You are on page 1of 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan daerah tropis sehingga sering terjadi biang keringat
(Miliaria) khususnya pada bayi berusia kurang dari 6 bulan. Karena cuaca yang
panas sangat berpengaruh untuk terjadinya biang keringat (miliaria). Bayi baru lahir
akan dibedong untuk menjaga kehangatan tubuhnya agar tidak terjadi hipotermi
sekitar 34,14% bayi terkena biang keringat (milaria) akibat pembedongan,
pembedongan pada bayi akan memberi efek hangat tetapi bila cuaca panas dapat
menyebabkan biang keringat. Keadan inilah yang sering menyebabkan biang keringat
(miliaria). Milaria dapat terjadi pada bayi-bayi prematur pada minggu pertama pasca
persalinan disebabkan oleh sel-sel pada bayi yang belum sempurna sehingga terjadi
sumbatan pada kelenjar kulit dan mengakibatkan retensi keringat, biang keringat
terjadi sekitar 40% pada bayi baru lahir (FKUI, 2005).
Pori-pori sejati pada bayi berfungsi sebagai sistem kerja kelenjar keringat
dimana pada bayi yang fungsinya belum sempurna sehingga bila bayi kepanasan akan
menimbulkan biang keringat. Keringat bayi yang keluar terkumpul dibawah kulit,
kemudian akan muncul bintik-bintik merah dan akan menimbulkan rasa gatal,
terutama di daerah paha dan bagian tubuh yang tertutup. Bayi yang mengalami biang
keringat menjadi rewel akibat rasa gatal dan orang tua biasanya mengeluh karena
pola tidur bayinya terganggu seperti gelisah, tidak nyeyak dan lainnya (FKUI, 1999).
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization, 2006)
melaporkan tiap tahun terdapat 80% penderita biang keringat (miliaria), diantaranya
65% terjadi pada bayi. Berdasarkan harian Kompas Jakarta 15 Desember 2008
melaporkan 49,6% penduduk Indonesia Beresiko terkena biang keringat (miliaria).
Sebagian besar sering terjadi pada bayi terutama di kota-kota besar yang panas dan

1
2

pengap. Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2008 menyebutkan jumlah bayi
yaitu 6.350 dan menderita miliaria (biang keringat) sebanyak 3413 (34,13%) bayi.
Prevalensi penyakit kulit di Indonesia cukup tinggi baik oleh bakteri virus dan jamur,
tergantung pada lingkungan dan kondisi setiap individu. Berdasarkan latar belakang
di atas, maka penulis tertarik untuk makalaha mengenai Miliaria.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang, penulis menemukan masalah yang
akan dibahas dalam makalah ini yaitu “ Inflamasi non infeksi pada kulit dengan
masalah miliaria”.

C. Tujuan
a. Tujuan Umum
Makalah ini ditujukan kepada pembaca untuk memberikan informasi
mengenai inflamasi non infeksi pada kulit dengan masalah miliaria.
b. Tujuan Khusus
a. Untuk memberikan informasi kepada mahasiswa tentang konsep
penyakit inflamasi non infeksi miliaria.
b. Untuk memberikan informasi kepada mahasiswa mengetai asuhan
keperawatan yang tepat pada pasien dengan masalah miliaria.

D. Metodologi Penulisan
Makalah ini ditulis dengan metode literatur review yang ditulis secara
deskriptif. Literatur yang digunakan diperoleh dari buku referensi dan melalui
media internet.

E. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pengertian dan pemahaman terhadap isi laporan ini
maka disusun ke dalam Bab sebagai berikut :
3

