You are on page 1of 38

PERKEMBANGAN ULUMUL QUR’AN

BAB I
PEMBUKAAN

A. Latar Belakang Masalah


Sebagai ilmu yang terdiri dari berbagai cabang dan macamnya, Ulumul Qur’an tidak lahir
sekaligus, Ulumul Qur’an menjelma menjadi suatu disiplin ilmu melalui proses
pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan kebutuhan dan kesempatan untuk
membenahi Al Qur’an dari segi keberadaannya dan segi pemahamannya

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi Ulumul Qur’an?
2. Bagaimana perkembangan Ulumul Qur’an dari masa ke masa ?

BAB II
A. Pengertian Ulumul Qur’an
Kata Ulumul Qur’an berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu Ulum dan
Al Qur’an. Kata Ulum adalah bentuk jamak dari kata “ilm” yang berarti ilmu-ilmu. Pra
ahli filsafat mendefinisikan kata ilmu sebagai suatu gambaran tentang sesuatu yang
terdapat dalam akal. Sedangkan menurut imam Al Ghazali secara umum arti ilmu dalam
istilah syara’ adalah ma’rifat terhadap Allah terhadap tanda-tanda kekuasan-Nya terhadap
perbuatan-perbuata-Nya. Pada hamba-hamba-Nya dan makhluk-Nya. Jadi ilmu adalah
mengetahui masalah-masalah yang telah dirumuskan dalam satu disiplin pengetahuan
yang terdapat dalam akal pikiran, sehingga mengharuskan pemiliknya mampu
membedakan sesuatu dari yang lain setelah jelas baginya sesuatu tersebut. Sedangkan Al
Qur’an menurut ulama Syekh Al As Shabuni adalah kalam Allah yang diturunkan kepada
Nabi dan Rosul penghabisan dengan perantara malaikat Jibril, tertulis dalam mushaf yang
dinukilkan kepada kita secara mutawatir, membacanya merupakan ibadah yang dimulai
dari Surah Al Fatihah dan diakhiri dengan surah An Nas. Setelah membahas kata ulum
dan Al Qur’an yang terdapat dalam kalimat Ulumul Qur’an yang tersusun secara idhafi.
Menurut Zarqani Ulumul Qur’an adalah bahasan-bahasan yang bertalian dengan Al
Qur’an mulai dari segi turunnya, tata tertib atau urutannya, pengumpulannya,
penulisannya, bacaannya, tafsirnya, penolakannya mengenai tantangan-tantangan
lawannya, nasikh mansukhnya menolak keragu-raguan tentang kebenarannya dan
seumpamanya.

B. Perkembangan Ulumul Qur’an


1. Masa Rosulullah dan Sahabat
Nabi Muhammad SAW dan para sahabat sangat mengetahui makna-makna Al Qur’an
dan ilmu-ilmunya, sebagaimana pengetahuan para ulama sesudahnya. Bahkan makna dan
ilmu-ilmu Al Qur’an tersebut pada masa Rosulullah dan sahabatnya itu belum tertulis
atau dibukukan dan belum disusun dalam satu kitab. Sebab mereka tidak merasa perlu
untuk menulis dan membukakan makna dari ilmu-ilmu Al Qur’an tersebut dalam suatu
kitab
Hal itu disebabkan karena Rosulullah yang menerima wahyu dari sisi Allah juga
mendapatkan rahmat-Nya yang merupakan jaminan dari Allah bahwa kalian pasti bisa
mengumpulkan wahyu itu ke dalam dada beliau, dan Allah melancarkan lisan beliau
ketika membacanya serta pandai untuk menjelaskan isi maksudnya. Allah SWT
berfirman :
Artinya : janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena hendak
cepat-cepat (menguasai)nya. Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya
(di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. apabila Kami telah selesai
membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, Sesungguhnya atas
tanggungan kamilah penjelasannya.(QS. Al Qiyamah 16-19)

Setiap Rosulullah selesai menerima wahyu ayat Al Qur’an, beliau menyampaikan wahyu
itu kepada para sahabatnya, sehingga mereka dapat membacanya dengan baik, menghafal
lafal-lafalnya dan mampu memahami arti dan makna serta rahasia-rahasianya. Rosulullah
SAW menjelaskan tafsiran-tafsiran ayat Al Qur’an kepada mereka dengan sabda,
perbuatan dan persetujuan beliau serta dengan akhlak-akhlak dan sifat beliau.
Ilmu-ilmu Al Qur’an di masa Rosul dan para sahabat di sampaikan dari mulut ke mulut
karena para sahabat terdiri dari orang-orang arab murni yang mempunyai beberapa
keistimewaan antara lain :
a. Mempunyai daya hafalan yang kuat
b. Mempunyai otak yang cerdas
c. Mempunyai daya tangkap yang tajam
d. Mempunyai kemampuan bahasa yang luas terhadap segala macam bentuk ungkapan
baik prosa, puisi maupun sajak-sajak.
Ketika pada masa pemerintahan Utsman, mulailah bangsa rab bergaul rapat dengan
bangsa ajar. Ustman menyuruh para sahabat dan para umat untuk berpegang teguh
kepada mushaf Al Imam dan supaya dari mushaf itulah di salin mushaf-mushaf yang
dikirim ke kota-kota besar. Tindakan Ustman ini merupakan awal berkembangnya ilmu
yang kemudian dinamakan Ilmu Rasmil Al Qur’an atau Rasmil Ustman, kemudian
datanglah masa pemerintahan khalifah Ali Bin Abi Thalib.
Beliau memperhatikan orang-orang asing yang suka menodai kemurnian bahasa arab,
beliau mengkhawatirkan terjadinya kerusakan bahasa arab itu. Karena itu, beliau
memerintahkan Abdul Aswad Ad Duali untuk membuat kaidah-kaidah guna memelihara
kemurnian bahasa arab sebagai bahasa Al Qur’an dari permainan dan kerusakan orang-
orang jahil. Dengan demikian, khalifah telah meletakkan dasar pertama terhadap ilmu,
yang sekarang terkenal dengan nama Ilmu Nahwu atau Ilu I’robil Qur’an.
Setelah berakhirnya zaman Khalifah yang Empat, timbul zaman Bani Umayyah. Kegiatan
para sahabat dan tabi'in terkenal dengan usaha-usaha mereka yang tertumpu pada
penyebaran ilmu-ilmu Al-Qur'an melalui jalan periwayatan dan pengajaran, secara lisan
bukan melalui tulisan atau catatan. Kegiatan-kegiat¬an ini dipandang sebagai persiapan
bagi masa pembukuannya. Orang-orang yang paling berjasa dalam usaha periwayatan ini
adalah Khalifah yang Empat, Ibn Abbas, Ibn Masud, Zaid Ibn Tsabit, Abu Musa al-
Asy'an, Abdullah Ibn al-Zubair dari kalang¬an sahabat. Sedangkan dari kalangan tabi'in
ialah Mujahid, 'Atha, 'Ikrimah, Qatadah, Al-Hasan al-Bashri, Said Ibn Jubair, dan Zaid
Ibn As!am di Madinah. Dari Aslam, ilmu ini diterima oleh putra¬nya Abd al-Rahman,
Malik Ibn Anas dari generasi tabi'i al-tabi'in. Mereka ini semuanya dianggap sebagai
peletak batu pertama bagi apa yang disebut ilmu tafsir, ilmu asbab al-nuzul, ilmu nasikh
dan mansukh, ilmu gharib al-Quran dan lainnya.
(Kemudian, Ulumul Qur'an memasuki masa pembukuan¬nya pada abad ke-2 H) Para
ulama memberikan prioritas perhatian mereka kepada-ilmu tafsir karena fungsinya
sebagai Umm al-Ulum al-Qurani’ah (Induk Ilmu-ilmu Al-Qur'an). Para penulis pertama
dalam tafsir adalah Syu’bah Ibn al-Hajjaj, Sufyan Ibn 'Uyaynah dan Wali Ibn Al Jarrah.
Kitab-kitab, tafsir mereka menghimpun pendapat-pendapat sahabat dan tabi'in.
Pada abad ke-3 menyusul tokoh tafsir Ibn Jarir al-Thabari. Al-Thabari adalah mufassir
pertama membentangkan bagi berbagai pendapat dan mentarjih sebagiannya atas lainnya.
Ia juga mengemukakan I’rab dan istinbath (penggalian hukum dari Al-Qur'an). Di abad
ke-3 ini juga lahir ilmu asbab al-nuzul, ilmu nasikh dan mansukh, ilmu tentang ayat-ayat
Makkiah dan Madaniah. Guru Imam al-Bukhari, Ali Ibn al-Madaniyah. Guru Imam Al
Bukhari, Ali Ibn Al Madini mengarang asbab al-nuzul; Abu 'Ubaid al-Qasim Ibn Salam
mengarang tentang nasikh dan mansukh, qiraat dan
keutamaan-keutamaan Al-Qur'an; Muhammad Ibn Ayyub al ¬Dharis tentang ayat-ayat
yang turun di Mekkah dan Madinah; Muhammad Ibn Khalaf Ibn al-Mirzaban .(w. 309
II.) mengarang kitab AI-Hawi fi-'Ulum al-Qur’an.
Di abad ke-4 lahir ilmu gharib al-Quran dan beberapa kitab 'Ulumul Qur'an. Di antara
tokoh Ulumul Qur'an di masa ini ialah Abu Bakar Muhammad Ibn al-Qasim al-Anbari
dengan kitabnya 'Ajaib 'Ulum al-Qur’an. Di dalam kitab ini Al ¬Anbari berbicara tentang
keutamaan-keutamaan Al-Quran, turunnya atas tujuh huruf, penulisan mushhaf-mushhaf,
jumlah surah, ayat, dan kata-kata Al-Qur'an. Abu al-Hasan-al-Asy'ari mengarang Al-
Mukhtazan fi Ulum al-Quran; Abu Bakar al-Sijistani mengarang Gharib al-Qur’an; Abu
Muhammad al-Qashshab Muhammad Ibn Ali al-Karkhi mengarang Nukat al-Qur’an al-
Dallah ala al-Bayan fi Anwa' al-'Ulum wa al-Ahkam al-Munbiah 'an lkhtilaf al-Ana-m;
dan Muhammad Ibn Ali al-Adfawi mengarang AI-Istighna' fi Ulum al-Qur’an.
Di abad ke-5 muncul pula beberapa tokoh dalam ilmu qiraat. Di antaranya ialah Ali Ibn
Ibrahim Ibn Said al-Huffi mengarang Al-Burhan fi Ul-m al-Quran dan I’rob al ¬Qur’an .
Abu Amr al-Dani menulis kitab Al-Taisir fi al ¬Qiraat al-Sab'i dan Al-Muhkam fi al-
Nuqath. Dalam abad ini juga lahir ilmu amtsa1 al-Quran yang antara lain dikarang oleh
Al ¬Mawardi.
Pada abad ke-6, di samping banyak ulama yang melanjutkan pengembangan ilmu-ilmu
Al-Qur'an yang telah ada, lahir pula ilmu mubhamat al-Quran. Abu al-Qasim Abd al-
Rahman al-Suhaili mengarang Mubhamat al-Quran. Ilmu ini menerangkan lafal-lafal Al-
Qur'an yang maksudnya apa dan siapa tidak jelas. Ibn al-Jauzi menulis kitab Funun al-
Afnan fi 'Ajaib al-Quran dan kitab Al-Mujtaba fi 'U1um Tata’allaq bi al ¬Quran.
Pada abad ke-7 Ibn Abd al-Salam yang terkenal dengan sebutan Al-'Izz mengarang kitab
Majaz al-Quran. 'Alam al-Din al-Sakhawi mengarang tentang qiraat. la menulis kitab
Hidayah al-Murtab fi al-Mutasydbih yang terke¬nal dengan nama Al-Sakhawiah. Abu
Syamah Abd al-Rahman Ibn Ismail al-Maqdisi menulis kitab Al-Mursyid al-Wajiz fi ma
Yata ‘allaq bi al-Quran al-'Aziz.
Pada abad ke-8 muncul beberapa ulama yang menyusun ilmu-ilmu baru. tentang Al-
Qur'an. Sementara itu, penulisan kitab¬-kitab tentang ilmu-ilmu yang sebelumnya telah
lahir terus ber¬langsung. Ibn Abi al-Ishba' menulis tentang badai Al-Quran. Ilmu ini
membahas macam-macam keindahan bahasa dalam Al Qur’an. Ibn al-Qayyim. Ew. 752
H-.) menulis tentang aqsam dl¬Qurdn . 11mu ini membahas tentang sumpah-sumpah al-
Quran. Najmuddin al-Thufi menulis tentang hujaj al-Quran. Ilmu ini membahas tentang
bukti-bukti yang dipergunakan Al Qur'an dalam menetapkan suatu hukum. Abu Al Hasan
al-Mawardi menyusun ilmu amtsal al-Quran. Ilmu ini membahas tentang perumpamaan-
perumpamaan yang ada dalam Al-Qur'an. Kemudian Badruddin Al Zarkasyi menyusun
kitabnya Al Burhan fi Ulum al-Quran.
Pada abad ke-9, muncul beberapa ulama melanjutkan perkembangan ilmu-ilmu Al-
Qur’an. Jalaluddin Al Bulqini Menyusun kitabnya Mawaqi Al Ulum Min mawaqi Al
Nujum. Menurut al-Suyuthi, Al-Buqini dipandang sebagai ulama yang mempelopori
penyusunan Ulumul Qur'an yang lengkap. Sebab, dalam kitabnya tercakup 50 macam
ilmu Al-Qur’an. Muhammad Ibn Sulaiman al-Kafiaji mengarang kitab Al-Tafsir fi
Qawaid Al tafsir. Di dalamnya juga diterangkan tentang makna tafsir, takwil, Al-Qur'an,
surah dan ayat. Didalamnya juga diterangkan tentang syarat-syarat menafsirkan ayat-ayat
Al-Qur’an. Jalaluddin al-Suyuthi menulis kitab Al tahbir fi Ulum Al-Tafsir. Penulisan
kitab ini selesai pada tahun 873 H. Kitab ini memuat 102 macam ilmu-ilmu Al-Qur'an.
Karena itu, menurut sebagian ulama, kitab ini dipandang sebagai kitab Ulumul Qur’an
yang paling lengkap. Namun, Al Suyuthi belum terasa puas dengan karya yang
monumental ini sehingga ia menyusun lagi kitab Al-Itqan fi 'Ulum al-Quran. Didalamnya
dibahas 80 macam ilmu-ilmu Al-Quran secara padat dan sistematis. Menurut Al Zarqani
kitab ini merupakan kitab pegangan bagi para peneliti dan penulis dalam ilmu ini. Setelah
wafatnya Imam Al-Suyuthi pada tahan 991 H seolah-olah perkembangan karang-
mengarang dalam Ulumul Qur'an telah mencapai puncaknya sehingga tidak terlihat
munculnya penulis yang memiliki kemampuan seperti kemampuannya. Keadaan seperti
ini dapat terjadi sebagai akibat meluasnya sikap taklid, yang dalam sejarah perkembangan
ilmu¬-ilmu agama umumnya mulai berlangsung setelah masa al-Suyuthi.
Kondisi yang demikian berlangsung sejak wafatnya Imam Al Suyuthi hingga akhir abad
ke-13 H.
Sejak penghujung abad ke-13 H. sampai saat ini perhatian para, ulama terhadap
penyusunan kitab-kitab Ulumul Quran bangkit kembali. Kebangkitan kembali perhatian
terhadap Ulumul Qur'an ini bersamaan dengan masa kebangkitan modem dalam
perkembangan ilmu-ilmu agama lainnya. Di antara ulama yang menulis tentang Ulumul
Qur'an di abad ini ialah Syeikh Thahir al-Jazairi dengan kitabnya Al-Tibyan 1i Ba'dh al
Mabahits al-Muta'alliqah bi Al-Quran. Muhammad Jamaluddin al Qasimi menulis kitab
Mahasin al-Takwil. Jihad pertama dari kitab in dikasuskan bagi pembahasan Ulumul
Qur’an. Muhammad abd Al A’zim al Zarqani menyusun Manahil al-Irfan fi 'Ulum al
Qur’an. Muhammad Ali Salamah menulis Manhaj al-Furqan fi 'Ulum al-Quran. Syeikh
Thanthawi Jauhari mengarang Al Jawahir Fi Tafsir al-Quran al-Karim. Mushthafa Shadiq
al-Rafi'i me¬nulis I’jaz al-Quran. Sayyid Quthub menulis Al-Thashwir alfanni fi Al-
Quran dan Fi Zilal al-Quran. Malik Ibn Nabi menulis Al-Zawahir al-Qur'aniah. Kitab ini
memuat pembahasan yang baik sekali dalam banyak persoalan Ulumul Qur'an
Muhammad Rasyid juga tidak ketinggalan memasukkan pemba¬hasan-pembahasan
Ulumul Qur'an dalam tafsimya Tafsir al¬ Quran al-Karim yang terkenal dengan sebutan
Tafsir al-Manar. Syekh Abd al-Aziz al-Khuli menulis kitabnNya berjudul Al-Quran al-
Karim: Washfuh, Atsaruh, Hidayatuh, wai’jazuh. Muhammad al-Ghazali menulis kitab,
Nazarat ft al-Quran, Muhammad Abdullah Daraz menulis Al-Nabau al-Azim. Di samping
itu masih banyak lagi buku-buku yang menyangkut Ulumul Qur'an, baik yang berbahasa
Arab, seperti kitab Mabahits fi 'Ulum al¬ Quran karya Shubhi al-Shalih dan 'Ulum al-
Quran al-Karim karya Abd al-Mun'im al-Namir, maupun dalam Bahasa Indonesia, seperti
Ilmu-ilmu Al-Qur'an karya T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Ilmu Tafsir karya
Rif’at Syauki Nawawi dan Ali Hasan, dan yang baru terbit buku berjudul Membumikan
Al-Qur'an karya ahli tafsir Indonesia M. Quraisy Shihab. Bagian pertama dari buku
terakhir ini banyak berbicara tentang Ilmu Al Qur’an atau lebih tepatnya Ilmu Tafsir yang
merupakan bagian dari bahasan Ulumul Qur’an
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ulumul Qur’an adalah suatu ilmu yang mempunyai ruang lingkup pembahasan yang luas,
meliputi semua ilmu yang ada kaitannya dengan Al Qur’an, baik berupa ilmu agama
misalnya Ilmu Tafsir.
Perkembangan Ulumul Qur’an melalui masa-masa yang panjang, dari masa Rosulullah
hingga sampai saat sekarang yang banyak melahirkan kitab-kitab Ulumul Qur’an, di
antaranya Al Tibyan Liba’dh Al Mabahits Al Muta’aliqah Bi Al Qur’an karangan Syeikh
Thahir Al Jazairi, Kitab Al Zawahir Al Qur’aniyah karangan Malik Ibn Nabi dan lain-
lain.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Djalal, Ulumul Qur’an. Surabaya : Dunia Ilmu, 2008

