You are on page 1of 26

Bab 1

Pendahuluan

Infeksi dalam kehamilan adalah infeksi yang terjadi saat kehamilan berlangsung, bisa
didapatkan saat sebelum kehamilan terjadi atau didapatkan saat kehamilan. Besarnya
pengaruh infeksi tersebut tergantung dari virulensi agennya, umur kehamilan serta imunitas
ibu bersangkutan saat infeksi berlangsung.Dampak terhadap janin bisa berbeda bila kuman
penyakit masuk ditrimester yang berbeda pula .Ibu hamil dengan janin yang dikandungnya
sangat peka terhadap infeksi dan penyakit menular. Beberapa di antaranya meskipun tidak
mengancam nyawa ibu, tetapi dapat menimbulkan dampak pada janin dengan akibat antara
lain abortus, pertumbuhan janin terhambat, bayi mati dalam kandungan, serta cacat bawaan.
Kebanyakan penyakit infeksi diperparah dengan terjadinya kehamilan. Dan ada pula Penyakit
yang nampaknya tidak terlalu mengancam jiwa ibu hamil bahkan tidak nampak gejala tetapi
bisa membahayakan terhadap janin. Penyakit-penyakit intrauterin yang sering menyebabkan
dampak yang berbahaya pada janin yaitu Penyakit TORCH ; merupakan singkatan dari T =
Toksoplasmosis ; R = Rubela (campak Jerman); C = Cytomegalovirus; H = Herpes simpleks.
1,2,3

Penyakit infeksi dalam kehamilan akan dibagi dalam penyakit akibat hubungan seksual,
dan penyakit lainnya terdiri dari infeksi oleh bakteri, virus serat infeksi parasit dalam
kehamilan. Infeksi dalam kehamilan berdampak pada janin bisa berasal dari infeksi tersebut
saat janin didalam kandungan atau saat janin setelah dilahirkan pervaginam karena kontak
langsung dengan tempat yang terinfeksi.1,3

Banyak penyakit infeksi intrauterin maupun yang didapat pada masa perinatal yang
berakibat sangat berat pada janin maupun bayi, bahkan mengakibatkan kematian sehingga
diperlukan diagnosa yang cepat dan tindakan pengobatan serta pencegahan baik yang dapat
dilakukan oleh wanita hamil, suami, keluarganya maupun dari pemerintah sehingga
diharapkan menurunkan angka kematian ibu maupun bayi.2

1
BAB 2

PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DALAM KEHAMILAN

Penyakir akibat menular seksual ada yang menginfeksi saat kehamilan berlangsung
melalui plasenta seperti hepatitis B, HIV/AIDS dan sifilis .Ada pula yang penularannya
melalui jalan lahir yang disebut infeksi dalam persalinan. Penyakit tersebut sering terjadi
pada penyakit menular seksual. Infeksi yang terjadi akibat penyakit seksual yang akan
menginfeksi dalam persalinannya diantaranya Gonorea, Clamidydia trcachomiatis, Herpes
simpleks, kandidiasis , Trikomonas vaginalis dan Kondiloma akuminata.

Penyakit menular akibat hubungan seksual sering sekali menggambarkan keluhan


utama yang sama yaitu keputihan. Keputihan, dalam bahasa kedokteran, disebut fluor albus,
leukorrhea, vaginal discharge, atau awam sering menyebutnya pektai, dibedakan menjadi
dua, yaitu keputihan fisiologi atau normal dan patologis atau penyakit. Sebelum membedakan
dengan keputihan yang diakibat penyakit tentunya harus mengetahui bahwa ada keputihan
yang fisiologis pada ibu hamil . Yang membedakan keputihan fisiologi dan keputihan
patologis yaitu 4:

1. Jumlah cairan pada keputihan normal, jumlahnya sedikit. Sedangkan keputihan


penyakit, jumlahnya lebih banyak.
2. Putih jernih untuk keputihan normal dan kuning, cokelat, kehijauan, bahkan
kemerahan pada keputihan penyakit.
3. Pada keputihan normal, bau yang ditimbulkan tidak menyengat dan khas. Pada
keputihan penyakit, bau yang ditimbulkan bisa asam, amis, atau bahkan busuk.
4. Pada keputihan normal cairan yang keluar biasanya agak lengket, sedangkan pada
keputihan penyakit, cairannya bisa cair atau putih kental seperti kepala susu.

Keputihan patologis pun secara klinis menimbulkan warna, bentuk dan bau berbeda-beda
pada masing-masing penyakir menular seksual4.
Dari sekian banyak faktor penyebab Persalinan Kurang Bulan , infeksi merupakan
penyebab sekitar 40% Persalinan Kurang Bulan (PKB) dan paling dapat dicegah dan diobati
2
untuk menurunkan kejadian PKB. Karena ketuban pecah dini (KPD) merupakan faktor sangat
penting terhadap kejadian infeksi, maka seyogyanya pemberian antibiotika dilakukan
sebelum terjadi KPD .Pendapat ini masih diperdebatkan sampai saat ini terutama pada PKB
dengan selaput ketuban intak.
Infeksi urogenital yang tersering berpengaruh terhadap kejadian KPD adalah Vaginosis
bakterial , Trikomoniasis ,Servisitis Gonorrhoeae dan Infeksi Chlamydia trachomatis.

2.1. GONORE

Gonore adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae
yang menginfeksi lapisan dalam uretra, leher rahim, rektum dan tenggorokan atau bagian
putih mata (konjungtiva) dan bagian tubuh yang lain. Masa tunas sulit untuk ditemukan
karena pada umumnya asimtomatik, gejala awal bisa timbul pada waktu 7-21 hari setelah
terinfeksi pada wanita, penyakit akut atau kronik jarang ditemukan gejala subjektif dan
objektifnya. Infeksi pada wanita, pada mulanya hanya mengenai serviks uteri.1,3,4
Keluhan kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri pada panggul bawah, demam, keluarnya
cairan dari vagina, nyeri ketika berkemih dan desakan untuk berkemih. Pada pemeriksaan
serviks tampak merah dengan erosi dan sekret mukopurulen, duh tubuh akan terlihat lebih
banyak, bila terjadi servitis akut.1

2.1.1. Dampaknya kejanin

Konjungvitis gonoroika neonatorum ( bleinoorrhoea neonatorum) , bukan penyakit


kongenital, melainkan infeksi terjadi dalam persalinan waktu kepala melewati jalan lahir dan
mata bayi bersentuhan dengan bagian-bagian yang mengandung gonokokkus.Akibat pada
janin adanya kemungkinan lahir prematur, infeksi neonatal dan keguguran akibat infeksi
gonokokkus bahkan terdapat sepsis pada bayi baru lahir.1

