ditempati oleh satu stock tank barrel minyak termasuk gas
yang terlarut. Atau dengan kata lain perbandingan antara volume minyak termasuk
gas yang terlarut pada kondisi reservoir dengan volume minyak pada kondisi
standard (14,7 psia, 60OF). Satuan yang digunakan adalah bbl/stb. Istilah faktor
penyusutan atau shrinkage factor sering digunakan sebagai kebalikan dari harga
faktor volume formasi minyak ( Bo).
PTP2

1.5. Kompresibilitas Minyak


Kompressibilitas minyak didefinisikan sebagai perubahan volume minyak
akibat adanya perubahan tekanan. Untuk kompressibilitas minyak yang berada diatas
tekanan gelembung dapat dinyatakan dengan :
1 dV
Co . ………………………………….…………………………. (1-3)
V dP

Kompressibilitas minyak jenuh jelas lebih tinggi dibandingkan dengan minyak


tak jenuh, karena adanya penurunan tekanan sebagai akibat keluarnya gas dari
minyak volume total minyak sisa akan berkurang.
Kompressibilitas minyak dibawah titik gelembung akan membesar bila
dibandingkan dengan ketika berada diatas titik gelembung, hal ini dapat dijelaskan
karena turunnya tekanan, gas akan membebaskan diri dari larutan. Volume minyak
yang tertinggal akan berkurang dengan turunnya tekanan akibatnya volume fluida
hidrokarbon total yang terdiri dari minyak dan gas alam lambat laun terjadi lebih
banyak seiring dengan turunnya tekanan dan ini menyebabkan kompressibilitas
sistem menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan kompressibilitas cairan minyaknya
sendiri.
PTP2

BAB III
SIFAT FISIK GAS

1. SPECIFIC GRAVITY GAS


Adalah perbandingan antara berat molekul gas tersebut terhadap
berat molekul udara kering pada tekanan dan temperatur yang sama.
Ada dua hukum tentang specific gravity gas, yaitu hukum efusi/difusi dari
Graham dan hukum Avogadro.
Hukum efusi/difusi menyatakan bahwa laju efusi dan difusi dua gas
pada temperatur dan tekanan yang sama berbanding terbalik dengan
akar kuadrat massa jenisnya. Adapun persamaannya adalah :
v1 d2
………………………………………………….. (1-1)
v2 d1

Dimana :
v = kecepatan efusi/difusi gas
d = densitas gas.
Hukum Avogadro mengatakan bahwa kondisi tekanan, temperatur dan
volume tertentu, massa jenis gas berbanding lurus dengan berat
molekulnya, atau secara matematis dinyatakan sebagai berikut :
d1 M1
…………………………………………………. (1-2)
d2 M2
Dimana :
M = berat molekul gas

A. FAKTOR DEVIASI GAS


Suatu gas ideal adalah fluida yang :
1. Memiliki volume dari molekul relatif dapat diabaikan dibandingkan
dengan volume dari fluida secara menyeluruh.
2. Tidak memiliki gaya tarik atau gaya tolak antara sesama molekul
atau antara molekul dengan dinding dari tempat dimana gas itu
berada.
3. Semua tumbukan dari molekul elastis murni, yang berarti tidak ada
kehilangan energi dalam akibat tubrukan tadi.
PTP2

Dasar untuk menggambarkan suatu gas ideal adalah hukum gas,


antara lain hukum Boyle, hukum Charles dan hukum Avogadro. Dari
gabungan antara ke tiga hukum tersebut, didapat persamaan
kesetimbangan :

P.V n.R.T ..................................................................... (1-3)

Dimana :
P = Tekanan, psia n = Jumlah mol gas
V = Volume, cuft R = Konstanta, 10.732 psia cuft/lb-mol oR
T = Temperatur, oR

Faktor deviasi gas adalah perbandingan antara volume gas pada


keadaan tekanan dan temperatur sebenarnya dibagi dengan volume
gas pada keadaan ideal/standar.
Sehingga persamaan kesetimbangan :
P.V Z .n.R.T ………………………………………………. (1-4)
Harga faktor deviasi gas tergantung dari perubahan tekanan,
temperatur atau komposisi gas. Katz dan Standing telah menghasilkan
grafik korelasi :
Z = f (Ppr, Tpr) ................................................. (1-5)
Dimana :
Ppr = P/Ppc Tpc = Σ yi. Tci,
Tpr = T/Tpc Ppc = Σyi. Pci.
Dimana :
yi = fraksi mol komponen i
Tci = temperatur kritis komponen ke I, oR
Pci = tekanan kritis komponen ke I, psia

2. FAKTOR VOLUME FORMASI GAS (Bg)


Faktor volume formasi gas (Bg) didefinisikan sebagai perbandingan
volume gas dalam kondisi reservoir dengan volume gas dalam kondisi
permukaan. Adapun persamaannya penentuan factor volume formasi
gas (Bg) dengan asumsi menggunakan Tsc = 520 oR dan Psc = 14.7
psia serta Zsc = 1, maka persamaan faktor volume formasi gas (Bg)
adalah :

Bg 0.0283.Z .T / P.......ft 3 / scf


atau …………………………………... (1-6)
Bg 0.00504.Z .T / P.......bbl / scf

3. KOMPRESSIBILITAS GAS (Cg)


Kompressibilitas isothermal dari gas diukur dari perubahan volume
per unit volume dengan perubahan tekanan pada temperatur konstan.
Adapun persamaan kompressibilitas gas adalah :
- Gas ideal : C P / nRT( nRT / P2 ) 1/ P ……………………. (1-7)

- Gas nyata : C 1/ P 1/ Z ( Z / P) .............................. (1-8)

4. VISKOSITAS GAS (µg)


Viskositas adalah gesekan dalam fluida (resistance) untuk
mengalir. Jika gesekan antara lapisan fluida kecil (low viscosity), gaya
shearing yang ada akan mengakibatkan gradien kecepatan besar
sehingga mengakibatkan fluida untuk bergerak. Jika viskositas
bertambah maka masing-masing lapisan fluida mempunyai gaya gesek
yang besar pada persinggungan lapisan, sehingga kecepatan akan
menurun.
Viskositas dari fluida didefinisikan sebagai perbandingan shear
force per unit luas dengan gradien kecepatan. Viskositas dinyatakan
dengan Centipoise (cp).
Viscositas dari suatu gas campuran tergantung pada tekanan,
temperatur dan komposisi. Carr-Kobayashi-Burrows membuat
persamaan yaitu :

