You are on page 1of 9

A.

Latar Belakang Masalah


Al-Qur’an merupakan kalam Allah yang telah mencapai derajat
kesempurnaan, baik dari aspek kwalitas maupun aspek kwantitas, seperti yang
telah disebut dalam firman-Nya: “pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu
agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah kuridhai Islam
sebagai agamamu ”.1 dari ayat diatas bisa difahami bahwasanya bukan Islamnya saja
yang sempurna melainkan juga landasan dari Islamya itu sendiri. Landasan paling
utama dalam Islam adalah al Qura`an. Yaitu kitab yang sempurna dalam segala
aspek.
Bila dibandingkan dengan kitab-kitab suci yang terdahulu, al-Qur’an
mempunyai berbagai kelebihan, salah satunya adalah dari segi bahasa. Para
pemerhati gaya bahasa al-Qur’an sepakat bahwa kelebihan al-qur’an –bila
dibandingkan dengan kitab lainya- ada pada susunan bahasanya, dan salah satu
gaya bahasa yang ditemukan dalam al-Qur’an adalah Pertentangan Makna.
Pertentangan Makna didalam istilah linguistik linguistik arab sering disebut
at-tadhadhu dengan al-dhid sebagai bentuk tunggalnya, dan dalam bentuk jamaknya
disebut al-adhaat.2 Istilah al-adhaat dalam linguistik umum dikenal dengan istilah
Antonim. Abdul Chaer memberikan definisi antonim dengan hubungan semantik
antara dua buah satuan ujaran yang maknanya menyatakan kebalikan,
pertentangan atau kontras yang satu dengan yang lainnya, seperti kata sukar dan
mudah.
Dalam penelitian ini, penulis akan menganalisis ayat-ayat al-Qur'an dalam
surat ali ‘imran dengan memfokuskan pada tujuan menunjukkan hubungan dan
keterkaitan kata-kata tersebut, dalam hal ini hubungan kebalikan makna atau
keantoniman. Penulis membahas relasi leksikal antonimi melalui studi pustaka yang
bersumber dari surat an Nisa` dan beberapa buku teks linguistik serta kamus
bahasa Arab sebagai penunjang. Buku teks linguistik dijadikan landasan untuk
menemukan berbagai definisi antonim, untuk selanjutnya digunakan dalam proses
identifikasi kata-kata dalam surat Ali ‘Imran yang termasuk kategori antonim
1
QS. Al-Maidah, 3
2
Mardjoko Idris, Semantik Al-Qur’an- Pertentangan dan Perbedaan Makna- Yogyakarta: Teras,
2008, hal. 1

1
B. Pengertian Antonim
Mikrolinguistik adalah sebuah subdisiplin linguistik yang mempelajari
bahasa dalam rangka kepentingan ilmu itu sendiri, tanpa mengaitkan dengan ilmu
lain, dan tanpa memikirkan penerapan ilmu tersebut dalam kehidupan sehari-hari. 3
Mikrolinguistik itu sendiri meliputi teori linguistik, histories komparatif, linguistic
komparatif, dan linguistic deskriptif. Namun dalam pembahsan kali ini penulis
hanya akan menjelaskan linguistic deskriptif, karena berkaitan dengan penelitian
ini.
Linguistik deskriptif merupakan subdisiplin linguistic yang menelaah bahasa
berdasarkan kenyataan yang ada pada saat diteliti. Dan berusaha memaparkan
sesuatu hal atau masalah dengan sistematis. Linguistic deskriptif sendiri meliputi
bidang fonetik, fonemik, morfologi, sintaksis, semantic, dan leksiologi. 4
Sehubungan dengan penelitian ini adalah penelitian kebahasaan atau
linguistic, yang ingin menganalisa antonim dalam surat yang secara otomatis
menggunakan metode linguistic deskriptif, dan semantic sebagai landasan teorinya.
Adapun pengertian antonim atau at-thadhadu adalah hubungan semantic
antara dua buah satuan ujaran yang maknanya menyatakan kebalikan,
pertentangan, atau kontras antara yang satu dengan yang lain. Misalnya, kata
“Assama’><al-ardh” , “al-ghany><al-faqir”
Pembahasan antonim merupakan bagian dari objek kajian semantik leksikal
yang menitik beratkan pada pertentangan makna. Didalam pertentangan makna
atau keantoniman terdapat berbagai realitas kebahasaan misalnya menyangkut
masalah mengapa kata hidup (al-hayah) dan mati (al-maut) yang berantonim tidak
bisa dikatakan sangat hidup dengan sangat mati, tetapi pada kata jauh (al-ba'id) dan
dekat (al-qarib) yang juga berantonim dapat dikatakan sangat jauh dan sangat
dekat. Juga mengapa kata tinggi hanya berantonim dengan kata rendah; sedangkan
kata berdiri bisa berantonim dengan kata duduk, dengan kata berbaring, dengan
kata tiarap dan dengan kata berjongkok.