Fahd Bin Abdurrahman Ar Rumi. Ulumul Qur’an. Yogyakarta : Titian Ilahi Press, 1997

H. Ramli Abdul Wahib. Ulumul Qur’an. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 1993

M. Kahar Masyhur. Pokok-Pokok Ulumul Qur’an. Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1992.

Teungku M Hasbi Ash Shiddieqy. Ilmu-Ilmu Al Qur’an, Semarang : PT. Pustaka Rizki
Putra. 2002.
BAB I
Ulumul Qur’an dan Perkembangannya

A. Definisi Ulumul Qur’an


Kata ulum Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab, yaitu terdiri dari dua kata, yakni: ulum
dan Al-Qur’an, kata ulum secara etimologis adalah pehaman, ma’rifah dan pengetahuan.

Sedangkan kata Al-Qur’an secara etimologis artinya dengan qira’ah;bacaan. Sementara


itu, Al-Qur’an menurut terminologis memiliki definisi sebagai berikut:
1. Para teolog berpendapat Al-Qur’an adalah kalimat-kalimat yang maha bijaksana yang
azali, yang tersusun dari huruf-huruf lafzhiyyah, dzihniyyah dan ruhiyyah
2. Para ulama ahli ushul fiqih menyatakan Al-Qur’an adalah kalam Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW mulai surat al-fatihah sampai akhir surat al-
Nas
3. Ahmad yusuf al-Qasim menyatakan kalam Allah yang mengandung mu’jizat, yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang tertulis dengan mushaf, yang
diriwayatkan secara mutawatir, yang membacanya ibadah. Yang di awali dengan surat
Al-fatihah sampai surat al-Nas
4. Syeh Ali al-shabuni memberikan definisi bahwa Al-Qur’an adalah kalam Allah yang
mengandung mu’jizat, diturunkan kepada Nabi dan Rasul penghabisan dengan perantara
malaikat terpercaya, tertulis dalam mushaf yang dinukilkan kepada kita secara mutawatir,
membacanya merupakan ibadah, yang dimulai dari surat Al-fatihah sampai surat Al-Nas.
B. Ruang Lingkup Pembahasan ulumul Qur’an
Berkenaan dengan persoalan ini, M. Hasbi Ash-Shiddieqi berpendapat bahwa ruang
lingkup pembahasan ulumul Qur’an terdiri atas enam hal pokok berikut ini.
1. Persoalan turunnya Al-Qur’an.
a. Waktu dan tempat turunnya Al-Qur’an
b. Sebab-sebab turunnya Al-Qur’an
c. Sejarah turunnya Al-Qur’an
2. Persoalan sanad.
a. Riwayat mutawatir
b. Riwayat ahad
c. Riwayat syadz
d. Macam-macam Qira’at Nabi
e. Para perawi
f. Cara-cara penyebaran riwayat
3. Persoalan Qira’at.
b. Cara berhanti
c. Cara memulai
d. Imalah
e. Bacaan yang dipanjangkan
f. Bacaan hamzah yang diringankan
g. Bunyi huruf yang sukun dimasukan pada bunyi sesudahnya
4. Persoalan kata-kata Al-Qur’an.
a. Kata-kata Al-Qur’an yang asing.
b. Kata-kata Al-Qur’an yang berubah-ubah harakat akhirnya.
c. Kata-kata Al-Qur’an yang mempunyai makna serupa.
d. Padanan kta-kata aAl-Qur’an.
e. Isti’arah.
f. Penyerupaan.
5. Persoalan makna-maknaAl-Qur’an yang berkaitan dengan hukum.
a. Makna umum yang tetap dalam keumumannya.
b. Makna umum yang dimaksudkan makna khusus.
c. Makna umum yang maknanya dikhususkan sunnah.
d. Nash.
e. Makna lahir.
f. Makna global.
g. Makna yang diperinci.
h. Makna yang tunjukan oleh konteks pembicaraan.
i. Makna yang dapat dipahami dari konteks pembicaran.
j. Nash yang petunjuknya tidak melahirkan keraguan.
k. Nash yang muskil ditafsirkan karena terdapat kesamaran didalamnya.
l. Nash yang maknanya tersembunyi karena suatu sebab yang terdapat pada kata itu
sendiri.
m. Ayat yang menghapus dan yang dihapus.
n. Yang didahulukan.
o. Yang diahirkan.
6. Persoalan makna Al-Qur’an yang berpautan dengan kata-kata AL-Qur’an
a. Berpisah.
b. Bersambung.
c. Uraian singkat.
d. Uraian panjang.
e. Uraian seimbang.
f. Pendek.
C. Cabang-Cabang ulumul Qur’an
a. Ilmu adab tilawat Al-Qur’an.
b. Ilmu tajwid.
c. Ilmu mawathim An-nuzul.
d. Ilmu tawarikh An-Nuzul.
e. Ilmu asbab An-Nuzul.
f. Ilmu Qira’at.
g. Ilmu gharib Al-Qur’an.
h. Ilmu wujuh wa An-Nazha’ir.
i. Ilmu Ma’rifat Al-muhkam dan Al-Mutasyabih.
j. Ilmu Nasikh Al-Mansuk.
k. Ilmu badai’u Al-Qur’an.
l. Ilmu I’jaz.
m. Ilmu tanasub.
n. Ilmu Aqsam.
o. Ilmu amtsal.
p. Ilmu jadal..

BAB II
Sejarah Turunnya Al-Qur’an dan Pemeliharaan Al-Qur’an
A. Pengertian Al-Qur’an
Secara etimologis, Al-Qur’an adalah bentuk mashdar dari kata qa-raa (‫ )قرأ‬sewazan
dengan kata fu’lan (‫)فعل ن‬, artinya bacaan; Dalam pengertian ini, kata. ‫ قرآن‬berarti ‫ مقروء‬,
yaitu isim maf’ul (objek) dari ‫ قرأ‬. Hal ini, sesuai dengan firman Allah dalam surat al-
Qiyamah (75): 17-18:

‫جْمَعُه َوُقْرآَنُه َفإَذأ َقَرْأَنُه َفاَتبْع ُقْرَأَنُه )القيا مة‬


َ ‫عَلْيَنأ‬
َ ‫ن‬
ّ ‫( ِإ‬
Sesungguhnya atas tanggungan kami-lah mengumpulkannya (di dalam) dan (membuatmu
pandai) membacanya. Apabila kami telah selesai membacanya maka ikutilah bacaannya
itu. (QS. Al-Qiyamah: 17-18)
B. Hikmah Di Wahyukannya Al-Qur’an secara bertahap.
1. Memantapkan hati Nabi
2. Menentang dan melemahkan para penentang Al-Qur’an
3. Memudahkan untuk dihapal dan dipahami
4. Mengikuti setiap kejadian (yang menyebabkan turunnya ayat-ayat Al-Qur’an) dan
melakukan penahapan dalam penetapan syari’at,
5. membuktikan dengan pasti bahwa Al-Qur’an turun dari Allah yang maha bijaksana.
C. Proses Penulisan Al-Qur’an
a. Pada masa Nabi
Penulisan Al-Qur’an pada masa Nabi sungguh sangat sederhana, Mereka menggunakan
alat tulis sederhana dan berupa lontaran kayu, pelapah korma, tulang belulang, dan batu,
dalm penulisan ini Nabi mempunyai sekertaris diantaranya: Abu Bakar, Umar,
Ustman,Ali, Abban bin sa’id, Khalid bin Walid, dan muawiyah bin abi sopyan, kegiatan
menulis ini juga tidak sekedar di tulis oleh sekertaris nabi, tetapi juga oleh para sahabat
nabi yang lainnya.
b.Pada masa khulafa al-Rasyidin
1. Pada masa Abu Bakar
Pada dasarnya seluruh Al-Qur’an sudah ditulis pada masa Nabi namun tulisan tersebut
masih berceceran dimana-mana, ketika terjadi perang yamamah pada masa Abu Bakar
banyak para penghapal Al-Qur’an yang meninggal, ketika itu Abu Bakar segara
memanggil zaid bin tsabit untuk segera mengumpulkan tulisan-tulisan yang berceceran
yang ditulis pada masa Nabi di karenakan takut catatan itu hilang karna para penghapal
Al-Qur’an sudah sedikit. Setelah Abu Bakar wafat, suhuf-suhuf Al-Qur’an itu disimpan
oleh kholifhah Umar, setelah Umar wafat, mushaf itu disimpan hafsah dan bukan oleh
ustman.
2. Pada masa Utsman bin Affan
Motifasi penulisan Al-Qur’an pada masa Ustman Karena banyak terjadi perselisihan di
dalam cara membacanya, Inisiatif Ustman untuk mnyatukan penulisan Al-Qur’an
nampaknya sudah jelas, perbedaan cara membaca Al-Qur’an pada saat itu sudah berada
pada titik yang menyebabkan umat islam saling menyalahkan yang pada akhirnya dapat
menyebabkan terjadinya perselisihan di antara mereka. Maka dibuatlah salinan Al-Qur’an
dan yang aslinya di musnahkan agar tidak terjadi perselisihan,
Utsman memutuskan agar Mushaf yang beredar memenuhi persyaratan berikut:
a. terbukti mutawatir.
b. mengabaikan ayat yang bacaannya di-naskh dan ayat tersebut tidak dibaca kembali di
hadapan nabi pada saat-saat terakhir.
c. Kronologi surat dan ayatnya seperti yang telah ditetapkan atau berbeda dengan mushaf
abu bakar.
d. System penulisan yang digunakan mampu mencakup qira’at yang berbeda sesuai
dengan lafazh-lafazh Al-Qur’an ketika diturunkan.
e. Semua yang bukan termasuk Al-Qur’an dihilangkan.
D. pemeliharaan Al-Qur’an sesudah masa Khalifah
Mushaf yang ditulis atas perintah Ustman tidak memiliki harakat dan tanda titik sehingga
dapat dibaca dengan salah satu qira’at yang tujuh, ketika banyak orang non-Arab yang
memeluk islam mereka merasa kesulitan membaca mushaf itu, oleh karena itu pada masa
khalifah Abd Al-Malik (685-705) dilakukan penyempurnaannya. Upaya penyempurnaan
itu tidak berlangsung sekaligus, tetapi bertahap dan dilakukan oleh setiap generasi sampai
abad III H (atau akhir abad IX M).