BAB I PENDAHULUAN : Latar Belakang, Identifikasi Masalah, Tujuan,


Metode Penulisan, Sistematika Penulisan. BAB II TINJAUAN TEORI : Definisi,
Jenis-jenis Miliaria, Etiologi, Epidemiologi, Histopatologi, Patofisiologi dan
Patogenesis, Gejala Klinik, Diagnosis Banding, Penatalaksanaan, Pencegahan,
dan Komplikasi. BAB III ASUHAN KEPERAWATAN terditi dari Pengkajian,
Diagnosa Keperawatan, Intervensi, dan Evaluasi. Serta BAB IV PENUTUP :
Kesimpulan dan Saran. DAFTAR PUSTAKA.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Miliaria adalah kelainan kulit yang sering muncul pada bayi akibat
tersumbatnya kelenjar keringat yang keluar berkumpul di bawah kulit dan
mengakibatkan timbulnya bintik-bintik merah.
Biang keringat disebut juga keringat buntet timbul di daerah dahi,leher dan
bagian tubuh yang tertutup pakaian desertai gatal kulit,kemerahan dan
gelembung-gelembung kecil berair.
Biang keringat adalah kelainan kulit yang disebabkan oleh keluarnya
keringat berlebihan disertai tersumbatnya salurn kelenjar keringat dan biasanya
terjadi pada daerah dari, leher, punggung dan dada (FKUI, 2000).
B. Jenis-jenis Miliaria
Ada tiga macam biang keringat, yaitu
1. Miliaria Kristalina
Biang keringat yang terjadi pada bayi baru lahir (Neonatus) sumbatan
terjadi pada permukaan kulit sehingga terlihat gelembung-gelembung kecil
berukuran 1-2 mm berisi cairan jernih, namun tidak terdapat kemerahan pada
kulit (FKUI, 2000).
2. Miliaria Rubra
Biang keringat ini terjadi pada bayi yang biasa tinggal di daerah atau
lingkungan panas dan lembab, terdapat bintik-bintik kecil (1-2 mm),
berwarna merah biasanya disertai keluhan gatal dan perih.
3. Miliaria Profunda
Pada biang keringat jenis ini terdapat bintik-bintik putih keras dan berukuran
1-3 mm), kulit tidak berwarna merah,namun kasus ini jarang terjadi.

4
5

C. Etiologi
Biang keringat terjadi karena penyumbatan kelenjar atau saluran keringat oleh
daki, debu, dan kosmetik. Tidak ada penyebab genetik. Kelenjar keringat yang
belum berkembang sempurna .
Bayi baru lahir belum memiliki kelenjar keringat yang berkembang sempurna
sehingga mudah pecah bila berkeringat dan menyebabkan miliria 
1. Perubahan iklim.
Miliria sering terjadi pada orang berpindah dari iklim dingin ke iklim tropis.
2. Aktivitas
Aktivitas yang menyebabkan keluarnya keringat dapat menjadi faktor
pencetus.
3. Obat-obatan
Bethanecol, obat yang menyebabkan timbulnya keringat dan Isotretionis obat
yang menyebabkan folikular diferensiasi dilaporkan dapat menyebabkan
Miliaria.
4. Bakteri
Staphylococcus diyakini berhubungan dengan timbulnya Miliaria. 

Penyebab biang keringat pada bayi menurut Pasaribu (2007), yaitu :


1. Ventilasi ruangan kurang baik sehingga udara di dalam ruangan panas dan
lembab.
2. Pakaian bayi terlalu tebal dan ketat, pakaian yang tebal dan ketat
menyebabkan suhu tubuh bayi meningkat.
3. Bayi mengalami panas atau demam.
4. Bayi terlalu banyak beraktifitas sehingga banyak mengeluarkan keringat.
Penyebab lain berupa penyumbatan pori-pori yang berasal dari kelenjar
keringat. Sumbatan ini dapat diakibatkan debu atau radang pada kulit bayi.
Butiran-butiran yang terperangkap di bawah kulit akan mendesak ke permukaan
kulit dan menimbulkan bintik-bintik kecil (Pasaribu, 2007).
6

D. Epidemiologi
Miliaria biasanya menyerang orang yang tinggal di daerah tropis, yang
kelembapannya terlalu tinggi. Di Indonesia, tingkat kelembapannya mencapai 90
persen. Sekitar 30% orang yang tinggal di daearah tersebut bisa mengalami
miliaria.
Berbeda dengan negara lain, seperti Arab Saudi. Walaupun negara ini beriklim
tropis, kelembapannya sangat rendah sehingga tidak keluar keringat, tidak terjadi
biang keringat dan tidak ada bintik merah.
Sebetulnya semua bayi dapat mengalami miliaria pada kondisi yang ada. Anak-
anak lebih banyak mengalami miliaria di bandingkan orang dewasa. Ini rupanya
menggambarkan bahwa bertambahnya kekuatan struktur saluran keringat sesuai
bertambahnya umur . tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan.