3
Soeparno, Drs, 1993. Dasar-Dasar Linguistik, Yogyakarta: Mitra Gama Widya, hal. 17
4
Ibid, hal. 19

2
Fakta inilah yang mengilhami Abdul Chaer dalam menentukan tipe-tipe
antonim5 tipe yang tawarkan Chaer yaitu ; pertama, antonim yang bersifat mutlak.
Seperti kata hidup berantonim dengan kata mati. Antonim ini bersifat mutlak
karena sesuatu yang hidup tentunya belum mati, dan sesuatu yang mati tentunya
tidak hidup. Kedua, antonim relative atau bergradasi. Umpamanya kata besar dan
kecil berantonim secara relative, juga antara jauh dan dekat. antonim ini disebut
relative karena batas antara satu dengan lainya tidak dapat di tentukan secara jelas.
Karena itu pula kita dapat mengatakan, misalnya lebih dekat, sangat dekat, atau juga
paling dekat. Ketiga, antonim relasional. Umpamanya antara kata menjual dan
membeli, antara kata suami dan kata istri. Hal ini karena munculnya yang satu harus
disertai ( mempunyai relasi) dengan yang lainya. Keempat, antonim hierarkial,
Seperti kata gram dan kilogram. Antonim jenis ini disebut hierarkial karena satuan
ujaran yang berantonim itu berada dalam satu garis jenjang. Yakni, berada dalam
satu garis jenjang ukuran timbangan. Kelima, antonim majemuk yaitu antonim yang
memiliki pasangan lebih dari satu. Seperti kata berdiri berantonim dengan kata
duduk, tidur, tiarap, jongkok, bersila.
Disini perlu diingat bahwasanya didalam al Quran selain terdapat
pertentangan makna at-Tadhadhu juga terdapat al Tibak. Yang membedakan
keduanya hanya pada sudut pandangnya, jika at Thibak sudut pandang yang
digunakan adalah sudut pandang ilmu balaghah (retorika), sedangkan at-Tadhadhu
sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang linguistik. Dalam ilmu
balaghah para bulagha` (ahli dalam ilmu balaghah) hanya memberi perhatian
bagaimana pasangan pertentangan makna dapat diwujudkan dalam sebuah kalimat
(sastra), serta memberi perhatian bagaimana efek pemakain makna yang
bertentangan tersebut terhadap pendengar. Sedangkan model-model pertentangan
makna tersebut tidak dibicarakan, dan itulah yang menjadi obyek dari linguistik.

Pemilihan Surat an Nisa` sebagai objek kajian ini lebih kepada kandungan
ayat-ayatnya yang secara kuantitatif tergolong cukup banyak dan hal ini
mengindikasikan terdapatnya berbagai kata yang mengandung antonim. Surat an
5
Chaer Abdul. Linguistik Umum. Jakarta: PT. rineka Cipta 2000, hal. 299-301