2.1.2. Penanganan

Pada wanita hamil tidak dapat diberikan obat golongan kuinolon dan tetrasiklin.
Yang direkomendasikan adalah Procain penicillin G dalam larutan air sekali suntik sebanyak
4,8 juta satuan , kanan dan kiri separuh-separuh atau pemberian obat golongan sefalosporin
(Seftriakson 250 mg IM sebagai dosis tunggal). Jika wanita hamil alergi terhadap penisilin
atau sefalosporin tidak dapat ditoleransi sebaiknya diberikan eritromisin 4 kali sehari 0,5 g

3
selama 5-10 hari atau suntikan kanamisin / Spektinomisin 2 gr IM sebagai dosis tunggal ( 1
gr kanan dan 1 gr kiri ). Pada wanita hamil juga dapat diberikan Amoksisilin 2 gr atau 3 gr
oral dengan tambahan probenesid 1 gr oral sebagai dosis tunggal yang diberikan saat isolasi
N. gonorrhoeae yang sensitive terhadap penisilin. 1

Untuk mencegah kemungkinan blenorrhea neonatorum semua neonatus kedua matanya


harus diberi salep eritromisin atau chloromycetin. Seorang ibu yang menderita gonore dapat
tetap menyusui bayinya.1

2.2. SIFILIS
Penyakit ini disebabkan infeksi Treponema pallidum; dapat akut maupun kronis yang
mempunyai gambaran khas yaitu lesi, erupsi kulit dan mukosa berupa ulkus Durum yang
soliter, bersih dan tidak nyeri tekan ; jangka panjang dapat mengakibatkan lesi tulang, sistem
pencernaan, sistem saraf pusat, dan sistem kardiovaskuler. Pemeriksaan yang dilakukan pada
ibu hamil adalah pemeriksaan serologic test for sifilis (STS) yang telah positif setelah 1-4
minggu saat kuman masuk. Bahkan klinisnya tidak nampak seperti sifilis stadium laten tetapi
STS akan menunjukan nilai positif.

2.2.1. Penularannya ke janin


Penularan biasanya terjadi karena adanya kontak dengan eksudat infeksius yang berasal
dari kulit, membran mukosa, cairan dan sekret tubuh (darah, ludah, cairan vagina). Penyakit
ini dapat ditularkan melalui plasenta sepanjang masa kehamilan; infeksi terhadap janin yang
akan terjadi setelah usia kehamilan 16 minggu (saat plaseta terbentuk lengkap)

2.2.2. Dampaknya ke Janin


Manifestasi klinik didapat bia gonore setelah usia kehamilan 16 minggu adalah
hepatosplenomegali, ikterus, petekie, meningoensefalitis, khorioretinitis, dan lesi tulang.
Infeksi yang didapat di akhir kehamilan biasanya tidak menyebabkan gejala pada bayi baru
lahir, baru setelah beberapa minggu/bulan kemudian akan ditemukan gejala-gejala: snuffles
(kotoran hidung mukopurulen), ruam makuler besar berwarna tembaga, lesi (plak) sekitar
mulut dan anus, hepatosplenomegali, radang periosteum, Hutchinson’s teeth, saddle nose,
saber shins dan lainnya. Syphilis kongenita merupakan bentuk penyakit syphilis yang
terberat. Infeksi pada janin dapat terjadi setiap saat dalam kehamilan, dengan derajat risiko
infeksi yang tergantung jumlah spiroketa (treponema) di dalam darah ibu.2
4
Sudah diketahui secara umum bahwa syphilis mempunyai pengaruh buruk pada janin:
dapat menyebabkan kematian janin, partus immaturus, dan partus prematurus. Dalam hal
demikian dapat dijumpai gejala-gejala syphilis kongenita, diantaranya pemfigus syfilitikus,
deskwamasi pada telapak kaki dan tangan, serta rhagade di kanan-kiri mulut. Pada persalinan
tampak janin atau plasenta yang hidropik.3

2.2.3. Pengobatan

Syphilis harus diobati segera setelah diagnosis dibuat, tanpa memandang tuanya
kehamilan. Lebih dini dalam kehamilan pengobatan diberikan, lebih baik prognosis bagi
janin. Syphilis primer yang tidak diobati dengan adekuat, 25% akan menjadi syphilis
sekunder dalam waktu 4tahun. Sebelum zaman antibiotika, syphilis diobati dengan
neoarsphenamine (Salvarsan) dan bismuth. Sekarang pengobatan syphilis dalam kehamilan
dilakukan dengan penicillin, dan apabila penderita tidak tahan (alergi) penicillin, dapat
diberikan secara desensitiasi. Eritromisin tidak dianjurkan karena besar kemungkinan akan
gagal untuk mengobati infeksi pada janin.3

Untuk syphilis primer, sekunder, dan laten dini (kurang dari 1 tahun) dianjurkan
mendapat Benzathine penicillin G dengan dosis 2,4 juta satuan IM sekali suntik (separuh di
kanan dan separuh di kiri). Untuk syphilis lama (late syphilis) diperlukan dosis yang lebih
tinggi: 7,2 juta satuan (total) dibagi dalam 3 dosis masing-masing 2,4 juta satuam IM
perminggu dalam 3 minggu.3

Dosis tunggal penicilline di atas umumnya sudah cukup untuk melindungi janin dari
penderitaan syphilis. Abortus atau kematian janin selama atau tidak lama setelah pengobatan
biasanya tidak disebabkan karena gagalnya pengobatan, tetapi karena pengobatan terlambat
diberikan. Suami juga harus diperiksa darahnya dan bila perlu diobati. Bila ragu, darah tali
pusat juga diperiksa. Follow up bulanan melalui pemeriksaan serologik perlu dilakukan
sehingga bila perlu pengobatan ulang dapat segera diberikan.3

Untuk lues kongenita pada neonatus dianjurkan pengobatan sebagai berikut: 100.000-
150.000 satuan/kg BB aquaeous crystalline penicilline G perhari (diberikan 50.000 satuan/kg
BB secara IV setiap 8-12 jam) atau 50.000 satuan/kg BB Procain penicillin perhari diberikan
1x IM selama 10-14 hari. Bayi yang lahir dari ibu dengan syphilis boleh tetap mendapat ASI.
Bila ibu tersebut masih menderita lesi pada kulit, kontak dengan bayinya harus dihindari.1,3

5
2.3. KONDILOMA AKUMINATA

Beberapa jenis virus Human papillomavirus (HPV) menyebabkan kutil mukokutis atau
kondilomata akuminata. Untuk alasan-alasan yang tidak diketahui, kutil genital sering
meningkat jumlah dan ukurannya selama kehamilan, terkadang memenuhi vagina atau
menutupi perineum sehingga pelahiran pervaginam atau episiotomi sulit dilakukan.
Kemungkinan keadaan basah daerah vulva pada saat kehamilan merupakan kondisi yang
bagus untuk pertumbuhan virus. Adanya perubahan endokrin dan imunitas pada kehamilan
juga dapat mempengaruhi pertumbuhan kondiloma akuminata Pada kehamilan trimester
akhir, kondiloma akuminata sangat kering, mudah rusak dan berdarah. Selama hamil, virus
bereplikasi cepat dan dapat menyebabkan tumor. Penelitian juga melaporkan selama
kehamilan prevalensi kondiloma akuminata meningkat dari trimester 1-3 dan secara
signifikan akan mengalami penurunan pada periode post partum.7

