Professional Documents
Culture Documents
PENGERTIAN
Urtikaria (gelagata) merupakan reaksi alergi hipersensitivitas tipe 1 pada kulit yang
ditandai oleh kemunculan mendadak lesi yang menonjol yang edematous, berwarna merah
muda dengan ukuran serta bentuk yang bervariasi, keluhan gatal dan menyebabkan gangguan
rasa nyaman yang setempat. Kelainan ini dapat mengenai setiap bagian tubuh, termasuk
membran mukosa (khususnya mulut), laring (kadang-kadang dengan komplikasi respiratorius
yang serius) dan traktus gastrointestinal. Setiap urtikaria akan bertahan selama periode waktu
tertentu yang bervariasi dari beberapa menit hingga beberapa jam sebelum menghilang.
Selama berjam-jam atau berhari-hari, kumpulan lesi ini dapat timbul, hilang dan kembali lagi
secara episodik (Brunner dan Sudarth, 2002).
Secara umum, Urtikaria yang disebut juga Kaligata, Biduran, atau Gelagata adalah
suatu reaksi alergi pada kulit akibat pengeluaran histamin ditandai dengan kemunculan
mendadak lesi yang menonjol yang edematous, berwarna merah muda dengan ukuran serta
bentuk yang bervariasi, keluhan gatal dan menyebabkan gangguan rasa nyaman yang
setempat. Istilah lain yang digunakan untuk urtikaria yaitu : Hives, nettle rash, biduran,
kaligata, gelagata.
2. EPIDEMIOLOGI
Urtikaria (biduran) adalah lesi kulit yang banyak dikenal, yang pada saat tertentu
dapat mengenai sedikitnya 25% dari populasi. Sebagian besar episode urtikaria berlangsung
singkat dan bersifat swasirna, terutama di masa kanak-kanak bila berkaitan dengan infeksi
pernapasan. Namun, sebagian kecil orang dewasa (dan jarang pada anak-anak) urtikaria
yang tidak diketahui sebabnya dapat menetap selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun.
3. ETIOLOGI
Infeksi
Penyakit infeksi dan penyakit sistemik yang lain dapat menyebabkan urtikaria,
misalnya pada hepatitis B
B. Faktor imunologik
C. Faktor modulasi
Beberapa faktor lain yang juga dapat menyebabkan urtikaria ialah alcohol, panas,
dingin, demam, latihan fisik, stress emosional, hormonal. Penyakit autoimunitas dapat
pula merangsang timbulnya gambaran urtikaria.
Faktor lain penyebab urtikaria menjadi lebih spesifik, yaitu :
1. Obat
Bermacam-macam obat dapat menimbulkan urtikaria, baik secara imunologik maupun
nonimunologik. Hampir semua obat sistemik dapat menimbulkan urtikaria secara
imunologik tipe I atau II. Contohnya ialah obat-obat golongan penisilin, sulfonamid,
analgesik, pencahar, hormon, dan diuretik. Adapula obat yang secara nonimunologik
langsung merangsang sel mast untuk melepaskan histamin, misalnya kodein, opium, dan
zat kontras. Aspirin menimbulkan urtikaria karena menghambat sintesis prostaglandin.
2. Makanan
Peranan makanan ternyata lebih penting pada urtikaria yang akut, umumnya akibat
reaksi imunologik. Makanan berupa protein atau bahan lain yang dicampurkan
kedalamnya seperti zat warna, penyedap rasa, atau bahan pengawet, sering menimbulkan
urtikaria alergika. Contoh makanan yang sering menimbulkan urtikaria ialah telur, ikan,
kacang, udang, coklat, tomat, arbei, babi, keju bawang, dan semangka; bahan yang
icampurkan seperti asam nitrat, asam benzoat, ragi, salisilat, dan penisilin. CHAMPION
(1969) melaporkan +2% urtikaria kronik disebabkan sensitasi terhadap makanan.