3
Nisa` merupakan salah satu surat al-Qur’an yang termasuk kedalam sab'u al-thiwal
selain surat al-Baqarah yang memang merupakan surat terpanjang. Surat an Nisa`
terdiri atas 176 ayat.
Dikarenakan penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian kebahasaan
yang mencakup kata dalam sebuah teks dan stuktur bahasa, maka dalam hal yang
terkait dengan metodologi, penulis menggunakan pendekatan analisis teori
semantik leksikal yaitu studi yang memfokuskan diri dalam mengelaborasi makna
pada hierarki kata. 
C.Metode Penelitian
Metode adalah cara bertindak menurut sistem aturan tertentu. Sedangkan
penelitian adalah segala aktivitas berdasarkan disiplin ilmiah untuk mengumpulkan,
menjelaskan, menganalisis, dan menafsirkan fakta-fakta serta hubungan-hubungan
antara fakta-fakta alam, masyarakat, kelakuan, dan rohani manusia guna
menemukan prinsip-prinsip pengetahuan dan metode-metode baru dalam usaha
menggapai hal-hal tersebut.6
Dan untuk bisa terjun kekancah ilmu bahasa (linguistik) berarti
mengembangkan ilmu itu. Maka sehubungan dengan penelitian ini adalah penelitian
kebahasaan mengenai makna, maka penulis dalam hal ini menggunakan metode
deskriptif yaitu berusaha memaparkan suatu hal atau masalah dengan sistematis
serta analisis dan interprestasi yang tepat, dengan pendekatan semantik.
Sebagaimana dikatakan Saeed bahwa tujuan deskriptif tradisional dari
semantik leksikal adalah: (a) menentukan makna dari setiap kata dalam suatu
bahasa, dan (b) menunjukkan bagaimana makna-makna dari kata-kata dalam suatu
bahasa saling terkait. Dalam penelitian ini, penulis akan menganalisis ayat-ayat al-
qur’an dalam surat an Nisa`dengan memfokuskan pada tujuan yang kedua, yaitu
untuk menunjukkan hubungan dan keterkaitan kata-kata tersebut, dalam hal ini
hubungan kebalikan makna atau keantoniman.
Penulis mencoba membahas relasi leksikal antonimi melalui studi pustaka
yang bersumber dari surat an Nisa`dan beberapa buku teks linguistik serta kamus

6
Tri Mastoyo Jati Kesuma, Pengantar (Metode) Penelitian Bahasa, Yogyakarta: Carasvatibooks,
2007, Hal. 1

4
bahasa arab sebagai penunjang. Buku teks linguistik dijadikan landasan untuk
menemukan berbagai definisi antonim, untuk selanjutnya digunakan dalam proses
identifikasi kata-kata dalam surat an Nisa` Data yang diperoleh kemudian di
identifikasi dan di klasifikasi berdasarkan sifat data kemudian di analisis.
D. Analisis Surat an Nisa`
a. Antonim Mutlak

‫ ﭥ ﭦ‬3‫ ﭤ‬3‫ ﭣ‬3‫ﭡﭢ‬ 3‫ ﭟ ﭠ‬3‫ ﭝ ﭞ‬3‫ﭜ‬ ‫ ﭛ‬3‫ ﭚ‬3‫ ﭙ‬3‫ ﭘ‬3‫ ﭗ‬3‫ ﭖ‬3‫ ﭔ ﭕ‬3‫ ﭓ‬3‫ ﭒ‬3‫ ﭑ‬3‫ﮋ‬
١ :‫ﭭ ﭮ ﭯ ﮊ النساء‬ ‫ﭧ ﭨﭩ ﭪ ﭫ ﭬ‬
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan
kamu dari seorang diri, dan dari padanya, Allah menciptakan isterinya; dan dari pada
keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling
meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah
selalu menjaga dan mengawasi kamu.
‫ ﭪ‬3‫ ﭧ ﭨ ﭩ‬3‫ ﭦ‬3‫ ﭢ ﭣﭤ ﭥ‬3‫ ﭡ‬3‫ ﭠ‬3‫ ﭟ‬3‫ ﭞ‬3‫ ﭛ ﭜ ﭝ‬3‫ ﭚ‬3‫ ﭖﭗ ﭘ ﭙ‬3‫ ﭕ‬3‫ ﭔ‬3‫ ﭓ‬3‫ ﭒ‬3‫ ﭑ‬3‫ﮋ‬
‫ﭷ ﭸ ﭹ ﭺ ﭻ ﭼ ﭽﭾ ﭿ ﮀ ﮁ ﮂ‬ ‫ﭯ ﭰ ﭱ ﭲ ﭳﭴ ﭵ ﭶ‬ ‫ﭫﭬ ﭭ ﭮ‬
١٧٦ :‫ﮃﮄ ﮅ ﮆ ﮇ ﮈ ﮉ ﮊ النساء‬
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: "Allah memberi
fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak
mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang
perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki
mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi
jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang
ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-
saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak
bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu,
supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Pada kedua ayat diatas, kata yang bertentangan maknanya adalah kata ‫رجاال‬/
rijal dengan kata ‫النساء‬/ an Nisa`. Kata pertama berarti laki-laki sedangkan kata yang
kedua berarti perempuan. Dalam istilah linguistik pertentangan kata rijal dan nisak
bersifat mutlak,, yang dimaksud dengan mutlak adalah seseorang yang berjenis
perempuan, dalam waktu yang tidak mungkin berjenis laki-laki, dan begitu juga
sebaliknya.