2.3.1.Diagnosa

Masa inkubasi kondiloma akuminata berlangsung antara 3 minggu – 8 bulan.Klinis


tampak lesi papula miliar selanjutnya terbentuk tonjolan-tonjolan (filiformis) atau
permukaan berbenjol-benjol menyerupai kembang kol, warna merah dan konsistensi lunak,
dapat berbentuk hiperplasia, sesil atau tidak rata. Lokasi lesi di vulva, labia mayora, minora.
Kadang terdapat keluhan gatal atau rasa terbakar pada vulva dan dispareunia. Pemeriksaan
penunjang yang perlu dilakukan adalah Uji asam asetat, Kolposkopi dan Pemeriksaan
histopatologi yang menunjukkan gambaran papilomatosis, akantosis, “rete ridges” yang
memanjang dan menebal, parakeratosis dan koilositosis. Pemeriksaan darah serologis
dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding sifilis.7

2.3.2.Penularannya
Penularan kondiloma akuminata berhubungan dengan aktifitas seksual maupun kontak
langsung dapat menyebarkan virus tersebut.Virus masuk kedalam tubuh melalui mikrolesi
pada kulit pada daerah yang mudah mengalami trauma pada saat berhubungan seksual.7

2.3.3.Penanganan
6
Terapi ditujukan untuk mengurangi toksisitas bagi ibu dan janin serta memperkecil kutil
genital pada trimester kedua akhir atau ketiga sehingga kecil kemungkinan terjadi
kekambuhan sebelum kelahiran.Terapi meliputi pencucian diikuti dengan pengeringan
genitalia dan pemberian Asam trikloroasetat 50 % topikal. Dapat pula diberikan Asam
trikloroasetat atau bikloroasetat, 80-90 % secara topikal seminggu sekali. Terapi bedah bedah
skalpel, bedah listrik (electrocautery), bedah beku , dan bedah laser digunakan untuk
mengeksisi masa tumor dan lesi yang luas.7

Seksio sesarea sebagai usaha untuk mencegah penularan HPV kepada bayi yang
dilahirkan sampai saat ini bukan merupakan indikasi. Indikasi seksio pada penderita
kondiloma adalah apabila kondiloma tersebut menghalangi jalan lahir bila persalianan
pervaginam dikhawatirkan akan menimbulkan perdarahan yang hebat.1,7

Komplikasi dapat menyebabkan papilomatosis laring, mulut maupun genital pada


neonatus, ketuban pecah dini, pelahiran prematur, penyulit penyembuhan laserasi paska
melahirkan dan neoplasma servik pada ibu. Prognosis penyakit ini bonam.7

2.4. VAGINOSIS BAKTERIAL (BV-Bacterial vaginosis)


Suatu keadaan karakteristik yang ditandai oleh perubahan ekosistem vagina, yang
ditunjukkan dengan berkurangnya Laktobasili, sedangkan beberapa bakteri fakultatif anaerob
bertambah dengan mencolok yakni Mobiluncus species, Prevotella species, Gardnerella
vaginalis, Mycoplasma hominis dan Ureaplasma urealyticum.Kejadiannya pada ibu hamil
sekitar 15-20% keadaan ini merupakan faktor risiko persalinan kurang bulan spontan,
ketuban pecah dini serta infeksi pasca salin/pasca operasi.8

2.4.1. Diagnosis

Sekitar 15-40% penderita BV tidak menunjukkan gejala klinis, selebihnya mengeluhkan


keluarnya duh tubuh vagina berbau amis.Untuk praktisi klinik, diagnosis ditegakkan dengan
kriteria Amsel, yakni apabila ada tiga dari empat kriteria di bawah ini8 :

1. Cairan vagina homogen, putih keabuan atau seperti susu.


2. Clue cells (terdapat pada > 20% epitel sel vagina pada pemeriksaan mikroskop dengan
pembesaran 400x).
3. pH vagina >4.5

7
4. Bau amis sebelum atau setelah penambahan 10% KOH.

2.4.2. Dampaknya
Di Indonesia, kejadian BV dalam kehamilan lebih tinggi dari penyakit infeksi dalam
kehamilan lainnya (bakteriuri tanpa gejala, N. gonorrhoeae, C.trachomatis dan T. vaginalis)
dan keberadaannya meningkatkan kejadian ketuban pecah dini/KPD dan persalinan kurang
bulan/PKB. Secara teoritis pengobatan BV sangat potensial dapat menurunkan kejadian KPD
dan PKB.8
2.4.3. Pengobatan

Clindamycin 300 mg p.o. 2 kali sehari selama 7 hari; atau Metronidazole 250 mg 3 kali sehari
selama 7 hari; atau Metronidazole 250 mg 3 kalisewhari selama 7 hari ditambah
Erythromycin base 333 mg p.o. 3 kali sehari selama 14 hari. 8

2.5. KLAMIDIA

Sampai 75% kasus pada perempuan tidak menunjukkan gejala. Gejala yang ada meliputi
keputihan yang abnormal, dan rasa nyeri saat kencing baik pada laki-laki maupun
perempuan. Perempuan juga dapat mengalami rasa nyeri pada perut bagian bawah atau nyeri
saat hubungan seksual.Pada perempuan, jika tidak diobati, sampai 30% akan mengalami
penjalaran pada saluran urogenital dimulai dari serviks sampai salpingitis sehingga akan
menyebabkan KET maupun Infertilitas.1

2.5.1. Dampak bagi kehamilan dan bayi baru lahir

Bayi yang lahir pervaginam dari ibu dengan infeksi Chlamidia 20-50% dapat
mengalami konjungtivitis inklusi dalam 2 minggu pertama kehidupannya. Pneumonia dapat
terjadi pada usia 3-4 bulan dengan prevalensia 10-20%.Selain itu dapat pula terjadi otitis
media, obstruksi nasal, dan bronkhiolitis karena proses persalinan pervaginamnya.. Resiko
infeksi perinatal tidak dapat terjadi bila persalinan berlangsung perabdominam, kecuali bila
terjadi ketuban pecah sebelumnya.1

2.5.2. Pengobatan pencegahan.

8
Dengan Erytromycin 500 mg secara oral 4 kali sehari selama 7 hari atau Erytromicin
250 mg secara oral 4 kali sehari dalam 14 hari. Bila terdapat intoleransi terhadap erytromicin
dapat diberikan 500 mg 3 kali sehari dalam 7 hari. Pencegahan terhadap opthalmia
neonatorum perlu diberikan salep mata erytromicin (0,5 %) atau Tetracycline (1 %) segera
setelah bayi lahirpaling tidak dalam 1 jam postpartum.Ibu dengan infeksi clamidia dapat
menyusui bayinya.1

