You are on page 1of 2

AVECENA

Hampir 800 tahun sudah dien ini menunggu seorang penakuluk negeri yang telah dijanjikan oleh
seorang revolusioner dunia yang tak pernah lekang dimakan oleh sejarah, dialah sang revolusioner dunia
yang mengangkat seorang budak menjadi seorang yang lebih terhormat, mengangkat derajat wanita
yang dianggap tidak berguna dan malah biasanya bila seorang memiliki anak perempuan, mereka
memilih untuk mengubur anak perempuannya hidup-hidup menanggung malu mempunyai seorang
anak perempuan yang tak bisa berbuat apa-apa….

Pagi itu situasi kota Madrid begitu sejuk, saat itu sedang musim semi sehingga pemandangan
kota begitu indah dengan pohon-pohonan yang sedang mulai bersemi dari tidurnya yang panjang pada
musim dingin yang lalu. Avecena, begitulah orang-orang Andalusia(Spanyol) memangilnya. Tampan,
cakap bicaranya, kuat raganya, dikenal banyak orang, cerdas, ahli berbagai macam bahasa, itulah sosok
seorang Avecena. Seorang remaja penuh gairah hidup dan penuh prospektif kedepan. Dia banyak
habiskan waktunya hanya untuk belajar, olahraga, serta mengunjungi para ulama serta ilmuwan-
ilmuwan yang begitu ia cintai. Dia tidur hanya 3 jam dalam sehari…sungguh sulit sekali bagi banyak
remaja-remaja saat ini. Senin 23 Syawal besok merupakan hari yang penting bagi seorang Avecena
karena dia harus menghadapi tes terakhir dalam ujian kedokteran yang harus dia selesaikan demi bisa
melanjutkan sekolahnya ke Perguruan Tinggi di Perancis -negeri yang amat Avecena sangat ingin dia
taklukkan-. Tes yang dia lalui terlihat begitu lancar dan Avecena tinggal menunggu hasil
pengumumannya saja. Avecena dikenal oleh seluruh guru-guru di sekolahnya, Avecena mempunyai
kecerdasan yang begitu luar biasa juga Avecena mempunyai sikap rendah hati serta tidak sombong
terhadap teman-temannya. Avecena hanya tinggal berdua dengan ibunya di kota Madrid, Avecena
sudah ditinggalkan ayahnya sejak ia masih didalam kandungan ibunya. Mental pemberani serta tak kenal
menyerah pada dirinya sudah terbentuk sejak ia masih kecil, ibunya hanya seorang penjual kulit
binatang, itupun jualan dari titipan saudagar asal Prusia (Jerman).

Malam di Madrid begitu indah dengan bermandikan cahaya gemerlap disisi-sisi kota Madrid,
lampu-lampu jalan menghiasi kota Madrid ditambah taman-taman indah disekitarnya. Avecena
memutuskan untuk tidak tidur malam itu, dia hanya ingin bermunjat pada Tuhan sekalian alam, Penentu
Qada dan Qadhar. Dia memanjatkan banyak begitu doa malam itu. Namun setelah melakukan beberapa
rakaat qiyamullail dia tertidur, matanya terlihat tidak kuat lagi menahan rasa kantuk yang luar biasa.
Avecena terbangun lagi waktu adzan subuh di kota Madrid yang menggema ke seluruh kota Madrid
dengan luar biasanya membangun seluruh penduduk kota Madrid untuk menunaikan kewajibannya.
Subuh itu Avecena pergi ke masjid kecil di dekat flatnya untuk menunaikan sholat subuh pagi itu.

Seperti biasa, setiap paginya Avecena pergi ke sekolahnya untuk menuntut ilmu, suatu amal
yang luar biasa pahalanya disisi Allah SWT. Namun kali ini Avecena terlihat gusar karena hari ini
merupakan pengumuman hasil ujian kedokteran yang ia hadapi minggu lalu. Banyak sekali pelajar
seluruh kota Madrid juga menantikan hasil ujian tersebut. Avecena bertambah gusar, dia tidak
menemukan namanya pada papan pengumuman tersebut. Akhirnya setelah mencari begitu lama, ia
menemukan namanya di salah satu pojok papan pengumuman. Mata Avecena begitu melotot melihat
papan pengumuman tersebut. Avecena hanya terdiam melihat hasil pengumuman tersebut, dia hampir
mengeluarkan air mata karena hasilnya begitu menyakitkan baginya. Avecena tidak berhasil dalam ujian
tersebut. Lalu salah seorang gurunya menghampiri Avecena. “Nak, kau masih begitu muda. Kau penuh
harapan bagi dien ini. Kami memutuskan untuk tidak meluluskan karena kau masih terlalu muda. Kau
masih 16 tahun, nak. Selain itu kami sangat menyayangimu, kami tak ingin kau pergi ke negeri sana
yang penuh dengan pemikiran-pemikiran kaum kafir disana.” Gurunya sambil merankul Avecena yang
begitu terpukul dengan hasil tersebut. “Aku mengerti. Aku harus bisa mengalahkan seluruh ambisi
pribadiku karena harus ada ambisi lain yang lebih penting yang harus aku realisasikan yaitu, AMBISI
DIEN ini.” Avecena dengan tegar menahan kesedihannya.

“AMBISI MEMBUAT KITA TAHU APA YANG HARUS KITA LAKUKAN BAGI DIRI KITA MAUPUN ORANG LAIN.
NAMUN AMBISI YANG BESARLAH YANG HARUS KITA LAKUKAN, AMBISI YANG LAKUKAN KITA LAKUKAN
BAGI UMAT INI.”

Inilah kisah narasi dari gue untuk elo....gue bukan apa2 dan bukan siapa2...yang penting “undzur ma
qolaa wala tandzur man qolaa“.....artikan sendiri...semoga bermanfaat.....

Jum’at, 25 Maret 2011

Di rumah kwan gue......mereka lg asyik ngerjakan mading...gue malah nulis nih artikel.....hehehehe...n
laptop nya juga minjem.....

You might also like