E. Histopatologi
Miliaria kristalina Pada gambaran histopatologik terlihat gelembung
intra/subkorneal. Miliariarubra Pada gambaran histopatologik gelembung terjadi
pada stratum spinosum sehingga menyebabkan peradangan pada kulit dan perifer
kulit di epidermis. Miliaria profunda pada gambaran histologik tampak saluran
kelenjar keringat yang pecah pada dermis bagian atas dengan atau tanpa infiltrasi
sel radang.

F. Patofisiologi dan pathogenesis


Rangsangan utama bagi pengembangan Miliaria adalah kondisi kelembaban
panas yang tinggi dan menyebabkan berkeringat berlebihan. Terjadi occlusion
kulit karena pakaian, perban, obat transdermal patch, atau lembaran plastik
(dalam pengaturan percobaan) selanjutnya dapat berkontribusi untuk
pengumpulan keringat pada permukaan kulit dan lapisan overhydration dari
corneum. Orang yang rentan, termasuk bayi, yang relatif belum matang eccrine
7

kelenjar, overhydration dari stratum corneum dianggap cukup untuk


menyebabkan penyumbatan sementara dari acrosyringium.
Jika kondisi lembab panas bertahan, individu terus memproduksi keringat
berlebihan, tetapi tidak dapat mengeluarkan keringat ke permukaan kulit karena
penyumbatan duktus. Sumbatan ini menyebabkan kebocoran keringat ke
permukaan kulit, baik di dalam dermis atau epidermis, dengan relativeanhidrosis.

Ketika titik kebocoran di lapisan corneum atau hanya di bawahnya, seperti dalam
Miliaria crystallina, sedikit adanya peradangan, dan lesi tidak menunjukkan
gejala. Sebaliknya, di Miliaria rubra, kebocoran keringat ke lapisan subcorneal
menghasilkan spongiotic vesikula dan sel inflamasi kronis periductal menyusup
pada papiler dermis dan epidermis bawah. Dalam Miliaria profunda,
terbentuknya dari keringat ke dermis papiler menghasilkan substansial, masuk
kedalam periductal limfositik spongiosis dari saluran intra-epidermis.
Residen bakteri kulit, seperti Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus
aureus, diperkirakan memainkan peran dalam patogenesis Miliaria. Pasien
dengan Miliaria telah 3 kali lebih banyak bakteri per satuan luas kulit sebagai
subyek kontrol sehat. Agen antimikroba efektif dalam menekan Miliaria akibat
eksperimental. Acid-Schiff berkala-positif bahan tahan diastase telah ditemukan
di plug intraductal yang konsisten dengan substansi polisakarida ekstraselular
stafilokokal (EPS). Dalam pengaturan percobaan, hanya S epidermidis galur
yang menghasilkan EPS dapat menimbulkan Miliaria.
Pada akhir tahap Miliaria, hyperkeratosis dan parakeratosis dari acrosyringium
diamati. Sebuah plug hyperkeratotic mungkin muncul untuk menghalangi eccrine
saluran, tetapi sekarang ini diyakini menjadi terlambat perubahan dan bukan
penyebab menimbulkan penyumbatan keringat.
G. Gejala Klinik
a. Miliaria kristalina
8

Pada penyakit ini terlihat vesikel berukuran 1-2 mm terutama pada badan
setelah banyak berkeringat, misalnya karena hawa panas. Vesikel
bergerembol tanpa tanda radang pada bagian badan yang tertutup pakaian.
Umumnya tidak memberi keluhan dan sembuh dengan sisik yang halus.
Pada gambaran histopatologik terlihat gelembung intra/subkorneal.
b. Miliaria rubra
Penyakit ini lebih berat dari pada miliaria kristaliana, terdapat pada badan
dan tempat-tempat tekanan atau gesekan pakaian. Terlihat papul merah atau
papul vesikular ekstravesikular yang sangat gatal dan pedih. Miliaria jenis
ini terdapat pada orang yang tidak biasa pada daerah tropik.
Patogenesisnya belum diketahui pasti, terdapat 2 pendapat. Pendapat
pertama mengatakan primer, banyak keringat dan perubahan kualitatif,
penyebabnya adanya penyumbatan keratin pada muara kelenjar keringat dan
perforasi sekunder pada bendungan keringat di epidermis. Pendapat kedua
mengatakan bahwa primer kadar garam yang tinggi pada kulit menyebabkan
spongiosis dan sekunder terjadi pada muara kelenjar keringat
(LOEWENIHOE 1961). Staphylococcus diduga juga mempunyai peranan.
Pada gambaran histopatologik gelembung terjadi pada stratum spinosum
sehingga menyebabkan peradangan pada kulit dan perifer kulit di epidermis.
c. Miliaria profunda
Bentuk ini agak jarang kecuali di daerah tropis. Kelainan ini biasa timbul
setelah miliaria rubra, ditandai dengan papul putih, keras berukuran 1-3 mm.
Terutama terdapat di badan dan ekstremitas.
Karena letak retensi keringat lebih dalam maka secara klinis labih banyak
berupa papul dari pada vesikel. Tidak gatal dan tidak terdapat eritema.
Pada gambaran histologik tampak saluran kelenjar keringat yang pecah pada
dermis bagian atas dengan atau tanpa infiltrasi sel radang.
9