2.6. TRIKOMONIASIS

Disebabkan oleh protozoa Trichomonas vaginalis.Trikomoniasis adalah PMS yang


dapat diobati yang paling banyak terjadi pada perempuan muda dan aktif seksual.
Diperkirakan, 5 juta kasus baru terjadi pada perempuan dan laki-laki.1

2.6.1. Diagnosa

Pada perempuan biasa terjadi keputihan yang banyak, berbusa, dan berwarna kuning-
hijau, berbau busuk, gatal, dan nyeri saat berkemih atau saat bersanggama.. Kesulitan atau
rasa sakit pada saat buang air kecil dan atau saat berhubungan seksual juga sering terjadi.
Mungkin terdapat juga nyeri vagina dan gatal atau mungkin tidak ada gejala sama sekali.1,8

2.6.2. Dampak pada kehamilan

Trikomoniasis pada perempuan hamil dapat menyebabkan ketuban pecah dini dan
kelahiran prematur.1

2.6.3. Pengobatan.

Metronidazol kontraindikasi dalam kehamilan trimester pertama, sedangkan obat lain


tidak ada yang manjur, Oleh karena itu metronidazol sebaiknya diberikan pada trimester
kedua atau ketiga dengan dosis tunggal sebanyak 2 gram. 1

9
BAB 3

INFEKSI VIRUS DALAM KEHAMILAN

Banyak jenis virus dapat dijumpai dalam tubuh janin, akan tetapi hanya 3 yang jelas
mempunyai pengaruh teratogenik, yaitu virus rubella, sitomegalovirus dan herpes simpleks.
Ketiga virus tersebut bersama parasit dikelompokan dalam penyakit TORCH. Selain itu
tedapat penyakit virus yang berpengaruh pada janin tetapi jarang terjadi pada kehamilan
10
karena penyakit tersebut jarang dijumpai pada orang dewasa, dikarenakan kekebalannya yang
kebanyakan pernah mengalami penyakit tersebut pada masa kanak-kanaknya seperti Parotitis
epidemika, Rubeola( morbili, campak), Varesella( cacar air).1

3.1. CITOMEGALOVIRUS
Penyakit ini disebabkan oleh Human cytomegalovirus, subfamili betaherpesvirus,
famili herpesviridae. Masa inkubasi penyakit ini antara 3-8 minggu. Infeksi virus ini dapat
ditemukan secara luas di masyarakat; sebagian besar wanita telah terinfeksi virus ini selama
masa anak-anak dan tidak mengakibatkan gejala yang berarti. Pemeriksaan laboratorium
sangat bermanfaat untuk mengetahui infeksi akut atau infeski berulang, dimana infeksi akut
mempunyai risiko yang lebih tinggi. Pemeriksaan laboratorium yang silakukan meliputi Anti
CMV IgG dan IgM, serta Aviditas Anti-CMV IgG.2,6

3.1.1. Penularannnya

Penularannya lewat paparan jaringan, sekresi maupun ekskresi tubuh yang terinfeksi
(urine, ludah, air susu ibu, cairan vagina, dan lain-lain) Pada kehamilan infeksi pada janin
terjadi secara intrauterin. 4

3.1.2. Dampaknya ke janin

Bila seorang wanita baru terinfeksi pada masa kehamilan maka infeksi primer ini akan
menyebabkan manifestasi gejala klinik infeksi janin bawaan sebagai berikut:
hepatosplenomegali, ikterus, petekie, meningoensefalitis, khorioretinitis dan optic atrophy,
mikrosefali, letargia, kejang, hepatitis dan jaundice, infiltrasi pulmonal dengan berbagai
tingkatan, dan kalsifikasi intrakranial. Jika bayi dapat bertahan hidup akan disertai retardasi
psikomotor maupun kehilangan pendengaran. Pada bayi, infeksi yang didapat saat kelahiran
akan menampakkan gejalanya pada minggu ke tiga hingga ke dua belas; jika didapat pada
masa perinatal akan mengakibatkan gejala yang berat.2

3.1.3. Penangananya

11
Pencegahan dapat dilakukan antara lain dengan cara: menjaga kebersihan terutama
sesudah buang air besar, menghindari transfusi darah pada bayi dari ibu seronegatif dengan
darah yang berasal dari donor seropositif, dan menghindari transplantasi organ tubuh dari
donor seropositif ke resipien seronegatif

3.2. RUBELA ATAU CAMPAK JERMAN.

Penyakit ini disebabkan oleh virus Rubella yang termasuk famili Togaviridae dan
genus Rubivirus, infeksi virus ini terjadi karena adanya kontak dengan sekret orang yang
terinfeksi; pada wanita hamil penularan ke janin secara intrauterin. Masa inkubasinya rata-
rata 16-18 hari. 1,2

3.2.1. Diagnosa

Periode prodromal dapat tanpa gejala (asimtomatis), dapat juga badan terasa lemah,
demam ringan, nyeri kepala, dan iritasi konjungtiva. Tanda tanda dan gejala infeksi Rubella
sangat bervariasi untuk tiap individu, bahkan pada beberapa pasien tidak dikenali, terutama
apabila ruam merah tidak tampak. Oleh Karena itu, diagnosis infeksi Rubella yang tepat perlu
ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan laboratorium.Pemeriksaan Laboratorium yang
dilakukan meliputi pemeriksaan Anti-Rubella IgG dana IgM.Pemeriksaan Anti-rubella IgG
dapat digunakan untuk mendeteksi adanya kekebalan pada saat sebelum hamil. Jika ternyata
belum memiliki kekebalan, dianjurkan untuk divaksinasi.Pemeriksaan Anti-rubella IgG dan
IgM terutama sangat berguna untuk diagnosis infeksi akut pada kehamilan < 18 minggu dan
risiko infeksi rubella bawaan. 2,6

3.2.2. Dampaknya Pada Janin


Penyakit ini hanya mengancam janin bila didapat saat kehamilan pertengahan pertama,
makin awal (trimester pertama) ibu hamil terinfeksi rubela makin serius akibatnya pada bayi
yaitu kematian janin intrauterin, abortus spontan, atau malformasi kongenital pada sebagian
besar organ tubuh (kelainan bawaan): katarak, lesi jantung, hepatosplenomegali, ikterus,
petekie, meningo-ensefalitis, khorioretinitis, hidrosefalus, miokarditis, dan lesi tulang.
Sedangkan infeksi setelah masa itu dapat menimbulkan gejala subklinik misalnya
khorioretinitis bertahun-tahun setelah bayi lahir. 2,4

3.2.3. Penanganan
12
Penanganan pada wanita yang baru menderita rubella dalam kehamilan triwulan I dapat
dipertimbangkan untuk dilakukan abortus buatan. Pencegahan antara lain dengan cara isolasi
penderita guna mencegah penularan, pemberian vaksin rubela beserta gama globulin dan
semua kasus rubela harus dilaporkan ke institusi yang berwenang.2,4
Vaksinasi rubela dianjurkan agar tidak dilakukan sesaat sebelum kehamilan atau pada
saat kehamilan, mengingat vaksin tersebut merupakan virus hidup yang dilemahkan.
Memantau efek vaksinasi terhadap janin. Sampai tahun 1986, 1.176 wanita yang rentan
terhadap infeksi rubela telah diimunisasi dalam waktu 3 bulan sejak pembuahan dan
untungnya tidak terdapat bukti yang menunjukkan bahwa pemberian vaksin tersebut
menimbulkan malformasi pada bayi atau janin. 8