1 f (M , T ) f ( , T )
…………………………………………. (1-9)
/ 1 f ( Ppr, Tpr)
Dimana :
µ1 = viskositas pada tekanan 1 atm
µ = viskositas pada tekanan > 1 atm.
5. DENSITAS GAS (ρg)

Densitas gas (ρg) didefinisikan sebagai massa gas per satuan


volume. Dari definisi ini kita dapat menggunakan persamaan keadaan
untuk menghitung densitas gas pada berbagai P dan T tertentu, yaitu:
m PM
g ………………………………………….. (1-10)
V RT
dimana :
m = berat gas, lb
V = volume gas, cuft
M = berat molekul gas, lb/lb mole
P = tekanan reservoir, psia
T = temperatur, oR
R = konstanta gas = 10.73 psia cuft/lbmole oR
BAB IV
PANAS BUMI (GEOTHERMAL)

1. Latar Belakang
Dengan semakin naiknya harga bahan baker minyak dan sumber energi yang
lain, maka orang mulai berusaha untuk mencari sumber energi pengganti, dan hal ini
jatuh pada energi panas bumi yang saat ini mulai dikembangkan diberbagai Negara
di dunia.
Pada tahun 1918 di Larderello Italia dihasilkan uap alam yang bias
dimanfaatkan untuk menggerakkan tenaga listrik. Hal ini memberikan rangsangan
buat negara lainnya untuk mencoba memanfatkan sumber tenaga baru ini. Hal ini
juga terjadi di Indonesia yang berhasil melakukan pemboran di Kamojang pada tahun
1926 dan berhasil menyemburkan uap panas dari salah satu sumurnya (KMJ-3)
sampai sekarang.
Negara-negara yang saat ini telah berhasil memanfaatkan panasbumi adalah :
Amerika Serikat, Italia, Selandia Baru, Jepang, Philipina, Iceland dan Indonesia.
Sumber panas bumi umumnya terdapat disekitar jalur gunung api karena
magma merupakan sumber panasnya.

2. Tingkat Polusi
Dibanding dengan sumber energi bahan bakar maka sumber tenaga panas
bumi relatif tidak terlalu menyebabkan pencemaran lingkungan lingkungan (non
pollution).
Lapangan geothermal umumnya berhubungan erat dengan aktifitas gunung
berapi. Dari kemanfaatan panas bumi dipermukaan seperti : fumarola, solfatara,
lumpur panas dan mata air dikeluarkan “non coudensable gasses” seperti CO2, NH3,
N2, H2, SO2 dan CH4. Gas-gas tersebut diatas apabila terdapat didalam
jumlah/konsentrasi yang tinggi bisa membahayakan bagi manusia atau kehidupan
disekelilingnya.
Bagi siapa yang pernah mengunjungi lapangan geothermal akan mencium bau
seperti telor busuk, bau tersebut berasal dari gas H2S. Gas tersebut beracun. Dalam
konsentrasi rendah menyakitkan mata (pedih) dan dalam konsentrasi tinggi bisa
menyebabkan kematian (konsentrasi rendah bau, konsentrasi tinggi tidak).
3. Problema
Yang menjadikan masalah didalam pemanfaatan tenaga panasbumi antara
lain :
a. Re-injeksi fluida kedalam tanah.
b. Kebisingan
c. Emisi gas
d. Penurunan Tekanan (subsudence)
e. Kehidupan sosial
f. Efek terhadap iklim
g. Efek terhadap sumur yang lain
h. Keselamatan dari “Blow out”
i. Seisme
j. Efek korosi dari gas

4. Teknik Eksplorasi
Didalam melakukan eksplorasi panasbumi pekerjaan dibagi atas beberapa
tahap antara lain :
a. Inventarisasi
b. Survey pendahuluan
c. Pemetaan geologi
d. Penelitian geofisika
e. Pemboran dangkal
f. Pemboran dalam (eksplorasi)

5. Sumber Energi Panas Bumi


Sumber panas bumi berasal dari kegiatan gunung berapi dan intrusi
(terobosan) magma. Dapur magma merupakan sumber energi panasbumi.
Disamping proses pengangkatan dan perombakan kemudian mengakibatkan jalur-
jalur gunung api aktif maupun yang telah padam membentuk pegunungan menjadi
daerah penagkap air hujan/air kedalam tanah relatif lebih besar dari daerah
sekitarnya.
Susunan batuan jalur gunug api adalah hasil erupsi gunung api dan
merupakan perselang-selingan antara batuan piroklastik dan aliran lava yang
membentuk susunan batuan tudung kedap air (impermeable) dan batuan porous-
permeable. Bagian jalur gunung api dengan sumber panas relatif dangkal,
terbentuklah daerah panas bumi yang dicirikan oleh kenampakan air panas,
fumarola, dan lain-lain.
Pembentukan sumber panas bumi, dikontrol oleh proses-proses geologi yang
telah dan sedang berlangsung sepanjang jalur vulkanisme, terobosan-terobosan
magma serta pensesaran-pensesaran.
Di indonesia merupakan daerah vulkanik yang terbetuk pada zaman kwarter/ ±
4 – 5 juta tahun lalu.

Cara terjadinya uap panas bumi dapat dikategorikan seperti berikut :


1. Sumber panas yang berasal dari pluton granit tidak dapat diperkirakan persis
letaknya, tetapi hasil analisa mendapatkan bahwa letaknya tidak terlalu dalam.
Juga sumber panas tidak menampakkan gejala-gejala di atas permukaan
bumi.
2. Suhu panas terbentuk batuan magmatik, kemudian keluar menembus
permukaan bumi. Batuan magmatik dipermukaan akan membentuk gunung
api tidak aktif atau berbentuk suatu gunung api aktif di masa lampau.
3. Pembentukan uap panas erat hubungannya dengan kegiatan gunung api atau
kegunung apian.