5
‫ ﮊ‬3‫ﮃ‬ 3‫ ﮂ‬3‫ ﮁ‬3‫ﮀ‬ 3‫ ﭽﭾ ﭿ‬3‫ ﭼ‬3‫ ﭻ‬3‫ ﭺ‬3‫ ﭵ ﭶ ﭷﭸ ﭹ‬3‫ ﭲﭳ ﭴ‬3‫ ﭱ‬3‫ ﭰ‬3‫ﮋ‬
٢ :‫النساء‬
Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka,
jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta
mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan)
itu, adalah dosa yang besar.

Kata yang bertentangan maknanya adalah kata ‫ الخبيث‬/ al khabis dengan kata
‫الطيب‬/ at Thayyib. Kata pertama berarti sesuatu yang buruk sedangkan kata yang kedua
berarti sesuatu yang baik. Dalam istilah linguistik pertentangan kata buruk dan bagu
bersifat mutlak,, yang dimaksud dengan mutlak adalah sesuatu yang pada suatu saat
mempunyai sifat yang baik tidak bisa pada saat yang sama mempunyai sifat yang buruk.
‫ﯵ ﯶ ﯷ ﯸ ﯹ ﯺ‬ ‫ﯭ ﯮ ﯯ ﯰﯱ ﯲ ﯳ ﯴ‬ ‫ﮋ ﯨ ﯩ ﯪ ﯫ ﯬ‬
٧٤ :‫ﯻ ﯼ ﯽ ﯾ ﮊ النساء‬
Karena itu hendaklah orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan
kehidupan akhirat berperang di jalan Allah. Barangsiapa yang berperang di jalan Allah,
lalu gugur atau memperoleh kemenangan maka kelak akan Kami berikan kepadanya
pahala yang besar.

Kata yang bertentangan maknanya adalah kata ‫الدنيا‬/ ad Dunya dengan kata
‫اآلخرة‬/ al Akhirah. Kata pertama berarti sesuatu yang buruk sedangkan kata yang kedua
berarti sesuatu yang baik. Dalam istilah linguistik pertentangan kata dunia dan akhirat
bersifat mutlak,, yang dimaksud dengan mutlak adalah seseorang yang pada suatu saat
berada didunia tidak bisa pada saat yang sama tidak bisa berada di akhirat.

b. Antonim Relative
‫ﯰ ﯱﯲ ﯳ ﯴ ﯵ ﯶ ﯷ‬ ‫ ﯪ ﯫ ﯬ ﯭ ﯮ ﯯ‬3‫ ﯨ ﯩ‬3‫ ﯧ‬3‫ ﯥ ﯦ‬3‫ﮋ‬
‫ﰁ ﰂ ﰃﰄ ﰅ ﰆ ﰇ ﰈ ﰉ‬ ‫ ﯿ ﰀ‬3‫ﯼ ﯽﯾ‬ ‫ﯸﯹ ﯺ ﯻ‬
٦ :‫ﰊﰋ ﰌ ﰍ ﰎ ﰏ ﮊ النساء‬
Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian
jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka
serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak
yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa
(membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barang siapa (di antara pemelihara itu)
mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan
barangsiapa yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut.
Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu

6
adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai
Pengawas (atas persaksian itu).
Kata yang bertentangan pada ayat diatas adalah kata ‫ غنيا‬/ ghaniyyan dengan
kata ‫فقيرا‬/ faqiran. Kata yang pertama berarti orang kaya sedangkan kata kedua berarti
orang yang miskin. Dalam istilah linguistik pertentangan diatas disebut dengan antonim
relativ atau degadrasi. Antonim ini bersifat relatif karena antara orang yang kaya satu
dengan orang yang kaya lainya tidak dapat ditentukan dengan jelas, begitu juga
sebaliknya. Karena itu pulalah kita dapat mengatakan misalnya sangat kaya ataupun
sangat miskin.
c. Antonim Relasional
‫ﯯ ﯰ‬ ‫ﯦ ﯧ ﯨ ﯩﯪ ﯫ ﯬ ﯭ ﯮ‬ ‫ ﯤ ﯥ‬3‫ﮋ ﯚ ﯛ ﯜ ﯝ ﯞ ﯟ ﯠ ﯡ ﯢﯣ‬
١١ :‫ﯱﯲ ﯳ ﯴ ﯵ ﯶ ﯷ ﯸ ﯹ ﯺ ﮊ النساء‬
Jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-
bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai
beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut
di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya.
(Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara
mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu..
Kata yang bertentangan pada ayat diatas adalah ‫ اب‬/ abu dengan kata ‫ابن‬/ibnu,
yang pertama mempunyai ayah sedang kedua berarti anak laki-laki. Antonim diatas
disebut antonim relasional karenamunculnya yang satu harus disertai yang lainya
maksudnya seseorang bisa disebut ayah jika ia mempunyai anak, begitu juga seseorang
bisa disebutb anak jika ia mempunyai seorang ayah.
d. Antonim Hirarkial
‫ﮘ ﮙ‬ ‫ﮋ ﮄ ﮅ ﮆ ﮇ ﮈ ﮉ ﮊ ﮋ ﮌ ﮍ ﮎ ﮏ ﮐ ﮑ ﮒﮓ ﮔ ﮕ ﮖ ﮗ‬
٣ :‫ﮚ ﮛ ﮜﮝ ﮞ ﮟ ﮠ ﮡ ﮢ ﮊ النساء‬
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita
(lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan
dapat berlaku adi, maka (kawinilah) seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki.
Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.

