You are on page 1of 13

Skenario

Seorang anak laki-laki, 9 tahun diantar ibunya ke puskesmas karena dalam 3 minggu ini batuk-batuk
terus disertai demam ringan, nafsu makan berkurang, buang air besar sering cair dan kadang sakit
perut. Berat badannya berkurang. Pemeriksaan darah : eosinofil 15%. Pemetikasaan foto thorax
ditemukan infiltrat.

Kata/Kalimat Kunci

 Anak laki-laki, 9 tahun


 Batuk-batuk
 Demam ringan
 Nafsu makan berkurang
 Buang air besar cair dan Sakit perut
 Berat badan berkurang
 Eosinofil 15%
 Infiltrat

Pertanyaan

1. Jelaskan dan sebutkan klasifikasi helminth !


2. Jelaskan dan sebutkan klasifikasi helminth yang termasuk “soil transmittedhelminth” dan
“non-soil transmitted helminth” !
3. Jelaskan patomekanisme dari skenario !
4. Jelaskan langkah-langkah diagnostik yang harus dilakukan untuk skenario!
5. Jelaskan dignosis banding dari skenario !
1. Definisi dan Etiologi
2. Daur hidup dan Patomekanisme
3. Manifestasi Klinis
4. Pemeriksaan penunjang
5. Pengobatan
6. Profilaksis dan Pemberantasan
7. Epidemiologi dan Cara penularan

Hipotesis

Setelah brainstorming pada pertemuan pertama kelompok 1 (satu) menentukan hipotesis sementara
bahwa dari gejala dan tanda yang ada pada skenario pasien menderita Askariasis.

Pembahasan

Berdasarkan jalur hidup cacing dibagi menjadi dua bagian, yaitu : Soil Transmitted Helminths (STH)
dan Non-soil Transmitted Helminth (NSTH) . Ini dibedakan karena jika STH dapat hidup di tanah
sedangkan NSTH tidak hidup di tanah.

Berdasarkan taksonomi helmint terbagi menjadi :

1. Nemalthelminthes (cacing gilik, nematoda)

Staduim dewasa yang termasuk dalam kelas ini adalah kelas Nematoda. Nematoda juga dibagi menjadi
dua bagian kembali yaitu Nematoda usus dan nematoda jaringan. Untuk nematoda usus dibagi menjadi
nematoda STH (soil transmitted helminth) dan non-STH.

Nematoda Usus Nematoda Jaringan


STH (soil transmitted helminth)  Wuchereria bancrofti  
Ascaris lumbricoides Brugia malayi

Trichuris trichiura Brugia timori

Ancylostoma duodenale Oncocerca volvulus

Ancylostoma branziliense Loa loa

Ancylostoma caninum

Necator americanus

Strongiloides stercoralis

Non-STH

Oxyuris vermicularis

Trichinella spiralis

2. Platyhelminthes (cacing pipih)

Cacing dewasa yang termasuk Platyhelminthes yaitu kelas Trematoda (cacing daun) dan kelas Cestoda
(cacing pita).

Trematoda Cestoda
Trematoda Hati  Taenia saginata  

Clonorchis sinensis Taenia solium

Opisthochis felineus Diphyllobothrium latum

Opisthoirchis viverrini Hymenolepis nana

Fasciola Echinococcus granulosus

Trematoda Usus Echinooccus multilocularis

Fasciolopsis buski

Echinostomatidae

Heterophyidae

Trematoda Paru

Paragonimus westermani

Trematoda Darah

Schistosoma japonicum
Schistosoma mansoni

Schistosoma haematobium

Dari kasus yang telah di analisis saat ini kelompok kami menyimpulkan kasus pada skenario tersebut
adalah Askariasis, jadi kami menjelaskan gejala-gejala tersebut berdasarkan alur hidup dan
patomekanisme Askariasis.

