Uveitis posterior adalah radang uvea bagian belakang yang dapat mengenai retina dan vitreus, dengan penyebab utama toksoplasma dan berdampak pada penurunan penglihatan. Gejala klinisnya berupa penurunan ketajaman penglihatan, injeksi mata, rasa sakit mata, hipopion, granuloma, dan glaukoma. Pengobatannya meliputi midriatikum, steroid, sitotoksik, siklosporin, serta antibiotik dan antivirus untuk k
Uveitis posterior adalah radang uvea bagian belakang yang dapat mengenai retina dan vitreus, dengan penyebab utama toksoplasma dan berdampak pada penurunan penglihatan. Gejala klinisnya berupa penurunan ketajaman penglihatan, injeksi mata, rasa sakit mata, hipopion, granuloma, dan glaukoma. Pengobatannya meliputi midriatikum, steroid, sitotoksik, siklosporin, serta antibiotik dan antivirus untuk k
Copyright:
Attribution Non-Commercial (BY-NC)
Available Formats
Download as PPTX, PDF, TXT or read online from Scribd
Uveitis posterior adalah radang uvea bagian belakang yang dapat mengenai retina dan vitreus, dengan penyebab utama toksoplasma dan berdampak pada penurunan penglihatan. Gejala klinisnya berupa penurunan ketajaman penglihatan, injeksi mata, rasa sakit mata, hipopion, granuloma, dan glaukoma. Pengobatannya meliputi midriatikum, steroid, sitotoksik, siklosporin, serta antibiotik dan antivirus untuk k
Copyright:
Attribution Non-Commercial (BY-NC)
Available Formats
Download as PPTX, PDF, TXT or read online from Scribd
Galih Sahid W. (20050310100) Koass Ilmu Kesehatan Mata RSUD Salatiga Definisi • Uveitis posterior adalah radang uvea bagian posterior yang biasanya disertai dengan keradangan jaringan disekitarnya. • Inflamasi ini terletak di uvea bagian belakang dengan batas basis vitreus. • Jika mengenai retina retinitis • Jika mengenai vitreous vitritis. Epidemiologi • Insiden uveitis di Amerika Serikat dan di seluruh dunia diperkirakan sebesar 15 kasus/100.000 penduduk dengan perbandingan yang sama antara laki-laki dan perempuan. • Toxoplasma dianggap sebagai penyebab 30-50% uveitis posterior. • Penderita umumnya berada pada usia 20-50 tahun. Setelah usia 70 tahun, angka kejadian uveitis mulai berkurang. • Pada penderita berusia tua umumnya uveitis diakibatkan oleh toksoplasmosis, herpes zoster, dan afakia. Etiologi • Penyakit infeksi (uveitis granulomatosa) o Virus virus sitomegalo, herpes simpleks, herpes zoster, rubella, rubeola, HIV, virus epstein-barr, virus coxsackie. o Bakteri mycobacterium tuberculosis, brucellosis, sifilis sporadik dan endemik, nocardia, neisseria meningitides, mycobacterium avium-intracellulare, yersinia, dan borrelia. o Fungus candidia, histoplasma, cryptococcus, dan aspergillus. o Parasit toxoplasma, toxocara, cysticercus, dan onchocerca. • Penyakit non infeksi (uveitis non granulomatosa) o Autoimun penyakit behcet, sindroma vogt-koyanagi-harada, poliarteritis nodosa, ofthalmia simpatis, vaskulitis retina. o Keganasan sarkoma sel retikulum, melanoma maligna, leukemia, lesi metastatik. o Etiologi tak diketahui sarkoidosis, koroiditis geografik, epiteliopati pigmen plakoid multifokal akut, retinopati “birdshot”, epiteliopati pigmen retina. Patofisiologi • Pada stadium awal kongestif dan infiltrasi dari sel-sel radang seperti PMN, limfosit, dan fibrin pada koroid dan retina yang terkena. • PMN lebih banyak berperan pada uveitis jenis granulomatosa sampai terjadinya supurasi. • Sebaliknya, pada uveitis non granulomatosa limfosit lebih dominan. • Apabila inflamasi berlanjut, lamina vitrea akan robek lekosit pada retina akan menginvasi rongga vitreum timbulnya proses supurasi di dalamnya. • Pada uveitis granulomatosa kronis tampak sel mononuclear, sel epiteloid, dan giant cell sebagai nodul granulomatosa yang tipikal. • Kemudian eksudat menghilang dengan disertai atrofi dan melekatnya lapisan koroid dan retina yang terkena. • Eksudat dapat menjadi jaringan parut. • Keluarnya granula pigmen akibat nekrosis atau atrofi dari kromatofor dan sel epitelia pigmen akan difagositosis oleh makrofag dan akan