Kata yang bertentangan pada ayat diatas adalah ‫ ربع‬،‫ ثلت‬،‫ مثنى‬/dua, tiga, empat
dengan kata ‫واح دة‬/ satu. Antonim jenis ini disebut dengan antonim hirarkial, hal ini
disebakan karena satuan ujaran yang berantonim berada dalam satu garis jenjang yang
sama, yakni berada dalam satu garis jenjang angka satuan.
e. Antonim Majemuk

7
‫ﮩ ﮪ ﮊ‬ ‫ﮥ ﮦ ﮧ ﮨ‬ ‫ﮋ ﮔ ﮕ ﮖ ﮗ ﮘ ﮙ ﮚ ﮛ ﮜﮝ ﮞ ﮟ ﮠ ﮡﮢ ﮣ ﮤ‬
١٠٣ :‫النساء‬
Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu
berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa
aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah
fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.
Kata yang bertentangan pada ayat diatas adalah kata ‫قياما‬/ berdiri dengan kata ،‫قعودا‬
‫جنوبكم‬/ duduk, berbaring. Antonim yang terdapat dalam ayat ini adalah antonim jenis
majemuk, hal ini dikarenakan kata berdiri mempunyai perbandingan makna lebih dari
satu yaitu duduk, berbaring.

E.Kesimpulan
Didalam Surat an Nisa` ditemukan lima macam at Tadhad yaitu at Tadhad
mutlak, relativ, relasional, hirarkial, majemuk. Dengan at Tadhad inilah kita bisa
mengetahui bahwasanya al Qur`an mempunyai gaya bahasa dengan mempertentangkan
makna sehingga dengan mempertentangkan makna kata itulah al Qur`an menjadi indah
gaya bahasanya.

F. Daftar Pustaka
Abdurrahman, Aisyah. 1998. Al-wujuh wa Nadhoir fi Qur’an al-karim. Kairo:
Beirut
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta
Ullmann, Stephen. Pengantar Semantik: Diadaptasi oleh Sumarsono.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Parera, J.D. 2002. Teori Semantik. Jakarta: Erlangga
Dr. Muhtar Umar, Ahmad. 2003. Isytiraq wa At-Tadaadhad fi Qur’an al-Karim.
Kairo: Ilmu Kutub
Tarjamah al-Qur’an Al-Karim
Tri Mastoyo Jati Kesuma. 2007, Pengantar (Metode) Penelitian Bahasa,
Yogyakarta: Carasvatibooks
Drs. Aminuddin. 2001, Semantik: Pengantar Study Tentang Makna. Bandung:
Sinar Baru Algensindo, cet. 2
Soeparno, Drs, 1993. Dasar-Dasar Linguistik, Yogyakarta: Mitra Gama Widya

8
Mardjoko Idris. 2008, Semantik Al-Qur’an- Pertentangan dan Perbedaan
Makna- Yogyakarta: Teras,
Taufikqurrachman, 2008, Leksikologi Bahasa Arab, Malang: UIN Malang Press

2006 ،‫ القاهرة‬،‫ بيروت‬،‫ عالمة كتب‬،‫ علم الداللة‬،‫أحمد محتار عمر‬


.2005 ،‫ القاهرة‬،‫ مكتبة األداب‬، ‫ علم الداللة دراسة نظرية وبطبيقية‬،‫فرض عوض حيد‬

You might also like