Daur Hidup Ascaris lumbricoides

Manusia merupakan satu-satunya hospes definitif Ascaris lumbricoides, jika tertelan telur yang infektif,
maka didalam usus halus bagian atas telur akan pecah dan melepaskan larva infektif dan menembus
dinding usus masuk kedalam vena porta hati yang kemudian bersama dengan aliran darah menuju
jantung kanan dan selanjutnya melalui arteri pulmonalis ke paru-paru dengan masa migrasi
berlangsung selama sekitar 15 hari. Dalam paru-paru larva tumbuh dan berganti kulit sebanyak 2 kali,
kemudian keluar dari kapiler, masuk ke alveolus dan seterusnya larva masuk sampai ke bronkus,
trakhea, laring dan kemudian ke faring, berpindah ke osepagus dan tertelan melalui saliva atau merayap
melalui epiglotis masuk kedalam traktus digestivus. Terakhir larva sampai kedalam usus halus bagian
atas, larva berganti kulit lagi menjadi cacing dewasa. Umur cacing dewasa kira-kira satu tahun, dan
kemudian keluar secara spontan.

Siklus hidup cacing ascaris mempunyai masa yang cukup panjang, dua bulan sejak infeksi pertama
terjadi, seekor cacing betina mulai mampu mengeluarkan 200.000–250.000 butir telur setiap harinya,
waktu yang diperlukan adalah 3 – 4 minggu untuk tumbuh menjadi bentuk infektif.  Jumlah telur
ascaris yang cukup besar dan dapat hidup selama beberapa tahun maka larvanya dapat tersebar dimana-
mana, menyebar melalui tanah, air, ataupun melalui binatang. Maka bila makanan atau minuman yang
mengandung telur ascaris infektif masuk kedalam tubuh maka siklus hidup cacing akan berlanjut
sehingga larva itu berubah menjadi cacing. Jadi larva cacing ascaris hanya dapat menginfeksi tubuh
melalui makanan yang tidak dimasak ataupun melalui kontak langsung dengan kulit.

Patomekanisme Gejala & Tanda pada Kasus

Batuk-batuk selama 3 minggu

Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase inspirasi, fase kompresi dan
fase ekspirasi. Batuk biasanya bermula dari inhalasi sejumlah udara, kemudian glotis akan menutup
dan tekanan di dalam paru akan meningkat yang akhirnya diikuti dengan pembukaan glotis secara tiba-
tiba dan ekspirasi sejumlah udara dalam kecepatan tertentu.

Fase inspirasi dimulai dengan inspirasi singkat dan cepat dari sejumlah besar udara, pada saat ini
glotis secara refleks sudah terbuka. Volume udara yang diinspirasi sangat bervariasi jumlahnya,
berkisar antara 200 sampai 3500 ml di atas kapasitas residu fungsional. Setelah udara di inspirasi, maka
mulailah fase kompresi dimana glotis akan tertutup selama 0,2 detik. Pada masa ini, tekanan di paru
dan abdomen akan meningkat sampai 50/100 mmHg. Tertutupnya glotis merupakan ciri khas batuk,
yang membedakannya dengan manuver ekspirasi paksa lain karena akan menghasilkan tenaga yang
berbeda. Tekanan yang didapatkan bila glotis tertutup adalah 10 sampai 100% lebih besar daripada cara
ekspirasi paksa yang lain. Di pihak lain, batuk juga dapat terjadi tanpa penutupan glotis. Kemudian,
secara aktif glotis akan terbuka dan berlangsunglah fase ekspirasi. Udara akan keluar dan
menggetarkan jaringan saluran napas serta udara yang ada sehingga menimbulkan suara batuk yang
kita kenal. Arus udara ekspirasi yang maksimal akan tercapai dalam waktu 3050 detik setelah glotis
terbuka, yang kemudian diikuti dengan arus yang menetap. Kecepatan udara yang dihasilkan dapat
mencapai 16.000 sampai 24.000 cm per menit, dan pada fase ini dapat dijumpai pengurangan diameter
trakea sampai 80%.