BAB III
Pengumpulan Al-Qur’an
pada masa Abu Bakar Asidiq dan Utsman bin Affan

A. Pada masa Abu Bakar Asidiq.


Pada dasarnya, seluruh Al-Qur’an sudah ditulis pada masa Nabi. Hanya saja, surat dan
ayatnya masih terpencar-pencar dan orang yang pertama kali menyusunnya dalam satu
mushaf adalah Abu Bakar Ashidiq. Abu ‘Abdillah Al-Muhasibi berkata didalam
kitabnya, Fahm As-Sunan, penulisan Al-Qur’an bukanlah suatu yang baru sebab Rasullah
sendiri pernah memerintahnya. Hanya saja, saat itu tulisan Al-Qur’an masih terpencar-
pencar pada pelapah kurma, batu halus, kulit, tulang unta, dan bantalan dari kayu. Abu
Bakar-lah yang kemudian berinisiatif menghimpun semuanya. Usaha pengumpulan
tulisan al-Qur’an yang dilakukan Abu Bakar setelah terjadi perang yamamah pada tahun
12 H. Peperangan yang bertujuan menumpas par pemurtad yang merupakan pengikut
para Musailamah. Al-Kadzdzab telah mnyebabkan 70 orang penghapal Al-Qur’an syahid.
Khawatir akan semakin hilangnya para penghapal Al-Qur’an yang mengancam
kelestarian Al-Qur’an, Umar menemui khalifah pertama, Abu bakar memintanya untuk
menginstruksikan pengumpulan Al-Qur’an dari berbagai sumber, baik yang tersimpan di
dalam hapalan maupun tulisan.
Zaid bi Tsabit salah seorang sekretaris Nabi dipanggil oleh Abu Bakar. Turut hadir dalam
pertemuan itu ‘Umar bin Al-Khaththab. Dalam pertemuan itu Abu Bakar mengatakan,”
Umar telah mendatangimu dan telah mengatakan bahwa peperanga yamamah telah
berlangsung sengit dan meminta korban sejumlah qari’ Al-Qur’an. Aku khawatir hal itu
meluas kepara penduduk. Apabila hal ini terjadi, banyak penghapal Al-Qur’an yang
hilang. Aku rasa perlunya penghimpunan Al-Qur’an.”
Zaid merasa bahwa tugas yang dipercayakan khalifah Abu Bakar kepadanya bukanlah hal
yang ringan. Sikap kehati-hatin Zaid dalam pengumpulan Al-Qur’an sebenarnya
didasarkan pesan Abu Bakar kepada Zaid dan ‘Umar. Abu Bakar berkata.

‫ل َفاْكُتَباُه‬
ّ ‫با‬
ِ ‫ن ِكَتا‬
ْ ‫يٍء ِم‬
ْ ‫ش‬
َ ‫عَلى‬
َ ‫ن‬
ِ ‫شا ِهَد ْي‬
َ ‫جاَء ُكَما ِب‬
َ ‫ن‬
ْ ‫جِد َفَم‬
ِ‫س‬ْ ‫ب اْلَم‬
ِ ‫عَلى َبا‬
َ ‫ُأْقُعَدا‬
Artinya:
“Duduklah kalian di dekat pintu mesjid. Siapa saja yang datang kepada kalian membawa
catatan al-Qur’an dengan dua saksi, maka catatlah.”
Setelah penulisan ayat-ayat Al-Qur’an selesai, kemudian berdasarkan musyawarah
ditentukan bahwa tulisan Al-Qur’an yang sudah terkumpul itu dinamakan Mushaf.
Setelah Abu Bakar wafat, suhuf-suhuf Al-Qur’an itu disimpan oleh khalifah ‘Umar.
Setelah ‘Umar wafat, Mushaf itu disimpan dan bukan oleh ‘Utsman bin Affan sebagai
khalifah ayng menggantikan ‘umar. Mengapa mushaf itu tidak diserahkan pada khalifah
setelah Umar? Pertanayaan itu logis. Menurut Zarzur, Umar memiliki pertimbangan lain
bahwa sebelum wafat, ia memberikan kesempatan kepada enam sahabat untuk
bermusyawarah menentukan salah seorang dari mereka yang dapat menjadi khalifah.
Kalau ‘Umar memberikan mushaf pada salah seorang diantara mereka, ia khawatir
mendukun salah seorang sahabat yang memegang mushaf tersebut. Oleh karena itu ia
menyerahkan mushaf itu kepada hafsah yang memang lebih layak memegang Mushaf
yang sangat bernilai, terlebih lagi ia adalah istri Nabi dan menghapal Al-Qur’an secara
keseluruhannya.

B. Pada masa Utsman bin Affan


Motifasi penulisan Al-Qur’an pada masa Utsman Karena banyak terjadi perselisihan di
dalam cara membacanya, Inisiatif Utsman untuk mnyatukan penulisan Al-Qur’an
nampaknya sudah jelas, perbedaan cara membaca Al-Qur’an pada saat itu sudah berada
pada titik yang menyebabkan umat islam saling menyalahkan yang pada akhirnya dapat
menyebabkan terjadinya perselisihan di antara mereka. Maka dibuatlah salinan Al-Qur’an
dan yang aslinya di musnahkan agar tidak terjadi perselisihan,
Utsman bin Affan memutuskan agar Mushaf yang beredar memenuhi persyaratan berikut:
a terbukti mutawatir
b mengabaikan ayat yang bacaannya di-naskh dan ayat tersebut tidak dibaca kembali di
hadapan nabi pada saat-saat terakhir.
c Kronologi surat dan ayatnya seperti yang telah ditetapkan atau berbeda dengan mushaf
abu bakar.
d System penulisan yang digunakan mampu mencakup qira’at yang berbeda sesuai
dengan lafazh-lafazh Al-Qur’an ketika diturunkan.
e Semua yang bukan termasuk Al-Qur’an dihilangkan
Sehubungan dengan perbedaan penulisan Al-Qur’an pada masa Abu Bakar dan pada
masa Utsman bin Affan, maka hal itu dapat diliaht berikut ini:
Pada masa Abu Bakar Pada masa Utsman bin Affan
1. Motivasi penulisannya karena kehawatiran sirnanya Al-Qur’an dengan syahidnya
beberapa penghapal Al-Qur’an pada perang yamamah.
2. Abu Bakar melakukannya dengan mengumpulkan tulisan-tulisan Al-Qur’an yang
terpencar-pencar pada pelapah kurma, kulit, tulang, dan sebagainya. 1. Motivasi
penulisannya karena terjadi banyak perselisihan di dalam cara membaca Al-Qur’an
(qira’at).

2. Utsman melakukan dengan menyederhanakan tulisan Mushaf pada satu huruf dari
tujuh huruf yang dengannnya Al-Qur’an turun.

BAB IV
Rasm Al-Qur’an pada masa Utsman

Yang di maksud dengan Rasm Al-Qur’an atau Rasm Utsmani adalah tatacara menuliskan
Al-Qur’an yang di tetapkan pada masa khalifah Utsman bin affan, istilah Rasm Al-
Qur’an lahir bersamaan dengan lahirnya mushaf utsman yaitu mushaf yang ditulis oleh
panitia empat yang terdiri dati zaid bin tsabit, Abdullah bin zubair, sa’id bin Al’ash dan
Abdurahman bin Al-Harits, mushaf utsman ditulis dengan kaidah-kaidah tertentu, para
ulama meringkas kaidah itu menjadi enam istilah:
a. Al-Hadzf (membuang, menghilangkan, atau meniadakan huruf).
b. Al-jiyadah (penambahan).
c. Al-Hamzah, salah satu kaidahnya berbunyi bahwa apabila hamzah berharkat sukun, di
tulis dengan huruf berharakat yang sebelumnya.
d. Badal (pegganti).
e. Washal dan fashal (penyambungan dan pemisahan).
f. Kata yang dapat dibaca dua bunyi. Penulisan kata yang dapat dibaca dua bunyi
disesuaikan dengan salah stu bunyinya didalam mushaf utsmani penulisan kata semacam
itu ditulis dengan menghilangkan alif.
Pendapat Para Ulama Sekitar Rasm Al-Qur’an.
Para ulama berbeda pendapat mengenai status Rasm Al-Qur’an (tatacara penulisan Al-
Qur’an):
a. sebagian dari mereka berpendapat bahwa Rasm Utsmani bersifat tauqifi, yakni bukan
merupakan produk budaya manusia yang wajib di ikuti oleh siapa saja ketika menulis Al-
Qur’an mereka bahkan sampai pada tingkat menyakralkannya.
b. Sebagian besar ulama berpendapat bahwa Rasm utsmani bukan tauqifi, tetapi
merupakan kesepakatan cara penulisan yang disetujui utsman dan diterima umat,
sehingga wajib diikuti dan ditaati siapapun ketika menulis Al-Qur’an.
c. Sebagian dari mereka berpendapat bahwa Rasm Utsmani bukanlah tauqifi. Tidak ada
halangan untuk menyalahinya tatkala suatu generasi sepakat menggunakan cara tertentu
untuk menulis Al-Qur’an yang berlainan dengan Rasm Utsmani
Kaitan Rasm Al-Qur’an dengat qira’at
sebagaimana telah dijelaskan bahwa keberadaan Mushaf ‘Utsmani yang tidak berharakat
dan bertitik itu ternyata masih membuka peluang untuk membacanya dengan berbagai
qira’at (cara membaca Al-Qur’an). Hal itu terbukti dengan masih terdapatnya keragaman
cara membaca Al-Qur’an walaupun setelah muncul Mushaf Utsmani, seperti qira’ah
tujuh, qira’ah sepuluh, qira’ah empat belas. Kenyataan itulah yang meng Ilhami Ibn
Mujahid (859-935) untuk melakukan penyeragaman caram embaca Al-Qur’an menjadi
tujuh cara saja (qira’ah ssab’ah). Tetu bukan ia saja yang berkepentingan dengan langkah
penyeragaman teks ini. Malik bin Anas (w. 795), ulama besar madinah dan pendiri
madzhab Maliki, dengan tegas menyatakan bahwa shalat yang dilaksanakan menurut
bacaan Ibn Mas’ud adalah tidak sah.

BAB V
ASBAB AN-NUZUL

Ungkapan asbab an-nuzul merupakan bentuk idhafah dari kata “asbab “ dan “nuzu ”.
Secara etimologi, asbab an-nuzul adalah sebab-sebab yang melatar belakangi terjadinya
sesuatu. Meskipun penomena yang melatar belakangi terjadinya sesuatu dapat disebut
asbab an-nuzul, dalam pemakaiannya, ungkapan asbab an-nuzul, khusus dipergunakan
untuk menyatakan sebab-sebab yang melatar belakangi turunnya Al Qur’an, seperti
halnya asbab al-wurud secara khusus digunakan sebagai sebab-sebab terjadinya hadis.
Setelah diselidiki, sebab turunnya suatu ayat itu berkisar pada dua hal:
1. bila terjadi peristiwa maka turunlah ayat Al-Qur’an mengenai peristiwa itu.
2. Bila Rasullah di tanya tentang sesuatu hal, maka turunlah ayat Al-Qur’an yang
mengenai hukumnya.
Fungsi asbab an-nuzul dalam memahami Al-Qur’an, yaitu sebagai berikut:
1. Membantu dalam memahami sekaligus mengatasi ketidak pastian dalam menangkap
pesan ayat-ayat Al-Qur’an.
2. Mengatasi keraguan ayat yang diduga mengandung pengertian umum. Menurut Asy-
syafi’i pesan ayat ini tidak bersifat umum (hasr).
3. Mengkhususkan hukum yang terkandung dalam ayat Al-Qur’an.
4. mengidentifikasikan pelaku yang menyebabkan turunnya Al-Qur’an.
5. Memudahkan untuk menghapal dan memahami ayat.
Cara mengetahui Asbab An-Nuzul adalah dengan cara periwayatan. Terkadang terdapat
banyak riwayat mengenai sebab nuzul suatu ayat. Dalam keadaan demikian, sikap
seorang mufasir kepadanya sebagai berikut:
1. Apabila bentuk-bentuk redaksi diriwayatkan tidak tegas.
2. Apabila salah satu bentuk redaksi riwayat itu tidak tegas.
3. Apabila riwayat itu banyak dan semuanya menegaskan asbab nuzul.
4. Apabila riwayat itu sama-sama sahih namun terdapat segi yang memperkuat salah
satunya.
5. Bila riwaya-riwayat itu tidak bisa dikompromikan karena jarak waktu antara sebab-
sebab tersebut berjauhan.
6. Apabila riwayat-riwayat tersebut sama kuat, maka riwayat-riwayat itu dipadukan atau
dikompromikan bila mungkin; hingga mungkin bahwa ayat tersebut turun sesudah terjadi
dua buah sebab atau lebih.
Bentuk-bentuk Asbab An-Nuzul
Dilihat dari sudut pandang redaksi yang dipergunakan dalam riwayat asbab an-nuzul Ada
dua jenis redaksi yang digunakan oleh perawi dalam mengungkapkan riwayat asbab an-
nuzul, yaitu sharih (jelas) dan muhtamil (kemungkinan).
Dilihat dari sudut pandang berbilangnya Asbab An-nuzul untuk satu ayat atau
berbilangnya ayat untuk satu asbab an-nuzul.
a. Berbilang asbab an-nuzul untuk satu ayat (Ta’adad As Sabab wa Nazil Al-Wahid).
b. Variasi ayat untuk Satu sebab (Ta’addud Nazil wa As-Sabab Al-Wahid).