6. Sumber energi panas bumi terdiri dari :


a. Panas bumi sistim uap kering (dry steam)
b. Panas bumi sistim uap basah (wet steam)
c. Panas bumi sistim air panas (hot water)
d. Panas bumi sistim batuan kering panas (hot dry rock)
Energi panas bumi yang dapat dipergunakan harus mempunyai sifat-sifat
sebagai berikut :
1. Mempunyai suhu yang tinggi (minimum 150 oC di bawah tanah)
2. Tekanan uap cukup besar (minimum 3 atm)
3. Volume uap cukup banyak (10 ton per jam = 1000 KW listrik)
4. Tidak terlalu dalam (maksimum 3000 m)
5. Uapnya tidak menyebabkan karat (pH lebih dari 6).
Gambar : Sumur Produksi Panas bumi Kamojang

Gambar : Maket Plan Tenaga Listrik dengan menggunakan sumber energi panas

Gambar : Kunjungan Lapangan Mahasiswa Akamigas Balongan


Di Lapangan Panas Bumi Kamojang
Gambar : Kondisi Lapangan Panas Bumi Kamojang 1

Gambar : Kondisi Lapangan Panas Bumi Kamojang 2


BAB V
KONDISI RESERVOIR

Kondisi reservoir terdiri dari tekanan dan temperatur reservoir, kedua besaran
ini merupakan besaran yang sangat berpengaruh terhadap batuan reservoir maupun
fluida yang dikandungnya (air, minyak dan gas).
1. Tekanan Reservoir
Konsep tekanan adalah gaya persatuan luas yang diterapkan oleh suatu
fluida, hal ini adalah konsep mekanik dari tekanan. Tekanan itu disebabkan oleh
benturan diantara berbagai molekul fluida pada dinding tersebut disetiap detik.
Tekanan merupakan sumber energi yang menyebabkan fluida dapat bergerak.
Sumber energi atau tekanan tersebut pada prinsipnya berasal dari :
a. Tekanan hidrostatik
Yaitu tekanan yang disebabkan adanya gaya kapiler yang besarnya
dipengaruhi oleh tegangan permukaan dan sifat-sifat kebasahan batuan oleh fluida
(terutama air) yang mengisi pori-pori batuan di atasnya.
Ph 0.052. .h
atau

Ph .h
10
dimana :
ρ = densitas fluida (ppg atau gr/cc)
Ph = tekanan hidrostatik (psi atau ksc)
h = tinggi kolom fluida (ft atau meter)
Pada prinsipnya tekanan reservoir bervariasi terhadap kedalaman. Hubungan
tekanan hidrostatik dengan kedalaman ini disebut dengan gradient tekanan. Gradient
tekanan hidrostatik untuk air murni adalah 0.433 psi/ft, sedangkan untuk air asin
adalah 0.465 psi/ft. Penyimpangan dari harga tersebut dianggap sebagai tekanan
abnormal.
b. Tekanan Overburden
Tekanan overburden adalah tekanan yang diderita oleh formasi karena beban
(berat) batuan di atasnya yang berada di atas suatu kedalaman tertentu tiap satuan
luas. Gradient tekanan overburden adalah 1 psi/ft.
beratmater ial beratcaira n
Pob
luasarea
Gradient tekanan overburden adalah menyatakan tekanan overburden dari
tiap kedalaman :
Pob
Gob
D
dimana :
Gob = gradient tekanan overburden, psi/ft
Pob = tekanan overburden, psi
D = kedalaman, ft
Tekanan awal reservoir adalah tekanan reservoir pada saat pertama kali
diketemukan. Tekanan dasar sumur yang sedang berproduksi disebut tekanan aliran
(flowing) sumur. Kemudian jika sumur tersebut ditutup maka selang waktu tertentu
akan didapat tekanan statik sumur.

Gambar : Normal Pressure Profile

Gambar : Subnormal Pressure


Gambar : Vertical Diplacement dari Suatu Reservoir

2. Temperatur Reservoir
Dalam kenyataannya temperatur reservoir akan bertambah terhadap
kedalaman, yang mana sering disebut sebagai gradient geothermis yang dipengaruhi
oleh jauh dekatnya dari pusat magma. Gradient geothermis yang tertinggi adalah
4oF/100 ft, sedangkan yang terendah adalah 0.5 oF/100 ft.
Besarnya gradient geothermis dari suatu daerah dapat dicari dengan persamaan :
Tform asi Ts tandart
Gradien.Geotherm is
kedalam anform asi
Hubungan antara temperature versus kedalaman merupakan fungsi linier, yang
secara matematis dinyatakan :
Td Ta Gf D
dimana :

Td = temperature reservoir pada kedalaman D ft, oF


Ta = temperature rata-rata di permukaan, oF
G = gradient temperature, oF/100 ft
D = kedalaman, ft
Pengukuran temperature formasi dilakukan setelah komplesi sumur, dengan
melakukan drill steam test. Temperatur formasi ini dapat dianggap konstan, kecuali
bila dilakukan proses stimulasi, Karena adanya proses pemanasan.
Gambar : Kondisi Temperatur Reservoir
BAB VI.
MEKANISME PENDORONG RESERVOIR
(RESERVOIR DRIVE MECHANISM)

Terjadinya gerakan arau aliran minyak/gas kedalam lubang bor disebabkan


karena adanya tenaga dorong dari dalam reservoir. Hal tersebut mungkin disebabkan
oleh satu atau kombinasi dari beberapa macam jenis tenaga pendorong yang ada.
Fase awal dari produksi ini disebut fase produksi primer (primary production).
Mekanisme pendorong reservoir ini dibagi empat : Dissolved/Solution Gas Drive, Gas
Cap Drive, Water Drive dan Combination Drive.
1. Solution/Dissolved Gas Drive
Solution/Dissolved Gas Drive dapat terjadi bila hidrokarbon yang berwujud
cairan ketika dalam reservoir berubah menjadi gas sewaktu di produksi. Gas yang
terbentuk ini akan mendorong minyak kedalam lubang bor. Pada mekanisme ini
tekanan reservoir akan turun drastis, sehingga pompa ataupun alat pembantu lainnya
harus digunakan pada tahap awal produksi. Minyak yang dapat diambil dari reservoir
(oil recovery) dengan mekanisme ini adalah 5 – 30%.
2. Gas-Cap Drive
Gas-Cap drive terjadi bila terdapat gas cap diatas minyak dalam reservoir.
Penurunan tekanan menyebabkan berkembangnya gas cap yang mendorong minyak
kedalam lubang bor. Penampilan reservoir dalam gas-cap drivehampir sama dengan
pada dissolved-gas drive, hanya turunnya tekanan tidak drastis karena adanya gas
cap yang menghasilkan sejumlah energi. Oil recovery 20-40%.