Refleks Batuk

Refleks batuk terdiri dari 5 komponen utama yaitu reseptor batuk, serabut saraf aferen, pusat batuk,
susunan saraf  eferen dan efektor. Batuk bermula dari suatu rangsang pada reseptor batuk. Reseptor ini
berupa serabut saraf non mielin halus yang terletak baik di dalam maupun di luar rongga toraks. Yang
terletak di dalam rongga toraks antara lain terdapat di laring, trakea, bronkus dan di pleura. Jumlah
reseptor akan semakin berkurang pada cabang-cabang bronkus yang kecil, dan sejumlah besar reseptor
didapat di laring, trakea, karina dan daerah percabangan bronkus. Reseptor bahkan juga ditemui di
saluran telinga, lambung, hilus, sinus paranasalis, perikardial dan diafragma.

Serabut aferen terpenting ada pada cabang nervus vagus, yang mengalirkan rangsang dari laring,
trakea, bronkus, pleura, lambung dan juga rangsang dari telinga melalui cabang Arnold dari n. Vagus.
Nervus trigeminus menyalurkan rangsang dari sinus paranasalis, nervus glosofaringeus menyalurkan
rangsang dari faring dan nervus frenikus menyalurkan rangsang dari perikardium dan diafragma.

Serabut aferen membawa rangsang ini ke pusat batuk yang terletak di medula oblongata, di dekat pusat
pernapasan dan pusat muntah. Kemudian dari sini oleh serabut-serabut eferen nervus vagus, frenikus,
interkostal dan lumbar, trigeminus, fasialis, hipoglosus dan nervus lainnya menuju ke efektor. Efektor
ini terdiri dari otot-otot laring, trakea, bronkus, diafragma, otot-otot interkostal dan lain-lain. Di daerah
efektor inilah mekanisme batuk kemudian terjadi.

Jika dihubungkan dengan skenario, batuk yag terjadi dikarenakan  perkembang biakan larva yang
melewati bronkus, trakea, laring, dan faring serta esofagus merangsang resptor batuk yang ada pada
saluran napas tersebut merangsang N.Vagus untuk mengalirkan reseptor tersebut ke medulla oblongata
dan akhirnya merangsang nucleus otak, khususnya pusat batuk.

Demam Ringan

Demam atau febris merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan suhu tubuh, dimana suhu
tersebut melebihi dari suhu tubuh normal (>37,2oC).

Proses perubahan suhu yang terjadi saat tubuh dalam keadaan sakit lebih dikarenakan oleh zat toksin
yang masuk kedalam tubuh. Umumnya, keadaan sakit terjadi karena adanya proses peradangan
(inflamasi) di dalam tubuh. Proses peradangan itu sendiri sebenarnya merupakan mekanisme
pertahanan dasar tubuh terhadap adanya serangan yang mengancam keadaan fisiologis tubuh. Proses
peradangan diawali dengan masuknya zat toksin (mikroorganisme, yaitu cacing Ascaris lumbricoides)
kedalam tubuh kita. Mikroorganisme (MO) yang masuk kedalam tubuh umumnya memiliki suatu zat
toksin tertentu yang dikenal sebagai pirogen eksogen. Dengan masuknya MO tersebut, tubuh akan
berusaha melawan dan mencegahnya dengan memerintahkan tentara pertahanan tubuh antara lain
berupa leukosit, makrofag, dan limfosit untuk memakannya (fagositosit). Dengan adanya proses
fagositosit ini, tentara-tentara tubuh itu akan mengeluarkan senjata, berupa zat kimia yang dikenal
sebagai pirogen endogen (khususnya IL-1) yang berfungsi sebagai anti infeksi. Pirogen endogen yang
keluar, selanjutnya akan merangsang sel-sel endotel hipotalamus untuk mengeluarkan suatu substansi
yakni asam arakhidonat. Asam arakhidonat dapat keluar dengan adanya bantuan enzim fosfolipase A2.
Asam arakhidonat yang dikeluarkan oleh hipotalamus akan pemacu pengeluaran prostaglandin (PGE2).
Pengeluaran prostaglandin dibantu oleh enzim siklooksigenase (COX). Pengeluaran prostaglandin akan
mempengaruhi kerja dari termostat hipotalamus. Sebagai kompensasinya, hipotalamus akan
meningkatkan titik patokan suhu tubuh (di atas suhu normal). Adanya peningkatan titik patokan ini
dikarenakan termostat tubuh (hipotalamus) merasa bahwa suhu tubuh sekarang dibawah batas normal.
Akibatnya terjadilah respon dingin/menggigil. Adanya proses mengigil (pergerakan otot rangka) ini
ditujukan untuk menghasilkan panas tubuh yang lebih banyak dan terjadilah demam.
 