3. Gigitan/sengatan serangga
Gigitan/sengatan serangga dapat menimbulkan urtikaria setempat, agaknya hal ini lebih
banyak diperantarai oleh IgE (tipe I) dan tipe seluler (tipe IV). Tetapi venom an toksin
bakteri, biasanya dapat pula mengaktifkan komplemen. Nyamuk, kepinding, dan
serangga lainnya menimbulkan urtikaria bentuk papular di sekitar tempat gigitan.
Biasanya sembuh dengan sendirinya setelah beberapa hari, mingu atau bulan.
4. Bahan fotosensitizer
Bahan semacam ini, misalnya griseofulvin, fenotiazin, sulfonamid, dan sabun germisid
sering menimbulkan urtikaria.
5. Inhalan
Inhalan berupa serbuk sari bunga (polen), spora jamur, debu, bulu binatang, dan aerosol,
umumnya lebih mudah menimbulkan urtikaria alergik (tipe I). Reaksi ini sering
dijumpai pada penderita atopi dan disertai gangguan nafas.
6. Kontaktan
Kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria ialah kutu binatang, serbuk tekstil, air liur
binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, bahan kimia misalnya insect repellent
(penangki serangga), dan bahan kosmetik. Keadaan ini disebabkan karena bahan
tersebut menembus kulit dan menimbulkan urtikaria.
TUFT (1975) melaporkan urtikaria akibat sefalosporin pada seorang apoteker, hal yang
jarang terjadi; karena kontak dengan antibiotik umumnya menimbulkan dermatitis
kontak. Urtikaria akibat kontak dengan klorida kobal, indikator warna pada tes
provokasi keringat, telah dilaporkan oleh SMITH (1975).
7. Trauma fisik
Trauma fisik dapat diakibatkan oleh faktor dingin, yakni berenang atau memegang
benda yang dingin; faktor panas, misalnya sinar matahari, sinar ultraviolet, radiasi dan
panas pembakaran; faktor tekanan, yaitu goresan, pakaian ketat, ikat pinggang, air yang
menetes atau semprotan air, vibrasi dan tekanan berulang-ulang contonya pijatan,
keringat, pekerjaan berat, demam dan emosi menyebabkan urtikaria fisik, baik secara
imunologik maupun non imunologik. Klinis biasanya terjadi pada tempat-tempat yang
mudah terkena trauma. Dapat timbul urtikaria setekah goresan dengan benda tumpul
beberapa menit sampai beberapa jam kemudian. Fenomena ini disebut dermografisme
atau fenomena Darier.
10. Genetik
Faktor genetik ternyata berperan penting pada urtikaria dan angioedema, walaupun
jarang menunjukkan penurunan autosomal dominan. Di antaranya ialah angioneurotik
edema herediter, familial cold urticaria, familial localized heat urticaria, vibratory
angioedema, heredo-familial syndrome of urticaria deafness and amyloidosis, dan
erythropoietic protoporphyria.
4. PATOFISIOLOGI
Urtikaria timbul akibat masuknya antigen ke area kulit yang spesifik dan
menimbulkan reaksi setempat yang mirip reaksi anafilaksis. Histamin yang dilepaskan
setempat akan menimbulkan (1) vasodilatasi yang menyebabkan timbulnya red flare
(kemerahan) dan (2) peningkatan permeabilitas kapiler setempat sehingga dalam
beberapa menit kemudian akan terjadi pembengkakan setempat yang berbatas jelas
(Guyton, 2008).
Urtikaria terjadi karena vasodilatasi disertai permeabilitas kapiler yang
meningkat, sehingga terjadi transudasi cairan yang mengakibatkan pengumpulan cairan
lokal. Sehingga secara klinis tampak edema lokal disertai eritem. Vasodilatasi dan
peningkatan permeabilitas kapiler dapat terjadi akibat pelepasan mediator misalnya
histamine, kinin, serotonin, slow reacting substance of anafilacsis (SRSA) dan
prostaglandin oleh sel mast dan atau basofil (Asta Qauliyah, 2007).