BAB VI
MAKKIYYAH DAN MADANIYYAH

Para sarjana muslim mengemukakan empat persepektif dalam mendefinisikan


terminologi makkiyyah dan madaniyyah. Keempat perspektif itu adalah:
1. Masa turun (zaman an-nuzul) : bahwa yang dimaksud dengan ayat makkiyyah adalah
ayat yang diturunkan sebelum Nabi hijrah ke madinah, dan ayat Madaniyyah adalah ayat
yang diturunkan setelah nabi Hijrah ke Madinah
2. Tempat turun (makan an-nuzul) : bahwa yang di maksud dengan ayat makkiyyah
adalah ayat yang diturunkan di Mekkah, dan ayat madaniyyah adalah ayat yang
diturunkan di Madinah.
3. Obyek pembicaraan (mukhathab) : bahwa yang di maksud makkiyyah adalah ayat-ayat
yang menjadi kitab bagi orang-orang Makkah dan Madaniyyah adalah ayat-ayat yang
menjadi kitab bagi orang-orang madaniyah.
4. Sistem kebiasaan : bahwa ayat-ayat makkiyyah itu ayat-ayat yang berhubungan dengan
aqidah, akhlak dan lain sebagainya, sedangkan ayat-ayat madaniyyah adalah ayat-ayat
yang berhubungan dengan hukum-hukum, juhud, had-had dan lain sebagainya.
Cara mengetahui makkiyyah dan Madaniyyah dalam menetapkan ayat-ayat al-Qur’an
yang termasuk kategori Makiyyah dam Madaniyyah, para sarjana muslim berpegang
teguh pada dua perangkat pendekatan berikut: Pendekatan tranmisi dan pendekatan
analogi (qiyas).
Ciri-ciri Spesifik Makkiyyah dan Madaniyah
seperti telah diuraikan di atas, bahwa cirri-ciri spesifik Makkiyyah dan Madaniyyah
dalam menguraikan kronologi Al-Qur’an, mereka mengajukan dua titik tekan dalam
usahanya itu, yaitu titik tekan analogi dan titik tekan tematis. Dari titik tekan tekan
pertama mereka mempormulasikan cirri-ciri khusus Makkiyyah dan Madaniyyah sebagai
berikut:
1. Makkiyyah
a. Di dalamnya terdapat ayat sajdah;
b. Ayat-ayatnya dimulai dengan kata kalla;
c. Dimulai dengan ungkapan yaa ayyuha an-nnas dan tidak ada ayat yang dimulai dengan
ungkapan yaa ayyuha al-ladziina,kecuali dalam surat Al-Hajj [22], karena di penghujung
surat itu terdapat sebuah ayat yang dimulai dengan ungkapan yaa ayyuha al-ladziina.
d. Ayat-ayatnya mengandung kisah para Nabi dan umat-umat terdahulu;
e. Ayat-ayatnya berbicara tentang kisah Nabi Adam dan iblis, kecuali surat Al-baqarah
[2];dan
f. Ayat-ayatnya dimulai dengan huruf-huruf terpotong-potong seperti alif lam mim dan
sebagainya, kecuali surat Al-baqarah[2] dan Ali imron [3];
2. Madaniyyah
a. mengandung ketentuan-ketentuan fara’id dan hadd;
b. Mengandung sindiran-sindiran terhadaf kaum munafik, kecuali surat al-ankabut[29];
dan
c. Mengandung uraian tentang perdebatan dengan ahli kitab
Sedangkan berdasarkan titik tekan tematis, para ulama merumuskakn cirri-ciri Sfesifik
makkiyyah dan Madaniyyah sebagai berikut:
1. Makkiyyah
a. menjelaskan ajaran monotheisme, ibadah kepada Allah semata, penetapan risalah
kenabian, penetapan hari kebangkitan dan pembalasan, uraian tentang hari kiamat dan
perihalnya,dan lain sebagainya
b. menetapkan pondasi-pondasi umum bagi pembentukan hukum syara’dan keutamaan
keutamaan akhlak yang harus dimiliki anggota masyarakat;
c. menuturkan kisah para Nabi dan umat-mat terdahlu serta perjuangan Nabi Muhammad
dalam menghadapi tantangan-tantangan kelompok musyrikin;
d. ayat dan suratnya pendek-pendek
e. banyak mengandung kata-kata sumpah;
2. Madaniyyah
a. menjelaskan permasalahan ibdah, muamalah, hudud, bangunan rumah tangga, warisan,
jihad, kehidupan sosisal, aturan-aturan pemerintah menangani perdamaian dan
peperangan, serat pembentukan hukum-hukum syara’;
b. mengkhitabi ahli kitab yahudi dan nasrani dan mengajaknya masuk islam
c. mengungkap langkah-langkah orang-orang munafik;
d. surat dan sebagian ayat-ayatnya panjang
Urgensi Tentang Makkiyyah dan Madaniyyah
Manna Al-Qaththan mendeskripsikan urgensi mengetahui Makkiyyah dan Madaniyyah
sebagai berikut:
1. Membantu dalam menafsirkan Al-Qur’an.
2. pedoman bagi langkah-langkah dakwah.
3. memberi informasi tentang sirah kenabian.
BAB VII
MUHKAM DAN MUTASYABIH

Menurut etimologi muhkam artinya suatu ungkapan yang maksud makna lahirnya tidak
mungkin diganti atau diubah, adapun mutasyabih adalah ungkapan yang dimaksud makna
lahirnya samar. Pada intinya Muhkam adalah ayat-ayat yang maknanya sudah jelas, tidak
samar lagi.masuk ke dalam kategori muhkam adalah nash (kata yang menunjukan sesuatu
yang dimaksud dengan terang dan tegas, dan dan memang untuk makna itu ia disebutkan)
dan zharih (makna lahir). Adapum mutasyabih adalah ayat yang maknanya belum jelas.
Masuk kedalam kategori mutasyabih ini adalah mujmal (global), mu’awal (harus
ditakwil) musykil dan mubham (ambigus).
Pandangan Para Ulama Terhadap Ayat-ayat Muhkam dan Mutasyabih
Shubhi Al-salih membedakan pendapat ulama kedalam dua mazhab yaitu:
1. Mazhab Salaf.
Yaitu orang-orang yang mempercayai dan mengimani sifat-sifat Allah sendiri,mereka
mepunyai dua argument yaitu aqli dan naqli, aqli adalah bahwa menentukan maksud dari
ayat-ayat mutsyabihat hanyalah berdasarkan kaidah-kaidah kebahasaan dan
penggunaannya dikalangan bangsa Arab, sedangkan dalil naqli mereka mengemukakan
beberapa hadits salah satunya yang dikkeluarkan oleh bukhori dan muslim dan yang
lainnya dari aisyah.
2. Mazhab Khalaf
Yaitu ulama yang menakwilkan lafal yang makna lahirnya mustahil kepada makna yang
lain dengan zat Allah. Contoh dalam surat al-fatah ayat 10 disana dikatakan “yadullahi
fauqa aidihim” yang artinya tangan Allah di atas tangan mereka, pandangan mazhab salaf
bahwa tangan Allah itu dikembalikan lagi terhadap hakikat Allah tetapi pandangan
mazhab salaf bahwa tangan disini dimaknai dengan kekusaan Allah.
Fawatih As-Suwar
Setelah basmalah, terdapat dalam 29 surat sekelompok huruf kadang-kala bahkan huruf
tunggal-yang telah banyak menyebabkan diskusi dan refleksi dalam sejarah pemikiran
umat islam, ada kurang lebih pendapat yang berkaitan dengan persoalan ini. Dilafalkan
secara terpisah sebanyak huruf yang berdiri sendiri. Huruf muqaththa’ah (huruf-huruf
yang terpotong-potong) disebut fawatih suwar (pembuka surat), menurut as-suyuti,
tergolong dalam ayat mutasyabih, itulah sebabnya, banyak telaah tafsirilah untuk
mengungkapkan rahasia yang terkandung di dalamnya.
Hikmah Adanya ayat-ayat Muhkam dan Mutasyabih
1. memperlihatkan kelemahan akal manusia.
2. teguran bagi orang-orang yang mengotak-atik ayat mutasyabih.
3. memberikan pemahaman yang abstrk-ilahiah kepada manusia melalui pengalaman
indrawi yang biasa disaksikannya.
BAB I

PENDAHULUAN

Di masa Rasulullah saw dan para sahabat, ulumul Qur’an belum dikenal sebagai
suatu ilmu yang berdiri sendiri dan tertulis. Para sahabat adalah orang-orang Arab asli
yang dapat merasakan struktur bahasa Arab yang tinggi dan memahapi apa yang
diturunkan kepada Rasulullah saw. Bila mereka menemukan kesulitan dalam memahami
ayat-ayat tertentu, mereka dapat menanyakan langsung kepada Rasulullah saw.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Turunnya dan Perkembangan Ulumul Qur’an

Dimasa Rasulullah saw dan para sahabat, Ulumul Qur’an belum dikenal
sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri dan tertulis. Para sahabat adalah orang-orang
Arab Asli yang dapat merasakan struktur bahasa Arab yang tinggi dan memahami apa
yang diturunkan kepada Rasul saw

Adapun mengenai kemampuan Rasul memahami al-Qur’an tentunya tidak


diragukan lagi karena Dialah yang menerimanya dari Allah swt, dan Allah
mengajarinya segala sesuatu.

Ada tiga faktor yang menyebabkan Ulumul Qur’an tidak dibukukan pada
masa Rasul dan sahabat, yaitu:

1. Kondisinya tidak membutuhkan karena kemampuan mereka yang besar dan tidak
memahami Al-Qur’an dan Rasul dapat menjelaskan maksudnya.
2. Para sahabat sedikit sekali yang pandai menulis.
3. Adanya larangan Rasul untuk menuliskan selain Al-Qur’an

Semuanya ini merupakan faktor yang menyebabkan tidak tertulisnya ilmu ini
baik di masa Nabi maupun di zaman sahabat.

Di zaman Khalifah Utsman, wilayah Islam bertambah luas sehingga terjadi


pembauran antara penakluk Arab dan bangsa-bangsa yang tidak mengetahui bahasa
Arab. Keadaan demikian menimbulkan kekhawatiran sahabat akan tercemarnya
keistimewaan bahasa Arab dari bangsa Arab. Bahkan kekhawatirannya akan
terjadinya perpecahan di kalangan kaum muslimin tentang bacaan al-Qur’an selama
mereka tidak memiliki sebuah al-Qur’an yang menjadi standar bagi bacaan mereka.
Untuk menjaga agar tidak terjadinya kekhawatiran itu, disalinlah dari tulisan-tulisan
aslinya sebuah al-Qur’an yang disebut Mushhaf Imam. Dengan terlaksananya
penyalinan ini maka berarti Utsman etelah meletakkan dasar Ulumul Qur’an yang
disebut Rasm al-Qur’an atau Ilm al-Rasm al-Utsman.

Di masa Ali terjadi perkembangan baru dalam ilmu al-Qur’an. Karena melihat
banyaknya umat Islam yang berasal dari bangsa non-Arab, kemerosotan dalam
bahasa Arab, dan kesalahan pembacaan al-Qur’an, Ali menyuruh Abu al-Aswad al-
Duali (q. 69 H.) untuk menyusun kaidah-akidah bahasa Arab. Hal ini dilakukan untuk
memelihara bahasa Arab dari pencemaran dan menjaga al-Qur’an dari keteledoran
pembacanya. Tindakan Khalifah Ali ini dianggap perintis bagi lahirnya ilmu nahwu
dan I’rab al-Qur’an.

Setelah berakhirnya zaman Khalifah yang Empat, timbul zaman Bani


Umayyah. Kegiatan para sahabat dan tabi’in terkenal dengan usaha-usaha mereka
yang tertumpu pada penyebaran ilmu-ilmu al-Qur’an melalui jalan periwayatan dan
pengajaran secara lisan, bukan, bukan melalui tulisan dan catatan. Kegiatan-kegiatan
ini dipandang sebagai persiapan bagi masa pembukuannya.

B. Keadaan Ilmu-ilmu Al-Qur’an pada Abad III H dan Abad IV H

Pada abad III H selain Tafsir dan Ilmu Tafsir, para Ulama mulai menyusun
pula beberapa Ilmu Al-Qur’an, ialah:

1. Ali bin Al-Madani (wafat tahun 234 H) menyusun Ilmu Asbabun Nuzul.
2. Abu Ubaid Al-Qasim bin Salam 224 H menyusun Ilmu Nasikh wal Mansukh dan
Ilmu Qiraat.
3. Muhammad bin Ayyub AL-Dhirris (wafat tahun 294 H) menyusun Ilmu Makki
wal Madani
4. Muhammad bin Khalaf Al-Marzuban (wafat tahun 309 H) menyusun kitab Al-
Hawi fi Ulumil Quran (27 juz).

Pada abad IV H mulia disusun Ilmu Garibul Quran dan beberapa kitab Ulumul
Quran dengan memakai istilah Ulumul Quran dengan memakai istilah Ulumul Quran.
Di antara Ulama yang menyusun Ilmu Garibul Quran dan kitab-kitab Ulumul Quran
pada abad IV ini, ialah:

1. Abu Bakar Al-Sijistani (wafat tahun 330 H) menyusun Ilmu Garibul Quran.
2. Abu Bakar Muhammad bin Al-Qasim Al-Anbari (wafat tahun 328 H) menyusun
kitab Ajaibu Ulumil Quran. Di dalam kitab ini, ia menjelaskan atas tujuh huruf,
tentang penulisan Mushaf, jumlah bilangan surat-surat, ayat-ayat dan kata-kata
dalam Al-Qur’an
3. Abul hasan Al-Asy’ari (wafat tahun 324 H) menyusun kitab Al-Mukhtazan fi
Ulumil Quran
4. Abu Muhammad Al-Qassab Muhammad bin Ali Al-Karakhi (wafat tahun 360 H)
menyusun kitab:
‫نكت القران الدالة علي البيان في انواع العلععوم و الحكععام المنععبئة عععن اختلف‬
‫النام‬
5. Muhammad bin Ali Al-Adwafi (wafat tahun 388 H) menyusun kitab Al-Istgna’ Fi
Ulumil Quran (20 Jilid).

C. Keadaan Ilmu-ilmu Al-Qur’an pada Abad V dan VI H

Pada abad V H mulai disusun Ilmu I’rabil Quran dalam satu kitab. Di samping
itu, penulisan kitab-kitab dalam Ulumul Quran masih terus dilakukan oleh Ulama
pada masa ini.