BAB cair

Ketika larva cacing Ascaris lumbricoides masuk ke dalam tubuh manusis melalui makanan yang
akhirnya masuk ke dalam usus, maka di dalam usus akan terjadi reaksi inflamasi agar tetap terjadi
pertahanan tubuh pada tubuh hospes. Saat terjadi reaksi inflamai dalam usus maka terjadi peningkatan
sekresi cairan dan elektrolit yang akhirnya akan menyebabkan isis rongga dalam usus meningkat dan
ankhirnya BAB cair (diare).

Sakit Perut

Sakit perut dapat dihubungkan karena terjadinya penumpukan cacing dalam usus yang pada dasarnya
daur hidup larva dalam usus akan mengembangbiakan cacing sebanyak 20 sampai 20.000, dan dapat
juga terjadi karena sifat Ascaris lumbricoides yang dapat merusak usus dengan cara memakan protein-
protein yang masuk melalui makanan dari hospes sehingga menyebabkan gerakan peristaltik pada usus
berlebihan.

Berat Badan Berkurang

Berat badan berkurang terjadi karena hubungan antara anoreksia, BAB cair dan sakit perut.

Eosinofil 15%

Jika dilihat pada kadar normalnya yang sebesar 1-4% pada kasus di  skenario ini terjadi eosinofilia.
Eosinofilia adalah tingginya rasio eosinofil di dalam plasma darah. Eosinofilia bukan merupakan suatu
penyakit, tetapi merupakan respon terhadap suatu penyakit. Peningkatan jumlah eosinofil dalam darah
dipicu sekresi interleukin-5 oleh sel T, mastosit dan makrofag, biasanya menunjukkan respon yang
tepat terhadap sel-sel abnormal, parasit atau bahan-bahan penyebab reaksi alergi (alergen).

Pada awalnya eosinofil terjadi pada sumsum tulang. Tetapi setelah dibuat di dalam sumsum tulang,
eosinofil akan memasuki aliran darah dan tinggal dalam darah hanya beberapa jam, kemudian masuk
ke dalam jaringan di seluruh tubuh. Jika suatu bahan asing masuk ke dalam tubuh, akan terdeteksi oleh
limfosit dan neutrofil, yang akan melepaskan bahan untuk menarik eosinofil ke daerah ini. Eosinofil
kemudian melepaskan bahan racun yang dapat membunuh parasit dan menghancurkan sel-sel yang
abnormal.

Infiltrat

Adanya infiltrat pada pada saat pemeriksaan paru-paru pasien karena ketika terjadi daur hidup cacing
pada tubuh manusia, cacing tersebut melewati paru-paru dan membuat kerusakan pada paru-paru
sehingga sel leukosit yang ada di paru-paru menggumpan dan membentuk konsolidasi.