3. Water Drive
Air dalam reservoir biasanya berada dibawah tekanan fluida yang sebanding
dengan kedalaman dibawah permukaan tanah. Makin dalam letak air itu, makin tinggi
tekanannya. Water drive terjadi bila terdapat air dalam jumlah banyak pada reservoir
yang dapat mendorong minyak kedalam lubang sumur. Air langsung akan mengisi
ruang yang ditinggalkan minyak. Tekanan dalam reservoir akan tetap tinggi selama
penggantian minyak dengan air terjadi dalam jumlah yang sama. Oil recovery dapat
mencapai 50%.
4. Combination Drive
Combination drive adalah mekanisme pendorong yang mempunyai satu atau
lebih untuk mendorong fluida minyak ke lubang bor, antara lain Gas-cap drive dengan
water drive.
JENIS MEKANISME PENDORONG RESERVOIR
TERHADAP KARAKTERISTIKNYA

Solution/Dissolved
Gas-Cap Drive Water Drive
Gas Drive

Turun cepat dan Turun lambat dan


Tekanan Reservoir Tetap tinggi
menerus menerus

Naik menerus
Naik dan kemudian
Gas Oil Ratio pada sumur-sumur Tetap rendah
turun
yang up-dip

Produksi air None None Naik menerus

Umur sembur
Sembur alam
Tingkah-laku Memerlukan pumping alam tergantung
sampai kadar air
sumur pada tahap awal pada ukuran gas
berlebihan
cap

Recovery yang
dapat diharapkan, 5 - 30 20 – 40 35 - 60
% OOIP

Gambar : Combination Drive


Gambar : Kondisi Bawah Permukaan (Reservoir)

Gambar : Proses Migrasi dari Minyak dan Gas pada Suatu Reservoir

Typical Performance
Solution/Dissolved Gas Drive

140
120
Pressure, GOR, PI

100
GOR
80
PI
60
PR
40
20
0
Cumulative Production
Typical Performance Water Drive

90
80
Pressure, PI, GOR

70
60
Pressure
50
PI
40
GOR
30
20
10
0
Cumulative Production

Typical Performance Gas Cap Drive

140
120
Pressure, GOR

100
80 Pressure
60 GOR

40 BAB VII
20
METODA
0
SEMBUR ALAM
Cumulative Production

Metoda produksi adalah suatu cara untuk mengangkat hidrokarbon dari


reservoir ke permukaan. Pada prinsipnya metode produksi di klasifikasikan menjadi
dua, yaitu metode sembur alam (natural flow) dan metode pengangkatan buatan
(artificial lift), yang meliputi : metode gas lift, pompa sucker rod, esp dan pompa reda.
Adapun dasar pemilihan metode produksi dipengaruhi oleh faktor-faktor antara
lain : keadaan reservoir, keadaan lubang bor (kedalaman dan kemiringan lubang
bor), diameter casing, komplesi sumur, kondisi permukaan, problem operasi produksi
dan besar producivity indeks.
Pada metoda produksi sembur alam, untuk memproduksikan minyak dilakukan
dengan memanfaatkan energi alamiah reservoir dan tanpa menggunakan peralatan
pembantu untuk mengangkat minyak dari dalam reservoir sampai ke permukaan.
Pada saat reservoir di produksi secara sembur alam, diusahakan selama mungkin
agar cadangan dapat diambil secara maksimal. Usaha yang harus dilakukan untuk
mencapai maksud tersebut adalah dengan menganalisa performance sumurnya yang
hasilnya berguna untuk menentukan peralatan-peralatan sumur yang sesuai.
Metoda produksi artificial lift digunakan apabila tekanan reservoir sudah tidfak
mampu lagi untuk mendorong fluida ke permukaan sehingga diperlukan suatu tenaga
tambahan yang dapat mendorong fluida.
Dari data-data penilaian formasi yang diperoleh dapat diketahui sifat-sifat fisik
fluida dan batuan reservoir, kondisi reservoir dan jenis reservoir. Data ini sangat
penting dalam pemilihan metoda produksi artificial lift, karena metoda ini masing-
masing mempunyai kelebihan dan kekurangan.

1.1. Metoda Produksi Sembur Alam


Pada prinsipnya metoda produksi sembur alam adalah metoda produksi yang
memanfaatkan perbedaan tekanan yang ada antara tekanan reservoir dengan
tekanan lubang sumur. Sehingga secara alamiah adanya perbedaan tekanan ini akan
mengalirkan fluida ke permukaan. Agar recovery yang didapat optimum maka perlu
dilakukan analisa performance sumurnya yaitu inflow performance, vertical lift
performance dan bean performance.

A. Prinsip Sumur Sembur Alam


Ada tiga prinsip yang akan diuraikan antara lain : inflow performance, vertical
lift performance dan bean performance.

A.1. Inflow Performance


Inflow performance adalah aliran air, minyak dan gas dari formasi menuju ke dalam
sumur (dasar sumur), yang dipengaruhi oleh productivity indeksnya atau lebih umum
disebut inflow performance relationship (IPR).
Kalau IPR merupak grafik linier, maka PI merupakan angka yang akan menentukan
potential formasi yang bersangkutan. Adapun persamaannya adalah:
q
PI
Ps Pwf
Dimana :
PI = productivity indeks
q = laju produksi, bbl/d
Pwf = tekanan alir dasar sumur, psi
Ps = tekanan statik reservoir, psi
A.2. Vertikal Lift
Merupakan studi mengenai kehilangan tekanan (pressure loss) sepanjang pipa
vertikal yang disebabkan oleh adanya gesekan antara dinding pipa dengan fluida
yang mengalir.
Gradien tekanan yang terjadi pada pipa vertikal secara umum dapat dinyatakan
persamaan berikut :
dF dP dP dP
el f acc
dL dL dL dL

A.3. Bean Performance


Merupakan studi mengenai pressure loss yang terjadi pada aliran fluida reservoir
pada saat melalui suatu pipa yang diameternya diperkecil pada suatu tempat saja,
kemudian fluida akan mengalir kembali melalui pipa dengan diameter semula.
Pemilihan ukuran bean/choke di lapangan dimaksudkan agar tekanan down-stream
di dalam flow line yang disebabkan oleh tekanan separator tidak berpengaruh
terhadap tekanan kepala sumur (THP) dan kelakuan produksi sumur. Tekanan
kepala sumur atau tubing sedikitnya dua kali lebih besar dari tekanan flow line.

1.2. Peralatan Produksi Sumur Sembur Alam


Terdiri dari dua komponen peralatan, yaitu peralatan di permukaan dan
peralatan di bawah permukaan.