H. Diagnosis Banding
1. Diagnosis miliaria kristalina dapat ditegakkan dengan cara memecah vesikula
dengan jarum kecil; akan keluar cairan jernih.
2. Miliaria rubra dapat dikelirukan dengan penyakit lain, misalnya reaksi irtitasi
primer, eritema neonatorum, dan folikulitis. Dengan kaca pembesar akan
tampak vesikula yang khas; puncak lesi yang eritematus adalah folikel rambut.
3. Miliaria profunda. Ada persoslan dalam menegakkan diagnosis klinis miliaria
profunda, karena papula putih atau warna cerah dapat dikelirukan dengan
papular mucinosis dan amiloidosis.

I. Penatalaksanaan
Biang keringat bukan penyakit berat. Bahkan, banyak orang menggolongkannya
sebagai gangguan kulit yang sepele. Hanya saja, sengatan rasa gatal memang
menimbulkan gangguan yang menjengkelkan.
Berikut ini beberapa cara menghilangkan biang keringat :
a) Dinginkan kulit anak dengan mengoleskan lotion calamin. Namun,
sebelumnya pastikan dulu bahwa kulit anak benar-benar dalam keadaan
kering, tidak lembap atau berkeringat. Tidak memakaikan mantel terbuat
dari bahan wol bila si biang keringat tetap menyerang pada musim hujan.
Untuk menghangatkan tubuhnya, lebih baik pilihkan baju-baju dari bahan
katun yang dikenakan berlapis-lapis.
b) Mandikan anak dengan air dingin, agar kulit tubuhnya sejuk dan segar.
Kenalilah jenis kulit anak. Jika tergolong sensitif, hindari menyabuni bagian
yang terkena gangguan, karena sabun bisa menimbulkan iritasi. Namun,
kalau kulitnya cukup kuat, pakailah sabun khusus antibiang keringat.
c) Kompres bagian biang keringat dengan larutan soda bikarbonat (1 sendok
teh soda bikarbonat dicampur dengan secangkir air bersih) secara teratur.
Bila peradangan cukup banyak, gunakan salep atau bedak yang mengandung
10

zinc oksida dan vaselin putih. Atau, sebagai penggantinya, kita dapat
menggunakan bedak yang mengandung magnesium stearat. Kedua jenis
bedak ini berfungsi mengurangi iritasi dan membantu penyerapan keringat.

Pengobatan
1. Topikal
lotion anhidros diberikan untuk mencegah atau menghilangkan
sumbatan sehingga keringat dapat keluar kepermukaan kulit. Selain itu
juga diberikan salep hidrofilik, talk untuk bayi dan losio yang berisi .
Pemberian colamin lotion dapat memberikan rasa sejuk juga dapat
diberikan anti biotic topikal seperti krim kloramfenikol.
2. Sistemik
Dapat diberikan antibiotik bila terjadi infeksi sekunder dan anti histamin
sebagai anti pruritus, pemberian vitamin C dosis tinggi dapat diberikan
untuk mencegah atau mengurangi timbulnya Miliaria.

