You are on page 1of 13

TUGAS

PENGATAR ANTROPOLOGI

Pergeseran Budaya Konsumsi Media Pemirsa Indonesia dan dalam Strategi


Manipulasi Konten Aktor - aktor Web Lewat Internet

Disusun oleh ;

1. Fajar Gilang Irsadhi F1C007029


2. Marissa Noor Almaida F1C007076
3. Lingga Bagus Preswara F1C007049

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

PURWOKERTO

2011
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mungkin masih belum hilang dibenak kita tentang fenomena Shinta & Jojo

yang belakangan me - lip sinc lagu keong racun. Shinta dan Jojo yang dalam

perjalannya merekam lip sinc lagu keong racun dengan gaya dan gerekan mereka dan

mengupload melalui jaringan media internet yang cukup luas sasarannya. Setelah

santer perbincangan tentang mereka, baik lewat media televisi (infoteinment) juga

lewat beragam situs jejaring sosial, duo wanita asala bandung ini menuai kesuksesan

sebagai pendatang baru dunia enterteinment. Bahkan musisi se-keliber Charly ST 12

menawari mereka kontrak untuk single Tokek Belang.

Tak jauh berbeda nasibnya dengan salah satu anggota Satuan Polisi Brigadir

Mobil Gorontalo, Norman Kamaru. Polisi berpangkat Briptu ini juga belakangan

ngetop lantaran videonya akrab ditemukan di situs youtube. Dalam aksinya, ia me –

lip sinc sebuah lagu dari film india yang dibintangi oleh aktor Bolliwood, Shahrukh

Khan yang berjudul Chayya – chayya. Yang menarik dari dirinya adalah ia mereka

video tersebut disaat waktu istirahat jaga dan lengkap dengan atribut dinas kepolisian.

Tentunya ini sedikit menyentuh naluri masyarakat tentang citra kepolisian yang

biasanya kaku, wibawa, sangar atau seram. Seperti ketiban bulan, berbagai permintaan

untuk tampil di media terus berdatangan bagi Briptu Norman. Sontak ia langsung

menjadi selebriti dadakan yang kemudian terus dielu-elu di seantero bangsa ini.

Lain halnya dengan Sualudin. Pemuda yang berasal dari pulau Lombok ini

belakangan terkenal namanya karena berhasil mempopulerkan lagunya yang berjudul

Udin Sedunia. Berawal dari canda seorang temannya ia mendapat ide untuk membuat

sebuah lagu tentang namanya sendiri, “Udin.” Seperti sebuah perjalanan kreatifitas,
Udin kemudian melakukan riset kecil untuk mencari tahu tentang nama – nama

“Udin” yang populer dan benar digunakan oleh orang. Setelah proses kecil tersebut ia

lalu benar – benar membuat lagu tentang nama “Udin” dan kemudian mempopulerkan

dilingkungannya.

Mengikuti saran temannya Udin pun kemudian mempopulerkan lagunya lewat

video clip berdurasi kurang lebih tiga menit ke situs jejaring sosial Youtube. Kontan

videonya kemudian banyak dilihat oleh masyarakat dan Udin mulai dilirik. Ia

kemudian sering tampil di berbagai media televisi untuk mempopulerkan hits – nya.

Dari keterampilannya membuat lagu secara spontan Udin pun mulai dilirik sebuah

label rekaman untuk kemudian me – remake lagu ciptaannya. Dari saat itu Udin yang

tadinya hanya pemuda biasa kini menjelma menjadi selibriti berpotensi.

Hal ini tentunya tak lepas dari perkembangan teknologi komunikasi yang amat

pesat. Pernahkah membayangkan pada awal – awal masa kemerdekaan negara ini,

saat di Ibukota telah diproklamirkan kemerdekaan, berita meluas keberbagai daerah

meski tidak begitu merata, saat itu unggulan sarana komunikasi bisa dikatakan lisan

dan medianya radio. Hal itu juga terjadi di negara-negara maju, masih dalam bentuk

media radio dan televisi yang belum begitu populer. Zaman semakin maju, media

elektronik yang dulunya hanya radio dan berkembang menjadi televisi semakin

berkembang lagi mengikuti zaman. Komunikasi pribadi yang pada tahun 1980-an

kita masih antri untuk menggunakan telepon, saat ini teleponsudah begitu canggihnya,

teknologi seluler, bisa melakukan telepon dengan tatap muka menggunakan sarana

media jaringan internet.

