Professional Documents
Culture Documents
Sebenarnya dampak pemanasan global sudah mulai dicermati sejak sekitar 20 tahun
yang lalu. Ada laporan ilmuwan tahun 1990 tentang perubahan iklim memberi tanda bahaya
bagi kehidupan umat manusia, dan mendesak agar dibentuk suatu kesepakatan global untuk
mengatasi perubahan iklim. Pada tahun 1992 disepakati konvensi PBB tentang perubahan
iklim (United Nations Frameworks Convention on Climate Change atau UNFCCC) yang
tujuan pokoknya menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) pada tingkat yang aman
dan tidak mengganggu iklim global.
Salah satu solusi menarik yang ditawarkan dalam protokol Kyoto adalah CDM karena
begitu sulit memaksa negara-negara tersebut mengurangi emisi karbonnya, akibat begitu
besarnya ketergantungan mereka pada konsumsi bahan bakar minyak. Sampai sekarang
Amerika Serikat saja masih menolak protokol Kyoto.
Melalui mekanisme ini, sebuah proyek penurunan emisi oleh suatu negara atau sektor
swasta dapat disertifikasi oleh PBB, sehingga mendapatkan Certified Emissions Reduction
(CERs),disebut juga Carbon Credits. Mekanisme ini dapat memberi keuntungan finansial,
sekaligus mendukung penanaman modal asing, terbukanya peluang usaha dan lapangan kerja
baru, alih teknologi serta pembangunan berkelanjutan.
Istilah “reduksi emisi karbon” bukan hanya berarti pengurangan kadar karbon yang
sudah ada saat ini di udara, tetapi merupakan upaya menekan bertambahnya emisi GRK
akibat penggunaan bahan bakar fosil. Jadi, angka-angka tersebut pada dasarnya adalah
jumlah karbon yang diemisikan jika tanpa proyek CDM.
Kelemahan solusi ini adalah keleluasaan negara industri maju untuk tetap mengotori
atmosfer selama masih mampu membeli CER sebagai kompensasi. Tetapi, keuntungan yang
dapat diambil oleh negara berkembang adalah peluang membankitkan perekonomian dengan
negara dengan usaha konservasi lingkungan yang menjadi bernilai ekonomi, bukan sekedar
beban biaya seperti selama ini. Menurut Agus P.Sari, Direktur Regional Asia Tenggara
EcoSecurities ,salah satu pemain besar perdagangan karbon yang bermarkas di Oxford,
Inggris, dengan adanya CDM, pengelolaan lingkungan juga berarti aset berharga.
Di samping solusi yang di atas yang telah berjalan selama kurun waktu 15 tahun ini,
masih terdapat banyak upaya konservasi lingkungan dari dampak teknologi yang terus
bergerak maju, bahkan dengan melibatkan teknologi itu sendiri. Salah satu di antaranya
adalah membentuk komitmen bersama negara maju dan berkembang untuk mulai beralih
pada pemafaatan teknologi ramah lingkungan menggantikan atau memperbarui teknologi
konvensional yang telah banyak mencemari lingkungan, mengganti sumber bahan bakar
industri dari fosil dengan energi terbarukan/alternatif, pengelolaan limbah yang tepat dan
bertanggung jawab, serta peremajaan bumi dengan reboisasi kawasan hutan penyerap karbon
secara besar-besaran dan berkesinambungan.
Langkah konkret yang dapat diambil adalah dengan menciptakan tren opini global
lewat media internasional -yang notabene dikuasai negara maju- untuk mengkampanyekan
penggantian energi fosil dengan energi terbarukan untuk kelangsungan kehidupan generasi
mendatang di bumi ini, kemudian mempersiapkan studi kelayakan pemanfaatan sumber
energi terbarukan sesuai potensi wilayah masing-masing. Bagi negara-negara yang telah
menjadikan energi terbarukan sebagai bagian dari aktivitas industrinya, perlu mem-break-
down teknologi pemanfaatan energi terbarukan kepada negara yang belum dapat
melaksanakannya dalam rangka ikut berpartisipasi aktif menyelamatkan bumi, bukan hanya
berorientasi ekonomi untuk menghemat bahan bakar industrinya. Alih teknologi energi
terbarukan merupakan langkah akselerasi untuk menanggulangi bahaya dampak pencemaran
lingkungan lebih lanjut.
Referensi :