Sel mast merupakan sel yang berperan dalam pelepasan mediator vasoaktif seperti histamin
yaitu agen utama dalam urtikaria. Mediator lain seperti leukotrin dan prostaglandin juga
mempunyai kontribusi baik dalam respon cepat maupun lambat dengan adanya kebocoran
cairan dalam jaringan (Hodijah, 2009).
Urtikaria terjadi karena vasodilatasi disertai permeabilitas kapiler yang meningkat, sehingga
terjadi transudasi cairan yang mengakibatkan pengumpulan cairan setempat. Sehingga
secara klinis tampak edema setempat disertai kemerahan. Vasodilatasi dan peningkatan
permeabilitas kapiler dapat terjadi akibat pelepasan mediator-mediator, misalnya histamin,
kinin, serotonin, slow reacting substance of anaphylaxis (SRSA), dan prostaglandin oleh sel
mast dan atau basofil. Selain itu terjadi inhibisiproteinase oleh enzim proeolotik, misalnya
kalikrin, tripsin, plasmin, dan hemotripsin di dalam sel mast. Baik faktor imunologik,
maupun nonimunologik mampu merangsang sel mast atau basofil untuk melepaskan
mediator tersebut. Pada yang nonimunologik mungkin sekali siklik AMP (adenosin mono
phosphate) memegang peranan penting pada pelepasan mediator. Beberapa bahan kimia
seperti golongan amin dan derivat amidin, obat-obatan seperti morfin, kodein, polimiksin,
dan beberapa antibiotik berperan pada keadaan ini. Bahan kolinergik, misalnya asetilkolin,
dilepaskan oleh saraf kolinergik kulit yang mekanismenya belum diketahui, langsung dapat
mempengaruhi sel mast untuk melepaskan mediator. Faktor fisik, misalnya panas, dingin,
trauma tumpul, sinar X, dan pemijatan, dapat langsung merangsang sel mast. Beberapa
keadaan, misalnya demam, panas, emosi, dan alkohol dapat merangsang langsung pada
pembuluh darah kapiler sehingga terjadi vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas. Faktor
imunologik lebih berperan pada urtikaria yang akut daripada yang kronik dimana biasanya
Ig. E terikat pada permukaan sel mast dan atau sel basofil karena adanya reseptor Fc, bila
ada antigen yang sesuai berikatan dengan Ig. E, maka terjadi degranulasi sel, sehingga
mampu melepaskan mediator. Keadaan ini jelas tampak pada reaksi tipe I (anafilaksis),
misalnya alergi obat dan makanan. Komplemen juga ikut berperan, aktivasi komplemen
secara klasik maupun secara alternatif menyebabkan pelepasan anafilatoksin (C3aC5a) yang
mampu merangsang sel mast dan basofil, misalnya tampak akibat venom atau toksin bakteri.
Ikatan dengan komplemen juga terjadi pada urtikaria akibat reaksi sitotoksik dan kompleks
imun, pada keadaan ini juga dilepaskan zat anafilatoksin. Urtikaria akibat kontak dapat juga
terjadi misalnya setelah pemakaian bahan penangkis serangga, bahan kosmetik, dan
sefalosporin. Kekurangan C1 esterase inhibitor secara genetik menyebabkan edema
angioneurotik yang herediter (Irga, 2009).
5. KLASIFIKASI
- Urtikaria kronis : urtikaria menetap yang belangsung selama 6 minggu atau lebih
- urtikaria local
- generalisata
- angioedema.
d. Berdasarkan penyebab urtikaria dan mekanisme terjadinya, maka dikenal urtikaria
imunologik, nonimunologik dan idiopatik.
6. MANIFESTASI KLINIS
- Klinis tampak bentol (plaques edemateus) multipel yang berbatas tegas, berwarna
merah dan gatal. Bentol dapat pula berwarna putih di tengah yang dikelilingi warna
merah. Warna merah bila ditekan akan memutih. Ukuran tiap lesi bervariasi dari
diameter beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter, berbentuk sirkular atau
serpiginosa (merambat).
- Tiap lesi akan menghilang setelah 1 sampai 48 jam, tetapi dapat timbul lesi baru.