J. Pencegahan Biang Keringat


1. Bayi atau anak tetap dianjurkan mandi secara teratur paling sedikit 2 x sehari
menggunakan air dingin dan sabun. Pada saat memandikan bayi yang
menderita biang keringat sebaiknya gunakan sabun bayi yang cair, sebab
sabun cair tidak meninggalkan partikel yang dapat menghambat
penyembuhan (Pasaribu, 2007).
2. Setelah selesai mandi pastikan semua lipatan kulit bayi seperti ketiak, leher,
paha dan lutut harus benar-benar kering kemudian oleskan bedak ke seluruh
tubuh dengan tipis.
3. Jaga tubuh bayi agar tetap kering
4. Bila berkeringat, sesering mungkin dibasuh dengan menggunakan handuk
(lap) basah, kemudian dikeringkan dengan handuk atau kain yang lembut.
Setelah itu dapat diberikan bedak tabur.
11

5. Jangan sekali-kali memberikan bedak tanpa membasuh keringat terlebih


dahulu, karena akan memperparah penyumbatan sehingga mempermudah
terjadinya infeksi baik oleh jamur maupun bakteri.
6. Gunakan pakaian bayi dari bahan katun yang menyerap keringat bayi.
Hindari penggunaan pakaian tebal, bahan nilon atau wol yang tidak
menyerap keringat (FKUI, 2000).
7. Biasanya 70% biang keringat timbul pada bayi karena sirkulasi udara kamar
yan tidak baik. Untuk itu usahakan udara di dalam kamar bayi mengalir
dengan baik sehingga kamar selalu sejuk.
8. Memberikan obat penurun panas (antipiretik), seperti aspirin atau
asetaminofen pada saat anak terserang demam. Dengan turunnya demam si
kecil, biasanya secara otomatis keringat yang keluar berkurang.
- Selama si kecil terserang demam dan mengeluarkan banyak keringat,
jagalah agar bajunya tidak dibiarkan terlalu lama dalam keadaan basah.
- Sesering mungkin keringkan tubuhnya dan gantilah bajunya agar
penguapan keringat pada kulit dapat berlangsung baik.

K. Komplikasi
Komplikasi yang tersering dari Miliaria adalah infeksi sekunder dan intoleransi
terhadap suhu lingkungan yang panas. Infeksi sekunder dapat terjadi berupa
impetigo atau multiple diskret abses yang dikenal sebagai periporitis
staphylogenes dengan tidak keluarnya keringat bila terpapar suhu panas, lemah,
fatique, pusing bahkan pingsan. Garukan dapat mengakibatkan luka dan infeksi
sekunder.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
a. Identitas Pasien : nama, jenis kelamin, agama, alamat, pendidikan
b. Keluhan Utama : Pasien mengeluh gatal dan terkadang tidak bisa tidur
c. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Penyakit Sekarang :
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada
keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk
menanggulanginya, memiliki riwayat penyakit alergi atau tidak
2. Riwayat Penyakit Dahulu :
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit
kulit lainnya
3. Riwayat Penyakit Keluarga :
Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau
penyakit kulit lainnya.
d. Pola Kebiasaan: Pola aktifitas .
e. Pemeriksaan Fisik
1. Subjektif :
Gatal di bagian wajah, leher, kulit kepala dan badan, kadang timbul rasa
panas seperti terbakar
2. Objektif :
Terdapat makula eritematosa miliara dengan vesikel-vesikel diatasnya
ditemukan di area wajah, leher, kulit kepala dan badan. Timbul pula
papula-papula diatas makula tersebut.

12
13

B. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier
kulit akibat miliaria.
2. Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus.
3. Gangguan pola tidur pada bayi yang disebabkan karena ketidaknyamanan
akibat miliaria.

C. Intervensi Keperawatan
Dx 1: Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi
barier kulit akibat miliaria.
Intervensi :
1. Kaji keadaan kulit
Rasional : Mengetahui dan mengidetifikasi kerusakan kulit untuk melakukan
intervensi yang tepat.
2. Kaji perubahan warna kulit.
Rasional : Megetahui keefektifan sirkulasi dan mengidentifikasi terjadinya
komplikasi.
3. Pertahankan agar daerah yang terinfeksi tetap bersih dan kering.
Rasional : Membantu mempercepat proses penyembuhan.
4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat-obatan.
a) Secara topikal
Beri bedak atau lotion yang mengandung kalamin atau menthol sesuai
indikasi dokter, diberikan salep hidrofilik, talk untuk bayi. Pemberian
colamin lotion dapat memberikan rasa sejuk juga dapat diberikan anti
biotic topikal seperti krim kloramfenikol.
b) Sistemik
diberikan antibiotik bila terjadi infeksi sekunder dan anti histamin
sebagai anti pruritus, pemberian vitamin C dosis tinggi dapat diberikan
untuk mencegah atau mengurangi timbulnya Miliaria.
14

DX 2: Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus.