1.2.1. Peralatan Di Permukaan


Terdiri dari :
a. Wellhead, adalah suatu peralatan yang digunakan untuk mengontrol kebocoran
sumur dipermukaan. Wellhead tersusun dari dua rangkaian didalamnya, yaitu
casing head dan tubing head. Casing head berfungsi sebagai tempat
menggantungkan rangkaian casing dan mencegah terjadinya kebocoran. Pada
casing head juga terdapat gas outlet yang berfungsi untuk meredusir gas yang
mungkin terkumpul diantara rangkaian casing. Tubing head merupakan bagian
dari wellhead yang diperlukan untuk menyokong rangkaian tubing yang berada
dibawahnya dan untuk menutup ruangan yang terdapat diantara casing dan
tubing, sehingga aliran fluida dapat keluar hanya melalui tubing.
b. Christmas-tree, adalah kumpulan dari valve-valve dan fitting-fitting yang
dipasang di atas tubing head, dimana peralatan ini terbuat dari bahan besi
baja yang berkualitas tinggi, sehingga dapat menahan tekanan tinggi dari
sumur, juga dapat menahan reaksi dari air formasi yang bersifat korosif yang
bersama-sama mengalir dengan minyak atau dapat menahan pengikisan pasir
yang terbawa ke permukaan.
c. Berdasarkan sayapnya, christmas-tree dibagi menjadi dua macam, yaitu :
- bercabang satu (single wing atau single arm)
- bercabang dua (double wing atau double arm)
Berdasarkan komponennya, christmas-tree terdiri dari :
- Manometer pengukur tekanan, adalah peralatan yang digunakan untuk
mengukur tekanan pada casing (Pc) dan tekanan tubing (Pt).
- Master gate (master valve), adalah jenis valve yang digunakan untuk menutup
sumur jika diperlukan. Untuk sumur-sumur yang bertekanan tinggi, disamping
master gate, dipasang pula suatu valve lain yang letaknya dibawah master
gate.
- Choke, berfungsi untuk menahan sebagian aliran dari sumur sedemikian rupa
sehingga produksi minyak dan gas pada suatu sumur dapat diatur sesuai
dengan yang diinginkan.
1.2.2. Peralatan Di bawah Permukaan
Terdiri dari :
a. Tubing, merupakan pipa vertikal di dalam sumur yang berfungsi untuk
mengalirkan fluida reservoir dari dasar sumur ke permukaan.
b. Packer, berfungsi untuk menyekat annulus antara casing dan tubing serta
memberikan draw-down yang lebih besar.
c. Nipple, merupakan alat yang berfungsi untuk menempatkan alat-alat kontrol
aliran di dalam tubing.
d. Sliding sleeve door, digunakan untuk memproduksikan hidrokarbon dari
beberapa zona produktif dengan single tubing string.
e. Blast Joint, merupakan sambungan pada tubing yang memiliki dinding yang
tebal, dipasang tepat didepan formasi produktif yang berfungsi untuk menahan
semburan aliran fluida formasi.
f. Flow Coupling, merupakan alat yang berfungsi untuk menahan turbulensi
fluida akibat adanya kontrol aliran yang dipasang pada nipple.
BAB VIII.
METODA PENGANGKATAN POMPA BUATAN
(ARTIFICIAL LIFT)

Pada saat sumur sudah mencapai tahap penyelesaian dan akan mulai
berproduksi, awalnya tenaga yang digunakan untuk mengangkat fluida dari dasar
sumur ke permukaan adalah menggunakan sembur alam (natural flowing). Sembur
alam yaitu memanfaatkan energi yang terkandung didalam reservoir untuk
mengangkat fluida ke permukaan.
Tekanan reservoir dan gas formasi yang tersedia harus memiliki energi yang
cukup untuk mengangkat fluida dari dasar sumur ke permukaan dan dapat mengatasi
kehilangan tekanan selama proses aliran sampai ke permukaan. Semakin lama
tekanan atau energi tersebut akan semakin berkurang dan suatu saat energi tersebut
tidak mampu lagi mengangkat fluida. Kondisi tersebut akan berakibat terhadap
penurunan laju produksi dan bahkan akan mengakibatkan sumur tersebut berhenti
berproduksi atau mati. Apabila tekanan reservoir terlalu rendah atau laju produksi
yang dikehendaki lebih besar dari energi reservoir tersebut, maka harus digunakan
metode pengangkatan buatan (artificial lift system).
Terdapat dua metode dasar pengangkatan buatan (artificial lift ) yang sering
digunakan yaitu pengangkatan buatan dengan menggunakan sistem pompa dan
sistem gas lift. Dalam penggunaan artificial lift dengan sistem gas lift maka harus
tersedia gas dengan jumlah yang cukup dan mempunyai tekanan yang tinggi untuk
dapat mengangkat fluida dari dasar sumur sampai ke permukaan.

2.1. Pemilihan Metode Artificial Lift


Pemilihan metode artificial lift dilakukan dengan membandingkan kelebihan dan
kekurangan masing-masing metode pengangkatan buatan yang sesuai dengan
kondisi sumur dan reservoir. Diharapkan dengan memilih metode yang sesuai
dengan kondisi lapangan ini proses produksi dapat berjalan dengan efektif dan
mencapai laju produksi yang optimum.
Pemilihan sistem pengangkatan buatan tergantung pada banyak faktor, selain
pemasangan dan operasi. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah :

1. Produktivitas Sumur

Jenis pengangkatan buatan yang sesuai dengan besarnya laju produksi adalah :

 Produktivitas sumur yang lebih besar dari 10.000 STB / hari dapat
menggunakan pompa ESP dan gas lift.
 Produktivitas sumur antara 2.000 – 10.000 STB / hari dapat menggunakan
pompa ESP, gas lift dan pompa hidrolik.
 Untuk sumur yang mempunyai produksi antara 100 – 2.000 STB / hari dapat
menggunakan semua jenis metode artificial lift .
 Untuk sumur yang berproduksi lebih kecil dari 100 STB / hari dapat
menggunakan semua jenis metode kecuali pompa ESP.
2. Tekanan Reservoir

Tekanan reservoir sebanding dengan tinggi kolom cairan dalam tubing. Jenis
metode yang sesuai untuk tinggi kolom cairan yang lebih besar dari 1/3
kedalaman adalah gas lift (kontinyu), pompa angguk, pompa hidrolik dan ESP.
Sedangkan untuk tinggi kolom cairan yang lebih kecil dari 1/3 kedalaman dapat
menggunakan pompa angguk, pompa hidrolik, ESP, dan gas lift (intermittent ).

3. Kedalaman

Kedalaman sumur menunjukkan temperatur dasar sumur serta energi yang


diperlukan untuk pengangkatan buatan. Adapun penggunaan jenis pengangkatan
buatan berdasarkan kedalaman sumur adalah :

 Kedalaman sumur yang lebih dari 12.000 ft hanya dapat menggunakan pompa
hidrolik.
 Kedalaman sumur antara 10.000 – 12.000 ft dapat menggunakan pompa
angguk, pompa hidrolik, dan gas lift.
 Kedalaman sumur dibawah 8.000 ft dapat menggunakan semua jenis
pengangkatan buatan.
4. Kemiringan Sumur

Untuk sumur dengan kemiringan yang besar, pompa angguk tidak dapat
digunakan. Penggunaan gas lift sangat sesuai karena tidak banyak peralatan
yang dipakai di dalam sumur.