- Pada dermografisme lesi sering berbentuk linear, pada urtikaria solar lesi terdapat
pada bagian tubuh yang terbuka. Pada urtikaria dingin dan panas lesi akan terlihat
pada daerah yang terkena dingin atau panas. Lesi urtikaria kolinergik adalah kecil-
kecil dengan diameter 1-3 milimeter dikelilingi daerah warna merah dan terdapat di
daerah yang berkeringat. Secara klinis urtikaria kadang-kadang disertai angioedema
yaitu pembengkakan difus yang tidak gatal dan tidak pitting dengan predileksi di
muka, daerah periorbita dan perioral, kadang-kadang di genitalia. Kadang-kadang
pembengkakan dapat juga terjadi di faring atau laring sehingga dapat mengancam
jiwa.
7. PEMERIKSAAN
a. Pemeriksaan Fisik
- Pemeriksaan darah, urin, dan feses rutin untuk menilai ada tidaknya infeksi yang
tersembunyi atau kelainan pada alat dalam. Cryoglobulin dan cold hemolysin
perlu diperiksa pada dugaan urtikaria dingin.
- Tes eliminasi makanan dengan cara menghentikan semua makanan yang dicurigai
untuk beberapa waktu, lalu mencobanya kembali satu per satu.
- Tes kulit, meskipun terbatas kegunaannya dapat dipergunakan untuk membantu
diagnosis. Uji gores (scratch test) dan uji tusuk (prick test), serta tes intradermal
dapat dipergunakan untuk mencari alergen inhalan, makanan, dermatofit dan
kandida.
- Pemeriksaan gigi, telinga-hidung-tenggorok, serta usapan vagina perlu untuk
menyingkirkan dugaan adanya infeksi fokal.
- Pemeriksaan imunologis seperti pemeriksaan kadar Imunoglobulin E, eosinofil
dan komplemen.
- Pemeriksaan histopatologik, walaupun tidak selalu diperlukan, dapat membantu
diagnosis. Biasanya terdapat kelainan berupa pelebaran kapiler di papilla dermis,
geligi epidermis mendatar, dan serat kolagen membengkak. Pada tingkat
permulaan tidak tampak infiltrasi seluler dan pada tingkat lanjut terdapat infiltrasi
leukosit, terutama disekitar pembuluh darah.
- Pada urtikaria fisik akibat sinar dapat dilakukan tes foto tempel.
- Suntikan mecholyl intradermal dapat digunakan pada diagnosis urtikaria
kolinergik.
- Tes dengan es (ice cube test) pada urtikaria dingin.
- Tes dengan air hangat pada urtikaria panas. (Irga, 2009)
8. PENATALAKSANAAN
a. Non Farmakologi
Yang bisa dilakukan untuk pengobatan secara non farmakologi ini adalah dengan
menghindari allergen yang diperkirakan sebagai penyebab dari urtikaria.
b. Farmakologi
9. PROGNOSIS
Pada umumnya, prognosis urtikaria adalah baik, dapat sembuh spontan atau dengan obat.
Tetapi karena urtikaria merupakan bentuk kutan anafilaksis sistemik, dapat saja terjadi
obstruksi jalan nafas karena adanya edema laring atau jaringan sekitarnya, atau
anafilaksis sistemik yang dapat mengancam jiwa.
A. PENGKAJIAN
Pemeriksaan Penunjang
B. DIAGNOSA
ANALISIS DATA
1. Ds :
Do :
- Klien tampak meringis
2. Ds :
Do :
- Terdapat lesi, udem dan pembengkakan
Diagnose : kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan adanya iritan dan bahan
kimia ditandai dengan adanya lesi, edema, dan pembengkakan.
3. Ds :
Do :
- Klien terlihat letih dan lesu
Diagnosa : gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus ditandai dengan klien
mengeluh kurang tidur, sering terbangun pada malam hari karena merasa gatal pada kulit.
4. Ds : -
Do :
- Terdapat lesi
- Terdapat pembengkakan