Intervensi  :
1. Jelaskan gejala gatal berhubungan dengan penyebabnya (misal keringnya
kulit) dan prinsip terapinya (misal hidrasi) dan siklus gatal-garuk-gatal-
garuk. Rasionalisasi dengan mengetahui proses fisiologis dan psikologis dan
prinsip gatal serta penangannya akan meningkatkan rasa kooperatif
2. Cuci semua pakaian sebelum digunakan untuk menghilangkan formaldehid
dan bahan kimia lain serta hindari menggunakan pelembut pakaian buatan
pabrik. Rasionalisasi pruritus sering disebabkan oleh dampak iritan atau
allergen dari bahan kimia atau komponen pelembut pakaian.
3. Gunakan deterjen ringan dan bilas pakaian untuk memastikan sudah tidak
ada sabun yang tertinggal. Rasionalisasi bahan yang tertinggal (deterjen)
pada pencucian pakaian dapat menyebabkan iritasi.
Dx 3: Gangguan pola tidur pada bayi yang disebabkan karena ketidaknyamanan
akibat miliaria.
Intervensi :
1. Jaga agar kondisi kulit bayi selalu kering
2. Jaga ventilasi udara atau dalam kamar tetap lancar.
3. Hindari penggunaan pakain yang terlalu ketat dan terbuat dari bahan yang
terlalu tebal pada bayi.
4. Beri kompres dingin.
5. Menjaga kebersihan badan bayi dan lingkungan sekitar.
6. Hindari penggunaan bedak yang terlalu tebal pada kulit yang basah.

D. Evaluasi Keperawatan
1. Gangguan integritas kulit teratasi
2. Gatal hilang/berkurang
3. Komplikasi dan keparahan tidak terjadi
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Miliaria adalah kelainan kulit yang sering muncul pada bayi akibat
tersumbatnya kelenjar keringat yang keluar berkumpul di bawah kulit dan
mengakibatkan timbulnya bintik-bintik merah. Ada tiga macam biang keringat,
yaitu Miliaria Kristalina, Miliaria Rubra, dan Miliaria Profunda.
Biang keringat terjadi karena penyumbatan kelenjar atau saluran keringat oleh
daki, debu, dan kosmetik. Tidak ada penyebab genetik. Biang keringat biasanya
menyerang orang yang tinggal di daerah tropis, yang kelembapannya terlalu
tinggi.
Rangsangan utama bagi pengembangan Miliaria adalah kondisi
kelembaban panas yang tinggi dan menyebabkan berkeringat berlebihan. Terjadi
occlusion kulit karena pakaian, perban, obat transdermal patch, atau lembaran
plastik (dalam pengaturan percobaan) selanjutnya dapat berkontribusi untuk
pengumpulan keringat pada permukaan kulit dan lapisan overhydration dari
corneum. Orang yang rentan, termasuk bayi, yang relatif belum matang eccrine
kelenjar, overhydration dari stratum corneum dianggap cukup untuk
menyebabkan penyumbatan sementara dari acrosyringium.

B. Saran
Diharapkan bagi pembaca khususnya perawat dapat menangani klien
dengan kasus miliaria dengan tindakan yang sesuai seperti perawatan kulit yang
benar, dimana tindakannya disesuaikan dengan keadaan kulit klien. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi mahasiswa keperawaatan dalam
meningkatkan ilmu pengetahuan mengenai Miliaria.

15
DAFTAR PUSTAKA

Harahap, Marwali. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Hipokrates

Siregar. 2004. Saripati Penyakit Kulit, Ed.2 .Jakarta : EGC

Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Pasaribu, dkk, 2007, Perawatan Kulit Bayi, FKUI : Jakarta,


http://www.conectique.com, Diakses pada tanggal 20 maret 2011 )

(http://www.klikdokter.com/ads2/sponsor/read/2011/01/17/1/47/biang-
keringat--biang-masalah, Diakses pada tanggal 20 maret 2011 )

16

You might also like