Dengan kemajuan - kemajuan ini, pribadi – pribadi yang tadinya bukan siapa

– siapa akhirnya dapat mengkomunikasikan konten – konten menarik terhadap


khalayak luas. Kasus diatas contohnya, fenomena Shinta/Jojo dan Briptu Norman

adalah segelintir pribadi yang tadinya tidak dikenal masyarakat kini akhirnya menjadi

salah satu selebritis di Indonesia. Padahal mereka mengawali semuanya hanya dari

iseng semata. Berbeda dengan Udin, pemuda ini memang memiliki motif untuk

terkenal. Dari awal idenya ia telah melakukan aktifitas – aktifitas lembaga media

untuk melakukan editorial konten yang ingin ia populerkan (lewat riset yang

dijelaskan pada paragrap sebelumnya).

Dari penjelasan – penjelasan tersebut maka kemajuan teknologi telah membuat

suatu perubahan pola komunikasi. Sebuah pola komunikasi baru mungkin saja telah

tercipta dari rangkuman fenomena – fenomena lain di dunia ini. Tiga fenomena –

fenomena diatas mungkin hanya sebagian kecil dari beragam fenomena – fenomena

serupa yang terjadi di seluruh belahan dunia. Sebuah pola komunikasi dimana seorang

individu dapat melakukan aktifitas – aktifitas lembaga media dan

mengkomunikasikannya sendiri ke khalayak luas. Sebuah pola komunikasi massa

personal. Sebuah pola baru yang akan mengawali sebuah budaya baru.
II. PEMBAHASAN

A. Determinisme Teknologi Terhadap Kebudayaan Manusia

Marshall McLuhan, seorang dosen dari University of Toronto, terkenal dengan

kalimatnya “the medium is the massage”, Media adalah pesannya. Jika kita penggal

kata massage menjadi mass – age maka kalimat itu akan terintegrasi maknanya

menjadi, Media adalah era massa. Maksudnya adalah bahwa saat ini kita hidup di era

yang unik dalam sejarah peradaban manusia, yaitu era media massa. Terutama lagi,

pada era media elektronik seperti sekarang ini. Media pada hakikatnya telah benar-

benar mempengaruhi budaya, cara berpikir, merasakan, dan bertingkah laku manusia

itu sendiri. Kita saat ini berada pada era revolusi, yaitu revolusi masyarakat menjadi

massa, oleh karena kehadiran media massa tadi.

Inti dari teori McLuhan adalah determinisme teknologi. Maksudnya penemuan

atau perkembangan teknologi komunikasi itulah yang sebenarnya yang mengubah

kebudayaan manusia. Jika Karl Marx berasumsi bahwa sejarah ditentukan oleh

kekuatan produksi, maka menurut McLuhan eksistensi manusia ditentukan oleh

perubahan mode komunikasi.

Kalau mau kita lihat saat ini tidak ada satu segi kehidupan manusia pun yang

tidak bersinggungan dengan apa yang namanya media massa. Mulai dari ruang

keluarga, dapur, sekolah, kantor, pertemanan, bahkan agama, semuanya berkaitan

dengan media massa. Hampir-hampir tidak pernah kita bisa membebaskan diri dari

media massa dalam kehidupan kita sehari-hari. Dalam bahasa M. Griffin (2003: 344)

disebutkan, “Nothing remains untouched by communication technology.”

Menariknya dari ini adalah McLuhan juga menyebutkan bahwa media massa

adalah ekstensi atau perpanjangan dari inderawi manusia (extention of man). Media
tidak hanya memperpanjang jangkauan kita terhadap suatu tempat, peristiwa,

informasi, tapi juga menjadikan hidup kita lebih efisien. Lebih dari itu media juga

membantu kita dalam menafsirkan tentang kehidupan kita.

Medium is the message. Menurut perspektif McLuhan, media itu sendiri lebih

penting daripada isi pesan yang disampaikan oleh media tersebut. Misalkan saja,

mungkin isi tayangan di televisi memang penting atau menarik, akan tetapi

sebenarnya kehadiran televisi di ruang keluarga tersebut menjadi jauh lebih penting

lagi. Televisi, dengan kehadirannya saja sudah menjadi penting, bukan lagi tentang isi

pesannnya. Kehadiran media massa telah lebih banyak mengubah kehidupan manusia,

lebih dari apa isi pesan yang disampaikan. Dilema yang kemudian muncul seiring

dengan perkembangan teknologi komunikasi adalah bahwa manusia semakin

didominasi oleh teknologi komunikasi yang diciptakannya sendiri. Teknologi

komunikasi bukannya dikontrol oleh manusia namun justru kebalikannya, kita yang

dikontrol oleh mereka.

Sebagai contoh, betapa gelisahnya kita kalau sampai terlewat satu episode

sinetron kesayangan yang biasanya kita tonton tiap hari. Atau mungkin rasanya tidak

enak kalau sudah lebih dari seminggu, bahkan sehari tidak membuka beranda

Facebook. Satu hari saja tidak menonton televisi mungkin kita akan merasa betapa

kita telah ketinggalan berapa banyak informasi hari itu. Pertanyaan yang kemudian

muncul adalah, bagaimana jika manusia kemudian dapat mengendalikan diri dan

mencoba mengontrol media?