3.3. HERPES SIMPLEKS

Penyakit ini disebabkan infeksi Herpes simplex virus (HSV); ada 2 tipe HSV yaitu
tipe 1 dan 2. Tipe 1 biasanya mempunyai gejala ringan dan hanya terjadi pada bayi karena
adanya kontak dengan lesi genital yang infektif; sedangkan HSV tipe 2 merupakan herpes
genitalis yang menular lewat hubungan seksual. HSV tipe 1 dan 2 dapat dibedakan secara
imunologi. Masa inkubasi antara 2 hingga 12 hari. Infeksi herpes superfisial biasanya mudah
dikenali misalnya pada kulit dan membran mukosa juga pada mata. Pemeriksaan
laboratorium, yaitu Anti-HSV II IgG dan Igm sangat penting untuk mendeteksi secara dini
terhadap kemungkinan terjadinya infeksi oleh HSV II dan mencegah bahaya lebih lanjut pada
bayi bila infeksi terjadi pada saat kehamilan.2,4

3.3.1. Penularan ke janin


Penularan pada anak secara : hematogen melalui uri, dari vagina naik ke atas dan
menuju kejanin, bila ketuban sudah pecah ( dari herpes genital ), dan kontak langsung.2,4

3.3.2. Dampaknya

Pada bayi infeksi ini didapat secara perinatal akibat persalinan lama sehingga virus ini
mempunyai kesempatan naik melalui membran yang robek untuk menginfeksi janin. HSV
kelamin berpotensi menyebabkan kematian pada bayi yang terinfeksi.Gejala pada bayi
biasanya mulai timbul pada minggu pertama kehidupan tetapi kadang-kadang baru pada
minggu ke dua-tiga. Manifestasi kliniknya: hepatosplenomegali, ikterus, petekie,

13
meningoensefalitis, khorioretinitis, mikrosefali, dan miokarditis.Bila seorang perempuan
mempunyai herpes kelamin aktif waktu melahirkan, sebaiknya melahirkan dengan bedah
sesar.5

3.3.3. Penanganan

Pemberian Acyclovir 3 dd 200 mg selama 5 hari untuk ibu hamil dan menyusui. Bayi
dapat disususi bila ibu telah cuci tangan dan mengganti baju yang bersih.Pencegahan antara
lain dengan cara: menjaga kebersihan perseorangan dan pendidikan kesehatan terutama
kontak dengan bahan infeksius, menggunakan kondom dalam aktifitas seksual, dan
penggunaan sarung tangan dalam menangani lesi infeksius.1,2,5,6

3.4.HIV/AIDS
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kehamilan dapat memperberat kondisi klinik
wanita dengan infeksi HIV. Sebaliknya, risiko tentang hasil kehamilan pada penderita infeksi
HIV masih merupakan tanda tanya. Bila telah terdiagnosis adanya AIDS perlu dilakukan
pemeriksaan apakah ada infeksi PHS lainnya, seperti gonorrhea, chlamydia, hepatitis, herpes,
ataupun infeksi toksoplasmik, CMV, TBC dan lain-lain.Penderita AIDS mempunyai gejal
awal yang tidak spesifik seperti fatique, anoreksia, Berat badan menurun, atau mungkin
menderita candidiasis orofaring maupun vagina. Kematian pada ibu hamil dengan HIV
positif kebanyakan disebabkan oleh penyakit oportunistik yang menyetainya, terutama
pneumocystis carinii pneumonia.1,3

3.4.1. Penularannya

Transmisi vertical virus AIDS dari ibu kepada janinnya telah banyak terbukti, akan
tetapi belum jelas diketahui kapan transmisi perinatal tersebut terjadi. Penelitian di AS dan
Eropa menunjukkan bahwa risiko transmisi perinatal pada ibu hamil adalah 20-40%.
Transmisi dapat terjadi melalui plasenta, perlukaan dalam proses persalinan, atau melalui
ASI. Walaupun demikian, WHO menganjurkan agar ibu dengan HIV positif tetap menyusui
bayinya mengingat manfaat ASI yang cukup besar dibandingkan dengan risiko penularan
HIV.1,3

3.4.2. Penanganan

14
Sampai saat ini belum ada pengobatan AIDS yang memuaskan. Pemberian AZT
(Zidovudine) dapat memperlambat kematian dan menurunkan frekuensi serta beratnya infeksi
oportunistik. Pengobatan infeksi HIV dan penyakit oportunistiknya dalam kehamilan
merupakan masalah, karena banyak obat belum diketahui dampak buruknya dalam
kehamilan. Dengan demikian, pencegahan menjadi sangat penting peranannya, yaitu
hubungan seksual yang sehat, menggunakan alat kontrasepsi, dan mengadakan tes terhadap
HIV sebelum kehamilan.1,3

Dalam persalinan, Seksio Cesaria bukan merupakan indikasi untuk menurunkan risiko
infeksi pada bayi yang dilahirkan. Penularan kepada penolong persalinan dapat terjadi
dengan rate 0-1% pertahun exposure. Oleh karena itu dianjurkan untuk melaksanakan upaya
pencegahan terhadap penularan infeksi bagi petugas kamar bersalin sebagai berikut:1,3

1.Gunakan pakaian, sarung tangan dan masker yang kedap air dalam menolong persalinan
2.Gunakan sarung tangan saat menolong bayi
3.Cucilah tangan setelah selesai menolong penderita AIDS
4.Gunakan pelindung mata (kacamata)
5.Peganglah plasenta dengan sarung tangan dan beri label sebagai barang infeksius
6.Jangan menggunakan penghisap lendir bayi melalui mulut
7.Bila dicurigai adanya kontaminasi, lakukan konseling dan periksa antibody terhadap HIV
serta dapatkan AZT sebagai profilaksis

Perawatan pascapersalinan perlu diperhatikan yaitu kemungkinan penularan melalui


pembalut wanita, lochea, luka episiotomi ataupun luka SC. Untuk perawatan bayi, sebaiknya
dilakukan oleh dokter anak yang khusus untuk menangani kasus ini. Perawatan ibu dan bayi
tidak perlu dipisah, harus diusahakan agar pada bayi tidak dilakukan tindakan yang membuat
perlukaan bila tidak perlu betul, misalnya jangan lakukan sirkumsisi. Perawatan tali pusat
harus dijalankan dengan cermat. Imunisasi yang menggunakan virus hidup sebaiknya
ditunda sampai terbukti bahwa bayi tersebut tidak menderita virus HIV. Antibodi yang
didapatkan pasif dari ibu akan dapat bertahan sampai 15 bulan. Jadi diperlukan pemeriksaan
ulang berkala untuk menentukan adanya perubahan ke arah negatif atau tidak. Infeksi pada
bayi mungkin baru tampak pada usia 12-18 bulan.1,3