Diagnosis Banding

Askariasis
Definisi & etiologi

Askariasis adalah suatu penyakit parasit yang disebabkan oleh cacing Ascaris lumbricoides

Manifestasis Klinis

 Batuk
 Demam
 Eosinofilia
 Infiltrat (menghilang dalam waktu 3 minggu)
 Mual
 Nafsu makan berkurang
 Diare atau konstipasi
 Malnutrisi
 Malabsorpsi
 Obstruksi usus (ileum)

Epidemiologi & Cara Penularan

Di Indonesia prevalensi askariasis tinggi, terutama pada anak. Frekuensinya 60-90%. Kurangnya
pemakaian jamban keluarga menimbulkan pencemaran tanah dengan tinja di sekitar halaman rumah, di
bawah pohon, di tempat memncuci dan di tempat pembuanagn sampah. Tanah liat, kelembaban tinggi
dan suhu 25-30oC merupakan kondisi yang sangat baik untuk berkembangnya telur Ascaris
lumbricoides menjadi bentuk infektif.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan tinja secara langsung untuk mengetahui cacing tersebut.

Pengobatan

Untuk perorangan dapat digunakan bermacam-macam obat misalnya piperasin, pirantel pamoat 10
mg/kg berat badan, dosis tunggal mebendazol 500 mg atau albendazol 400 mg.

Untuk pengobatan masal perlu beberapa syarat, yaitu :

 Obat mudah diterima masyarakat


 Aturan pemakaian sederhana
 Mempunyai efek samping yang minim
 Bersifat polivalen, sehingga berkhasiat terhadap beberapa jenis cacing
 Harganya murah

Obat yang diberikan untuk pengobatan massal adalah albendazol 400 mg 2 kali setahun.

Ancylostomiasis

Definisi dan Etiologi

Ancylostomiasis adalah penyakit parasit yang disebabkan oleh cacing Ancylostoma duodenale

Epidemiologi dan Cara Penularan


Insidensi tinggi ditemukan pada penduduk di Indonesia, terutama di daerah pedesaan, khususnya di
perkebunan. Seringkali pekerja perkebunan yang langsung berhubungan dengan tanah mendapat
infeksi lebih dari 70%

Kebiasaan defekasi di tanah dan pemakaian tinja sebagai pupuk kebun (di berbagai daerah tertentu)
penting dalam penyebaran infeksi. Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva ialah tanah gembur
(pasir, humus) dengan suhu optimum 23o-25o C.

Daur Hidup & Patomekanisme

Telur dikeluarkan dengan tinja dan setelah menetas dalam waktu 1-1,5 hari, kelurlah larva rabditoform.
Dalam waktu ± 3 hari larva rabditiform tumbuh menjadi larva filariform, yang dapat menembus kulit
dan dapat hidup selama 7-8 minggu di tanah.

Telur cacing tambang yang besarnya ± 60×40 mikron, berbentuk bujru dan mempunyai dinding tipis.
Di dalamnya terdapat beberapa sel. Larva rabditiform panjangnya ± 250 mikron, sedangkan larva
filariform panjangnya ± 600 mikron

Daur hidup :

Telur –> larva rabditiform –> larva filariform –> menembus kulit –> kapiler darah –> jantung kanan –
> paru –> bronkus –> trakea –> laring –> usus halus

Manifestasi Klinik

1. Stadium larva :

Ground itch dan penyakit wakana dengan gejala mual, muntah, iritasi faring, batuk, sakit leher, dan
serak

2. Stadium dewasa

 Anemia hipokrom mikrositer


 Eosinofilia
 Daya tahan tubuh berkurang
 Prestasi kerja menurun

Pemeriksaan Penunjang

 Pemeriksaan tinja dengan pemeriksaan mikroskop


 Biakan Harada-Mori

Pengobatan

Dengan pemberian pirantel pamoat 10mg/kg berat badan

Profilasksis dan Pemberantasan Penyakit Cacing

1. Memutuskan daur hidup dengan cara :

 Defekasi di jamban
 Menjaga kebersihan, cukup air bersih di jamban, untuk mandi dan cuci tangan teratur
 Memberi pengobatan masal dengan obat entelmintik yang efektif, terutama kepada golongan
rawan

2. Penyuluhan kepada masyarakat mengenai sanitasi lingkungan yang baik dan cara menghindari
infeksi cacing

3. Menggunakan alas kaki bila bermain di tempat yang bertanah gembur

4. Dilakukan penyuluhan tentang parasit ini

5. Membiasakan tidak menggunakan tinja sebagai pupuk

TB Paru

Definisi dan Etiologi

Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit yang dapat diobati, yang disebabkan oleh bakteri (kuman)
Mycobacterium tuberculosis. TBC dapat merusakkan paru-paru atau bagian tubuh lain dan
mengakibatkan penyakit parah.