B. Perkembangan Internet sebagai Media Komunikasi Massa Personal

Studi ilmu komunikasi juga mencangkup pembelajaran tentang media massa,

dimana media massa di Indonesia pada dasawarsa terakhir ini mengalami


perkembangan yang sangat pesat. Perubahan media massa ,baik itu media massa cetak

maupun elektronik, perlahan demi pasti mencapai pada titik dimana semuanya

berubah format menjadi digital. Hal ini dapat terlihat dengan adanya beberapa media

massa cetak seperti majalah dan surat kabar yang mulai menerbitkan edisinya melalui

World Wide Web atau menyertakan CD dalam setiap edisi yang diterbitkannya.

Teknologi komunikasi yang baru tidak bisa sepenuhnya menggantikan

teknologi lama, tetapi ia mungkin menyebabkan teknologi lama mengambil peran

baru. Contohnya, televisi tidak meggantikan radio, tetapi membawa radio ke sistem

pemrograman yang baru, termasuk acara perbincangan dan format musik yang

spesifik.

Salah satu perubahan teknologi baru itu menyebabkan dipertanyakannya

kembali definisi komunikasi itu sendiri. Definisi komunikasi massa yang sebelumnya

sudah cukup jelas, yaitu bisa didefinisikan dalam tiga ciri:

1. Komunikasi massa diarahkan kepada audiens yang relatif besar, heterogen,

dan anonim.

2. Pesan-pesan yang disebarkan secara umum, sering dijadwalkan untuk bisa

mencapai sebanyak mungkin anggota audiens secara serempak dan sifatnya

sementara.

3. Komunikator cenderung berada atau beroperasi dalam sebuah organisasi

yang kompleks yang mungkin membutuhkan biaya yang besar.

Seiring perkembangannya internet kemudian mengenalkan kita pada konsep

citizen jurnalism, jurnalisme warga. Sebuah konsep media baru yang memungkinkan

individu melakukan aktifitas – aktifitas lembaga media massa seorang diri dengan

sumber daya sederhana dan biaya yang minim.


Jika sudah begini, bisa saja pengguna internet, dengan jangkauannya,

membuat sebuah konten hiburan yang terprogram sistematis dan diterbitkan secara

berkala guna memenuhi hasratnya sebagai manusia. Ya, perkembangan teknologi

sangat berhubungan dengan kebutuhan dasar manusia.

C. Masyarakat Indonesia Bersama Internet

Dua paragaraf terakhir pada poin pembahasan B menjelaskan bahwa saat ini

seseorang bisa menjalankan fungsi – fungsi media massa sseorang diri. Hal ini

didukung dengan teori Culture Borrowing (peminjaman kebudayaan) menyebutkan

bahwa manusia lebih banyak meniru dari pada mencipta.

Koentjaraningrat menjelasakan ada beberapa alasan tentang mengapa manusia

lebih banyak meniru daripada menciptakan, sebagai berikut:

1. Manusia pada dasarnya tidak dapat menemukan satu unsur kebudayaan

baru untuk dua kali.

2. Persamaan kebudayaan di berbagai tempat di muka bumi karena difusi.

3. Dalam difusi kebudayaan mesir sebagai sumber utama.

Di Indonesia sendiri masyarakatnya lebih cenderung sering meminjam trend

dan kemudian mengimprovisasinya menjadi sebuah tren baru. Fenomena ini membuat

kita sadar betul bahwa salah satu potensi manusia berimprovisasi.

Untuk menjawab pertanyaan pada akhir poin B maka kita perlu

merekonstruksi alur media sehingga bisa menjadi penting bagi masyarakat. Objek dari

media massa adalah masyarakat. Mustahil bagi media untuk menerbitkan konten yang

tidak disukai masyarakat.


Kita pun perlu sadar bahwa media juga memiliki kekuatan untuk

mempengaruhi masayarakat. Media mampu menciptakan agenda publik. Agenda

publik tidak berarti hanya sekedar headline dalam berita, tapi juga apa yang akan

kemudian dielu – elukan, disanjung, dikagumi, dan kemudian menjadi idola bagi

masyarakat.

Kelebihan – kelebihan inilah yang sebenarnya memiliki kelemahan mendasar.

Kelemahan itu adalah persaingan antar media itu sendiri. Masing – masing media

punya objektifitas yang relatif sama yaitu rating. Masing – masing media tak ingin

kehilangan rating, sehingga ketika media yang satu telah menayangkan konten yang

menggugah masyarakat banyak, maka madia yang lain pun akan ikut menayangkan

konten tersebut tanpa mesti meninggalkan idealisme masing – masing media,

improvisasi dibutuhkan dalam ranah ini. Sehingga tidak mustahil bagi seorang

individu untuk memanipulasi kelemahan ini.