15
3.5.HEPATITIS
Hepatitis infeksiosa disebabkan oleh virus dan merupakan penyakit hati yang paling
sering dijumpai dalam kehamilan. Pada wanita hamil, pemyebab hepatitis infeksiosa
terutama oleh virus hepatitis B. walaupun kemungkinan juga dapat karena virus hepatitis A
atau Hepatitis C.3

3.5.1. Penularan

Pada hepatitis B janin kemungkinan dapat tertular melalui plasenta, waktu lahir, atau
masa neonatus; walaupun masih masih kontroversi penularan melalui air susu.3

3.5.2. Dampaknya

Hepatitis virus dapat terjadi pula setiap saat kehamilan dan mempunyai pengaruh buruk
pada janin maupun ibunya. Pada trimester I dapat terjadi keguguran, akan tetapi jarang
dijumpai kelainan congenital (anomaly pada janin). Sedangkan pada trimester II dan III
sering terjadi premature. 3

3.5.3 Penanganan

Tidak dianjurkan untuk melakukan terminasi kehamilan dengna induksi atau SC, karena
3
akan mempertinggi risiko pada ibu.

Penatalaksanaan3;
1.Istirahat, diberi nutrisi dan cairan yang cukup, bila perlu IV
2.Isolasi cairan lambung dalam atau cairan badan lainnya dan ingatkan tentang pentingnya
janin dipisahkan dengan ibunya
3.Periksa HbsAg
4.Kontrol kadar bilirubun, serum glutamic oksaloasetik transaminase (SGOT), serum
glutamic piruvic transaminase (SGPT), factor pembekuan darah, karena kemungkinan telah
ada disseminated intravaskular coagulapathy (DIC)
5.Cegah penggunaan obat-obat yang bersifat hepatotoksik
6.Pada ibu yang HbsAg positif perlu diperiksa HbsAg anak karena kemungkinan terjadi
penularan melalui darah tali pusat
16
7.Tindakan operasi seperti SC akan memperburuk prognosis ibu
8.Pada bayi yang baru dilahirkan dalam 2×24 jam diberi suntikan anti hepatitis serum

BAB 4

Infeksi Bakteria dalam kehamilan

Penyakit infeksi Bakteria diperburuk dengan adanya kehamilan. Penyakit ini berbahaya
dan mengancam jiwa ibu. Dan berdampak pula bagi perkembangan janinnya.

4.1.Tifus abdominalis

Typus abdominalis dalam kehamilan, dan nifas menunjukan angka kematian yang
lebih tinggi dari pada di luar kehamilan. Penyakit ini mempunyai pengaruh buruk terhadap
kehamilan. Dalam 60-80 % hasil konsepsi keluar secara spontan : lebih dini terjadinya infeksi
dalam kehamilan, lebih besar kemungkinan berakhirnya kehamilan.
Pengobatan dengan kloramfenikol atau tiamfenikol (Urfamycin) biasanya cukup manjur.
Waktu ada wabah, semua wanita hamil perlu diberi vaksinasi. Walaupun kuman-kuman tifus
abdominalis tidak di keluarkan melalui air susu, namun sebaiknya penderita tidak menyusui

17
bayinya karena keadaan umum ibu biasanya tidak mengizinkan, dan karena kemungkinan
penularan oleh ibu melalui jalan lain tetap ada. Tifus abdominalis tidak merupakan indikasi
bagi abortus buatan.3

4.2. MORBUS HANSEN


Penyakit lepra (kusta) ditularkan oleh penderita lepra setelah hubungan erat dan lama.
Biasanya penularan terjadi dalam masa kanak-kanak, akan tetapi mas latennya sangat lama ,
masa inkubasinya bervariasi dari beberapa bulan sampai beberapa tahun. Infeksi laten
menjadi nyata atau penyakitnya menjadi lebih jelas oleh faktor-faktor yang menjadi daya
tahan penderita, seperti purbertas , kehamilan, dan 6 bulan pertama setelah kelahiran , karena
itu penderita sebaiknya tidak menjadi hamil. Dalam penanganan lepra dalam kehamilan yang
penting ialah pencegahan anak terhadap infeksi. Mycobacterium dapat dijumpai dalam
plasenta dan tali pusat. Walaupun demikian, seperti halnya dengan tuberculosis, infeksi
kongenital sangat jarang. Duncan (1980), melaporkan dalam penelitiannya terhadap penderita
lepra yang hamil, bahwa bayi yang dilahirkan lebih sering mengalami pertumbuhan janin
yang terhambat dan plasentanyapun berukuran lebih kecil dari normal.Pertumbuhan dan
perkembangan anak tersebut mengalami keterlambatan pula. Keadaan ini mungkin
disebabkan oleh status imunitas yang rendah pada ibu. Bila seorang ibu mengalami infeksi
lepra, pemisahan anak-anak dari ibunya sejak kelahiran sangat dianjurkan, sampai ibunya
sembuh benar. Apabila tidak, maka 25 % kemungkinan anaknya menderita lepra. Pengobatan
memerlukan waktu yang sangat lama (sampai beberapa tahun). Sekarang diberikan dengan
obat-obat sulfa (diaminodietilsulfon), juga dalam kehamilan. Berdasarkan penelitian
diketahui pula bahwa ibu yang menderita lepra dan mendapat pengobatan sulfa, dapat kontak
dengan bayinya pada saat menyusui saja. Dengan cara ini penularan tidak akan terjadi.9

4.3.TETANUS

Tetanus merupakan penyakit infeksi yong ditandai gejala-gejala neurologik. Ada spasme
dan kenaikan tonus otot yang disebabkan tetani spasmin. Spora dari clostridium tetani ini
hidup bertahun-tahun dalam tanah dan kotoran hewan.Bakteri ini jika masuk dalam tubuh
manusia dapat menyebabkan infeksi baik pada luka yang dalam maupun yang dangkal.
Racun dari bakteri yang membuat penderita terinfeksi. Selain itu, lanjutnya, gejala tetanus
biasanya muncul dalam waktu 5-10 hari setelah terinfeksi. Gejalanya yaitu rahang penderita
kaku, kejang pada otot perut, leher dan punggung, dan denyut jantung meningkat.1,4
18
4.3.1. Dampaknya terhadap kehamilan

Tetanus sering dijumpai dalam kehamilan pada abortus provokatus kriminalis dan dalam
masa nifas, bila persalinan ditolong dukun atau karena manipulasi yang tidak suci hama .
Bakteri tetanus masuk ke dalam tubuh manusia melalui luka. Bila ibu terkena bakteri tersebut
selama proses persalinan, maka infeksi bisa terjadi pada rahim ibu dan pusar bayi yang baru
lahir (tetanus neonatorum). Masa inkubasi pendek bila infeksi dalam kehamilan dibanding
diluar kehamilan. Pengaruh tehadap angka kematian ibu akibat kejang otot pernapasan dan
pengaruh terhadap hasil konsepsi juga buruk.7

4.3.2.Penanganan

Pencegahan dan penanganan terhadap tetanus 7:

1. Tempat luka dibersihkan, disucihamakan da dibiarkan terbuka


2. Diberikan antitoksin tetanus dosis teurapeutik 100.000 sauan unit intravena dan
intramuskuler
3. Diberikan antibiotik
4. Kejang-kejang otot diberantas dengan obat anti kejang dan obat penenang.
5. Bila terjadi kesulitan pernapasan dilakukan trakeotomi.
6. Bila sumber infeksi dan luka adalah uterus, misalnya abortus provokatus kriminalis
dan uterus nifas, pertimbangkan untuk mengangkat sumber infeksi dan toxin.