Adapun Ulama yang berjasa dalam pengembangan Ulumul Quran pada abad
V ini, antara lain ialah:

1. Ali bin Ibrahim bin Sa’id Al-Khufi (wafat tahun 430 H) selain mempelopori
penyusunan Ilmu I’rabil Quran, ia juga menyusun kitab Al-Burhan Fi Ulumil
Quran. Kitab ini selain menafsirkan Al-Quran seluruhnya, juga menerangkan
Ilmu-ilmu Al-Quran yang ada hubungannya dengan ayat-ayat Al-Quran yang
ditafsirkan. Karena itu, ilmu-ilmu Al-Quran tidak tersusun secara sistematis dlam
kitab ini, sebab ilmu-ilmu Al-Quran diuraikan secara perpencar-pencar, tidak
terkumpul dalam bab-bab menurut judulnya. Namun demikian, kitab ini
merupakan karya ilmiah yang besar dari seorang Ulama yang telah merintis
penulisan kitab tentang Ulumul Quran yang agak lengkap.
2. abu ‘Amar Al-Dani (wafat tahun 444 H) menyusun kitab Al-Taisir Fil Qiroatis
Sab’I dan kitab Al-Muhkam Fi al-Nuqoti.

Pada abad VI H, di samping terdapat Ulama yang meneruskan pengembangan


Ulumul Quran, juga terdapat Ulama yang mulai menyusun Ilmu Mubhamatil Quran.
Mereka itu antara lain, ialah:

1. Abul Qasim bin Abdurrahman Al-Suhaili (wafat tahun 581 H) menyusun kitab
tentang Mubhamatul Quran, menjelaskan maksud kata-kata dalam Al-Quran yang
tidak jelas apa atau siapa yang dimaksudkan. Misalnya kata rajulun (seorang
lelaki) atau malikun (seorang raja)
2. Ibnul Jauzi (wafat tahun 597 H) kitab Fununul Afnan Fi Ajaibil Quran

‫فنون الفنان في عجائب القران‬


Dan kitab Al-Mujtaba Fi Ulumin Tata’allaqu Bil Quran.

.‫المجتبي في علوم تتعلق بالقران‬


3. Abul Hasan Al-Asy’ari (wafat tahun 324 H) menyusun kitab Al-Mukhtazan fi
Ulumil Quran.
4. Abu Muhammad Al-Qassab Muhammad bin Ali Al-Karakhi (wafat tahun 360 H)
menyusun kitab:

‫نكت القران الدالة علي البيان في انععواع العلععوم والحكععام المنععبئة عععن اختلف‬
‫النام‬
5. Muhammad bin Ali Al-Adwafi (wafat tahun 388 H) menyusun kitab Al-Istgna’ Fi
Ulumil Quran (20 Jilid).

D. Keadaan Ilmu-ilmu Al-Quran pada Abad VII dan VIII H

Pada abad VII H, ilmu-ilmu AL-Quran terus berkembang dengan mulai


tersusunnya Ilmu Majazul Quran dan terus tersusun pula Ilmu Qiraat. Diantara
Ulama abad VII yang besar perhatiannya terdapat Ilmu-ilmu Al-Quran, ialah:

1. Ibnu Abdis Salam yang terkenal dengan nama Al-Izz (wafat tahun 660 H) adalah
pelopor penulisan: Ilmu Majazul Quran dalam satu kitab.
2. Alamuddin Al-Sakhawi (wafat tahun 643 H) menyusun Ilmu Qiraat dalam
kitabnya Jamalul Qurra ‘Wa Kamalul Iqra’,
3. Abu Syamah (wafat tahun 655 H) menyusun kitab Al-Mur-syidul Wajiz Fi Ma
Yata’allaqu bil Quran.

‫المرشد الوجير فيما يتعلق بالقران‬


Pada abad VIII H, muncullah beberapa Ulama yang menyusun ilmu-ilmu baru
tentang Al-Quran, sedang penulisan kitab-kitab tentang Ulumul Quran masih tetap
berjalan terus. Di antara mereka ialah:

1. Ibnu Abil Isba’ menyusun Ilmu Badai’ul Quran, sesuatu ilmu yang membahas
macam-macam badi’ (keindahan bahasa dan kandungan Al-Quran) dalam Al-
Quran.
2. Ibnul Qayyim (wafat tahun 752 H) menyusun Ilmu Aqsamil Quran, suatu ilmu
yang membahas tentang sumpah-sumpah yang terdapat dalam Al-Quran.
3. Najmuddin Al-Thufi (716 H) menyusun Ilmu Hujajil Quran atau Ilmu Jadalil
Quran, suatu ilmu yang membahas tentang bukti-bukti/dalil-dalil (argumentasi-
argumentasi) yang dipakai oleh Al-Quran untuk menetapkan sesuatu.
4. Abul Hasan Al-Mawardi menyusun Ilmu Amtsil Quran, suatu ilmu yang
membahas tentang perumpamaan-perumpamaan yang terdpat di dalam Al-Quran.
5. Badruddin Al-Zarkasyi (wafat tahun 794 H) menyusun ktiab Al-Burhan Fi Ulumil
Quran. Kitab ini telah diterbitkan oleh Muhammad Abul Fadl Ibrahim (4 juz).

Di masa Rasulullah saw dan para sahabat, Ulumul Quran belum dikenal
sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri dan tertulis,
Di zaman khalifah Utsman, wilayah Islam bertambah luas sehingga terjadi
pembauran antara penakluk Arab dan bangsa-bangsa yang tidak mengetahui bahasa
Arab.

Dimasa Ali terjadi perkembangan baru dalam Ilmu Al-Quran. Karena melihat
banyaknya umat Islam yang berasal dari bangsa non-Arab, kemerosotan dalam
bahasa Arab, dan kesalahan pembacaan Al-Quran. Ali menyuruh Abu al-Aswad al-
Dauli (wapat tahun 69 H). untuk menyusun kaidah-kaidah bahasa Arab.

Ulumul Quran memasuki masa pembukuannya pada abad ke-2 H. Para ulama
memberikan prioritas perhatian mereka kepada Ilmu Tafsir karena fungsinya sebagai
Umm al-Uum (induk ilmu-ilmu al-Quran) para penulis pertama tafsir dalam tafsir
adalah Syu’bah Ibnu al-Hajjaj (w.160 H), Sofyan Ibnu ‘Uyaynah dan Wali ‘Ibnu al-
Jarrah

Pada abad ke-3 lahir ilmu asbab al-nuzul, ilmu nasikh dan mansukh, ilmu
tentang ayat Makkiah dan Madaniah, qiraat, I’rab dan istinbath.

Pada abad ke-4 lahir ilmu gharib al-Qur’an abad ke-5 lahir ilmu Amtsal
Quran, abad ke-6 disamping banyak ulama yang melanjutkan pengembangan ilmu-
ilmu al-Quran yang telah ada lahir pula ilmu mabhat al-Quran ilmu ini menerangkan
lafal-lafal al-Quran yang maksudnya apa dan siapa tidak jelas

Pada abad eke-8 muncul ulama yang menyusun ilmu-ilmu tentang al-Quran,
Ibnu Abi al-Ishba’ tentang badai al-Quran, yang membahas macam-macam,
keindahan bahasa dalam al-Quran yang membahas tentang sumpah-sumpah al-Quran.

Pada abad ke-9, Jalaluddin al-Suyuthi menyusun dua kitab, al-Tahbir fi ‘Ulum
al-Tafsir dan al-Itqan fil ‘Ulum al-Quran. Kedua kitab ini puncak karang-mengarang
dalam ulum al-Quran setelah abad ini hampir tidak adalagi yang mampu melampui
batas karyanya. Ini terjadi sebagai akibat meluasnya sifat taklid.

Sejak penghujung abad ke-13 H. sampai saat ini perhatian para ulama
terhadap penyusunan kitab-kitab Ulumul Quran bangkit kembali. Kebangkitan ini
bersamaan dengan masa kebangkitan modern dalam ilmu-ilmu agama lainnya.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Sejarah Pertumbuhan Ulumu Qur'an

a. Ulumul Qur'an pada masa Nabi dan Sahabat


Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya sangat mengetahui makna-
makna Al-Qur'an dan ilmu-ilmunya, sebagaimana pengetahuan para ulama
sesudahnya. Hal itu disebabkan karena Rasulullah yang menerima wahyu dari sisi
Allah SWT, juga mendapatkan rahmat-Nya yang berupa jaminan dari Allah bahwa
kalian pasti bisa mengumpulkan wahyu itu ke dalam dada beliau.

Setiap Rasulullah selesai menerima wahyu ayat Al-Qur'an, beliau


menyampaikan wahyu itu kepada para sahabatnya. Rasulullah SAW menjelaskan
tafsiran-tafsiran ayat Al-Qur'an kepada mereka dengan sabda, perbuatan, dan
persetujuan beliau serta dengan akhlak-akhlak dan sifat beliau. Para sahabat dahulu
tidak / belum membutuhkan pembukuan Ulumul Qur'an itu adalah karena hal-hal
sebagai berikut:

a) Mereka terdiri dari orang-orang Arab murni yang mempunyai beberapa


keistimewaan, antara lain:

 Mempunyai daya hafalan yang kuat

 Mempunyai otak cerdas

 Mempunyai daya tangkap yang sangat tajam

 Mempunyai kemampuan bahasa yang luas terhadap segala macam bentuk


ungkapan, baik prosa, puisi, maupun sajak.

b) Kebanyakan mereka terdiri dari orang-orang yang Ummi, tetapi cerdas.

c) Ketika mereka mengalami kesulitan, langsung bertanya kepada Rasulullah SAW.

d) Waktu dulu belum ada alat-alat tulis yang memadai.

b. Perintis Dasar Ulumul Qur'an dan pembukuannya

a) Perintis Dasar Ulumul Qur'an

Setelah periode pertama berlalu, datanglah masa pemerintahan kahlifah


Utsman bin Affan. Negara-negara Islam pun telah berkembang luas. Orang-orang
Arab murni telah bercampur baur dengan orang-orang asing yang tidak kenal
bahasa Arab. Percampuran bangsa dan akulturasi kebudayaan ini menimbulkan
kekhawatiran-kekhawatiran. Karena itu, Kholifah Utsman bin Affan
memerintahkan

Kaum muslimin agar seluruh ayat-ayat Al-Qur'an yang telah dikumpulkan


pada masa Kholifah Abu Bakar itu dikumpulkan lagi dalam satu mushhaf,
kemudian di kenal dengan nama Mushhaf Utsman. Dengan usahanya itu, berarti
Kholifah Utsman bin Affan telah meletakkan dasar pertama, yang kita namakan
Ilmu Rasmil Qur'an atau Rasmil Utsmani.

b) Pembukuan Tafsir Al-Qur'an

Setelah dirintis dasar-dasar Ulumul Qur'an, kemudian datanglah masa


pembukuan / penulisan cabang-cabang Ulumul Qur'an. Cita-cita yang pertama
kali mereka laksanakan ialah pembukuan Tafsir Al-Qur'an. Sebab, tafsir Al-
Qur'an dianggap sebagai induk dari ilmu-ilmu Al-Qur'an yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

TM. Hasbie Ash-Shiddieqy, Sejarah dan pengantar Ibnu Al-Qur'an, Bulan Bintang,
Jakarta, 1994

Al-Shahih, Shubhi, Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an, Dar altlm li al-Malayin, Beirut,


1977, hal. 120.

Al-Zarqani, Op.Cit, hal. 30.


A. PENDAHULUAN.

Sebagaimana kita ketahui bersama,bahwasanya Alquran alkarim adalah undang-undang


dasar Allh SWT yang kekal dan abadi ia datang ke dunia ini untuk membawa umat
manusia dari lembah-lembah kegelapan yang penuh dengan kebodohan dan
kemusydrikan menuju kepada kondisi cahaya yang terang benderang cahaya yang diliputi
dengan ketauhidan ilmu pengetahuan,kemerdekaan dan peradaban (Moh.Sayyid
Thantawi,2001:9)

Sebelum kita membahas tentang perkembangan ulumul Qur`an, perlu diketahui dulu apa
itu Ulumul Qur`an? ulumul Qur`an terdiri dari dua suku kata,yaitu”ulum” dan “Quran”.

Kata” ulum” merupakan bentuk jamak dari kata “ilmu”.Ilmu yang dimaksud disini ialah
sejumlah materi pembahasan yang dibatasi kesatuan tema atau tujuan.Adapun
Alquran,Sebagaimana didefinisikan oleh ulama Fiqh,dan ulama bahasa adalah kalam
Allah yang lafaznya mengandung mukjizat,membacanya mempunyai nilai
ibadah,diturunkan secara mutawatir,dan ditulis pada mushaf,mulai dari awal surat
Alfatihah (1) sampai akhir surat An-nas (114).Dengan demikian,secara bahasa ulumul
Quran adalah ilmu-ilmu yang berkaitan dengan alquran.

Adapun menurut definisi Ulumul Quran secara istilah ialah ilmu yang mencakup
pembahasan yang berkaitan dengan Asbabun Nuzul( sebab-sebab turunnya
Alquran),kodifikasi dan penulisan Alquran.(Rosihon Anwar,2000:11-12)

B.PERKEMBANGAN ULUMUL QUR`AN

1. Perkembangan Ulumul Qur`an pada abad I H (sebelum fase kodifikasi)

Perintis-perintis Ulumul Quran pada abad ini adalah sebagai berikut:

1) Dari kalangan sahabat:Khulafaurrasyidin,Ibn Abbas,Ibn Mas’ud,Zaid bin Tsabit,Ubai


bin Ka’ab,Abu Musa Al-asy’ari,dan Abdullah bin Zubair.

2) Dari kalangan tabi’in:Mujahid,’Atha’bin Yasar,’Ikrimah,Qatadah,Al-hasan Al-


Bashri,Said bin Jubair,Zaid bin Aslam.

b.Perkembangan Ulumul Qur`an abad II H

Pada masa penyusunan ilmu-ilmu agama yang dimulai sejak abad II H,para ulama
memberikan prioritas atas penyusunan tafsir merupakan induk Ulumul Qur`an.diantara
ulama abad II H.yang menyusun tafsir ialah:

1) Syu’bah al-hajjaj (wafat 160 H)

2) Sufyan bin ‘uyainah (wafat 198 H)


3) Ibn Jarir at-thabari (wafat 310 H).yang mengarang kitab tafsir ath-thabari,yang
bernama:Jaamiul Bayan Fi Tafsiril Quran.