5. Viskositas Cairan

Untuk cairan yang berviskositas tinggi jenis metode gas lift atau pompa hidrolik
sangat sesuai digunakan.

6. Problema Sumur

Problema sumur seperti pasir, parafin, GOR tinggi, korosi, scale dan sebagainya
mempengaruhi pemilihan jenis metode artificial lift. Penggunaan metode yang
sesuai dengan problema suatu sumur adalah :

 Pompa angguk baik digunakan pada sumur yang mempunyai problema korosi
dan scale , sedangkan sumur dengan problema parafin tidak dapat
menggunakan pompa angguk.
 Penggunaan pompa hidrolik baik digunakan pada sumur dengan problema
parafin dan korosi.
 Pompa ESP baik digunakan pada sumur dengan problema parafin dan tidak
dapat digunakan pada sumur yang mempunyai permasalahan scale.
 Gas lift sangat cocok digunakan pada sumur dengan problema pasir dan GOR
yang tinggi. Gas lift tidak dapat digunakan pada sumur dengan problema
parafin.
7. Biaya yang meliputi :
 Modal awal.  Jumlah sumur yang akan diproduksi
 Biaya operasional bulanan. dengan artificial lift.
 Daya tahan peralatan.  Perkiraan waktu sumur berproduksi.

8. Fleksibilitas Mengubah Laju Produksi.


Pada gas lift dan pompa angguk mengubah laju produksi dapat dengan mudah
dilakukan. Pompa hidrolik dan pompa jet sangat sulit untuk mengubah laju
produksi, sedangkan ESP tidak dapat mengubah laju produksi.

Perubahan laju produksi disebabkan oleh :

 Penurunan produktivitas sumur sebagai akibat turunnya tekanan statik.


 Peningkatan produksi sumur sebagai akibat metode secondary recovery.
 Kesalahan data uji produksi atau korelasi aliran multi fasa.
 Perubahan laju produksi sebagai akibat produksi pasir, water coning.

#GAS LIFT#

Proses gas lift dilakukan dengan menginjeksikan gas yang mempunyai tekanan
yang relatif tinggi kedalam kolom fluida untuk meringankan dan menurunkan gradien
tekanan dari fluida sehingga fluida tersebut dapat terangkat ke permukaan dengan
ekspansi dari gas. Secara umum mekanisme pengangkatan fluida reservoir ke
permukaan oleh gas yang diinjeksikan ke dalam sumur melalui proses sebagai
berikut :

a. Menurunkan densitas fluida sehingga akan menaikkan perbedaan tekanan antara


reservoir dengan lubang sumur.
b. Ekspansi dari gas yang diinjeksikan akan mendorong fluida ke atas.
c. Displacement fluida oleh gelembung-gelembung gas akan mengakibatkan aksi
atau
gerakan seperti piston pada sebuah pompa.
Pemilihan artificial lift jenis gas lift ini harus disesuaikan dengan kondisi reservoir-nya,
yaitu :

a. Laju produksi yang relatif tinggi.


b. Produktivitas sumur tinggi.
c. Tekanan alir dasar sumur relatif tinggi.
d. Solution gas dalam cairan tinggi.
Pemahaman mengenai prinsip-prinsip dasar mengenai sistem gas lift harus
terlebih dahulu diketahui sebelum dilakukan evaluasi pada sumur gas lift. Penurunan
tekanan yang terjadi pada semua bagian sistem produksi harus dianalisa untuk
menentukan efeknya pada laju produksi dan volume gas injeksi yang diinginkan pada
sumur gas lift. Secara garis besar terjadinya aliran pada suatu sumur terdiri dari tiga
sistem dasar yaitu reservoir system, vertical system, dan horizontal system.

Penurunan tekanan yang terjadi pada masing-masing sistem tersebut dianalisa


untuk menentukan laju produksi secara optimum pada sumur yang menggunakan
gas lift. Besarnya penurunan tekanan alir dasar sumur tergantung pada dua
parameter yaitu banyaknya gas yang diinjeksikan dan kedalaman titik injeksi.

Gambar : Gas Lift

#ELECTRIC SUBMERSIBLE PUMP (ESP)#

ESP adalah pompa yang mempunyai banyak tingkat (stage) dimana setiap
tingkat mempunyai impeller, yaitu bagian yang berputar dan fungsinya memberikan
kecepatan terhadap cairan yang dipompakan.

Pompa ESP dibuat atas dasar pompa sentrifugal bertingkat banyak dimana
keseluruhan dari pompa dan motornya ditenggelamkan kedalam cairan. Pompa ini
digerakkan dengan motor listrik dibawah permukaan melalui suatu poros motor
(shaft) yang memutar pompa, dan akan memutar sudu-sudu (impeller) pompa.
Perputaran sudu-sudu itu menimbulkan gaya sentrifugal yang digunakan untuk
mendorong fluida ke permukaan. Adapun fungsi dari ESP adalah :
Mempermudah penanggulangan scale.

Mampu memompa cairan dalam jumlah yang besar.

Lebih mudah dioprasikan dan biaya operasi rendah.

Gambar : ESP

#SUCKER ROD PUMP#


Pompa angguk adalah jenis artificial lift system yang menggunakan pompa
jenis penghisap di dalam sumur yang dihubungkan keatas lengan batang logam
(rod), hampir semua sumur-sumur tua dibantu oleh pompa angguk dan di tempatkan
tepat di depan perforasi atau diatas lubang sumur.
Pompa angguk tidak mudah rusak dan mudah diperbaiki, tidak cocok pada
operasi lepas pantai (off shore) karena kebanyakan sumur-sumur lepas pantai
berprofil miring.

Gambar : Sucker Rod Pump


BAB IX
DASAR KOMPLESI SUMUR
(BASIC OF WELL COMPLETION)

Komplesi sumur (well completion) adalah tahapan operasi pemboran


setelah mencapai target, yaitu formasi produktif. Setelah pemboran mencapai target,
maka sumur perlu dipersiapkan untuk dikomplesi. Tujuan sumur dikomplesi adalah
untuk memproduksikan fluida hidrokarbon ke permukaan.
Adapun tahapan dari komplesi sumur meliputi :
a. Tahap pemasangan serta penyemenan production casing
b. Tahap perforasi serta pemasangan pipa liner
c. Tahap penimbaan (swabbing)
Metode well completion didasarkan pada beberapa faktor, yaitu :
1. Down-hole completion atau formation completion, yaitu membuat hubungan antar
formasi produktif dengan tiga metoda, yaitu :
 Open-hole completion
 Cased-hole completion atau perforated completion
 Sand exclussion completion
2. Tubing completion (komplesi pipa produksi) yaitu merencanakan pemasangan
atau pemilihan pipa produksi (tubing) yaitu meliputi metoda natural flow dan
artificial lift
3. Well-head completion yaitu meliputi komplesi X-mastree, casing head dan tubing
head.
1. METODE WELL COMPLETION