Sadar atau tidak disadari oleh beberapa pelaku – pelaku internet seperti

Sualudin, Briptu Norman, dan Shinta/Jojo (selanjutnya kita sebut saja aktor web) telah

melakukan strategi komunikasi yang kompleks ini. Mereka secara praktis telah

memanipulasi kelemahan media ini sebagai jalan mereka menuju puncak popularitas.

Mari kita pelajari kasus udin yang memang memiliki motif untuk menjadi

populer. Ide Sualludin untuk menjadi aktor web memang boleh dibilang brilian. Ia

yang benar – benar memiliki motif untuk populer sengaja melakukan riset mengenai

konten yang akan ia terbitkan.

Lewat riset kecilnya ini ia sebenarnya telah melakukan editorial terhadap

konten miliknya (salah satu pekerjaan media yang berat). Lewat editorial itulah ia

kemudian membuat suatu konten yang menarik dan diluar pemikiran masyarakat
Indonesia pada umumnya. Relatif masyarakat menyukai suatu hal yang diatas bagus,

“unik”, dibutuhkan kualifikasi yang lebih daripada “baik” untuk sukses dalam industri

selebritas.

Idenya mengumpulkan nama – nama Udin dan kemudian menjadikannya

sebuah lagu memang merupakan suatu yang diatas kualitas “baik”. Ide itu sangat unik

bila parameternya adalah masyarakat Indonesia. Sontak video yang dia upload lewat

situs youtube membuat masyarakat menyukainya.

Alurnya hingga merambah media televisi tidak lepas dari persaingan media.

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa kehadiran media baru tidak dapat menggeser

media yang telah ada tapi menepatkannya pada posisi diatasnya. Masyarakat telah

heboh di internet maka televisi pun akan mengeksposnya dengan cara lebih mendalam

dan melengkapi informasi internet yang rapid dan simpang siur. Jadilah Sualludin

mendominasi siaran hiburan televisi.


III. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari penjelasan diatas mungkin akan terbesit dalam benak kita bahwa pemirsa

Indonesia adalah pemirsa yang melankolis dan sanguinis. Pemirsa yang mudah

tergugah dan mudah dihebohkan oleh suatu yang heboh. Tapi penyusun tidak

beranggapan demikian. Penyusun beranggapan bahwa pemirsa Indonesia telah

memiliki standarisasi untuk konten media yang diinginkan. Standarisasi yang

memang benar – benar tinggi sehingga tidak sembarang aktor dapat memenuhinya.

Kebudayaan konsumsi media masyarakat Indonesia telah bergeser. Dari yang

tadinya hanya sekedar penikmat setia kini menjadi benar – benar memiliki kekuatan

untuk menentukan apa yang dapat memuaskan rasa ingin tahunya.

Media massa sebagai produsen konten pun telah membaca pergeseran ini. Saat

ini media lebih cermat dalam menerbitkan konten. Media pada dasarnya tidak akan

beranjak jauh dari selera masyarakat. Karena objek media adalah masyarakat itu

sendiri. Dibutuhkan kemampuan improvisasi yang tinggi untuk menyajikan konten

yang tidak sekedar heboh namun juga benar – benar memenuhi selera masyarakat.

B. Saran

Bukanlah sebuah hal yang mustahil bagi seorang individu untuk bisa menanjak

kepuncak popularitas. Dibelahan dunia manapun aturan implisit yang berlaku relatif

sama “making something that worth beyond good”, membuat sesuatu yang bernilai

lebih dari bagus.

Hal yang paling menentukan dari hal ini sekali lagi adalah kemampuan

improvisasi. Jika memang benar – benar ingin menjaga eksistensi di dalam dunia

media massa maka produktivitas dan kreatifitas pun benar – benar dibutuhkan.

Sehingga aktor – aktor web yang kita kenal tidak hanya menjadi aktor sesaat saja
tetapi sungguh – sungguh memberi kontribusi untuk perkembangan budaya media dan

dinamikanya.

Daftar Pustaka

1. Koentjaraningrat, 1989, Pengantar Ilmu Antropologi, Angkasa Baru Jakarta.

2. M. Grifin, Communiation Technology, E-book, diakses lewat 4Shared.com pada

Senin, 12 April 2011.

3. Marshal Mc Luhan, Technology Determinism, E-book, diakses lewat 4Shared.com

pada Senin, 12 April 2011.


4. Bambang Suswanto, 2011, Materi Kuliah “Pengantar Antroppologi” Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman.

You might also like