Tafsir Ath-thabari ini merupakan kitab tafsir yang paling besar dengan memakai metode
muqaran (kompertif),sebab,beliau adalah orang pertama yang menafsirkan ayat-ayat
alquran dengan mengemukakan pendapat-pendapat para ulama,dan membandingkan
pendapat sebagian mereka dengan pendapat sebagian yang lain.beliau juga menerangkan
segi I’rob dan istimbat hukumnya.(.Abdul Djalal ,1997:31)

c. Perkembangan Ulumul Qur`an abad III H.

Pada abad III H. selain tafsir dan ilmu tafsir ,para ulama mulai menyusun beberapa ilmu
alquran (Ulumul Qur`an),diantaranya :

1) Ali bin Al Madani (wafat 234 H ),gurunya Imam Al-Bukhori ,yang menyusun ilmu
Asbabun Nuzul

2) Abu Ubaid Al Qasimi bin Salam (wafat 224 H) yang menyusun ilmu Nasikh al
Mansukh, Ilmu Qiraat dan Fadha’il alquran

3) Muhammad bin Ayyub adh-dhurraits (wafat 295 H) yang menyusun ilmu Makki
wa Al-madani.

d.Perkembangan Ulumul Quran abad IV H

Pada abad IV H.mulai disusun Ilmu Gharib Al-quran dan beberapa kitab ulumul quran
dengan memakai istilah ulumul quran .diantara ulama yang menyusun ilmu-ilmu itu
adalah:

1) Abu Bakar As-sijistani (wafat 330 H).yang menyusun kitab gharib al-quran

2) Abu Baker Muhammad bin al-qasim al-anbari (wafat 328 H)yang menyusun kitab
‘Ajaib ‘Ulumul Al-quran

e.Perkembangan ulumul qur`an abad V H

Pada abad V H,mulai disusun ilmu I’rab al-quran dalam satu kitab.namun
demikian,penulisan kitab-kitab ulumul quran masih terus dilakaukan oleh ulama masa
kini,diantara ulama yang berjasa dalam perkembangan ulumul quran pada abad ini
adalah:

1) ‘Ali bin Ibrahim bin Sa’id Al-hufi(wafat 430 H).selain mempelopori penyusunan
I’rab Al-quran,ia pun menyusun kitab Al-Burhan fi’Ulum Al-quran.

2) Abu ‘amr ad-dani (wafat 444 H) yang menyusun kitab At-Taisir fi Qiraat As-Sab’i
dan kitab Al-Muhkam fi An-Naqih.
f.Perkembangan ulumul qur`an abad VI H

Pada abad VI H,disamping terdapat ulama yang meneruskan pengembangan Ulumul


Quran,juga terdpat ulama yang mulai menyusun ilmu Mubhamat Al-quran,diantaranya
adalah:

1) Abu al-qasim bin Abdurrahman As-Suhaili (wafat 581 H) yang menyusun kitab
Mubhamat Alquran.kitab ini menjelaskan maksud kata-kata alquran yang “tidak
jelas”,apa atau siapa yang dimaksud.

2) Ibn Aljauzi(wafat 597 H) yang menyusun kitab Funun Al-Afnan fi ‘Aja’ib


Alquran,dan kitab Al-Mujtab fi ‘Ulum Tata’allaq Bil quran.

g.Perkembangan ulumul qur`an abad VII H.

Pada abad VII H.,ilmu-ilmu alquran terus berkembang dengan mulai tersusunnya ilmu
majaz alquran dan ilmu qiraat. Diantara ulama abadVII menaruh perhatian besar terhadap
ilmu-ilmu ini adalah:

1) Alamuddin As-Sakhawi (wafat 643 H).kitabnya mengenai ilmu qiraat dinamakan


Hidayah Al Murtab fi Mutasyabih

2) Ibn Abd As-Salam (wafat 660mH)menulis kitab Majaz Alquran.

h. Perkembangan ulumul qur`an pada abad VIII H

Pada abad ini muncullah beberpa ulama yang menyusun ilmu baru tentang
alquran.diantaranya:

1) Ibn Abi Alisba menyusun kitab Ilmu Badi’I Alquran

2) Najmudin Ath-Thufi.ia menyusun ilmu Hujaj Alquran atau Ilmu Jadal Alquran

i.Perkembangan ulumul qur`an pada abad IX dan X H

Pada abad ini makin banyak karya para ulama tentang Ulumul Quran.dan pada masa
inilah perkembangan ulumul quran mencapai kesempurnaannya,beberapa ulama yang
menyusun ulumul quran ialah:

1) Jalaluddin Al-Buqini,yang menyusun kitab Mawaqi’al-ulum min Mawaqi’an-


nujum.

2) Jalaluddin’Abdurrahman bin Kamaluddin As-Suyuthi,yang menyusun kitab At-


Tahbir fi ‘Ulum At-Tafsir .Kitab ini merupakan kitab ulumul quran yang paling lengkap
karena memuat 102 macam ilmu alquran
j. Perkembangan ulumul qur`an abad XIV H

Setelah memasuki abad XIV H,perhatian ulama bangkit kembali dalam penyusunan
kitab-kitab yang membahas al-quran dari berbagai segi.

Ada sedikit pengembangan tema pembahasan yang dihasilkan para ulma abad ini
dibandingkan dengan abad-abad sebelumnya,diantaranya berupa penerjemahan al-quran
ke dalam bahasa-bahasa ajam.karya ulumul quran yang lahir pada abad ini, diantaranya
adalah:

1) Syeikh Thahir Al-Jazairi,yang menyusun kitab At-Tibyan fi ‘Ulumulquran

2) Jamaluddin Al-Qasimy,yang menyusun kitab Mahasin At-Ta’wil

3) Ustad Muhammad al-Mubarak yang menyusun kitab Al-Manhaj Al-Khalid.


(Rosihon Anwar,2000:22-28)

C.SEJARAH PENULISAN ALQUR`AN

Jamia’tul quran (pengumpulan al-quran) merupakan suatu istilah yang seringkali dipakai
untuk menjelaskan metode pemeliharaan Al-quran pada masa Rasulullah SAW.jamiatul
quran terkadang dimaksudkan sebagai “pemeliharaan dan penjagaan alam dada(hafalan)
dan terkadang dimaksudkan sebagai “penulis keseluruhannya ,huruf demi huruf,kata
demi kata ,ayat demi ayat dan surat demi surat”.

Yang kedua ini medianya adalah shahifah-shahifah dan lembaran lainnya.sedang yang
pertama medianya adalah hati dan dada.selanjutnya penghimpunan al-quran dalam
pengertian “penulisannya” pada masa awal berlangsung tiga kali,pertama,pada masa Nabi
SAW.kedua,pada masa kekhalifahan Abu Bakar.ketiga,pada masa kekhalifahan utsman.

( Muhammad Chirzin,1998:53 )

a. Pada masa Nabi SAW

Kerinduan nabi terhadap kedatangan wahyu tidak saja diekspresikan dalam bentuk
hafalan tetapi dalam bentuk tulisan.Nabi memiliki sekretaris pribadi yang khusus
bertugas mencatat wahyu yaitu,Abu Baker,Umar,Usman,’Ali,Abban bin Sa’id,Khalid bin
Walid,dan Mu’awiyah bin Abi Sufyan.Proses penulisan Alquran pada masa Nabi
sungguh sangat sederhana.mereka menggunakan alat tulis sederhana dan berupa lontran
kayu,pelepah kurma,tulang belulang,dan batu.

Kegiatan tulis menulis alquran pada masa nabi disamping dilakukan oleh para sekretaris
nabi,juga dilakukan para sahabat lainnya.kegiatan ini didasarkan pada hadist
Nabi,sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Muslim yang berbunyi:

‫) ل تكتبو عني شياء ال القران ومن كتب عني سوى القران فليمحه )رواه مسلم‬
Artinya :”Janganlah kamu menulis sesuatu yang bersal dariku,kecuali Quran.barang
siapa telah menulis dariku selain alquran,hendaklah ia menghapusnya.”(HR.Muslim)

1. Pada masa Khulafaurrasyidin

1) Pada masa Abu Bakar Ash-Siddiq

Pada dasarnya seluruh alquran sudah ditulis pada masa nabi.hanya saja,surat dan ayatnya
dan orang pertama kali menyusunnya dalam satu mushaf ialah Abu Bakar Ash-siddiq

’Abdillah Al-muhasibi berkata didalam kitabnya,Fahm As-Sunnan,penulisan Al-quran


bukanlah sesuatu yang baru sebab Rasulullah pernah memerintahkannya.hanya saja,saat
itu tulisan Al-quran masih terpencar-pencar pada pelepah kurma,batu halus,kulit,tulang
unta,dan bantalan dari kayu,Abu Bakarlah yang berinisiatif menghimpun alquran.
(Rosihon Anwar,2000:40)

c.Pada masa Usman bin Affan

Khalifah bermusyawarah dengan para sahabat kemudian menugaskan Zaid bin Tsabit
mengumpulkan Alquran,bersama Zaid ikut bergabung pula tiga anggota keluarga
Mekkah terpandang,yaitu’Abdullah bin Zubair,Sa’id bin Al’Ash dan Abd Ar-rahman bin
Al-Harits.

‘Usman memutuskan agar mushaf yang beredar memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a) terbukti mutawatir,tidak ditulis berdasarkan riwayat ahad

b) mengabaikan ayat yang bacaannya di nasakh

c) kronologi surat dan ayatnya seperti yang telah ditetapkan atau berbeda dengan
mushaf Abu Bakar

d) sistem penulisan yang digunakan mampu mencakup qira’at yang berbeda sesuai
dengan lafaz-lafaz Alquran ketika diturunkan

e) semua yang bukan termasuk Alquran dihilangkan,misalnya yang ditulis di kushaf


sebagian sahabat dan pencatuman makna ayat atau penjelasan nasikh-mansukh di dalam
mushaf.

Kesimpulan

Ulumul Quran adalah ilmu yang mencakup pembahasan tentang Asbabun Nuzul(sebab-
sebab turunnya Alquran),kodifikasi serta penulisan Alquran.

Perkembangan Ulumul Quran berlangsung sampai abad XIV H


a) Pada abad I H U;lumul Quran baru akan berkembang

b) Pada abad II H para ulama memberikan prioritas atas penyusunan tafsir sebab tafsir
merupakan induk Ulumul Quran

c) Pada abad III H para ulama mulai menyusun beberapa ilmu Alquran (Ulumul Qur`an)

d) pada abad IV H mulai disusun Ilmu Gharib Alquran dan beberapan kitab Ulumul
Quran

e) pada abad V H mulai disusun Ilmu I’rab Alquran dalam satu kitab

f) pada abad VI H ulama mulai menyusun Ilmu Mubhamat Alquran

g) pada abad VII H ilmu-ilmu Alquran terus berkembang dan tersusun Ilmu Majaz
Alquran dan Qira’at

h) VII H ulama terus menyusun ilmu-ilmu baru tentang Ulumul Quran

i) pada abad IX dan X H Ulumul Quran sudah mencapai kesempurnaan

j) pada abad XIV para ulama terus menyusun kitab-kitab yang menbahas Alquran dari
berbagai segi dan mulai saat itulah Ulumul Quran makin berkembang

Penulisan Alquran berlangsung tiga kali:

1) Pada masa Nabi Muhammad saw

2) Pada masa khalifah Abu Bakar As-shiddiq

3) Pada masa khalifah Usman bin Affan.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar,Rosihon,Ulumul Quran,Bandung: Pustaka Setia,2000

Chirzin,Muhammad,Ulumul Quran,Dana Bakti Prima Yosa,1998

Djalal,Abdul,Ulumul Quran, Surabaya:Dunia Ilmu,1997

Sayyid Thantawi,Muhammad,Alquran dan Lailatul Qadar,Pustaka Azam,2001


BAB I
Ulumul Qur’an dan Perkembangannya

A. Definisi Ulumul Qur’an


Kata ulum Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab, yaitu terdiri dari dua kata, yakni: ulum
dan Al-Qur’an, kata ulum secara etimologis adalah pehaman, ma’rifah dan pengetahuan.

Sedangkan kata Al-Qur’an secara etimologis artinya dengan qira’ah;bacaan. Sementara