1.1. Open-hole completion


Pada metoda ini, pipa selubung produksi hanya dipasang hingga di atas zona
produktif (zona produktif terbuka). Metoda komplesi ini diterapkan jika formasi
produktif kompak.
Metoda ini memiliki keuntungan, yaitu :
 didapatkan lubang sumur secara maksimum
 mencegah formation damage
 kerusakan/skin akibat perforasi dapat dikurangi
 mudah dipasang screen, liner, gravel packing
 mudah diperdalam apabila diperlukan
 dapat diubah menjadi liner completion atau perforated completion
Kerugian dari metoda ini adalah :
 sulit menempatkan casing produksi di atas zona produktif
 sukarnya pengontrolan bila produksi air atau gas berlebihan
1.2. Perforated completion
Pada tipe komplesi ini, casing produksi disemen hingga zona produktif,
kemudian dilakukan perforasi. Komplesi ini sangat umum dipakai, terutama apabila
formasi perlu penahanan atau pada formasi yang kurang kompak.
Keuntungan dari metoda ini adalah :
 produksi air atau gas yang berlebihan mudah dikontrol
 stimulasi mudah dilakukan
 mudah dilakukan penyesuaian untuk konfigurasi multiple completion jika
diperlukan
 sumur dapat diperdalam
 memungkinkan pengontrolan pasir
Kerugian dari metoda ini adalah :
 diperlukan biaya untuk perforasi
 kerusakan (damage) akibat perforasi

1.3. Sand exclusion types


Akibat terlepasnya pasir dari formasi dan terproduksi bersama fluida, dapat
menyebabkan abrasi pada alat-alat produksi dan kerugian lainnya, maka untuk
mengatasi adanya kepasiran diperlukan cara pencegahan, yaitu :
a. Slotted/screen liner, yaitu dengan menempatkan slot atau screen didepan formasi
b. Gravel packing, yaitu dengan menempatkan gravel diantara screen liner.

Gambar : Screen Liner

2. PERFORASI
Perforasi adalah pembuatan lubang menembus casing dan semen sehingga
terjadi komunikasi antara formasi dengan sumur yang mengakibatkan fluida formasi
dapat mengalir ke dalam sumur.
2.1. Perforator
Perforator digunakan untuk melakukan perforasi. Perforator dibedakan
menjadi :
a. Bullet/Gun perforator
b. Shape charge/Jet perforator
3. KONDISI KERJA PERFORASI

3.1. Overbalance
Merupakan kondisi kerja didalam sumur, dimana tekanan formasi dikontrol
oleh fluida/lumpur komplesi atau dengan kata lain bahwa :
Tekanan Hidrostatik Lumpur (Ph) > Tekanan Formasi (Pf).

3.2. Underbalance
Merupakan kondisi kerja didalam sumur, dimana fluida/lumpur komplesi
dikontrol oleh tekanan formasi atau dengan kata lain bahwa :
Tekanan Hidrostatik Lumpur Komplesi (Ph) < Tekanan Formasi (Pf).

Gambar : Metoda Perforasi


Gambar : Kondisi Kerja Perforasi

4. SWABBING
Swabbing adalah penghisapan fluida sumur/fluida komplesi setelah perforasi
pada kondisi overbalance dilakukan, sehingga fluida produksi dari formasi dapat
mengalir masuk ke dalam sumur dan diproduksikan ke permukaan.
Ada dua sistem penghisapan fluida (swabbing) yaitu :
a. penurunan densitas cairan
b. penurunan kolom cairan
BAB X
DASAR PENILAIAN FORMASI
(Basic of Formation Analysis)

Penilaian formasi adalah ilmu yang mempelajari tentang kondisi formasi dari
suatu lapangan terutama tentang karakteristik dan lithology batuan reservoir terhadap
ada tidaknya hidrokarbon. Penilaian formasi terdiri dari beberapa metoda yaitu :
- Coring dan analisa core
- Logging

I. CORING DAN ANALISA CORE

1.1. Coring
Coring adalah suatu usaha untuk mendapatkan contoh batuan (core) dari
formasi bawah permukaan, untuk dianalisa sifat fisik batuan secara langsung.
Metode dalam coring ada dua yaitu:
a. Bottom Hole Coring , pengambilan core yang dilakukan pada waktu pemboran
berlangsung
b. Sidewall Coring, Pengambilan core yang dilakukan setelah operasi pemboran
berlangsung selesai atau pada waktu pemboran berhenti
Kedua metode coring, mempunyai prinsip kerja yang berbeda, dan menghasilkan
(hasil) analisa yang berbeda, walaupun dilakukan pada kedalaman yang sama.

1.1.1. Bottom Hole Coring


Pada metode Bottom Hole Corring menggunakan jenis pahat yang ditengahnya
terbuka dan mempunyai jenis pemotong pahat berupa dougnot shope hole,
Pada saat pemboran berlangsung core ini akan menempati core barrel yang berada
diatas pahat dan akan tetap akan berada disana sampai diambil ke permukaan.
Peralatan-peralatan yang yang termasu dari bottom hole coring adalah :
1. Conventional Coring
Metode ini menggunakan bit jenis khusus yang disebut Conventional Rotary Core
Drill , Pada saat bit bergerak ke bawah menembus formasi maka coke akan masuk
kedalam Inner Core Barrel dan core tidak akan bisa keluar lagi, karena core barrel
mempunyai roll dan dan ball bearing.
Pada pekerjaan ini untuk mendapatkan core yang baik maka di usahakan beban bit
dan kecepatan putar bit kecil.
Core yang terbawa tetap terlindungi dan mempunyai ukuran diameter 2 3/8”,
sampai dengan 3 9/16”, dengan panjang 20 ft. Sehingga apabila menginginkan core
yang panjang maka dibutuhkan beberapa kali round trip.
2. Diamond Coring
Perbedaan dengan conventional coring adalah pada pahatnya saja, yaitu jenis ini
menggunakan jenis diamond bit, Diamond bit ini sangat cocok untuk batuan sedimen
yang keras, dan memberikan penetrasi rate yang lebih besar serta tidak perlu
menambah rotary speed untuk memotong core.
Core yang didapat bisa mencapai panjang 90 ft dengan diameter 2 7/8”, hanya
saja pada metode ini sangat mahal dikarenakan harga dari peralatannya.