Patomekanisme

1. Tuberkulosis Primer

Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersihkan keluar menjadi droplet
nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara selama 1-2 jam
tergantung, pada ada tidaknya sinar ultraviolet, vemtilasi yang buruk dan kelembaban. Dalm suasana
lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini
terisap oleh orang sehat, ia akan menempel menempel pada saluran napas atau jaringan paru. Partikel
dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel <5 μ. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofil,
kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag
keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya.

Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sito-plasma makrofag. Di sini ia dapat
terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang
tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau efek primer atau sarang (fokus) Ghon.
Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjala sampai ke pleura, maka
terjadilah efusi pleura. Kuman dapat juga masuk saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan
kulit, terjadi limfadenopati regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh
organ seperti paru, otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke artei pulmonalis maka akan terjadi penjalaran ke
seluruh bagian paru menjadi TB milier.

Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal), dan
juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis
lokal + limfadenitis regional = kompleks primer (Ranke). Semua proses ini memakan waktu 3-8
minggu. Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi :

 Sembuh sama sekali tanpa meniggalkan cacat. Ini yang banyak terjadi.
 Sembuh dengan meniggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi di hilus,
keadaan ini terdapat pada lesi pnemonia yang luasnya >5 mm dan ± 10% diantaranya dapat
terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang dormant.
 Berkomplikasi dan menyebar secara : a). Per kontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya, b).
Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di sebelahnya. Kuman dapat
juga tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus, c). Secara limfogen, ke
organ tubuh lain-lainnya, d). Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya.

2. Tuberkulosis Pasca Primer (Tuberkulosis Sekunder)

Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi
endogen menjadi tuberkulosis dewasa (tuberkulosis post primer = TB pasca primer = TB sekunder)
mayoritas terinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti
malnutrisi, alkohol. Penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal. Tuberkulosis pasca-primer ini
dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru (bagian apikal-posterior lobus superior
atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru.

Sarang dini ini muka-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu sarang ini
menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel Histosit dan sel Datia-Langhans (sel
besar dengan benyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat.

TB pasca primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda menjadi TB usia tua (elderly
tuberculosis). Tergantung dari jumlah kuman, virulensi-nya dan imunitas pasien, sarang dini ini dapat
menjadi :

 Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.


 Sarang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan serbukan jaringan fibrosis. Ada
yang membungkus diri menjadi keras, menimbulkan perkapuran. Sarang dini yang meluas
sebagai granuloma berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian
tengahnya mengalami nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju
dibatukkan keluar akan terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula berbanding tipis, lama-lama
dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblas dalam jumlah besar, sehingga menjdi
kavitas sklerotik (kronik). Terjadinya perkijuan dan kavitas adalah karena hidrolisis protein
lipid dan asam nukleat oleh enzim yang diproduksi oleh makrofag, dan proses yang berlebihan
sitokin dengan TNF-nya. Bentuk perkijuan lain yang jarang adalah cryptic disseminate TB
yang terjadi pada imunodefisiensi dan usia lanjut.