itu, Al-Qur’an menurut terminologis memiliki definisi sebagai berikut:
1. Para teolog berpendapat Al-Qur’an adalah kalimat-kalimat yang maha bijaksana yang
azali, yang tersusun dari huruf-huruf lafzhiyyah, dzihniyyah dan ruhiyyah
2. Para ulama ahli ushul fiqih menyatakan Al-Qur’an adalah kalam Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW mulai surat al-fatihah sampai akhir surat al-
Nas
3. Ahmad yusuf al-Qasim menyatakan kalam Allah yang mengandung mu’jizat, yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang tertulis dengan mushaf, yang
diriwayatkan secara mutawatir, yang membacanya ibadah. Yang di awali dengan surat
Al-fatihah sampai surat al-Nas
4. Syeh Ali al-shabuni memberikan definisi bahwa Al-Qur’an adalah kalam Allah yang
mengandung mu’jizat, diturunkan kepada Nabi dan Rasul penghabisan dengan perantara
malaikat terpercaya, tertulis dalam mushaf yang dinukilkan kepada kita secara mutawatir,
membacanya merupakan ibadah, yang dimulai dari surat Al-fatihah sampai surat Al-Nas.
B. Ruang Lingkup Pembahasan ulumul Qur’an
Berkenaan dengan persoalan ini, M. Hasbi Ash-Shiddieqi berpendapat bahwa ruang
lingkup pembahasan ulumul Qur’an terdiri atas enam hal pokok berikut ini.
1. Persoalan turunnya Al-Qur’an.
a. Waktu dan tempat turunnya Al-Qur’an
b. Sebab-sebab turunnya Al-Qur’an
c. Sejarah turunnya Al-Qur’an
2. Persoalan sanad.
a. Riwayat mutawatir
b. Riwayat ahad
c. Riwayat syadz
d. Macam-macam Qira’at Nabi
e. Para perawi
f. Cara-cara penyebaran riwayat
3. Persoalan Qira’at.
b. Cara berhanti
c. Cara memulai
d. Imalah
e. Bacaan yang dipanjangkan
f. Bacaan hamzah yang diringankan
g. Bunyi huruf yang sukun dimasukan pada bunyi sesudahnya
4. Persoalan kata-kata Al-Qur’an.
a. Kata-kata Al-Qur’an yang asing.
b. Kata-kata Al-Qur’an yang berubah-ubah harakat akhirnya.
c. Kata-kata Al-Qur’an yang mempunyai makna serupa.
d. Padanan kta-kata aAl-Qur’an.
e. Isti’arah.
f. Penyerupaan.
5. Persoalan makna-maknaAl-Qur’an yang berkaitan dengan hukum.
a. Makna umum yang tetap dalam keumumannya.
b. Makna umum yang dimaksudkan makna khusus.
c. Makna umum yang maknanya dikhususkan sunnah.
d. Nash.
e. Makna lahir.
f. Makna global.
g. Makna yang diperinci.
h. Makna yang tunjukan oleh konteks pembicaraan.
i. Makna yang dapat dipahami dari konteks pembicaran.
j. Nash yang petunjuknya tidak melahirkan keraguan.
k. Nash yang muskil ditafsirkan karena terdapat kesamaran didalamnya.
l. Nash yang maknanya tersembunyi karena suatu sebab yang terdapat pada kata itu
sendiri.
m. Ayat yang menghapus dan yang dihapus.
n. Yang didahulukan.
o. Yang diahirkan.
6. Persoalan makna Al-Qur’an yang berpautan dengan kata-kata AL-Qur’an
a. Berpisah.
b. Bersambung.
c. Uraian singkat.
d. Uraian panjang.
e. Uraian seimbang.
f. Pendek.
C. Cabang-Cabang ulumul Qur’an
a. Ilmu adab tilawat Al-Qur’an.
b. Ilmu tajwid.
c. Ilmu mawathim An-nuzul.
d. Ilmu tawarikh An-Nuzul.
e. Ilmu asbab An-Nuzul.
f. Ilmu Qira’at.
g. Ilmu gharib Al-Qur’an.
h. Ilmu wujuh wa An-Nazha’ir.
i. Ilmu Ma’rifat Al-muhkam dan Al-Mutasyabih.
j. Ilmu Nasikh Al-Mansuk.
k. Ilmu badai’u Al-Qur’an.
l. Ilmu I’jaz.
m. Ilmu tanasub.
n. Ilmu Aqsam.
o. Ilmu amtsal.
p. Ilmu jadal..
BAB II
Sejarah Turunnya Al-Qur’an dan Pemeliharaan Al-Qur’an
A. Pengertian Al-Qur’an
Secara etimologis, Al-Qur’an adalah bentuk mashdar dari kata qa-raa (‫ )قرأ‬sewazan
dengan kata fu’lan (‫)فعل ن‬, artinya bacaan; Dalam pengertian ini, kata. ‫ قرآن‬berarti ‫ مقروء‬,
yaitu isim maf’ul (objek) dari ‫ قرأ‬. Hal ini, sesuai dengan firman Allah dalam surat al-
Qiyamah (75): 17-18:

‫جْمَعُه َوُقْرآَنُه َفإَذأ َقَرْأَنُه َفاَتبْع ُقْرَأَنُه )القيا مة‬


َ ‫عَلْيَنأ‬
َ ‫ن‬
ّ ‫( ِإ‬
Sesungguhnya atas tanggungan kami-lah mengumpulkannya (di dalam) dan (membuatmu
pandai) membacanya. Apabila kami telah selesai membacanya maka ikutilah bacaannya
itu. (QS. Al-Qiyamah: 17-18)
B. Hikmah Di Wahyukannya Al-Qur’an secara bertahap.
1. Memantapkan hati Nabi
2. Menentang dan melemahkan para penentang Al-Qur’an
3. Memudahkan untuk dihapal dan dipahami
4. Mengikuti setiap kejadian (yang menyebabkan turunnya ayat-ayat Al-Qur’an) dan
melakukan penahapan dalam penetapan syari’at,
5. membuktikan dengan pasti bahwa Al-Qur’an turun dari Allah yang maha bijaksana.
C. Proses Penulisan Al-Qur’an
a. Pada masa Nabi
Penulisan Al-Qur’an pada masa Nabi sungguh sangat sederhana, Mereka menggunakan
alat tulis sederhana dan berupa lontaran kayu, pelapah korma, tulang belulang, dan batu,
dalm penulisan ini Nabi mempunyai sekertaris diantaranya: Abu Bakar, Umar,
Ustman,Ali, Abban bin sa’id, Khalid bin Walid, dan muawiyah bin abi sopyan, kegiatan
menulis ini juga tidak sekedar di tulis oleh sekertaris nabi, tetapi juga oleh para sahabat
nabi yang lainnya.
b.Pada masa khulafa al-Rasyidin
1. Pada masa Abu Bakar
Pada dasarnya seluruh Al-Qur’an sudah ditulis pada masa Nabi namun tulisan tersebut
masih berceceran dimana-mana, ketika terjadi perang yamamah pada masa Abu Bakar
banyak para penghapal Al-Qur’an yang meninggal, ketika itu Abu Bakar segara
memanggil zaid bin tsabit untuk segera mengumpulkan tulisan-tulisan yang berceceran
yang ditulis pada masa Nabi di karenakan takut catatan itu hilang karna para penghapal
Al-Qur’an sudah sedikit. Setelah Abu Bakar wafat, suhuf-suhuf Al-Qur’an itu disimpan
oleh kholifhah Umar, setelah Umar wafat, mushaf itu disimpan hafsah dan bukan oleh
ustman.
2. Pada masa Utsman bin Affan
Motifasi penulisan Al-Qur’an pada masa Ustman Karena banyak terjadi perselisihan di
dalam cara membacanya, Inisiatif Ustman untuk mnyatukan penulisan Al-Qur’an
nampaknya sudah jelas, perbedaan cara membaca Al-Qur’an pada saat itu sudah berada
pada titik yang menyebabkan umat islam saling menyalahkan yang pada akhirnya dapat
menyebabkan terjadinya perselisihan di antara mereka. Maka dibuatlah salinan Al-Qur’an
dan yang aslinya di musnahkan agar tidak terjadi perselisihan,
Utsman memutuskan agar Mushaf yang beredar memenuhi persyaratan berikut:
a. terbukti mutawatir.
b. mengabaikan ayat yang bacaannya di-naskh dan ayat tersebut tidak dibaca kembali di
hadapan nabi pada saat-saat terakhir.
c. Kronologi surat dan ayatnya seperti yang telah ditetapkan atau berbeda dengan mushaf
abu bakar.
d. System penulisan yang digunakan mampu mencakup qira’at yang berbeda sesuai
dengan lafazh-lafazh Al-Qur’an ketika diturunkan.
e. Semua yang bukan termasuk Al-Qur’an dihilangkan.
D. pemeliharaan Al-Qur’an sesudah masa Khalifah
Mushaf yang ditulis atas perintah Ustman tidak memiliki harakat dan tanda titik sehingga
dapat dibaca dengan salah satu qira’at yang tujuh, ketika banyak orang non-Arab yang
memeluk islam mereka merasa kesulitan membaca mushaf itu, oleh karena itu pada masa
khalifah Abd Al-Malik (685-705) dilakukan penyempurnaannya. Upaya penyempurnaan
itu tidak berlangsung sekaligus, tetapi bertahap dan dilakukan oleh setiap generasi sampai
abad III H (atau akhir abad IX M).

BAB III
Pengumpulan Al-Qur’an
pada masa Abu Bakar Asidiq dan Utsman bin Affan

A. Pada masa Abu Bakar Asidiq.


Pada dasarnya, seluruh Al-Qur’an sudah ditulis pada masa Nabi. Hanya saja, surat dan
ayatnya masih terpencar-pencar dan orang yang pertama kali menyusunnya dalam satu
mushaf adalah Abu Bakar Ashidiq. Abu ‘Abdillah Al-Muhasibi berkata didalam
kitabnya, Fahm As-Sunan, penulisan Al-Qur’an bukanlah suatu yang baru sebab Rasullah
sendiri pernah memerintahnya. Hanya saja, saat itu tulisan Al-Qur’an masih terpencar-
pencar pada pelapah kurma, batu halus, kulit, tulang unta, dan bantalan dari kayu. Abu
Bakar-lah yang kemudian berinisiatif menghimpun semuanya. Usaha pengumpulan
tulisan al-Qur’an yang dilakukan Abu Bakar setelah terjadi perang yamamah pada tahun
12 H. Peperangan yang bertujuan menumpas par pemurtad yang merupakan pengikut
para Musailamah. Al-Kadzdzab telah mnyebabkan 70 orang penghapal Al-Qur’an syahid.
Khawatir akan semakin hilangnya para penghapal Al-Qur’an yang mengancam
kelestarian Al-Qur’an, Umar menemui khalifah pertama, Abu bakar memintanya untuk
menginstruksikan pengumpulan Al-Qur’an dari berbagai sumber, baik yang tersimpan di
dalam hapalan maupun tulisan.
Zaid bi Tsabit salah seorang sekretaris Nabi dipanggil oleh Abu Bakar. Turut hadir dalam
pertemuan itu ‘Umar bin Al-Khaththab. Dalam pertemuan itu Abu Bakar mengatakan,”
Umar telah mendatangimu dan telah mengatakan bahwa peperanga yamamah telah
berlangsung sengit dan meminta korban sejumlah qari’ Al-Qur’an. Aku khawatir hal itu
meluas kepara penduduk. Apabila hal ini terjadi, banyak penghapal Al-Qur’an yang
hilang. Aku rasa perlunya penghimpunan Al-Qur’an.”
Zaid merasa bahwa tugas yang dipercayakan khalifah Abu Bakar kepadanya bukanlah hal
yang ringan. Sikap kehati-hatin Zaid dalam pengumpulan Al-Qur’an sebenarnya
didasarkan pesan Abu Bakar kepada Zaid dan ‘Umar. Abu Bakar berkata.

‫ل َفاْكُتَباُه‬
ّ ‫با‬
ِ ‫ن ِكَتا‬
ْ ‫يٍء ِم‬
ْ ‫ش‬
َ ‫عَلى‬
َ ‫ن‬
ِ ‫شا ِهَد ْي‬
َ ‫جاَء كَُما ِب‬
َ ‫ن‬
ْ ‫جِد َفَم‬
ِ‫س‬
ْ ‫ب اْلَم‬
ِ ‫عَلى َبا‬
َ ‫ُأْقُعَدا‬
Artinya:
“Duduklah kalian di dekat pintu mesjid. Siapa saja yang datang kepada kalian membawa
catatan al-Qur’an dengan dua saksi, maka catatlah.”
Setelah penulisan ayat-ayat Al-Qur’an selesai, kemudian berdasarkan musyawarah
ditentukan bahwa tulisan Al-Qur’an yang sudah terkumpul itu dinamakan Mushaf.
Setelah Abu Bakar wafat, suhuf-suhuf Al-Qur’an itu disimpan oleh khalifah ‘Umar.
Setelah ‘Umar wafat, Mushaf itu disimpan dan bukan oleh ‘Utsman bin Affan sebagai
khalifah ayng menggantikan ‘umar. Mengapa mushaf itu tidak diserahkan pada khalifah
setelah Umar? Pertanayaan itu logis. Menurut Zarzur, Umar memiliki pertimbangan lain
bahwa sebelum wafat, ia memberikan kesempatan kepada enam sahabat untuk
bermusyawarah menentukan salah seorang dari mereka yang dapat menjadi khalifah.
Kalau ‘Umar memberikan mushaf pada salah seorang diantara mereka, ia khawatir
mendukun salah seorang sahabat yang memegang mushaf tersebut. Oleh karena itu ia
menyerahkan mushaf itu kepada hafsah yang memang lebih layak memegang Mushaf
yang sangat bernilai, terlebih lagi ia adalah istri Nabi dan menghapal Al-Qur’an secara
keseluruhannya.

B. Pada masa Utsman bin Affan


Motifasi penulisan Al-Qur’an pada masa Utsman Karena banyak terjadi perselisihan di
dalam cara membacanya, Inisiatif Utsman untuk mnyatukan penulisan Al-Qur’an
nampaknya sudah jelas, perbedaan cara membaca Al-Qur’an pada saat itu sudah berada
pada titik yang menyebabkan umat islam saling menyalahkan yang pada akhirnya dapat
menyebabkan terjadinya perselisihan di antara mereka. Maka dibuatlah salinan Al-Qur’an
dan yang aslinya di musnahkan agar tidak terjadi perselisihan,
Utsman bin Affan memutuskan agar Mushaf yang beredar memenuhi persyaratan berikut:
a terbukti mutawatir
b mengabaikan ayat yang bacaannya di-naskh dan ayat tersebut tidak dibaca kembali di
hadapan nabi pada saat-saat terakhir.
c Kronologi surat dan ayatnya seperti yang telah ditetapkan atau berbeda dengan mushaf
abu bakar.
d System penulisan yang digunakan mampu mencakup qira’at yang berbeda sesuai
dengan lafazh-lafazh Al-Qur’an ketika diturunkan.
e Semua yang bukan termasuk Al-Qur’an dihilangkan
Sehubungan dengan perbedaan penulisan Al-Qur’an pada masa Abu Bakar dan pada
masa Utsman bin Affan, maka hal itu dapat diliaht berikut ini:
Pada masa Abu Bakar Pada masa Utsman bin Affan
1. Motivasi penulisannya karena kehawatiran sirnanya Al-Qur’an dengan syahidnya
beberapa penghapal Al-Qur’an pada perang yamamah.
2. Abu Bakar melakukannya dengan mengumpulkan tulisan-tulisan Al-Qur’an yang
terpencar-pencar pada pelapah kurma, kulit, tulang, dan sebagainya. 1. Motivasi
penulisannya karena terjadi banyak perselisihan di dalam cara membaca Al-Qur’an
(qira’at).

2. Utsman melakukan dengan menyederhanakan tulisan Mushaf pada satu huruf dari
tujuh huruf yang dengannnya Al-Qur’an turun.