terkonsentrasi pada tepi lesi • Yang dapat ditemukan pada uveitis posterior, antara lain: o Sel-sel radang pada humor vitreus o Lesi berwarna putih atau putih kekuningan pada retina dan atau koriod o Eksudat pada retina o Vaskulitis retina o Edema nervus optikus Gejala Klinis • Penurunan ketajaman penglihatan dapat terjadi pada semua jenis uveitis posterior. • Injeksi mata kemerahan mata tidak terjadi bila hanya segmen posterior yang terkena, jadi gejala ini jarang pada toksoplasmosis dan tidak ada pada histoplasmosis. • Rasa sakit pada mata terdapat pada pasien dengan sindrom nekrosis retina akut, sifilis, infeksi bakteri endogen, skleritis posterior, dan pada kondisi-kondisi yang mengenai nervus optikus. Pasien toksoplasmosis, toksokariasis, dan retinitis sitomegalovirus yang tidak disertai glaukoma umumnya tanpa rasa sakit pada mata. Tanda • Hipopion Uveitis posterior dengan hipopion misalnya pada leukemia, penyakit Behcet, sifilis, toksokariasis, dan infeksi bakteri endogen. • Pembentukan Granuloma Pada uveitis granulomatosa anterior yang juga mengenai retina posterior dan koroid, sarkoidosis, tuberkulosis, toksoplasmosis, sifilis, Sindroma Vogt-Koyanagi-Harada, dan oftalmia simpatis. • Glaukoma Sekunder mungkin terjadi pada pasien nekrosis retina akut, toksoplasmosis, tuberkulosis, atau sarkoidosis • Vitritis Peradangan korpus vitreum dapat menyertai uveitis posterior. Berasal dari fokus-fokus radang di segmen posterior mata. • Morfologi dan lokasi lesi Toksoplasmosis adalah contoh khas yang menimbulkan retinitis dengan peradangan koroid di dekatnya. Pada pasien tuberkulosis, koroid merupakan sasaran utama proses granulomatosa, yang juga mengenai retina. Koroiditis geografik terutama mengenai koroid dengan sedikit atau tanpa merusak retina dan pasien tidak menderita pasien sistemik. Ciri morfologiknya dapat berupa lesi geografik, lesi punctata, nodul Dalen-Fuchs • Vaskulitis. • Hemoragik retina. • Parut lama.
Terapi • Prinsip pengobatan: o Mempertahankan penglihatan sentral o Mempertahankan lapang pandang o Mencegah atau mengobati perubahan- perubahan struktur mata yang terjadi (katarak, glaukoma sekunder, sinekia posterior, kekeruhan badan kaca, ablasi retina dan sebagainya) • 4 kelompok obat yang digunakan dalam terapi uveitis, antara lain: o Midriatikum o Steroid o Sitotoksik o Siklosporin. • Sedangkan uveitis akibat infeksi harus diterapi dengan antibakteri atau antivirus yang sesuai. • Midriatikum berfungsi untuk memudahkan follow up keberhasilan pengobatan. • Atropin tidak diberikan lebih dari 1-2 minggu • Indikasi operasi: o Rehabilitasi visual o Biopsi diagnostik (hasil penemuan dari biopsi menyebabkan adanya perubahan pada rencana pengobatan) o Pengeluaran opacities media untuk memonitor segmen posterior.
Apabila timbul perubahan struktur
pada mata (katarak, glukoma sekunder) maka terapi terbaik adalah dengan operasi. • Vitrektomi berfungsi menentukan diagnosis dan pengobatan. • Indikasi vitrektomi Peradangan intraokular yang tidak sembuh pada pengobatan Dugaan adanya keganasan dan infeksi pada mata. Uveitis posterior berkaitan dengan kekeruhan vitreus yang tidak dapat disembuhkan dengan obat-obatan. Vaskulitis dan oklusi vaskular pada pars planitis, penyakit behcet dan sarkoidosis neovaskularisasi retina atau pada diskus optikus (pada pasien uveitis) yang dapat menyebabkan timbulnya perdarahan pada vitreus. Komplikasi • Dapat mengenai daerah sekitar koroid, misalnya retina, vitreus humour, badan siliar, iris, nervus optikus, dan sklera. • Sinekia posterior. • Edema makula sistoid. • Vaskular dan optik atropi. • Traction retinal detachment. • Uveitis posterior dapat menyebabkan katarak sisi posterior. Prognosis • Prognosis pasien tergantung pada lokasi dan luasnya eksudasi dan atrofi daerah lesi. • Lesi yang kecil tetapi jika mengenai daerah makula lutea akan berpengaruh pada fungsi penglihatan. • Sebaliknya lesi yang meluas sepanjang fundus tidak mempengaruhi penglihatan apabila tidak mengenai area makula. TERIMA KASIH