You are on page 1of 9

PENUGASAN CASE REPORT

BLOK DARAH
ANEMIA APLASTIK OLEH VIRUS
EPSTEIN-BARR
Etiologi

Epstein-Barr virus :gammaherpesvirus, genus


Lymphocryptovirus > penyebab mononukleosis
menular.
Universal
Anemia aplastik=kekurangan pada jumlah eritrosit,
lekosit, trombosit kronis ; berkurangnya fungsi
sumsum tulang.
↓ sel stem sumsum, ruang lemak ↑, tapi tidak
ditemukan keganasan. (lemak / rasio haemopoiesis
> 75:25%) 
Epidemiologi

Manusia, satu-satunya sumber EBV ,universal.


Kontak air liur baik langsung atau tidak langsung,
Virus dapat bertahan dalam air liur selama beberapa jam di luar tubuh.
Epstein-Barr Virus kadang ditularkan transfusi darah. Infeksi umumnya
diperoleh awal kelahiran, khususnya sosial ekonomi lebih rendah, tersebar
keluarga secara umum.
Mononukleosis menular merupakan sesuatu yang umum dalam suatu
kelompok remaja, seperti di lembaga pendidikan.
Sampai saat ini tidak ditemukan adanya pola musiman.
Masa penularan tak tentu, tapi untuk inkubasi adalah 2-6 minggu.(Lecture
Notes: Penyakit Infeksi ;38) Terdapat juga sumber mengatakan untuk
infeksi mononukleosis diperlukan 30-50 hari.(
http://aapredbook.aappublications.org/cgi/content/full/2009/1/3.39?maxtos
how=&hits=10&RESULTFORMAT=&fulltext=EBV&searchid=1&FIRSTINDEX
=0&fdate=1/1/2009&tdate=1/31/2009&resourcetype=HWCIT#Epidemiology
)
Patofisiologi

membiak di daerah faring, EBV menginfeksi sel epitel di area lokal dan limfosit B.
Limfosit B yang terinfeksi akan menyebar, sel T akan merespon, ditandai dengan
mononukleosis , untuk kasus ini, hal ini akan terjadi di daearh sumsum
tulang,dapat terjadi limfadenopati, splenomegali bahkan hepatomegali.
Perforin adalah protein sitolitik terutama dalam limfosit sitotoksik yang teraktivasi
dan sel killer alami. Mutasi gen perforin bertanggung jawab untuk beberapa hal
tentang fagositosis darah. Epstein-Barr virus adalah patogen yang paling sering
memicu infeksi lymphohistiocytosis hemophagocytic (fagositosis oleh makrofag
eritrosit, leukosit, trombosit, dan prekursor mereka), dan menginfeksi CD8 (+) sel
T. Perforin  berkurang secara nyata dalam mayoritas kasus anemia aplastik.
Setelah terjadi infeksi, sel terinfeksi dapat dikultur secara in vitro secara
berkelanjutan untuk penegakan diagnosis. Gejala umum terdapat nyeri tenggorok,
demam, dan limfedenopati. Hal tersebut menyertai mudah lelah, nyeri kepala, dan
malaise.
Pemeriksaan fisik & Pemeriksaan laboratorium

 Terdapat radang pada tonsil dengan warna kemerahan. Ditemukan pteki di langit-langit
mulut bagian belakang dan pembesaran limfe di bagian leher. Sebab kekurangan eritrosit,
menyebabkan sesak nafas, pusing (terutama ketika berdiri)  sakit kepala, dingin di tangan
atau kaki, kulit pucat, dan sakit dada.
Tidak cukup hemoglobin beserta eritrosit, menyebabkan jantung harus bekerja lebih keras
dalam mengangkut oksigen dalam darah. Hal tersebut dapat menyebabkan aritmia (detak
jantung tidak teratur), jantung bersuara gemuruh, pembesaran limfe, bahkan jantung.
Ditemukan anemia normositik atau makrositik ringan dengan jumlah retikulosit rendah.
hemoglobin <10 g/dl,..retikulosit < 20x10 9 /L(berat),
Leukopenia biasa terjadi dengan neutrofil kurang dari 1,5 x 10 9/L (<0,2 x 109/L pada kasus
berat).
Trombositopenia ( <10x 109/L pada kasus berat) ,< 100x109/L(tidak berat)
Sumsum tulang hipoplastik dengan 75% ruang lemak. Sel hemopoietik yang tersisa
memiliki gambaran normal.
Tes serologi untuk EBV berguna terutama untuk mengevaluasi Pasien Yang memiliki
infeksi mononukleosis heterophil - negatif.
Pengobatan dan Terapi