Individu yang pernah mengalami infeksi primer biasanya mempunyai mekanisme daya kekebalan
tubuh terhadap basil TB, hal ini dapat terlihat pada tes tuberkulin yang menimbulkan hasil reaksi
positif. Jika orang sehat yang pernah mengalami infeksi primer mengalami penurunan daya tahan
tubuh, ada kemungkinan terjadi reaktivasi basil TB yang sebelumnya berada dalam keadaan dorman.
Reaktivasi biasanya terjadi beberapa tahun setelah infeksi. Penurunan daya tahan tubuh dapat
disebabkan oleh bertambahnya umum (proses menua), alkoholisme, defisisnsi nutrisi, sakit berat,
diabetes, melitus dan HIV/AIDS

Cara Penularan

Tuberculosis paru adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi kuman Mycobacterium
tuberculosis. Tuberkulosis paru termasuk suatu pneumonia, yaitu pneumonia yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru mencakup 80% dari keseluruhan kejadian penyakit
tuberkulosis, sedangkan 20% selebihnya merupakan tuberkulosis ekstrapulmonar.

Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang cukup pesat tingkat penularannya. Penularan
penyakit biasanya terjadi melalui udara dengan inhalasi droplet nucleus yang mengandung basil
tuberkulosis berukuran 1-5 μm yang dapat melewati atau menembus system mukosilier saluran nafas,
sehingga dapat mencapai dan bersarang di bronkiolus dan alveolus. Kuman TB paru menyebar dari
seorang penderita TB paru positif yang terbuka kepada orang lain. penyakit yang berkembang biasanya
menahun, usia yang sering terserang TB paru adalah 15-40 tahun, sehingga dampak kerugian ekonomi
bagi kesehatan masyarakat cukup besar berupa menurunnya produktivitas dan mahalnya pengobatan.
 

Epidemiologi

Indonesia adalah negeri dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia setelah Cina dan India. Pada
tahun 1998 diperkirakan TB di China, India, dan Indonesia berturut turut 1.828.000, 1.414.000, dan
591.000 kasus. Perkiraan kejadian BTA di sputum yang positif di Indonesia adalah 266.000 tahun
1998. Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga 1985 dan survei kesehatan nasional 2001, TB
menempati ranking nomor 3 sebagai penyebab kematian tertinggi di Indonesia. prevalensi nasional
terakhir TB paru diperkirakan 0,24%. Sampai sekarang angka kejadian TB di Indonesia relatif terlepas
dari angka pandemi infeksi HIV karena masih relatif rendahnya infeksi HIV, tapi hal ini mungkin akan
berubah dimasa datang melihat semakin meningkatnya laporan infeksi HIV dari tahun ketahun. Suatu
survei mengenai prevalensi TB yang dilaksanakan di 15 provinsi Indonesia tahun 1972-1982
diperlihatkan pada tabel di bawah ini :

Tabel 1. Prevalensi TB diantara Tahun 1979-1982 di 15 Provinsi di Indonesia


Tahun survei Provinsi Jumlah Penduduk tahun 1982 (juta)

1979 Jawa Tengah 26,2

1980 Bali 2,5

1980 DKI Jaya 7,0

1980 DI Yogyakarta 2,8

1980 Jawa Timur 30,0

1980 Sumatera Utara 8,8

1980 Sulawesi Selatan 6,2

1980 Sumatera Selatan 4,9

1980 Jawa Barat 28,9

1980 Kalimantan Barat 2,6

1980 Sumatera Barat 3,5

1981 Aceh 2,7

1981 Kalimantan Barat 1,3

1981 Sulawesi Utara 2,2

1982 Nusa Tenggara Timur 2,8

Manifestasi Klinis

 Demam.
 Batuk/Batuk Darah.
 Sesak Napas.
 Nyeri Dada.
 Malaise

Pemeriksaan Penunjang

 Tuberculin skin testing

 Pemeriksaan radiologis

 Pemeriksaan darah
 Pemeriksaan sputum

Penatalaksanaan

Penderita TB harus diobati, dan pengobatannya harus adekuat. Pengobatan TB memakan waktu
minimal 6 bulan. Dalam memberantas penyakit tuberkulosis, negara mempunyai pedoman dalam
pengobatan TB yang disebut program pemberantasan TB (National Tuberculosis Programme). Prinsip
pengobatan TB adalah menggunakan multidrugs regimen, hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya
resistensi basi TB terhadap obat. Obat anti tuberkulosis dibagi dalam dua golongan besar, yaitu oabt
lini pertama dan obat lini kedua.