BAB IV
Rasm Al-Qur’an pada masa Utsman
Yang di maksud dengan Rasm Al-Qur’an atau Rasm Utsmani adalah tatacara menuliskan
Al-Qur’an yang di tetapkan pada masa khalifah Utsman bin affan, istilah Rasm Al-
Qur’an lahir bersamaan dengan lahirnya mushaf utsman yaitu mushaf yang ditulis oleh
panitia empat yang terdiri dati zaid bin tsabit, Abdullah bin zubair, sa’id bin Al’ash dan
Abdurahman bin Al-Harits, mushaf utsman ditulis dengan kaidah-kaidah tertentu, para
ulama meringkas kaidah itu menjadi enam istilah:
a. Al-Hadzf (membuang, menghilangkan, atau meniadakan huruf).
b. Al-jiyadah (penambahan).
c. Al-Hamzah, salah satu kaidahnya berbunyi bahwa apabila hamzah berharkat sukun, di
tulis dengan huruf berharakat yang sebelumnya.
d. Badal (pegganti).
e. Washal dan fashal (penyambungan dan pemisahan).
f. Kata yang dapat dibaca dua bunyi. Penulisan kata yang dapat dibaca dua bunyi
disesuaikan dengan salah stu bunyinya didalam mushaf utsmani penulisan kata semacam
itu ditulis dengan menghilangkan alif.
Pendapat Para Ulama Sekitar Rasm Al-Qur’an.
Para ulama berbeda pendapat mengenai status Rasm Al-Qur’an (tatacara penulisan Al-
Qur’an):
a. sebagian dari mereka berpendapat bahwa Rasm Utsmani bersifat tauqifi, yakni bukan
merupakan produk budaya manusia yang wajib di ikuti oleh siapa saja ketika menulis Al-
Qur’an mereka bahkan sampai pada tingkat menyakralkannya.
b. Sebagian besar ulama berpendapat bahwa Rasm utsmani bukan tauqifi, tetapi
merupakan kesepakatan cara penulisan yang disetujui utsman dan diterima umat,
sehingga wajib diikuti dan ditaati siapapun ketika menulis Al-Qur’an.
c. Sebagian dari mereka berpendapat bahwa Rasm Utsmani bukanlah tauqifi. Tidak ada
halangan untuk menyalahinya tatkala suatu generasi sepakat menggunakan cara tertentu
untuk menulis Al-Qur’an yang berlainan dengan Rasm Utsmani
Kaitan Rasm Al-Qur’an dengat qira’at
sebagaimana telah dijelaskan bahwa keberadaan Mushaf ‘Utsmani yang tidak berharakat
dan bertitik itu ternyata masih membuka peluang untuk membacanya dengan berbagai
qira’at (cara membaca Al-Qur’an). Hal itu terbukti dengan masih terdapatnya keragaman
cara membaca Al-Qur’an walaupun setelah muncul Mushaf Utsmani, seperti qira’ah
tujuh, qira’ah sepuluh, qira’ah empat belas. Kenyataan itulah yang meng Ilhami Ibn
Mujahid (859-935) untuk melakukan penyeragaman caram embaca Al-Qur’an menjadi
tujuh cara saja (qira’ah ssab’ah). Tetu bukan ia saja yang berkepentingan dengan langkah
penyeragaman teks ini. Malik bin Anas (w. 795), ulama besar madinah dan pendiri
madzhab Maliki, dengan tegas menyatakan bahwa shalat yang dilaksanakan menurut
bacaan Ibn Mas’ud adalah tidak sah.

BAB V
ASBAB AN-NUZUL

Ungkapan asbab an-nuzul merupakan bentuk idhafah dari kata “asbab “ dan “nuzu ”.
Secara etimologi, asbab an-nuzul adalah sebab-sebab yang melatar belakangi terjadinya
sesuatu. Meskipun penomena yang melatar belakangi terjadinya sesuatu dapat disebut
asbab an-nuzul, dalam pemakaiannya, ungkapan asbab an-nuzul, khusus dipergunakan
untuk menyatakan sebab-sebab yang melatar belakangi turunnya Al Qur’an, seperti
halnya asbab al-wurud secara khusus digunakan sebagai sebab-sebab terjadinya hadis.
Setelah diselidiki, sebab turunnya suatu ayat itu berkisar pada dua hal:
1. bila terjadi peristiwa maka turunlah ayat Al-Qur’an mengenai peristiwa itu.
2. Bila Rasullah di tanya tentang sesuatu hal, maka turunlah ayat Al-Qur’an yang
mengenai hukumnya.
Fungsi asbab an-nuzul dalam memahami Al-Qur’an, yaitu sebagai berikut:
1. Membantu dalam memahami sekaligus mengatasi ketidak pastian dalam menangkap
pesan ayat-ayat Al-Qur’an.
2. Mengatasi keraguan ayat yang diduga mengandung pengertian umum. Menurut Asy-
syafi’i pesan ayat ini tidak bersifat umum (hasr).
3. Mengkhususkan hukum yang terkandung dalam ayat Al-Qur’an.
4. mengidentifikasikan pelaku yang menyebabkan turunnya Al-Qur’an.
5. Memudahkan untuk menghapal dan memahami ayat.
Cara mengetahui Asbab An-Nuzul adalah dengan cara periwayatan. Terkadang terdapat
banyak riwayat mengenai sebab nuzul suatu ayat. Dalam keadaan demikian, sikap
seorang mufasir kepadanya sebagai berikut:
1. Apabila bentuk-bentuk redaksi diriwayatkan tidak tegas.
2. Apabila salah satu bentuk redaksi riwayat itu tidak tegas.
3. Apabila riwayat itu banyak dan semuanya menegaskan asbab nuzul.
4. Apabila riwayat itu sama-sama sahih namun terdapat segi yang memperkuat salah
satunya.
5. Bila riwaya-riwayat itu tidak bisa dikompromikan karena jarak waktu antara sebab-
sebab tersebut berjauhan.
6. Apabila riwayat-riwayat tersebut sama kuat, maka riwayat-riwayat itu dipadukan atau
dikompromikan bila mungkin; hingga mungkin bahwa ayat tersebut turun sesudah terjadi
dua buah sebab atau lebih.
Bentuk-bentuk Asbab An-Nuzul
Dilihat dari sudut pandang redaksi yang dipergunakan dalam riwayat asbab an-nuzul Ada
dua jenis redaksi yang digunakan oleh perawi dalam mengungkapkan riwayat asbab an-
nuzul, yaitu sharih (jelas) dan muhtamil (kemungkinan).
Dilihat dari sudut pandang berbilangnya Asbab An-nuzul untuk satu ayat atau
berbilangnya ayat untuk satu asbab an-nuzul.
a. Berbilang asbab an-nuzul untuk satu ayat (Ta’adad As Sabab wa Nazil Al-Wahid).
b. Variasi ayat untuk Satu sebab (Ta’addud Nazil wa As-Sabab Al-Wahid).

BAB VI
MAKKIYYAH DAN MADANIYYAH

Para sarjana muslim mengemukakan empat persepektif dalam mendefinisikan


terminologi makkiyyah dan madaniyyah. Keempat perspektif itu adalah:
1. Masa turun (zaman an-nuzul) : bahwa yang dimaksud dengan ayat makkiyyah adalah
ayat yang diturunkan sebelum Nabi hijrah ke madinah, dan ayat Madaniyyah adalah ayat
yang diturunkan setelah nabi Hijrah ke Madinah
2. Tempat turun (makan an-nuzul) : bahwa yang di maksud dengan ayat makkiyyah
adalah ayat yang diturunkan di Mekkah, dan ayat madaniyyah adalah ayat yang
diturunkan di Madinah.
3. Obyek pembicaraan (mukhathab) : bahwa yang di maksud makkiyyah adalah ayat-ayat
yang menjadi kitab bagi orang-orang Makkah dan Madaniyyah adalah ayat-ayat yang
menjadi kitab bagi orang-orang madaniyah.
4. Sistem kebiasaan : bahwa ayat-ayat makkiyyah itu ayat-ayat yang berhubungan dengan
aqidah, akhlak dan lain sebagainya, sedangkan ayat-ayat madaniyyah adalah ayat-ayat
yang berhubungan dengan hukum-hukum, juhud, had-had dan lain sebagainya.
Cara mengetahui makkiyyah dan Madaniyyah dalam menetapkan ayat-ayat al-Qur’an
yang termasuk kategori Makiyyah dam Madaniyyah, para sarjana muslim berpegang
teguh pada dua perangkat pendekatan berikut: Pendekatan tranmisi dan pendekatan
analogi (qiyas).
Ciri-ciri Spesifik Makkiyyah dan Madaniyah
seperti telah diuraikan di atas, bahwa cirri-ciri spesifik Makkiyyah dan Madaniyyah
dalam menguraikan kronologi Al-Qur’an, mereka mengajukan dua titik tekan dalam
usahanya itu, yaitu titik tekan analogi dan titik tekan tematis. Dari titik tekan tekan
pertama mereka mempormulasikan cirri-ciri khusus Makkiyyah dan Madaniyyah sebagai
berikut:
1. Makkiyyah
a. Di dalamnya terdapat ayat sajdah;
b. Ayat-ayatnya dimulai dengan kata kalla;
c. Dimulai dengan ungkapan yaa ayyuha an-nnas dan tidak ada ayat yang dimulai dengan
ungkapan yaa ayyuha al-ladziina,kecuali dalam surat Al-Hajj [22], karena di penghujung
surat itu terdapat sebuah ayat yang dimulai dengan ungkapan yaa ayyuha al-ladziina.
d. Ayat-ayatnya mengandung kisah para Nabi dan umat-umat terdahulu;
e. Ayat-ayatnya berbicara tentang kisah Nabi Adam dan iblis, kecuali surat Al-baqarah
[2];dan
f. Ayat-ayatnya dimulai dengan huruf-huruf terpotong-potong seperti alif lam mim dan
sebagainya, kecuali surat Al-baqarah[2] dan Ali imron [3];
2. Madaniyyah
a. mengandung ketentuan-ketentuan fara’id dan hadd;
b. Mengandung sindiran-sindiran terhadaf kaum munafik, kecuali surat al-ankabut[29];
dan
c. Mengandung uraian tentang perdebatan dengan ahli kitab
Sedangkan berdasarkan titik tekan tematis, para ulama merumuskakn cirri-ciri Sfesifik
makkiyyah dan Madaniyyah sebagai berikut:
1. Makkiyyah
a. menjelaskan ajaran monotheisme, ibadah kepada Allah semata, penetapan risalah
kenabian, penetapan hari kebangkitan dan pembalasan, uraian tentang hari kiamat dan
perihalnya,dan lain sebagainya
b. menetapkan pondasi-pondasi umum bagi pembentukan hukum syara’dan keutamaan
keutamaan akhlak yang harus dimiliki anggota masyarakat;
c. menuturkan kisah para Nabi dan umat-mat terdahlu serta perjuangan Nabi Muhammad
dalam menghadapi tantangan-tantangan kelompok musyrikin;
d. ayat dan suratnya pendek-pendek
e. banyak mengandung kata-kata sumpah;
2. Madaniyyah
a. menjelaskan permasalahan ibdah, muamalah, hudud, bangunan rumah tangga, warisan,
jihad, kehidupan sosisal, aturan-aturan pemerintah menangani perdamaian dan
peperangan, serat pembentukan hukum-hukum syara’;
b. mengkhitabi ahli kitab yahudi dan nasrani dan mengajaknya masuk islam
c. mengungkap langkah-langkah orang-orang munafik;
d. surat dan sebagian ayat-ayatnya panjang
Urgensi Tentang Makkiyyah dan Madaniyyah
Manna Al-Qaththan mendeskripsikan urgensi mengetahui Makkiyyah dan Madaniyyah
sebagai berikut:
1. Membantu dalam menafsirkan Al-Qur’an.
2. pedoman bagi langkah-langkah dakwah.
3. memberi informasi tentang sirah kenabian.
BAB VII
MUHKAM DAN MUTASYABIH

Menurut etimologi muhkam artinya suatu ungkapan yang maksud makna lahirnya tidak
mungkin diganti atau diubah, adapun mutasyabih adalah ungkapan yang dimaksud makna
lahirnya samar. Pada intinya Muhkam adalah ayat-ayat yang maknanya sudah jelas, tidak
samar lagi.masuk ke dalam kategori muhkam adalah nash (kata yang menunjukan sesuatu
yang dimaksud dengan terang dan tegas, dan dan memang untuk makna itu ia disebutkan)
dan zharih (makna lahir). Adapum mutasyabih adalah ayat yang maknanya belum jelas.
Masuk kedalam kategori mutasyabih ini adalah mujmal (global), mu’awal (harus
ditakwil) musykil dan mubham (ambigus).
Pandangan Para Ulama Terhadap Ayat-ayat Muhkam dan Mutasyabih
Shubhi Al-salih membedakan pendapat ulama kedalam dua mazhab yaitu:
1. Mazhab Salaf.
Yaitu orang-orang yang mempercayai dan mengimani sifat-sifat Allah sendiri,mereka
mepunyai dua argument yaitu aqli dan naqli, aqli adalah bahwa menentukan maksud dari
ayat-ayat mutsyabihat hanyalah berdasarkan kaidah-kaidah kebahasaan dan
penggunaannya dikalangan bangsa Arab, sedangkan dalil naqli mereka mengemukakan
beberapa hadits salah satunya yang dikkeluarkan oleh bukhori dan muslim dan yang
lainnya dari aisyah.
2. Mazhab Khalaf
Yaitu ulama yang menakwilkan lafal yang makna lahirnya mustahil kepada makna yang
lain dengan zat Allah. Contoh dalam surat al-fatah ayat 10 disana dikatakan “yadullahi
fauqa aidihim” yang artinya tangan Allah di atas tangan mereka, pandangan mazhab salaf
bahwa tangan Allah itu dikembalikan lagi terhadap hakikat Allah tetapi pandangan
mazhab salaf bahwa tangan disini dimaknai dengan kekusaan Allah.
Fawatih As-Suwar
Setelah basmalah, terdapat dalam 29 surat sekelompok huruf kadang-kala bahkan huruf
tunggal-yang telah banyak menyebabkan diskusi dan refleksi dalam sejarah pemikiran
umat islam, ada kurang lebih pendapat yang berkaitan dengan persoalan ini. Dilafalkan
secara terpisah sebanyak huruf yang berdiri sendiri. Huruf muqaththa’ah (huruf-huruf
yang terpotong-potong) disebut fawatih suwar (pembuka surat), menurut as-suyuti,
tergolong dalam ayat mutasyabih, itulah sebabnya, banyak telaah tafsirilah untuk
mengungkapkan rahasia yang terkandung di dalamnya.
Hikmah Adanya ayat-ayat Muhkam dan Mutasyabih
1. memperlihatkan kelemahan akal manusia.
2. teguran bagi orang-orang yang mengotak-atik ayat mutasyabih.
3. memberikan pemahaman yang abstrk-ilahiah kepada manusia melalui pengalaman
indrawi yang biasa disaksikannya.

You might also like