Gambar. Diamond Bit

3. Wire Line Coring


Pengambilan core dilakukan dengan jalan menurunkan peralatan semacam inner
barrel kedalam drill pipe, kemudian core yang telah didapatkan akan masuk kedalam
inner barrel dan ditarik ke permukaan dengan jalan menarik pull barrel dengan wire
line. Inner barrel yang terisi contoh batuan ditarik ke permukaan tanpa harus menarik
pipa bor, sehingga metode ini dapat menghemat biaya dalam operasinya.

1.2. ANALISA CORE


Analisa core adalah tahapan analisa batuan setelah contoh inti batuan bawah
permukaan di peroleh. Tujuan dari analisa core yaitu mengetahui informasi langsung
tentang sifat-sifat fisik batuan yang ditembus selama pemboran berlangsung.
Dari hasil coring maka core yang didapat dapat dianalisa besaran-besaran
petrofisiknya di laboratorium, analisa core ada dua macam yaitu analisa core rutin
dan core spesial. Analisa core rutin meliputi pengukuran porositas, permeabilitas,
saturasi fluida, tekanan kapiler. Dikarenakan beberapa pengukuran dari sifat-sifat
batuan memerlukan sampel yang bersih dan kering. Sampel yang dipergunakan
untuk permeabilitas dan porositas secara keseluruan dicuci dari semua fluida yang
tertinggal dan kemudian dikeringkan.
Core special dikembangkan untuk memperoleh data-data sifat fisik batuan
yang lebih akurat, khususnya pengukuran data distribusi fluida dari batuan reservoir
yang digunakan untuk study reservoir secara detail.
Analisa core special diperlukan core yang segar (fresh), namun pada
prakteknya sampel dibersihkan dengan cara ekstrasi dan dikembangkan sesuai
kondisi semula. Secara umum parameter yang diukur atau ditentukan dengan analisa
core adalah distribusi fluida (minyak dan air atau gas dan air) di dalam reservoir.

ANALISA CORE

Analisa Core Rutin

Porositas
Permeabilitas
Saturasi fluida
Tekanan kapiler
Analisa Core Spesial

Distribusi fluida (minyak, air, gas)


Kompresibilitas
Wettabilitas
Tekanan kapiler

II. LOGGING

Logging adalah kegiatan pengukuran/perekaman kondisi didalam sumur


dengan cara menurunkan suatu alat ke dasar lubang bor kemudian alat tersebut
dengan kecepatan tetap ditarik dan kemudian mencatat hasil pengukuran yang
berupa defleksi-defleksi pada suatu chart, atau disebut juga log. Untuk mendapatkan
data yang akurat, maka logging dilakukan beberapa kali perekaman dengan
kombinasi alat yang berbeda.

A. Jenis –jenis log yang sering digunakan antara lain :

1. Log Spontaneous Potential (SP)


Applikasi Log SP :
Untuk membedakan batuan permeable dan non-permeable.
Untuk korelasi “well to well”.
Sebagai reference kedalaman untuk semua log.
Untuk menentukan batas lapisan.
Untuk menghitung harga Rw.
Sebagai clay indicator.
Figure 2.

Gambar : SP Log Gambar : Chart SP Log

2. Log Gamma Ray (GR)


Application Log GR :

> Standard Gamma Ray Application:


Sebagai Reference utama bagi semua run logging.
Korelasi “well to well”.
Membedakan lapisan permeable dan nonpermeable.
Menghitung volume clay.
> Natural Gamma Ray Tool (NGT) Application:
Mendeteksi, mengenali dan mengevaluasi mineral-mineral radioaktif.
Mengenali tipe clay dan menghitung volume clay.
Lapisan yang permeable mungkin mengandung garam Uranium lebih
banyak daripada lapisan yang kurang permeable.
Pembacaan Uranium pada log NGT kadang berguna sebagai petunjuk
adanya pergerakan fluida.
Gambar : Gamma Ray Log
3. Log Resistivity

Wilayah yang cocok untuk pemakaian Log Induction dan Log Lateral
Log Induction bekerja dalam :
Fresh mud
Resistivitas formasi < 200 ohm-m
Rmf/Rw > 2.0

Log Lateral akan bekerja lebih baik pada :


Salt Mud
Resistivitas formasi > 200 ohm-m
Rmf/Rw < 2.0
Large borehole >12 in. serta deep invasion >40 in

3.1. Log Induction


Application Log Induction.

Alat induction menentukan resistivitas dengan cara mengukur conduktivitas


batuan. Dalam kumparan transmitter dialirkan arus bolak balik berfrekwensi
tinggi dengan amplituda konstan yang akan menimbulkan medan magnet
dalam batuan.
Medan magnet ini menimbulkan arus Eddy atau arus Foucault yang dalam fig.
1 dinamakan ground loop.
Besar arus ini sebanding dengan konduktivitas batuan

Figure 3.

Gambar : Induction Log

3.2. Log Lateral


Application Log Lateral.
Alat Laterolog direkayasa untuk mengukur resistivitas batuan yang dibor
dengan salty mud atau lumpur yang sangat conduktif serta dipakai untuk
mendeteksi zona - zona yang mengandung HC.
4. Log Porosity

4.1. Log Densitas


Aplikasi Log Densitas
Alat density mengukur berat jenis batuan yang lalu dipakai untuk menentukan
porositas batuan.

Bersama log lain misalnya log neutron, lithologi batuan dan tipe fluida yang
dikandung batuan dapat ditentukan.

Log density dapat membedakan minyak dari gas dalam ruang poripori karena
fluida-fluida tadi berbeda berat jenisnya.

Alat density yang modern juga mengukur PEF (photoelectric effect) yang
berguna untuk menentukan lithologi batuan, mengidentifikasi adanya heavy
minerals dan untuk mengevaluasi clay.

Log density juga dipakai untuk menentukan Vclay serta untuk menghitung
“reflection coefficients” bersama log sonic untuk memproses synthetics
seismogram.

4.2. Log Neutron


Application Log Neutron
Alat Neutron dipakai untuk menentukan primary porosity batuan, yaitu ruang
pori pori batuan yang terisi air, minyak bumi atau gas.

Bersama log lain misalnya log density, dapat dipakai untuk menentukan jenis
batuan /litologi serta tipe fluida yang mengisi pori pori batuan.

Gambar : Neutron Log


4.3. Log Sonic

Applikasi log sonic

Untuk menentukan sonic porosity ( s)


Untuk menentukan volume of clay (Vs)
Bersama log lain untuk menentukan litologi
Time-depth relationship
Menentukan reflection coefficients
Mechanical properties
Menentukan kwalitas semen CBL-VDL

You might also like