Beberapa obat yang termasuk obat anti TB lini pertama adalah : isoniazid (H), etambutol (E),
streptomisin (S), pirazinamid (Z), rifampisin (R), dan tiosetazon (T), sedangkan yang termasuk obat
lini kedua adalah : etionamide, sikloserin, PAS, amikasin, kanamisisn, kapreomisisn, siprofloksasin,
ofloksasin, klofazimin, dan rifambutin.

Terdapat dua alternatif terapi pada TB paru, yaitu :

1. Terapi jangka panjang (terapi tanpa rifampisin)

Terapi ini menggunakan isonizid, etambutol, streptomisin, pirazinamid, dalam jangka waktu 24 bulan
atau dua bulan.

2. Terapi jangka pendek

Terapi ini menggunakan regimen rifampisin, isoniazid, dan pirazinamid dalam jangka waktu 6 minimal
6 bulan, dan    terdapat kemungkinan bahwa terapi dilanjutkan sampai 9 bulan. Terapi jangka pendek
memerlukan biaya mahal karena harga obat rifampisisn yang tinggi ssehingga tidak setiap orang
mampu membiayai pengobatannya. Pada kondisi seperti ini, diberikan terapi jangka panjang yngtidak
terlalu berat pembiayaannya dibandingkan terapi jangka pendek.

Dosis yang dianjurkan oleh International Union Against Tuberculosis adalah dosis pemberian setiap
hari berbeda dengan dosis pemberian intermittan, perlu diingat bahwa dosis pemberian setiap hari
berbeda dengan dosis intermitten.

Dosis obat lini pertama :

Nama Obat Dosis yang direkomendasikan


Dosis pemberian setiap hari Dosis pemberian inter
  mg/kgBB Maksimum (mg) mg/kgBB Mak
Isoniazid (H)  5 mg  300 mg  15 mg  750 mg (seminggu
Rifampisin (R) 10 mg 600 mg 15 mg 600 mg (seminggu

Pirazinamid (Z) 35 mg 2500 mg 50 mg 750-1000 mg

Streptomisin (S) 15-20 mg 750-1000 mg 15-20 mg

Etambutol (E) 15-25 mg 1800 mg

Tiosetazon (T) 4 mg (anak) 150 mg

Dosis obat lini kedua untuk mengobati pasien HIV yang terinfeksi oleh multidrug-resistant
tuberculosis :

Nama Obat Dosis yang direkomendasikan


Etionamide  250 mg 2-4 kali sehari 

Sikloserin 250-1000 mg/hari dosis terbagi

PAS 12-16 gram/hari dosis terbagi

Amikasin 15 mg/kgBB/hari, 5 hari/minggu IV atau IM

Kanamisin 15 mg/kgBB/hari, g hari/minggu, IM

Kapreomisin 15 mg/kgBB/hari, 5 hari/minggu, IM

Siprofloksasin 500-750 mg, 2 kali sehari

Ofloksasin 400 mg, 2 kali sehari

Klofazimin 200-300 mg/hari

Rifabutin 150-300 mg/hari

 
Panduan obat anti tuberkulosis menurut Program Pemberantasan TB paru (P2TB-paru) yang digunakan
di Indonesia sesuai dengan rekomendasi WHO ada tiga :

Kategori 1 2HRZE/2H3R3  
Kategori 2 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
Kategori 3 2HRZ/4H3R3  

Profilaksis

Promotif

1. Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC


2. Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara penularan, cara
pencegahan, faktor resiko
3. Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.

Preventif

1. Vaksinasi BCG
2. Menggunakan isoniazid (INH)
3. Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
4. Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat diketahui secara dini

Kuratif

Pengobatan tuberkulosis terutama pada pemberian obat antimikroba dalam jangka waktu yang lama.

You might also like