Pemberian imunisasi pada wanita hamil adalah aman. Perhatikan jadwal pemberian imunisasi
tetanus pada wanita hamil:

• Pemberian pertama: Segera setelah kehamilan terdeteksi.


• Pemberian kedua: Sebulan setelah pemberian vaksin pertama, dan paling lambat dua
minggu sebelum waktu kelahiran.
• Pemberian ketiga: 6-12 bulan setelah pemberian vaksin kedua, atau selama masa
kehamilan berikutnya.
• Pemberian keempat: 1 tahun setelah pemberian vaksin ketiga, atau selama masa
kehamilan berikutnya.
• Pemberian kelima: 1 tahun setelah pemberian vaksin ketiga, atau selama masa
kehamilan berikutnya.

19
Pada saat ini program pencegahan tetanus neonatorum memegang peranan
penting. Pemberian imunisasi TT( Tetanus Toxoid ) bagi ibu hamil merupakan salah
satu upaya untuk menurunkan angka kejadian neonatorum.1

Bab 5

Infeksi Protozoa dalam kehamilan

5.1.Toxoplasma

Penyakit ini merupakan penyakit protozoa sistemik yang disebabkan oleh


Toxoplasma gondii dan biasa menyerang binatang menyusui, burung, dan manusia.
5.1.1.Diagnosis
Diagnosis Toxoplasmosis secara klinis sukar ditentukan karena gejala-gejalanya tidak
spesifik atau bahkan tidak menunjukkan gejala (sub klinik). Oleh karena itu, pemeriksaan
laboratorium mutlak diperlukan untuk mendapatkan diagnosis yang tepat.Pemeriksaan
laboratorium serologik yang sering dipakai selain itu pemeriksaan ELISA , hemaglutinasi,
imunofloresensi indirek dan uji pewarnaan menurut Sabin- Feldman. Pemeriksaan yang lazim
dilakukan juga adalah Anti-Toxoplasma IgG, IgM dan IgA, serta Aviditas Anti-Toxoplasma
IgG.1,6

20
5.1.2. Penularan
Pola transmisinya ialah transplasenta pada wanita hamil, mempunyai masa inkubasi
10-23 hari bila penularan melalui makanan (daging yang dimasak kurang matang) dan 5-20
hari bila penularannya melalui kucing.

5.2.3. Dampaknya ke janin


Bila infeksi ini mengenai ibu hamil trimester pertama akan menyebabkan 20% janin
terinfeksi toksoplasma atau kematian janin, sedangkan bila ibu terinfeksi pada trimester ke
tiga 65% janin akan terinfeksi. Infeksi ini dapat berlangsung selama kehamilan. 2
Manifestasi klinis pada bayi yang mungkin terjadi ialah: hepatosplenomegali, ikterus,
petekie, meningoensefalitis, khorioretinitis, mikrosefali, hidrosefalus, kalsifikasi intrakranial,
miokarditis, lesi tulang, pnemonia, dan rash makulopapular.

5.2.3 Pencegahan dan penanganan

Pencegahan dapat dilakukan antara lain dengan cara: memasak daging sampai matang,
menggunakan sarung tangan baik saat memberi makan maupun membersihkan kotoran
kucing, dan menjaga agar tempat bermain anak tidak tercemar kotoran kucing.2

Pengobatan yang diberikan lebih banyak bertujuan untuk menurunkan risiko infeksi
terhadap janin. Obat yang diberikan adalah pirimetamin oral 25 mg sehari bersama dengan
sulfadiazin oral 1 g sehari selama 28 hari. Bersama dengan itu diberikan pula asam folat 6 mg
IM atau oral 3 x seminggu untuk menghindari efek toksik pirimetamin terhadap sistem
hematologik. Selama pengobatan, dilakukan pemeriksaan darah tepi 2x seminggu. Pemberian
pirimetamin tidak dianjurkan pada kehamilan trimester pertama, sedang sulfadiazin harus
dicegah pemberiannya pada kehamilan aterm. Spiramisin untuk pengobatan toxoplasmosis
dengan dosis pemakaian 3 g sehari selama 3 minggu , diulang dengan interval 2 minggu
hingga kehamilan aterm. Kadang-kadang perlu pula diberi kortikosteroid, misalnya prednison
1-2 mg/kgbb/ hari oral, diberikan dua kali sehari selama masa peradangan, kemudian dosis
dapat diturunkan. 1

21
Tindakan aborsi dilaksanakan bila ibu dalam kehamilan muda terserang toxoplasmosis akut.
Dan bila terserang bisa dinyatakan sembuh dan dapat hamil lagi. Dalam masa laktasi, bayi
tidak perlu dikhawatirkan tertular toxoplasmosis melalui ASI. Oleh karena itu ASI tetap
diberikan.Pencegahan kehamilan dilakukan bila hasil pemeriksaan serologi toxoplasma
positif dan boleh hamil setelah diyakini tidak ada infeksi.1

4.2. MALARIA

Malaria pada ibu hamil dapat menimbulkan berbagai kelainan, tergantung pada tingkat
kekebalan seseorang terhadap infeksi parasit malaria dan paritas (jumlah kehamilan). Ibu
hamil dari daerah endemi yang tidak mempunyai kekebalan dapat menderita malaria klinis
berat sampai menyebabkan kematian .9

4.2.1. Diagnosa
Gejala klinis malaria dan densitas parasitemia dipengaruhi paritas, sehingga akan
lebuh berat pada primigravida (kehamilan pertama) daripada multigravida (kehamilan
selanjutnya)Pada ibu hamil dengan malaria, gejala klinis yang penting diperhatikan ialah
demam, anemia, hipoglikemia, edema paru, akut dan, malaria berat lainnya.10

4.2.2. Penularan
Plasenta juga berfungsi sebagai “Barrier” (penghalang) terhadap bakteri, parasit dan
virus. Karena itu ibu terinfeksi parasit malaria, maka parasit akan mengikuti peredaran darah
sehingga akan ditemukan pada plasenta bagian maternal. Bila terjadi kerusakan pada
plasenta, barulah parasit malaria dapat menembus plasenta dan masuk kesirkulasi darah janin,
sehingga terjadi malaria kongenital.9,10