 Hal yang paling utama adalah dengan menyingkirkan penyebab utama dari masalah tersebut
dan melakukan perlakuan yang menyokong untuk kesembuhan.
Transplantasi sumsum tulang adalah pengobatan pilihan untuk anemia, karena kondisi aplasia
parah dan sang asien membutuhkan pasokan tetap eritrosit. Penurunan terapi imunosupresif yang
bermanfaat untuk pasien dengan gangguan EBV- akibat lymphoproliferative pasca-transplantasi,
sedangkan obat antivirus, seperti acyclovir atau valacyclovir, kadang-kadang digunakan pada pasien
dengan infeksi EBV replikasi aktif dengan atau tanpa terapi antibodi pasif disediakan melalui IGIV.
Pasien yang terduga mononukleosis menular tidak boleh diberikan ampisilin atau amoksisilin,
karena menyebabkan ruam, dalam proporsi tinggi pasien dengan mononukleosis. Terapi dengan
kortikosteroid jangka pendek mungkin memiliki efek menguntungkan pada gejala akut, karena
efek samping potensial, dan mengurangi edema pada tonsil dan faring, penggunaannya harus
dipertimbangkan hanya untuk pasien dengan peradangan tonsil ditandai dengan obstruksi jalan
nafas pada masa mendatang, splenomegali besar, miokarditis, anemia hemolitik, atau sindrom
hemophagocytic . Kontak saliva harus dihindari hingga pasien pulih sepenuhnya dari
mononukleosis menular dan limfe tidak lagi teraba.
Dosis prednison biasanya adalah 1 mg / kg per hari, secara oral (maksimum 20 mg / hari), selama 7
hari..
 Prognosis

 
Biasanya semua kasus mengalami pemulihan sempurna.
Kematian pada individu dengan sistem imun yang baik jarang terjadi,
tetapi di sebabkan oleh obstruksi pernapasan, ruptur limpa, atau
ensefalitis.
Keadaan yang fatal bisa terjadi pada pasien dengan defek sel T yang
diturunkan. EBV berhubungan dengan keganasan berat dan kondisi
terkait HIV lainnya:
Karsinoma nasofaring di Cina
Limfoma burkitt di Afrika di daerah ekuator
Limfoma primer sistem saraf pusat, limfoma non-hodgkin, penyakit
hodgkin, leukoplakia, oral hairy, dan pneumonitis limfositik pada
pasien yang terinfeksi HIV.
 

KESIMPULAN

 
 Pada prognosisnya, sang pasien mendapat hasil yang baik, karena telah medapatkan penatalaksanaan yang baik
pula. Dimulai dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik kepada pasien, akan memperoleh sebuah diagnosis. Dari hasil
keterangan dan pemeriksaan, diperoleh kemungkinan bahwa telah terjadi gangguan pada darahnya, kemungkinan
besar anemia.
 Untuk menegakkan diagnosis, dijalanilah beberapa pemeriksaan lanjutan, berupa pemeriksaan laboratorium,
berupa tes darah rutin hingga lengkap, morfologi darah dengan uji monospot, biopsi sumsum tulang, titer darah, dan
tes penunjang lainnya. Dari hasil pemeriksaan ditemukan lekosit, trombosit dan hematokrit menurun, juga positif
akan virus Epstein-Barr. Dengan demikian, disimpulkan telah terjadi gangguan pada sumsum tulang dengan
menurunnya sel-sel darah, yang berkaitan erat dengan anemia aplastik oleh Epstein-Barr virus.
 Selanjutnya, dilakukan penatalaksanaan, dengan rawat inap dan terus dipantau perkembangannya dengan
pemeriksaan laboratorium hitung darah juga biopsi sumsum tulang.
 Mengingat sesungguhnya EBV adalah normal jika seseorang terinfeksi, tapi jika bukan dalam keadaan berlebih.
Virus ini terjadi di seluruh dunia, dan kebanyakan orang menjadi terinfeksi EBV kadang selama hidup mereka.Di
Amerika Serikat, sebanyak 95% dari orang dewasa antara 35 dan 40 tahun telah terinfeksi. Di Amerika Serikat dan di
negara-negara maju lainnya, banyak orang yang tidak terinfeksi EBV dalam masa kecil mereka. Ketika infeksi EBV
terjadi pada masa remaja atau dewasa muda, hal itu menyebabkan mononukleosis menular 35% sampai 50% dari
waktu.( http://www.cdc.gov/ncidod/diseases/ebv.htm )
Terapi suportif seperti pemberian paket sel darah eritrosit diberikan selama perawatan. Oleh karena Epstein-Barr virus
sendiri mengakibatkan suatu keasingan pada sel tubuh sehingga tidak dikenali oleh sistem imun, maka Prednison
diberikan sebagai antiinflamasi atau immunosurpressan agar imunitas tubuh tidak terlalu menyerang sel yang
terinfeksi EBV, sehingga dapat dikendalikan.
Matur Nuwun

You might also like