4.2.3. Dampaknya ke janin


Abortus, kematian janin, bayi lahir mati dan prematuritas dilaporkan terjadi pada
malaria berat. Malaria maternal dapat menyebabkan kematian janin, karena terganggunya
transfer makanan secara transplasental, demam yang tinggi (hiperpireksia) atau hipoksia
karena anemia.10
4.2.4. Penanganan
Pada serangan tiba-tiba malaria diberikan suntikan intramuskuler biasanya diberikan
300 mg chloroquine dan Mepacine dan diulang 10 jam kemudian. 4-Aminoquinolon seperti
chloroquine dan amodiaquine merupakan obat yang manjur untuk pengobatan serangan
22
malaria mendadak dan juga manjur untuk pencegahan. Selain itu untuk pencegahan juga apat
diberikan proguanil dan pyrimethamine ( daraprim).Bila wanita hamil di daerah endemik
yang sebelunya tidak mendapat pengobatan profilatik , dimulai dengan dosis teurapeutik
( 600 mg Chloroquine atau 800 mg Amodiaquine ) untuk memberantas parasitemia yang
sebelumnya mungkin ada. Kemudian pencegahan dilanjutkan dengan pemberian Daraprim
satu tablet setiap minggu sampai 6 minggu postpartum.1
Pencegahan malaria pada bayi samapentingnya didaerah endemik. Para bayi dari ibu
yang kebal memiliki imunitas yang berlangsung sampai umur 3 bulan. Setelah itu bayi diberi
pengobatan pencegahan. Sebaliknya para bayi dari ibu yang tidak kebal tidak dilindungi,.
Dalam hal ini ebaiknya pencegahan sudah dimulai segera setelah lahir. Dalam 6 bulan
pertama diberikan 6,25 mg setiap minggu dalam bentuk sirup maupun seperempat tablet yang
dihancurkan dan diberikan dalam bentuk bubuk.1
Strategi kontrol malaria saat ini untuk kehamilan masih merupakan pemberian
kemoprofilaksis anti malaria yang rutin yaitu klorokuin pada setiap wanita hamil dalam
daerah endemi malaria. Beberapa penelitian menunjukan bahwa kemoprofilaksis dapat
mengurangi anemia pada ibu dan menambah berat badan lahir. 11

23
BAB 6

Kesimpulan
Ibu hamil dengan janin yang dikandungnya sangat peka terhadap infeksi dan penyakit
menular. Beberapa di antaranya meskipun tidak mengancam nyawa ibu, tetapi dapat
menimbulkan dampak pada janin dengan akibat antara lain abortus, pertumbuhan janin
terhambat, bayi mati dalam kandungan, serta cacat bawaan. Kebanyakan penyakit infeksi
diperparah dengan terjadinya kehamilan. Dan ada pula Penyakit yang nampaknya tidak
terlalu mengancam jiwa ibu hamil bahkan tidak nampak gejala tetapi bisa membahayakan
terhadap janin. Penyakit-penyakit intrauterin yang sering menyebabkan dampak yang
berbahaya pada janin yaitu Penyakit TORCH ; merupakan singkatan dari T =
Toksoplasmosis ; R = Rubela (campak Jerman); C = Cytomegalovirus; H = Herpes simpleks.
1,2,3

Penyakit infeksi dalam kehamilan akan dibagi dalam penyakit akibat hubungan seksual,
dan penyakit lainnya terdiri dari infeksi oleh bakteri, virus serat infeksi parasit dalam
kehamilan. Infeksi dalam kehamilan berdampak pada janin bisa berasal dari infeksi tersebut
saat janin didalam kandungan atau saat janin setelah dilahirkan pervaginam karena kontak
langsung dengan tempat yang terinfeksi. Dari sekian banyak faktor penyebab Persalinan
Kurang Bulan , infeksi merupakan penyebab sekitar 40% Persalinan Kurang Bulan (PKB)

24
karena Ketuban pecah dini. Infeksi urogenital yang tersering berpengaruh terhadap kejadian
KPD adalah Vaginosis bakterial , Trikomoniasis ,Servisitis Gonorrhoeae dan Infeksi
Chlamydia trachomatis. Penyakit infeksi Bakteria (seperti Tifus abdominalis, Kusta dan
tetanus) dan infeksi protozoa (Seperti malaria) diperburuk dengan adanya kehamilan.
Penyakit ini berbahaya dan mengancam jiwa ibu. Dan berdampak pula bagi perkembangan
janinnya sehingga terjadi Abortus, kematian janin, bayi lahir mati dan prematuritas.1,3,8,9

Banyak penyakit infeksi intrauterin maupun yang didapat pada masa perinatal yang
berakibat sangat berat pada janin maupun bayi, bahkan mengakibatkan kematian sehingga
diperlukan diagnosa yang cepat dan tindakan pengobatan serta pencegahan dengan vaksinasi
maupun hubungan seksual yang sehat dan baik yang dapat dilakukan oleh wanita hamil dan
suami sehingga diharapkan menurunkan angka kematian ibu maupun bayi.2

DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknojosastro H. , Saifudin B. A. dan Rachimhadhi T., Ilmu Kebidanan. Yayasan


Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Edisi 3 cetakan Kesembilan. Jakarta 2007.
2. Muchlastriningsih E. Pengaruh Infeksi TORCH terhadap Kehamilan .Pusat
Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Cermin Dunia
Kedokteran 2006 .(151).
3. Infeksi yang menyertai Kehamilan dan Persalinan Pada Ibu Hamil http://www.g-
excess.com/id/askeb-asuhan-kebidanan/infeksi-yang-menyertai-kehamilan-dan-
persalinan-pada-ibu-hamil.html
4. Mochtar R., Lutan D. Sinopsis obstetri EGC jilid 1 edisi 2
5. Brown, Z.A., et al. Genital Herpes Complicating Pregnancy. Obstetrics and
Gynecology, volume 106, number 4, October 2005, pages 845-856.
6. Judarwanto W. Infeksi TORCH Pada kehamilan : Bahaya bagi Janin dan Pentingnya
Pemeriksaan Laboratorium Saat Kehamilan
http://koranindonesiasehat.wordpress.com/2009/12/03/infeksi-torch-pada-kehamilan-
bahaya-bagi-janin-dan-pentingnya-pemeriksaan-laboratorium-saat-kehamilan/
25
7. Pregnancy with condyloma acuminata. 2007. http://www.glohealth.cn/ download
tanggal 5 mei 2011.
8. Krisnadi S.R. Dampak Infeksi Genital Terhadap Persalinan Kurang Bulan. Bagian
Obstetri Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Cermin Dunia Kedokteran
No. 151, 2006
9. Infeksi dalam kehamilan http://spesial-torch.com/index2.php?
option=com_content&do_pdf=1&id=129
10. Tjitra E. Malaria pada kehamilan. Cermin Dunia kedokteran. 2006. (68) : 48-52.
11. Sutanto. I. Malaria Pada Kehamilan. Bagian Parasitologi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta.

26

You might also like